ROBBY KURNIAWAN G2A003147

PENGARUH PEMBERIAN
FENTANIL SETELAH 3 MENIT PADA
LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TERHADAP
RESPON KARDIOVASKULER

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan
dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana
Fakultas Kedokteran

Robby Kurniawan
G2A003147

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2007

HALAMAN PENGESAHAN
ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PEMBERIAN FENTANIL

SEBELUM 3 MENIT PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TERHADAP
RESPON KARDIOVASKULER

yang disusun oleh:
Robby Kurniawan
NIM. G2A003147

telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji akhir/artikel Karya Tulis Ilmiah Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 11 Februari 2008 dan telah
diperbaiki sesuai dengan saran-saran yang diberikan

TIM PENGUJI AKHIR/ARTIKEL

Ketua Penguji,

dr. Andrew Johan, M.Si
NIP 131673427

Penguji,


Pembimbing,

dr. R.B. Bambang Witjahyo, MKes

Prof. dr. Soenarjo, SpAn.KIC

NIP :131 281 555

NIP : 130 352 558

PENGARUH PEMBERIAN FENTANIL SETELAH 3 MENIT PADA
LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER
Robby Kurniawan1, Soenarjo2

ABSTRAK
Latar belakang : Laringoskopi dan intubasi endotrakeal dapat menimbulkan
peningkatan laju jantung, tekanan darah, dan disritmia. Pada orang sehat respon ini dapat
ditoleransi, tapi bisa berbahaya pada orang dengan hipertensi, takikardi, kelainan arteri
koronaria, dan kelainan vaskularisasi intrakranial. Banyak cara digunakan untuk
mengurangi respon ini, cara tersebut antara lain dengan pemberian opioid, anestesi lokal,

dan vasodilatator. Fentanil merupakan salah satu obat anestesi yang sering digunakan
untuk mengurangi respon kardiovaskuler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian fentanil setelah 3 menit pada laringoskopi dan intubasi terhadap
respon kardiovaskuler.
Metode : Metode penelitian ini adalah One Group Pre and Post Test Design. Populasi
penelitian adalah 19 orang yang menjalani operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral RS
Dr. Kariadi Semarang. Induksi dengan pentotal 5 mg / kg BB dan vecuronium 0,1 mg /
kg BB. Rumatan anestesi denagn isofluran 1 vol % dengan N2O 50 % dalam oksigen.
Fentanil 2 mg / kg BB diberikan 3 menit sebelum laringoskopi intubasi. Tekanan darah
sistolik ( TDS ), tekanan darah diastolik ( TDD ), tekanan arteri rata – rata ( TAR ), dan
laju jantung ( LJ ) dicatat pada menit 1, 2, 5 setelah intubasi. Analisa data dengan
menggunakan uji Saphiro-wilk, didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan uji
non parametrik Friedman dan didapatkan hasil signifikan. Uji Wilcoxon dilakukan untuk
mengetahui kelompok mana yang menunjukkan perbedaan bermakna.
Hasil : Terjadi peningkatan TDS, TAR, LJ pada menit pertama, serta TDD pada menit 1
dan 2. Sedangkan pada menit 2 dan 5 TDS, TAR, LJ, serta menit 5 TDD terjadi
penurunan.
Kesimpulan : Pemberian fentanil intravena 3 menit sebelum tindakan laringoskopi
intubasi endotrakeal dapat mengurangi respon kardiovaskuler.
Kata kunci : Fentanil, respon kardiovaskuler, laringoskopi intubasi.


1
2

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang
Staf Pengajar Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang

THE EFFACT OF FENTANYL GIVING TO THE
CARDIOVASCULER RESPONS AFTER 3 MINUTES IN LARYNGOSCOPY
INTUBATION
The Robby Kurniawan1, Soenarjo2
ABSTRACT
Background : Laryngoscopy intubation can provokes the increasing of heart rate, blood
pressure, and dysrhythmia. In healthy people, these respons can be tolerated, but can be
dangerous in people with hypertension, tachycardia, coronaria artery disease,
intracranial vascular anomaly. A lot of ways used to decrease these respons, such as
opioid giving, local anesthesia, vasodilator. Fentanyl is one of the most frequent used
agent to lessen the cardiovascular response. The aim of the study is to find the effect of
fentanyl giving to the cardiovascular respons after 3 minutes in laryngoscopy intubation.
Method : The study is One Group Pre and Post Test Design. The samples are 19 people

planned to have elective surgery using general anesthesia and endotracheal intubation at
Dr. Kariadi General Hospital. Induction of anesthesia reached by pentothal 5 mg / kg
and vecuronium 0,1 mg / kg. Maintenance provide by giving isoflurane 1 vol % with
nitrous oxide 50 % in oxygen. Induction of anesthesia reached by pentothal 5 mg/kg and
vecuronium 0,1 mg/kg. Fentanyl 2 μg / kg provided 3 minutes before laryngoscopy
intubation. Components consist of Sistolic Blood Pressure (SBP), Diastolic Blood
Pressure (DBP), Mean Artery Pressure (MAP), Heart Rate (HR) recorded in the 1st
minute, 2nd minute, and 5th minute after intubation. Obtained data then analyzed by using
Saphiro-wilk test. It was known that the distribution is abnormal, so Friedman non
parametric test was done and the result was significant. Wilcoxon test is then used to
determind which group shows significant difference.
Result : SBP, MAP, HR increased in first minute, and DBP increased in first and second
minute. While in second and 5th minute SBP, MAP, HR and in 5th DBP decrease.
Conclusion : Fentanyl giving after 3 minutes before laryngoscopy intubation can
decrease the cardiovascular respons.
Keyword : Fentanyl, cardiovascular responses, laryngoscopy intubation

1
2


Undergraduate Student at Medical Faculty, Diponegoro University, Semarang
Lecturer at Clinical Anesthesiology Department, Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang

PENDAHULUAN
Laringoskopi dan intubasi endotrakheal merupakan suatu tindakan yang banyak
dilakukan pada anestesi umum1,2. Tetapi akibat dari laringoskopi dan intubasi ini selain
dapat menimbulkan trauma, juga dapat meningkatkan laju jantung, tekanan darah, dan
disritmia2,3. Pada orang sehat respon ini sebagian besar dapat ditoleransi tapi bisa
berbahaya pada orang dengan :
-

hipertensi tidak tetap3

-

takikardi3

-

kelainan arteri koronaria ( iskemik )1,2,3


-

kelainan vaskularisasi intracranial1,2

Beberapa cara digunakan untuk mencegah / mengurangi respon kardiovascular,
cara tersebut antara lain dengan :
-

pemberian opioid ( fentanil, alfentanil, remifentanil, sufentanil )2,3

-

anestesi lokal ( lidokain )2,3

-

vasodilatator ( sodium nitroprusid, isosorbide dinitrat, alfa bloker )2,3

Fentanil merupakan salah satu obat anestesi intravena agonis opioid yang

digunakan untuk mengurangi respon pada tindakan laringoskopi intubasi endotrakheal4.
Fentanil mempunyai mula kerja cepat yaitu 1 – 3 menit untuk sedatif, 5 – 10 menit untuk
analgesia, dan lama kerja singkat yaitu 30 – 60 menit 2,5. Fentanil mempunyai potensi
besar karena daya kelarutan dalam lemaknya tinggi, sehingga mudah melalui sawar darah
otak2,4,5,. Durasinya yang singkat mencerminkan redistribusi ke jaringan lemak dan otot
rangka5. Fentanil dosis rendah, 1 – 2 mg / kg IV digunakan untuk
analgesi5.

memberi efek

Z. Salihoglu dkk dalam penelitiannya membandingkan efek fentanil, alfentanil,
dan remifentanil terhadap respon kardiovaskuler pada laringoskopi dan intubasi
endotrakeal, disebutkan bahwa terjadi penurunan berarti pada tekanan darah pada masing
- masing kelompok6. Liu WS dkk dalam penelitiannya mengatakan bahwa fentanil dapat
mengurangi laju jantung, curah jantung, dan tekanan darah arteri7. Yushi U dalam
penelitiannya mengatakan terjadi perbedaan yang berarti ditemukan pada tekanan darah
arteri setelah intubasi antara kelompok yang diintubasi dengan fiberskopi dan kelompok
yang diberi fentanil sebelum dilakukan laringoskopi8.
Weiskorpf RB dkk dalam penelitiannya mengatakan bahwa pemberian fentanil
1,5 dan 4,5 mg / kg dapat menurunkan peningkatan laju jantung yaitu 61 +/- 14 % dan 70

+/- 7 % dan menurunkan peningkatan tekanan darah yaitu 31 +/- 16 % dan 46 +/- 11 %,
tetapi tidak merubah respon epineprin dan norepineprin saat waktu puncak perubahan
kardiovaskuler9. Dikatakan juga fentanil sangat berguna pada klinis, selain mengurangi
peningkatan laju jantung

dan tekanan darah, fentanil juga punya efek depresan

kardiovaskuler yang minimal9. Dosis yang digunakan adalah 2 mg / kg BB, dosis tersebut
merupakan dosis minimal untuk intubasi namun diharapkan dosis tersebut sudah cukup
efektif dan dapat mengurangi efek samping yang timbul.
Permasalahan yang muncul yakni apakah pemberian fentanil intravena sebelum
laringoskopi intubasi efektif untuk mengurangi respon kardiovaskuler. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mencari bukti obyektif pemberian fentanil intravena 3 menit sebelum
laringoskopi dapat mengurangi respon kardiovaskuler. Penelitian diharapkan dapat
memberikan informasi tentang pengaruh pemberian fentanil pada laringoskopi dan

intubasi terhadap respon kardiovaskuler, dan diharapkan menjadi acuan bagi penelitian
selanjutnya mengenai pengaruh fentanil untuk mengurangi respon kardiovaskuler.

METODE PENELITIAN

Penelitian adalah One Group Pre and Post Test Design. Populasi penelitian
adalah 19 penderita yang menjalani operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral RS Dr.
Kariadi Semarang dengan anestesi umum yang dilakukan laringoskopi dan intubasi
endotrakhea. Usia antara 16 – 40 tahun dengan status fisik ASA I atau II, malampati
grade I – II. Tekanan darah dalam batas normal ( antara 100 – 130 / 60 – 90 mmHg ),
dengan laju jantung ( antara 70 – 100 X/menit ) irama sinus normal. Tidak ada kelainan
jantung, hati, ginjal, gangguan pernafasan, cerebro vascular disease, dan dehidrasi. Tidak
sedang minum obat – obatan. Berat badan dalam batas normal dan status gizi yang baik.
Seleksi penderita dilakukan pada saat kunjungan prabedah. Pasien yang
memenuhi kriteria ditetapkan sebagai sampel. Pasien mendapat penjelasan tentang
prosedur penelitian. Setelah mendapat penjelasan, pasien setuju dan mengisi informed
consent. Pasien dipuasakan 6 jam sebelum operasi dan kebutuhan cairan selama puasa
dipenuhi sebelum operasi dengan cairan kristaloid RD 5% 2ml/kgBB/jam. Premediaksi
tidak diberikan pada semua pasien.
Setelah sampai di ruang operasi dilakukan pengukuran hemodinamik, tekanan
darah sistolik dan diastolik (TDS,TDD), Tekanan arteri rata-rata (TAR) dan Laju jantung
(LJ) yang diukur 2 kali dengan interval waktu 1 menit. Nilai rata-rata dari variabel
tersebut digunakan sebagai data dasar dari penelitian.Tiga menit setelah preoksigenasi

diberikan pentotal 5% (5mg/kg BB) intravena selama kurang lebih 30 detik.diikuti

dengan vecuronium 0,1 mg/kg BB sebagai fasilitas intubasi yang diberikan 30 detik
setelah pemberian pentotal. Selama induksi ( ditandai dengan reflek bulu mata hilang )
diberikan ventilasi manual 12 X/menit dengan isofluran 1 vol % dengan N2O 50 %
dalam oksigen selama 5 menit. Kemudian dilakukan laringoskopi dan intubasi.Fentanil 2
µg/kg BB diberikan 3 menit sebelum laringoskopi intubasi ( semprit yang berisi fentanil
diencerkan dengan aquabidest sampai 10 cc dalam semprit 10 cc yang tidak diketahui
oleh peneliti dan hanya diketahui oleh pembantu peneliti ).Waktu pemberian fentanil
hanya diketahui oleh pembantu peneliti.
Setelah penempatan pipa endotrakhea main tenance anestesi dengan isofluran 1
volume % dengan N2O 50% dalam oksigen. Respon kardiovaskuler diukur 1 menit, 2
menit dan 5 menit setelah dilakukan laringoskopi intubasi dan dicatat dalam lembar yang
telah disediakan. Selama penelitian juga diamati adanya efek samping yang timbul seperti
reaksi alergi, batuk, hipotensi, hipertensi, takikardi, bradikardi dan aritmia. Penderita
dikeluarkan dari penelitian ini bila laringoskopi dan intubasi dilakukan lebih dari 30 detik
atau terjadi efek samping yang memerlukan intervensi dan terapi.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 15.00 for windows, diawali
dengan uji normalitas dengan uji Saphiro-wilk. Karena dengan uji tersebut didapatkan
distribusi data tidak normal, maka dilakukan uji non parametrik Friedman dan didapatkan
hasil yang signifikan ( p < 0,05 ). Uji Wilcoxon dilakukan untuk mengetahui kelompok
mana yang menunjukkan perbedaan yang bermakna.
HASIL PENELITIAN
Sistolik

Dari penelitian ini, didapatkan data sistolik sebagai berikut :
Tabel 1. Uji normalitas Shapiro Wilk
Mean

Minimum

Maximum

Std.Dev

P

Sistolik pra

120,58

103

130

9,094

0,026

Sistolik 1 menit

134,11

113

170

16,495

0,126

Sistolik 2 menit

120,32

109

140

10,328

0,031

Sistolik 5 menit

109,11

85

140

15,996

0,289

Uji normalitas Shapiro-Wilk menunjukkan sistolik pra dan sistolik 2 menit
mempunyai nilai p < 0,05. Hal tersebut mengartikan bahwa data sistolik tidak
terdistribusi normal, sehingga dilanjutkan dengan uji non parametrik Friedman, yang
menunjukkan perbedaan signifikan pada sistolik ( p = 0,000 ).
Untuk mengetahui sistolik mana yang berbeda bermakna, maka dilakukan uji
Wilcoxon, dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Uji Wilcoxon
Sistolik pra

Sistolik 1 menit

Sistolik 2 menit

Sistolik 5

menit
Sistolik pra

-

0,000*

0,727

0,009*

Sistolik 1 menit

0,000*

-

0,000*

0,001*

Sistolik 2 menit

0,727

0,000*

-

0,008*

Sistolik 5 menit

0,009*

0,001*

0,008*

-

*bermakna p < 0,05

Tabel di atas menunjukkan bahwa perbedaan bermakna terdapat antara sistolik
pra dan sistolik 1 menit dengan nilai p = 0,000, sistolik pra dan sistolik 5 menit dengan

nilai p = 0,009, sistolik 1 menit dan sistolik 2 menit dengan nilai p = 0,000, sistolik 1
menit dan sistolik 5 menit dengan nilai p = 0,001, serta antara sistolik 2 menit dan sistolik
5 menit dengan nilai p = 0,008. Sedangkan perubahan tidak bermakna terdapat antara
sistolik pra dan sistolik 2 menit dengan nilai p = 0,727.

Diastolik
Dari penelitian ini, didapatkan data diastolik sebagai berikut :
Tabel 3. Uji normalitas Shapiro Wilk
Mean

Minimum

Maximum

Std.Dev

P

Diastolik pra

72,68

62

84

7,056

0,273

Diastolik 1 menit

81,16

52

120

16,358

0,877

Diastolik 2 menit

120,32

109

140

10,328

0,031

Diastolik 5 menit

64,42

38

100

15,016

0,084

Uji normalitas Shapiro-Wilk menunjukkan diastolik 2 menit mempunyai nilai p <
0,05, sehingga dilanjutkan dengan uji non parametrik Friedman. Hasil uji friedmam
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada diastolik ( p = 0,000 ).
Untuk mengetahui diastolik mana yang berbeda bermakna, maka dilakukan uji
Wilcoxon, dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4. Uji Wilcoxon

Diastolik pra

Diastolik 1 menit

Diastolik 2 menit

Diastolik 5

Diastolik pra

-

0,043*

0,000*

0,025*

Diastolik 1 menit

0,043*

-

0,000*

0,005*

Diastolik 2 menit

0,000*

0,000*

-

0,000*

Diastolik 5 menit

0,025*

0,005*

0,000*

-

menit

*bermakna p < 0,05

Tabel di atas menunjukkan bahwa perbedaan bermakna terdapat antara diastolik
pra dan diastolik 1 menit, diastolik pra dan diastolik 2 menit, diastolik pra dan diastolik 5
menit, diastolik 1 menit dan diastolik 2 menit, daistolik 1 menit dan diastolik 5
menit,serta antara 2 menit dan 5 menit dengan nilai p < 0,05
Tekanan Arteri Rata – Rata ( TAR )
Dari penelitian ini, didapatkan data TAR sebagai berikut :
Tabel 5. Uji normalitas Shapiro Wilk
Mean

Minimum

Maximum

Std.Dev

P

TAR pra

86,89

74

98

7,012

0,673

TAR 1 menit

95,95

77

138

15,054

0,026

TAR 2 menit

85,37

74

111

11,334

0,007

TAR 5 menit

79,05

60

110

14,793

0,072

Uji normalitas Shapiro-Wilk menunjukkan TAR 1 menit dan TAR 2 menit
mempunyai nilai p < 0,05, sehingga dilanjutkan dengan uji non parametrik Friedman. Uji
tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan pada TAR ( p = 0,001 ).

Untuk mengetahui TAR mana yang berbeda bermakna, maka dilakukan uji
Wilcoxon, dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 6. Uji Wilcoxon
TAR pra

TAR 1 menit TAR 2 menit TAR 5 menit

TAR pra

-

0,016*

0,398

0,061

TAR 1 menit

0,016*

-

0,003*

0,002*

TAR 2 menit

0,398

0,003*

-

0,051

TAR 5 menit

0,061

0,002*

0,051

-

*bermakna p < 0,05

Tabel di atas menunjukkan bahwa perbedaan bermakna terdapat antara TAR pra
dan TAR 1 menit dengan nilai p = 0,016, TAR 1 menit dan TAR 2 menit dengan nilai p =
0,003, serta antara TAR 1 menit dan TAR 5 menit dengan nilai 0,002. Sedang perbedaan
yang tidak bermakna terdapat antara TAR pra dan TAR 2 menit dengan nilai p = 0,398,
TAR pra dan TAR 5 menit dengan nilai p = 0,061, serta antara TAR 2 menit dan TAR 5
menit dengan nilai p = 0,051.
LJ ( Laju Jantung ).
Dari penelitian, didapatkan data LJ sebagai berikut :
Tabel 7. Uji normalitas Shapiro Wilk
Mean

Minimum

Maximum

Std.Dev

P

LJ pra

88,53

70

100

10,772

0,019

LJ 1 menit

102,37

82

129

10,683

0,360

LJ 2 menit

94,58

81

127

13,074

0,006

LJ 5 menit

88,58

70

121

14,431

0,103

Uji normalitas Shapiro-Wilk menunjukkan LJ 1 pra dan LJ 2 menit mempunyai
nilai p < 0,05, sehingga dilanjutkan dengan uji non parametrik Friedman. Uji ini
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada LJ ( p = 0,000 ).
Untuk mengetahui LJ mana yang berbeda bermakna, maka dilakukan uji
Wilcoxon, dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 8. Uji Wilcoxon
LJ pra

LJ 1 menit

LJ 2 menit

LJ 5 menit

LJ pra

-

0,000*

0,197

0,840

LJ 1 menit

0,000*

-

0,003*

0,000*

LJ 2 menit

0,197

0,003*

-

0,004*

LJ 5 menit

0,840

0,000*

0,004*

-

*bermakna p < 0,05

Tabel di atas menunjukkan bahwa perbedaan bermakna terdapat antara LJ pra dan
LJ 1 menit dengan nilai p = 0,000, LJ 1 menit dan LJ 2 menit dengan nilai p = 0,003, LJ 1
menit dan LJ 5 menit dengan nilai p = 0,000, serta antara LJ 2 menit dan LJ 5 menit
dengan nilai p = 0,004.

Sedang perbedaan yang tidak bermakna terdapat antara LJ pra dan LJ 2 menit dengan
nilai p = 0,197 serta LJ pra dan LJ 5 menit dengan nilai p = 0,840.

PEMBAHASAN
Pemakaian obat suplemen induksi yang bertujuan untuk mengurangi repon
kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi dan intubasi telah banyak dilakukan. Beberapa
cara atau usaha telah digunakan untuk mencegah atau mengurangi respon yang terjadi
pada kardiovaskuler. Cara tersebut antara lain dengan : pemberian opioid ( fentanil,
alfentanil, remifentanil, sufentanil ), anestesi lokal ( lidokain ), dan vasodilator ( sodium
nitroprusid, isosorbide dinitrat, alfa bloker )2,3. Semua cara tersebut mempunyai
keuntungan dan kelemahan masing – masing. Fentanil merupakan salah satu obat yang
cukup sering digunakan. Pada penelitian ini melihat pengaruh pemberian fentanil setelah
3 menit pada laringoskopi dan intubasi terhadap respon kardiovaskuler.
Pada menit pertama sistolik, TAR, LJ, dan menit pertama dan kedua diastolik
terjadi peningkatan. Hal ini disebabkan karena rangsang sensoris dari batang lidah,
epiglotis, trakhea dibawa oleh nervus vagus, kemudian semua rangsang sensoris dari
laring akan menuju ke nucleus solitarius di dalam medula oblongata, sehingga akan
terjadi peningkatan kadar katekolamin plasma, akibat dari rangsangan pada laring dan
jaringan trakea saat laringoskopi dan intubasi, menyebabkan meningkatnya stimulasi
simpatis dan simpatoadrenal3.
Walaupun demikian pemberian fentanil 3 menit sebelum laringoskopi dan
intubasi dapat mengurangi peningkatan respon kardiovaskuler akibat laringoskopi dan
intubasi karena berdasarkan teori dikatakan bahwa pada orang sehat rata – rata

peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik adalah lebih dari 53 dan 34 mmHg.
Sedangkan laju jantung meningkat rata – rata 23 kali / menit. Respon peningkatan laju
jantung pada laringoskopi saja bervariasi sekitar 50 % kasus3. Hal ini karena mekanisme
kerja fentanil dalam mencegah respon kardiovaskuler pada laringoskopi dan intubasi
adalah sebagai analgetik yang memblok rangsang nyeri.
Pada menit kedua dan kelima sistolik, TAR, LJ, dan menit kelima pada diastolik
terjadi penurunan. Hal ini disebabkan karena fentanil menpunyai masa kerja singkat yaitu
kurang dari 1 menit dan mencapai puncaknya dalam waktu 3 – 5 menit5. Selain itu juga
peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic terjadi 5 detik setelah dilakukan
laringoskopi, mencapai puncaknya dalam 1 – 2 menit dan kembali seperti sebelum
operasi dalam 5 menit3.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian fentanil intravena
3 menit sebelum tindakan laringoskopi intubasi endotrakeal dapat mengurangi respon
kardiovaskuler.
SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai waktu efektif pemberian fentanil
untuk mengurangi respon kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi intubasi
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan fentanil pada pasien
dengan problem kardiovaskuler, dengan waktu pemberian dan jumlah sampel
yang lebih banyak.

UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala petunjuk dan kelancaran
dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada
Prof.Dr.Soenarjo, SpAn. KIC atas bimbingan, arahan dan saran yang sangat bermanfaat
dalam penyusunan karya ini. Terima kasih kepada keluarga, sahabat, dan semua pihak
yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Stone D J, Gal T J. Airway Management. In : Miller R D. Anesthesia. 4 th ed. vol
II, Philadelphia : Churchill livingstone; 2000 . p 1414 – 48.
2. Lee J A. Intubation and ventilation. In : Lee’s synopsis of anesthesia. 12

th

ed,

Oxford : Butterworth Heinemann ; 1999. p246 – 47.
3. Laito I P, Rosen M, Pathophysiological effects of tracheal intubation. In : Laito
IP,Rosen M. Difficulties in tracheal intubation. London, Philadelphia, Toronto,
Mexico City : Bailliere Tindall ; 1985. p 12 – 31.
4. Mikawa K, Nishina K, Maekawa N, Obara H. Comparison of nicardipine,
diltiazem and verapamil for controlling the cardiovascular responses to tracheal
intubation. Br J Anaesth 1996 ; 76 : 221 – 6.
5. Sharma S, Mitra S, Grover V K, Kalra R. Asmolol blunts the hemodynamic
responses to tracheal intubation in treated hypertensive patients. Can J Anaesth
1996 ; 43 : 778 – 82.
6. Katz Jeffery. Anesthesiology A Comprehensive study guide. New York : MC
Ggaw – Hill ; 1997. p 331 – 9.
7. Stoelting R K. Opioid angonists and antagonists. In Stoelting R K. Pharmakology
and Physiology in Anesthetic Practice. 3

rd

. Philadelphia, New York : J B

Lippincott ; 1999. p 70 – 98.
8. Salihoglu Z, Demiroluk S, Demirkiran O, Kose Y. Comparison of Effects
remifentanil, alfentanil and fentanyl on cardiovascular responses to tracheal
intubation in morbidly obese patients. Didapat dari : URL :

http://journals,cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=4641
53
9. Liu W S, Bidwai A V, Stanley T H, Loeser E A, Bidwai V. The cardiovascular
effects of diazepam and pancuronium during fentanyl and oxygen anaesthesia.
Didapat dari : URL :
http://www.cha-jca.org/cgi/content/abstract/23/4/395
10. Yushi U, Adachi, Satomoto M, Higuchi HWatanabe K. Fentanyl attenuates the
hemodynamic response to endotracheal intubation more than the response to
laryngoscopy. Didapat dari : URL :
http://www.anesthesia-analgsia.org/cgi/content/full/95/1/233
11. Weiskopf R B, Eger E I, Noorani M, Daniel M. Fentanyl, esmolol, and clonidine
blunt the transient cardiovascular stimulation induced by desflurane in humans.
Didapat dari URL
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&list_vid
s=7992902&dopt=Abstract
12. Soenarjo. Pengaruh Induksi Anestesi Dan Intubasi Terhadap Gambaran
Elektrokardiografi Pada Penderita Tanpa Penyakit Jantung Iskemik. Jurnal
Kardiologi Indonesia 2002; 26 (1) : 22 – 24.
13. Soenarjo. Perubahan Interval QTC Akibat Induksi Anestesi dan Intubasi. Majalah
Anestesiologi No. 1 Th 2002 ISSN 0216-8103.

14. Soedarjono H O, Santoso, Rosmiati H D. Anelgesik Opioid dan Antagonis.
Dalam Setiabudy R, Suyantna F D, Purwantyastuti, Nafrialdi, editor. Farmakologi
dan terapi. Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran –
Universitas Indonesia ; 1995 : 198 – 2006.
15. Sear J W. Recent advances and developments in clinical use i.v opioid during the
perioperative period. Br J Anesth 1998 ; 81 ; 38 – 50.