WACANA POLITIK TAJUK RENCANA KOMPAS DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) DKI JAKARTA TAHUN 2012 Wacana Politik Tajuk Rencana Kompas Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta Tahun 2012(Studi Analisis Wacana Tajuk Rencana Tentang Pilkada DKI

WACANA POLITIK TAJUK RENCANA KOMPAS DALAM PEMILIHAN
KEPALA DAERAH (PILKADA) DKI JAKARTA TAHUN 2012
(Studi Analisis Wacana Tajuk Rencana Tentang Pilkada DKI Jakarta Pada
Harian Kompas Bulan Mei-Juli 2012)

NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Guna mencapai gelar Sarjana S-1

Disusun oleh:
SYARI NURWANINGSIH
L.100 080 123

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

WACANA POLITIK TAJUK RENCANA KOMPAS DALAM PEMILIHAN
KEPALA DAERAH (PILKADA) DKI JAKARTA TAHUN 2012
(Studi Analisis Wacana Tajuk Rencana Tentang Pilkada DKI Jakarta Pada

Harian Kompas Bulan Mei-Juli 2012)

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Komunikasi dan Informatika Universitas
Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Derajat Sarjana S-1 Komunikasi

Diajukan oleh :
SYARI NURWANINGSIH
L 100 080 123

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

ii

HAI,AMAN PERSETUJUAN


Naskah Publikasi ini Disetujui oleh Dosen PembimbingNaskah Publikasi untuk

Dipublikasikan
Naskah Publikasi Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Komunikasi Dan Informatika

Univeriks Muhammadiyah Surakarta

Ilari

:

Rqv,

Tanggal : t6 Jq*ratr

Pembimbing

I


2o\2t

Pembimbing

II

(Rinasari Kusum4 M.I.Kom)

ill

r'

PERI\TYATAAN

Dengan

ini

saya rnenyatakan bahwa dalam naskah publikasi


ini

tidak

terdapat karya yang pemah diajukan unhrk rnemperoleh gelar kesarjan&rn di suatu

perguruan tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karJa atau pendapat

yang pernah dihrlis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalarndaftar pustaka.

Apabila temyata kelak

di kemudian hari terbtrkti

ada ketidakbenaran

dalam pemyataan saya di atas, maka saya bertanggung jawab sepenuhnya.


Surakarta, 3 Januari 2013

&

Svari Nur:waninesih
NIM. L100080123

iv

ABSTRAK
Syari Nurwaningsih, L100080123, Wacana Politik Tajuk Rencana Kompas
Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta Tahun 2012(Studi
Analisis Wacana Tajuk Rencana Tentang Pilkada DKI Jakarta Pada Harian
Kompas Bulan Mei-Juli 2012), Skripsi, Ilmu Komunikasi, Fakultas
Komunikasi dan Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.
Perubahan era Reformasi telah membawa angin segar bagi perkembangan
sistem demokrasi. Semangat demokrasi juga bisa dirasakan oleh publik, dimana
publik bisa ikut andil dan berperan dalam setiap proses demokrasi dalam ranah
politik. Salah satu cerminan demokrasi yaitu melalui proses pemilihan kepala
daerah DKI Jakarta yang dilakukan secara langsung. Animo publik yang begitu

besar ditunjukan untuk mendukung setiap pasangan calon, yang ternyata hal ini
tidak hanya diperlihatkan oleh publik Jakarta saja, melainkan hampir seluruh
masyarakat Indonesia ikut kedalam euforia tersebut. Keberhasilan meregup animo
publik tidak bisa dilepaskan dari peran media massa. Media menampilkan isu dari
berbagai sudut pandang, misalnya saja surat kabar Kompas. Kompas
menampilkan isu Pilkada ini dari sisi yang berbeda, yaitu melalui tajuk
rencananya. Tajuk rencana yang merupakan sikap media itu sendiri dirasa mampu
untuk mempengaruhi opini serta pandangan publik. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui dan mengkaji wacana politik yang ditampilkan dalam tajuk rencana
Kompas tentang pilkada DKI Jakarta 2012.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Untuk
menganalisis tajuk rencana-tajuk rencana tersebut, peneliti menggunakan analisis
wacana dengan metode Van Dijk dalam level teks. Untuk membongkar makna
yang terkandung dalam teks, digunakan elemen-elemen yang dikembangkan Van
Dijk, yang terdiri dari 3 struktur, yaitu struktur makro, superstruktur dan struktur
mikro. Dengan penggunaan model tersebut, maka akan diketahui bagaimana
Kompas menampilkan peristiwa Pilkada DKI Jakarta melalui wacana tajuk
rencana.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini bahwa sistem demokrasi
di Indonesia masih jauh dari kestabilan khususnya dalam Pemilihan kepala daerah

(pilkada) DKI Jakarta. Banyaknya Permasalahan yang seringkali muncul dan
belum adanya penyelesaian mengakibatkan terhambatnya proses pemilihan.
Tetapi disisi lain, publik sudah bersifat kritis dan terbuka selama proses demokrasi
berlangsung. Dalam menampilkan wacana, disini Kompas lebih cenderung
mengarah pada model tajuk rencana yakni model jalan tengah (MJT), dan model
angin surga (MAS).
Kata kunci: Wacana Politik, Kompas, Tajuk Rencana.

vi

PENDAHULUAN
Berakhirnya era Orde Baru menjadi
era Reformasi telah membawa angin segar
bagi rakyat Indonesia. Berbagai segi
kehidupan terbebas dari pengguasa yang
represif, tak terkecuali kehidupan politik.
Munculnya berbagai macam partai politik
merupakan bentuk dari ekspresi kebebasan
rakyat Indonesia untuk bisa berpartisipasi
dalam kehidupan politik. Begitupun

dengan pers di Indonesia, tak ada lagi
pembredelan terhadap media ketika media
tersebut menyinggung atau menyindir para
penguasa. Pers dan rakyat telah diberikan
kebebasan
sepenuhnya
untuk
ikut
berpartisipasi dan mengawasi jalannya
proses pemerintahan di Negeri ini.
Salah satu bentuk kebebasaan yang
diberikan kepada rakyat yaitu dengan
diikutsertakannya rakyat dalam proses
pemilihan umum. Disini rakyat memiliki
kekuasaan sepenuhnya untuk ikut berperan
aktif dan berpartisipasi secara langsung,
jujur, dan adil tanpa adanya intervensi dari
pihak
manapun
yang

memiliki
kepentingan. Pemillu dianggap menjadi
sarana yang paling adil untuk para aktor
politik berkompetisi dalam merebut
perhatian dan suara publik.
Semangat kebebasan berpendapat
juga bisa dirasakan dari penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah (pilkada) secara
langsung. UU No. 32 Tahun 2004 telah
mengatur pelaksanaan Pemilihan Kepala
Daerah secara langsung (pilkada langsung)
yang tertera didalam pasal 56 ayat 1 yang
berbunyi kepala daerah dan wakil kepala
daerah dipilih dalam satu pasangan calon
yang dilaksanakan secara demokratis
berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.
Pilkada langsung tercermin dari
penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta.
Berbagai partai politik berkompetisi untuk

mendapatkan perhatian warga Jakarta, baik
dari partai independen maupun partai
koalisi. Warga Jakarta dilibatkan secara
langsung dalam proses pemilihan tak
terkecuali. Pilkada DKI Jakarta kali ini
dianggap sebagai kilas balik terhadap

pengharapan
publik
kepada
calon
pemimpin selanjutnya untuk membawa
kota Jakarta kearah yang lebih baik dan
menuntaskan segala permasalahan yang
ada di Jakarta.
Peristiwa Pilkada DKI tidak hanya
menjadi pusat perhatian warga Jakarta
saja, melainkan menjadi perbincangan
hampir seluruh masyarakat Indonesia.
Keberhasilan meregup animo publik yang

besar ini tidak bisa dilepaskan dari peran
media massa. Peran media massa yang
begitu signifikan, memiliki andil yang
besar pula terhadap pembentukan opini
publik serta mengarahkan publik untuk
menentukan sikap terhadap pemilihan
yang berlangsung. Salah satu media massa
yang memiliki peran yaitu surat kabar.
Karena surat kabar ketika menyampaikan
setiap kritik sosial akan lebih detil dan
lebih mendalam seta lebih efektif dalam
menjangkau khalayak.
Peristiwa DKI menjadi headline di
berbagai media cetak di Indonesia. Isu
mengenai pilkada DKI pun terus
ditampilkan dengan berbagai bentuk
berita. mulai dari berita langsung (straight
news), feature, hingga tampilan rubrikrubrik yang terdapat dalam surat kabar.
Salah satunya yaitu rubrik tajuk rencana
atau editorial.di dalam tajuk rencana para
jurnalis dan redaktur mencoba untuk
mengkritisi
isu-isu
yang
sedang
berkembang di tengah masyarakat. Isu
yang nantinya akan diangkatpun hasil dari
kebijakan redaksional surat kabar tersebut.
Tulisan yang terpapar dalam editorial atau
tajuk rencana lebih mengedepankan
independendi
dari
jurnalis
yang
disampaikan secara lugas, dan tegas, serta
merupakan suatu cerminan sikap atau
pandangan dari media tersebut.
Peneliti memilih media massa
Kompas, karena peneliti melihat Kompas
tidak hanya menjadikan isu pilkada DKI
menjadi headline news, tetapi Kompas
juga menampilkan isu tersebut melalui
tajuk rencananya. Kompas memberikan
perhatian lebih terhadap pilkada DKI
1

Bagaimana wacana politik dalam tajuk
rencana harian Kompas mengenai
pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI
Jakarta pada bulan Mei-Juli 2012? Terkait
dengan rumusan tersebut maka tujuan
penelitian antara lain untuk mengetahui
dan mengkaji wacana politik tajuk rencana
tentang pemilihan kepala daerah (pilkada)
DKI Jakarta pada harian Kompas pada
bulan Mei-Juli 2012.

Jakarta pada putaran pertama periode MeiJuli 2012 yang ditunjukan melalui
intensitas ulasan dalam tajuk rencana yang
lebih banyak dibandingkan dengan media
nasional lainnya. Misalnya saja Media
Indonesia, ulasan mengenai Pilkada DKI
Jakarta yang ditampilkan dalam editorial
dalam periode tersebut hanya 2 (dua) teks
saja dan Koran Tempo yang juga
mengangkat isu pilkada ini sebagai ulasan
dalam editorialnya hanya terdapat 4
(empat) teks saja. Selain itu ada juga surat
kabar
Seputar
Indonesia
yang
menampilkan ulasan mengenai pilkada
dalam tajuknya hanya 5 (lima) teks saja.
Maka dari itu, disini penulis lebih memilih
Kompas sebagai media massa yang
dijadikan objek penelitian.
Ketika media dalam pemberitaan
Pilkada ini selalu memuat berita yang
positif terhadap salah satu pasangan calon
saja, maka itupun yang akan dirasakan
oleh publik. Karena disini media
merupakan sumber informasi publik,
dengan kata lain, publik tidak akan
mengetahui kalau saja media tidak
memberitakannya. Jadi dengan demikian,
tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap
pemberitaannya media juga memiliki
kepentingan. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini digunakan analisis wacana
untuk melihat dan meneliti apakah dalam
pemberitaan mengenai
pilkada ini
seseorang atau kelompok dimarginalkan
dalam suatu wacana dan bagaimanakah
media tersebut mengkonstruksi realitas
politik mengenai pilkada DKI Jakarta ini.
Berdasarkan perspektif diatas,
memang media memiliki andil yang besar
dalam mempengaruhi opini publik. Ketika
khalayak
terus
dibombardir
oleh
pemberitaan, maka secara langsung akan
berpengaruh pula terhadap sikap serta
perilaku khalayak itu sendiri. Disini
khalayak dituntut untuk bisa bertindak
secara selektif dan aktif dalam menerima
informasi yang ditampilkan media.
Berdasarkan latar belakang yang
diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang muncul dalam penelitian ini adalah:

TINJAUAN PUSTAKA
Konstruksi Realitas Sosial di Media
Massa
Menurut Ritzer dalam Bungin
(2008) didalam pandangan konstruksi
sosial, manusia dipandang sebagai
pencipta realitas dan media
massa
merupakan saluran untuk menyebarkan
konstruksi sosial atas realitas. Pada
dasarnya ketika manusia melakukan suatu
tindakan tidak sepenuhnya berdasarkan
norma-norma, kebiasaan atau nilai-nilai,
karena disini media memiliki kebebasan
untuk bertindak. Teori ini berakar pada
paradigma konstruktivis, dimana suatu
realitas sosial sebagai konstruksi sosial
yang diciptakan oleh individu yang
merupakan manusia bebas. Disini individu
menjadi penentu atas realitas sosial yang
dibentuk sesuai dengan kehendaknya.
Manusia dalam banyak hal memiliki
kebebasan untuk bertindak di luar batas
kontrol struktur dan pranata sosialnya
dimana individu berasal. Dalam prosesnya,
individu manusia dipandang sebagai
pencipta realitas sosial yang relatif bebas
didalam dunia sosialnya.
konstruksi realitas sosial (Social
Construction Of Reality) itu sendiri
diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan
Thomas Luckmann melalui bukunya yang
berjudul The Sosial Construction Of
Reality: A Treatise In The Sociological Of
Knowledge (1966). Sama halnya dengan
Ritzer, disini Berger dan Luckmann dalam
Bungin (2008) menyatakan bahwa
individu sebagai pencipta realitas yang
secara terus menerus dan subyektif.
Dengan kata lain, realitas itu tidak bisa
2

yang lama, bersifat spasial, dan
berlangsung secara hierarkis-vertikal,
dimana
konstruksi
sosial
hanya
berlangsung kepada orang-orang yang
hanya ada disekitar kita saja dan yang
jangkauannya dekat, tetapi kini lebih
bersifat cepat dan luas. Konstruksi sosial
atas realitas yang berupa informasipun kini
menyebar dengan cepat dan merata.
Realitas yang terkonstruksi itu juga
menimbulkan opini publik ditengah
khalayak, yang mengakibatkan opini
cenderung apriori dan bersifat sinis.
Pada dasarnya media massa bukan
hanya memberikan informasi dan hiburan
kepada masyarakat atau sebagai sumber
informasi khalayak saja, tetapi melalui
pemberitaannya, media juga memberikan
pengetahuan kepada khalayak sehingga
informasi
atau
pemberitaan
yang
ditampilkan tidak hanya bersifat satu arah
saja, tapi disini juga ada proses berfikir
yang dilakukan oleh khalayak dalam
memandang suatu peristiwa yang nantinya
akan membentuk suatu sudut pandang atau
kerangka berfikir sosial. Dengan kata lain,
media massa tidak hanya sebagai sarana
informasi yang menyampaikan berita
secara aktual (baru) dan faktual (apa
adanya) tetapi lebih dari itu, mereka
mencoba untuk membangun suatu nilai
dalam pikiran serta benak kita.
Begitupun
dengan
konstruksi
realitas politik yang dilakukan oleh media
massa, dimana cara media mengkonstruksi
realitas akan memberi citra tertentu bagi
para aktor politik dan partai politik.
Hamad menyebutkan “Media massa tidak
hanya melakukan konstruksi realitas
politik atas berbagai peristiwa politik
dalam bentuk berita politik, tetapi juga
media
massa
dapat
melakukan
dekonstruksi realitas politik. Jadi, realitas
yang ditampilkan media massa adalah
sesungguhnya merupakan realitas media,
yang bisa juga disebut sebagai realitas
tangan kedua (second hand reality) atau
realitas buatan dari wartawan atau
pemimpin
redaksi”
(Arifin
dalam
Tamburaka (2012).

berdiri sendiri, melainkan hasil dari
ciptaan manusia yang dimaknai secara
subyektif oleh individu sehingga nantinya
pemaknaan akan realitas bersifat obyektif.
Pada dasarnya, konstruksi sosial
berasal dari filsafat konstruktivisme yang
dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif
kognitif. Menurut Suparno dalam Bungin
(2008) sejauh ini ada tiga macam
konstruktivisme, yaitu: konstruktivisme
radikal,
realisme
hipotetis,
dan
konstruktivisme biasa, dan berikut
penjelasannya:
1.
Konstruktivisme
radikal
hanya dapat mengakui apa yang dibentuk
oleh pikiran kita serta tidak selalu
representasi dari dunia nyata. Kaum ini
berpendapat bahwa sebuah realitas bukan
hasil dari refleksi objektif, melainkan
sebuah realitas yang dibentuk oleh
pengalaman seseorang.
2.
Realisme hipotesis. Dalam
hal ini pengetahuan adalah sebuah
hipotesis dari struktur realitas yang
mendekati realitas dan menuju kepada
pengetahuan yang hakiki.
3.
Konstruktivisme
biasa.
Disini pengetahuan sebagai gambaran dari
sebuah realitas. Pengetahuan individu
dipandang sebagai suatu gambaran yang
dibentuk dari realitas obyek dalam dirinya
sendiri.
Dari pernyataan di atas, maka dapat
ditarik kesimpilan bahwa individu adalah
penafsir dari dunia realitas yang
merupakan hasil dari hubungan antara
individu dengan masyarakat. Pengetahuan
adalah dasar untuk individu dalam
menciptakan suatu realitas.
Bungin (2008) menjelaskan bahwa
pada awalnya proses konstruksi sosial atas
realitas menurut Peter L. Berger dan
Luckmann terjadi secara alamiah tanpa
melibatkan media massa sebagai variabel
maupun
fenomena
yang
bisa
mempengaruhi konstruksi realitas tersebut.
Namun, pengaruh dari media massa yang
signifikan membuat proses konstruksi
sosial atas realitas yang semulanya
berjalan lamban, membutuhkan waktu
3

harus memberikan alasan yang kuat.
Begitupun dengan sebaliknya, ketika
penulis menyerang terhadap permasalahan
yang terjadi, maka ia juga harus bisa
memberikan alasan dari penyerangan
tersebut (Barus, 2010: 143). Dengan
demikian, penulis yang bertugas menulis
tajuk rencana haruslah memilliki kepekaan
terhadap situasi sosial di sekitarnya yang
bisa dijadikan bahan dalam menulis tajuk
rencana.
Panuju (2005) menjelaskan ada
beberapa sikap yang seharusnya bisa
dilakukan oleh para redaktur surat kabar
ketika menulis tajuk rencana, sebagai
berikut:
1.
Bersifat Favorable ketika
media dalam wacana atau teksnya
mendukung dan menyetujui terhadap
masalah atau isu yang sedang aktual.
2.
Bersifat unfavorable, ini
merupakan kebalikan dari favorable.
Dimana media menampilkan wacana
berupa menentang dan tidak setuju
terhadap masalah atau kejadian yang
sedang aktual.
3.
Bersifat netral, disini media
hanya sekedar memberi informasi tentang
peristiwa yang sedang bergulir, tanpa
memberikan
penilaian
ataupun
penghakiman, tidak juga memberikan
sikap dan pandanganya terhadap masalah
tersebut.
Kemudian
Suherman
dalam
Santana (2005) menjelaskan beberapa
unsur penting dalam tajuk rencana.
Pertama, yakni fakta. Fakta merupakan
unsur utama dalam suatu pemberitaan tak
terkecuali tajuk rencana. Fakta menjadi
acuan wartawan dalam mengutarakan
opini atau pandangan dari media tersebut.
Tanpa adanya fakta, maka argumen atau
opini yang ditampilkan media dalam
teksnya tidak bisa dipertanggungjawabkan,
bahkan bisa dikatakan sebagai fitnah
belaka. Lalu dampak yang ditimbulkan
dari tajuk tersebut bukan hanya terhadap
subjek yang diberitakan, tapi akan
berpengaruh terhadap kepercayaan publik
dan kredibilitas media itu sendiri.

Tajuk Rencana
Tajuk rencana atau yang sering
dikenal dengan editorial merupakan suatu
bentuk opini atau pandangan media
terhadap suatu peristiwa yang diangkat
yang terdapat dalam surat kabar. Dulu,
tajuk rencana dikenal dengan istilah
“Induk Karangan” yang sesungguhnya
berasal dari bahasa Belanda “Hoofd
artikel” sedangkan dalam bahasa Inggris,
tajuk rencana disebut dengan istilah
“leader’.
Siregar (2003) menjelaskan bahwa
pada dasarnya tajuk adalah roh bagi
sebuah harian atau otomisme dari seluruh
konten surat kabar menurut perspektif atau
pandangan redaksi media. Melalui tajuk
itulah kemudian redaksi mengemukakan
pendapat atau opini, pikiran dan kritisme
terhadap
beragam
peristiwa
yang
dikonstruksi untuk menghasilkan sebuah
sudut pandang yang nantinya akan
ditampilkan ke tengah publik yang pada
prinsipnya tetap berlandaskan pada fakta.
Dengan kata lain, opini atau pandangan
yang ditampilkan dalam media merupakan
hasil dari kebijakan redaksional yang
dianggap mewakili redaksi dan merupakan
cerminan
sikap
media
terhadap
permasalahan yang terjadi.
Oleh karena itu, tajuk rencana
biasanya ditulis oleh pemimpin redaksi
atau bisa juga oleh wartawan senior yang
sudah berpengalaman, berwawasan dan
berpandangan luas, serta arif dalam
berpandangan,
sehingga
ketika
ia
mengeluarkan pendapat atau opini, ia tidak
melibatkan perasaan pribadi yang nantinya
akan mempengaruhi isi teks tajuk tersebut.
Unsur yang paling penting dari pembuat
tajuk adalah ia harus mengerti nilai berita,
karena nantinya ia harus bisa menjelaskan
argumentasinya secara logis terhadap
pandangan yang dikeluarkan mengenai
penyebab dan akibat suatu peristiwa.
Selain itu, ia juga harus bertanggung jawab
terhadap pemikiran atau perspektif yang
timbul di tengah masyarakat atas tajuk
yang ditampilkan. Bisa dikatakan ketika
penulis pro atau membela sesuatu, maka ia
4

Kedua,
yakni
interpretasi.
Interpretasi menjadi proses penting
lainnya. Menurut Kamus Komunikasi,
susunan Onong Effendy, interpretasi disini
merupakan keseluruhan dari proses
kegiatan yang dilakukan oleh wartawan
dari mulai memahami suatu fenomena
sampai dengan pemroduksian fenomena
tersebut menjadi suatu pesan yang siap
untuk dikomunikasikan kepada khalayak.
Ketiga, yakni opini. Opini merupakan
pernyataan-pernyataan terhadap suatu
persoalan yang tengah bergulir, dan dari
pernyataan-pernyataannya bisa terlihat
sikap media tersebut
Rizal Mallarangeng dalam Panuju
(2005) membagi tajuk rencana ke dalam
tiga model, yakni model jalan tengah
(MJT), model angin surga (MAS), dan
model
anjing
penjaga
(MAP).
Penjelasannya sebagai berikut:
1.
Tajuk MJT, tajuk model
lebih
terkesan
ingin
menghindari
konfrontasi langsung dengan pihak yang
sedang diulas atau dikritisi. Bentuk
pemberitaannnya cenderung berputarputar, sehingga mengaburkan pesan yang
akan disampaikan.
2.
Tajuk MAS, tajuk model ini
dibuat dengan tulisan yang didalamnya
mengandung imbauan serta harapan.
3.
Tajuk MAP. Tajuk model
ini kebalikan dari tajuk MJT. Disini
penulis dengan lugas, berani, tajam dan
kritis terhadap suatu peristiwa, sekalipun
kritik itu ditujukan kepada pemangku
kekuasaan. Tajuk seperti itulah yang betulbetul menjalankan perannya sebagai media
pers sekaligus sebagai lembaga kontrol
dan pemberi informasi yang mendidik dan
mencerdaskan pembaca.
Berdasarkan perspektif diatas,
melalui tajuk rencanalah penulis bisa
mengkritik, mempertanyakan, mendukung
atau bahkan mencela keputusan yang
diambil oleh para penguasa atau pemikiran
yang timbul di tengah masyarakat. Karena
itu, tidak jarang jika tajuk rencana
digunakan sebagai acuan oleh para
penguasa dalam mengambil keputusan

untuk menentukan langkah apa yang akan
diambil dalam menghadapi permasalahan
yang ada.
Wacana
Istilah wacana sekarang ini lebih
dikenal sebagai terjemahan dari perkataan
bahasa Inggris yaitu discourse. Kata
discourse berasal dari bahasa latin yaitu
discursus yang berarti lari kian kemari.
Alex
Sobur
dan
Webster
pun
mendefinisikan mengenai wacana tersebut,
yaitu: (Sobur, 2009: 9)
1.
Komunikasi pikiran dengan
kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasangagasan, konversasi atau percakapan.
2.
Komunikasi secara umum,
terutama sebagai suatu subjek studi atau
pokok telaah.
3.
Risalat
tulis,
disertasi
formal, kuliah, ceramah, khotbah (Webster
dalam Sobur, 2009: 10).
Merujuk pada perspektif diatas,
wacana juga bisa dikatakan sebagai satuan
bahasa yang digunakan dalam komunikasi,
baik yang bersifat verbal dan nonverbal
maupun berupa tulisan atau lisan. Menurut
Tarigan, wacana adalah satuan bahasa
terlengkap dan tertinggi yanng berada
diatas kalimat atau klausa yang didukung
oleh koherensi dan kohesi yang
berkesinambungan yang mempunyai awal
dan akhir yang nyata, serta disampaikan
secara lisan atau tulisan (Tarigan dalam
Wijana, 2009: 67).
Berbicara mengenai bahasa dalam
analisis wacana, maka tidak bisa
dipisahkan dari berbagai pandangan.
Mohammad A.S. Hikam dalam Eriyanto (
2006) mengungkapkan ada tiga pandangan
mengenai
bahasa,
yaitu
Pertama
pandangan positivisme-empiris. Disini,
bahasa dianggap sebagai jembatan antara
manusia dengan objek yang ada diluar
dirinya dan menganggap tidak adanya
keterkaitan antara pemikiran dan realitas.
Kedua,
pandangan
konstruktivisme. Kaum ini menganggap
subjek dan objek bahasa tidak bisa
dilepaskan, dimana dalam hal ini subjek
5

kabar Kompas pada rentang waktu bulan
Mei – Juli 2012.

memiliki kontrol terhadap maksud dari
setiap wacana yang ditampilkan. Dalam
surat
kabar
Kompas
proses
pengkonstruksian suatu realitas melalui
produksi yang panjang sebelum isu
ditampilkan. Dimana wacana yang
ditampilkan memiliki pesan dan makna
tersendiri yang ingin disampaikan kepada
khalayak. Maka dari itu, Kompas
menggunakan bahasa sebagai alat agar
pesan, makna dan tujuannya bisa dipahami
oleh pembaca. Selain itu, Kompas juga
memiliki kontrol terhadap maksud dari
setiap wacana untuk mengarahkan para
pembacanya terhadap pandangan, opini,
dan sikap tertentu.
Ketiga, pandangan kritis. Dalam
hal ini individu bukan merupakan subjek
yang netral, dimana ada kekuatan diluar
dirinya yang nantinya akan mempengaruhi
individu tersebut dalam berfikir. Bahasa
berperan dalam membentuk subjek dan
wacana tertentu.
Berdasarkan perspektif diatas,
bahasa merupakan bagian terpenting dalam
suatu wacana, baik wacana tulis maupun
lisan. Melalui bahasalah kita bisa
mengetahui maksud dari teks tersebut.
Terutama bahasa dalam teks di media
cetak yang terlihat secara jelas dan
gamblang, sehingga melalui kata-kata
yang disusun menjadi kalimat kita bisa
mengetahui makna dan maksud didalam
teks.

Teknik Pengumpulan Data
Data
dalam
penelitian
ini
dikumpulkan dengan cara dokumentasi.
Sumber data utama dalam penelitian ini
adalah tajuk rencana Kompas periode
bulan Mei-Juli 2012 tentang Pilkada DKI
Jakarta tahun 2012. Sedangkan data
tambahan diperoleh dari buku-buku
literature, surat kabar, jurnal, skripsi,
makalah dan website.
Teknik Analisis Data
Teknik
analisis
data
yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan
aplikasi dari model analisis wacana Van
Dijk.
HASIL PENELITIAN
Total keseluruhan ada 8 teks tajuk
rencana yang memuat topik-topik tentang
Pilkada DKI Jakarta rentang waktu bulan
Mei-Juli 2012, yang nantinya akan
dijadikan objek penelitian oleh peneliti,
yang terdiri dari 3 (tiga) tahapan pilkada,
yaitu pra pilkada, saat pilkada, dan pasca
pilkada. Teks ini kemudian akan
dikelompokkan lagi menjadi beberapa
kategori untuk memudahkan
peneliti
dalam menganalisis serta pemahaman
pembaca.
Kategori-kategori
tersebut
ditemukan dari ulasan-ulasan yang
terdapat dalam teks sesuai dengan
pemahaman penulis.
Teks tajuk rencana Kompas:
1.
Mencari Pemimpin Jakarta
(14 Mei 2012)
2.
Protes Daftar Pemilih (22
Mei 2012)
3.
Berharap Kampanye Damai
(25 Juni 2012)
4.
Pasar Gelap Politik Uang
(26 Juni 2012)
5.
Kredibilitas Pilkada Jakarta
(10 Juli 2012)
6.
Warga Jakarta Telah Bicara
(12 Juli 2012)

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
paradigma penelitian deskriptif kualitatif.
Jenis penelitian yang digunakan adalah
studi analisis wacana. Analisis wacana
sebagai
suatu
upaya
untuk
mengungkapkan maksud atau makna yang
tersembunyi dari sebuah pernyatan yang
diungkapkan oleh sang subjek.
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah
tajuk rencana tentang pemilihan kepala
daerah (Pilkada) DKI Jakarta dalam surat
6

7.
Kedewasaan Politik Jakarta
(14 Juli 2012)
8.
Problematika DPT Jakarta
(19 Juli 2012).

pada dasarnya setiap proses pemilihan
kepemimpinan, publiklah yang memiliki
andil besar dalam menentukan seorang
pemimpin. Publik memiliki kuasa penuh
dalam keputusan politik yang tugasnya
bukan hanya pelengkap dalam sebuah
politik, melainkan penentu kekuasaan.
Inilah yang ditunjukan dalam Pilkada DKI
Jakarta kali ini, dimana publiklah yang
memiliki andil besar dalam pembentukan
suatu
kekuasaan.Pemaknaan
tersebut
secara eksplisit mendukung wacana bahwa
perubahan sistem politik Indonesia
berdampak pada kekuasaan penuh bagi
rakyat.
2.
Teks Tajuk Rencana Kedewasaan
Politik Jakarta.
Dalam teks tajuk ini, tema yang
diangkat mengenai kian matang politik
Jakarta. Dengan penggunaan tema di atas,
mengisyaratkan bahwa pemilih kini tak
lagi terbelenggu dengan doktrin-doktrin
yang disebarkan selama proses pemilihan
berlangsung atau segala sesuatu yang
dilakukan oleh para kandidat maupun
partai terkait dalam rangka mencari
dukungan publik. Publik telah menunjukan
sikap yang selektif dan cerdas dalam
menyaring
dan
memantau
setiap
tingkahlaku para calon, baik selama proses
kampanye berlangsung maupun melalui
sosialisasi di media massa, serta tak lupa
program-program yang ditawarkan oleh
para kandidat.

Berikut adalah temuan dari teksteks di atas:
1.
Pilkada DKI Cerminan
Demokrasi
yang
Berdampak pada
Kekuasaan Sepenuhnya bagi Rakyat.
2.
Harapan Publik Akan Suatu
Perubahan
3.
Belum Adanya Stabilitas
dalam Pilkada DKI Jakarta
PEMBAHASAN
A.
Pilkada
DKI
Cerminan
Demokrasi yang Berdampak pada
Kekuasaan Sepenuhnya bagi Rakyat.
Indonesia merupakan salah satu
negara yang menganut sistem Demokrasi.
Dimana, seluruh rakyat ikut serta dalam
setiap
proses
pemerintahan
dan
mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban setiap warganya. Artinya,
rakyat memang tidak secara langsung
memimpin, tetapi wakil yang ditunjuk dan
ditentukan oleh rakyatlah yang nantinya
akan menjalankan pemerintahan tersebut.
Peran serta partisipasi rakyat sangat
diperlukan untuk menentukan arah dari
pemerintahan karena disini rakyatlah yang
memiliki kuasa penuh untuk memilih serta
menentukan arah suatu kebijakan yang
nantinya akan dibentuk. Dapat dikatakan
slogan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat” direalisasikan dalam bentuk
pemilihan umum.
Berdasarkan perspektif di atas,
maka dari delapan teks tajuk rencana
mengenai Pilkada DKI Jakarta, yang
memuat temuan wacana di atas adalah
sebagai berikut:
1.
Teks Tajuk Rencana “Warga
Jakarta Telah Bicara,
Berdasarkan hasil amatan, tema
yang diangkat dalam teks tajuk adalah
mengenai pilihan publik. Tema utama ini
dimaksudkan
penulis
untuk
memperlihatkan kepada pembaca bahwa

B.
Harapan Publik Akan Suatu
Perubahan
Perubahan agar membawa Jakarta
menjadi kota yang layak huni pasti
menjadi harapan setiap warga Jakarta.
Penuntasan permasalahan yang ada pun
diharapkan menjadi prioritas utama dari
setiap pasangan yang memimpin kota
Jakarta. Hal inilah yang belum bisa
dirasakan sepenuhnya oleh warga Jakarta.
Situasi dan kondisi yang sama selalu
terjadi tiap waktunya. Pemimpin yang
diharapkan mampu membawa suatu
7

juga problematika atau permasalahn yang
muncul sebagai bumbu-bumbu politik.
Akibatnya stabilitas dalam proses pilkada
pun terganggu dan tidak bisa berjalan
dengan
aman,
karena
banyak
menimbulkan protes dari berbagai pihak.
Permasalahan demi permasalahan juga
menjadi sorotan media massa di Indonesia.
Disini,
Kompas
juga
menyoroti
permasalahan yang terjadi selama proses
pilkada berlangsung yang ditunjukan
melalui beberapa teks tajuk rencana
dibawah ini:
1.
Teks Tajuk Rencana “Protes Daftar
Pemilih”
Tema yang ingin diangkat oleh
penulis yaitu tentang kisruh DPT (daftar
pemilihan tetap). Tema ini menyiratkan
bahwa memang permasalahan DPT ini
menjadi permasalahan yang kompleks dan
selalu muncul ketika proses demokrasi
berjalan.
2.
Teks Tajuk Rencana “Pasar Gelap
Politik Uang”
Senada dengan apa yang terdapat dalam
teks sebelumnya, wacana mengenai belum
adanya stabilitas dalam sistem demokrasi
di Indonesia juga ditunjukan dalam teks
ini. Tema yang ingin diangkat penulis
dalam teks ini yaitu tentang munculnya isu
politik uang dalam proses Demokrasi.
Tema di atas juga didukung dengan lead
yang berbunyi:
“Isu
politik
uang
mencuat
menjelang Pemilihan Gubernur
DKI Jakarta. Panitia Pengawas
Pemilu mengampanyekan “stop
politik uang!”.
Slogan “stop politik uang!” yang
terdapat pada kutipan di atas bukan hanya
sekedar retorika saja, melainkan disini
penulis ingin menegaskan bahwa politik
uang memang selalu ada dalam proses
demokrasi, dan harus adanya kesadaran
dari para peserta pemilu untuk tidak
melakukan money politic.
3.
Teks Tajuk Rencana “Kredibilitas
Pilkada Jakarta”

penyelesaian dan perubahan tak kunjung
melakukan aksi nyata. Obral janji dan
obral program selalu ditemukan tiap
adanya proses pemilihan tanpa ada
realisasi yang pasti.
Hal semacam inilah yang ingin
ditunjukan dan disampaikan penulis
melalui ulasan-ulasan yang terdapat dalam
teks sebagai berikut:
1.
Teks Tajuk Rencana “Mencari
Pemimpin Jakarta.
Dalam teks ini, tema yang diangkat
adalah harapan perubahan, karena
perubahan inilah yang selama ini menjadi
mimpi warga Jakarta. Pemimpin baru yang
kelak memimpin kota Jakarta diharapkan
mampu menuntaskan setiap permasalahan
yang selama ini belum ditemukan solusi
seperti banjir, kemacetan, dsb.
2.
Teks Tajuk Rencana “Berharap
Kampanye Damai”.
Dalam teks ini, tema yang diangkat
adalah harapan pilkada damai, karena
kedamaian inilah yang menandakan
semakin matangnya proses demokrasi di
Indonesia. Proses pilkada ini tidak hanya
menjadi sorotan publik sekitar Jakarta saja,
bahkan menjadi sorotan seluruh warga
Indonesia, sehingga proses berjalannya
dari awal sampai akhir tetap akan menjadi
sorotan. Hal seperi inilah yang seharusnya
bisa dijadikan motivasi oleh para
penyelenggara maupun peserta pemilu
untuk menciptakan suatu kondisi yang
aman dan damai, serta dalam prosesnya
pun dilakukan dengan penuh ketelitian
agar tidak terjadi suatu kesalahan yang
fatal. Situasi seperti inilah yang diharapkan
nantinya mampu menjadi contoh bagi
daerah lain dalam setiap penyelenggaraan
pemilu.
C.
Belum adanya Stabilitas dalam
Pilkada DKI Jakarta
Kata stabilitas memiliki arti
kemantapan; kestabilan; keseimbangan.
Proses penyelenggaraan sistem politik
seperti pilkada, ternyata tidak selamanya
berjalan dengan lancar dan aman. Pada
kenyataannya, seiring dengan itu banyak
8

Tema yang ingin diangkat penulis
dalam teks adalah belum adanya
kedewasan politik, karena permasalahan
DPT selalu terulang tiap penyelenggaraan
pemilihan baik tingkat daerah ataupun
nasional. Penulis menggunakan latar
sebagai pendukung tema:
“Masalah kisruh DPT sebenarnya
bukanlah hal baru. Dalam sejarah
pemilihan umum di tingkat
nasional ataupun pilkada, DPT
selalu menimbulkan protes dari
pasangan calon. Ulasan di kolom
ini pun telah beberapa kali
mengingatkan agar KPU Jakarta
betul-betul menyiapkan DPT yang
bersih dari pemilih ganda ataupun
pemilih siluman dan memastikan
termuatnya nama pemilih yang
memenuhi syarat (eligible voters)”.
Dari latar di atas, penulis ingin
lebih menegaskan bahwa permasalahn
DPT ini bukan menjadi sesuatu yang tabu
lagi di tengah proses demokrasi. Hal ini
sudah menjadi pembicaraan umum dan tak
luput dari sorotan media. Ulasan demi
ulasan yang bergulir pun, tak membuat
adanya perubahan untuk menyelesaikan
permasalahan.
Peringatan
yang
dikeluarkan baik oleh para kandidat
ataupun publik tak juga menemukan
solusi. Permasalahan DPT ini seolah sudah
mendarah daging dalam proses demokrasi
di negri ini.
4.
Teks Tajuk Rencana “Problematika
DPT Jakarta”.
Dalam teks tajuk tema yang
diangkat
adalah
adanya
tindakan
penyelesaian masalah. KPU dalam hal ini
yang berperan sebagai penyelenggara dan
bertanggung jawab terhadap proses
berlangsungnya Pilkada DKI dituntut
mampu untuk melakukan tindakan yang
konkret
dalam
menyelesaikan
permasalahan yang terjadi khususnya
permasalahan daftar pemilih. Dengan tema
ini, penulis ingin menegaskan kepada
publik bahwa ada tindakan nyata yang
dilakukan KPU agar permasalahn DPT ini
bisa secepatnya diselesaikan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penulis menyimpulkan bahwa
dalam menyuguhkan ulasan mengenai
pilkada DKI Jakarta, Kompas memandang
dari berbagai sudut pandang, yakni adanya
kekuasaan sepenuhnya pada rakyat dalam
penyelenggaraan
demokrasi,
adanya
harapan perubahan yang diinginkan publik
Jakarta, dan belum adanya stanilitas dalam
pilkada DKI Jakarta.
Selain itu, dari seluruh teks tajuk
rencana
yang
dianalisis,
Kompas
menampilkan
tajuk
rencananya
menggunakan model jalan tengah (MJT)
dan model angin surga (MAS). Artinya
disini Kompas lebih cenderung dalam
wacana yang ditampilkan menghindari
konfrontasi dengan pihak-pihak terkait,
yang bisa terlihat dari penggunaan bahasa
yang kurang tajam dan berani dalam
menanggapi peristiwa yang terjadi. Selain
itu,
Kompas
juga
lebih
banyak
manampilkan pernyatan-pernyataan yang
bersifat imbaun dan harapan terhadap
permasalahan yang bergulir dalam setiap
teks yang merupakan gambaran dari model
angin surga (MAS).
Saran
Bagi
peneliti
selanjutnya
diharapkan bisa mengembangkan ranah
analisisnya,
misalnya
saja
dengan
melanjutkan level analisis wacana yang
terdiri dari kognisi sosial dan konteks
sosial, atau dengan menggunakan pisau
analisis lainnya seperti framing, analisis
isi, dan sebagainya, agar penelitian yang
didapatkan lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaff, Dja’far H. 1985. Jurnalistik
Masa Kini: Pengantar Ke Praktek
Kewartawanan. Jakarta Timur:
Ghalia Indonesia.

9

Tamburaka, Apriadi. 2012. Agenda Setting
Media Massa. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.

Barus, Sedia Willing. 2010. Jurnalistik:
Petunjuk Tekhnis Menulis Berita.
Jakarta: Erlangga.

Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi
Muhammad.
2009.
Analisis
Wacana Pragmatik: Kajian Teori
dan Analisis. Surakarta: Yuma
Pustaka

Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial
Media Massa: Kekuatan Pengaruh
Media Massa, Iklan Televisi dan
Keputusan Konsumen serta Kritik
Terhadap Peter L. Berger dan
Thomas
Luckmann.
Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Undang-undang
Pilkada.
http://www.scribd.com/doc/23473
75/UU-PILKADA. Diakses pada
hari Rabu tanggal 5 September
2012 Pukul 21.30.

Eriyanto.
2006.
Analisis
Wacana:
Pengantar Analisis Teks Media.
Yogyakarta: PT LKiS Pelangi
Aksara.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas
Politik dalam Media Massa:
Sebuah Studi Critical Discourse
Analysis terhadap Berita-berita
Politik. Jakarta: Granit.
Panuju, Redi. 2005. Nalar Jurnalistik:
Dasarnya Dasar Jurnalistik. Jawa
Timur: Bayumedia Publishing.
Santana K, Septiawan. 2005. Jurnalisme
Kontemporer. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Siregar, Ashadi. 2003. Politik Editorial
Media Indonesia: Analisis Tajuk
Rencana

1998-2001.

Jakarta:

Pustaka LP3ES.
Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media:
Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Penerbit Alfabeta.

10