BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pemahanan dan miskonsepsi siswa kelas XI SMA Negeri 1 Sentolo tentang hukum boyle - USD Repository

  pertama kali oleh seorang ahli fisika dari Inggris yang bernama Robert Boyle (1627- 1691). Hukum tersebut menyatakan bahwa dalam ruang tertutup yang berisi udara

  p × V =

  dengan suhu tetap, berlaku konstan. Banyak peralatan dalam kehidupan sehari-hari yang di dalam pembuatannya memanfaatkan penerapan Hukum Boyle.

  Beberapa di antaranya misalnya pompa air, pompa sepeda, alat suntik dan sedotan untuk minum. Berbagai peralatan sederhana itu begitu dekat dengan kehidupan para siswa karena menjadi bagian dari pengalaman mereka sehari-hari.

  Berdasar penelusuran terhadap hasil penelitian Osborne dan Minstrell (Berg,1991:10) ternyata siswa sudah memiliki konsepsi terhadap konsep-konsep fisika, sebelum siswa-siswa itu mengikuti pelajaran fisika di sekolah. Siswa tidak memasuki pelajaran fisika dengan kepala yang kosong yang dapat diisi dengan pengetahuan fisika. Malah sebaliknya, kepala siswa sudah penuh dengan pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan fisika. Dengan pengalaman itu sudah terbentuk intuisi dan teori siswa mengenai peristiwa-peristiwa fisika dalam lingkungan sehari-hari. Dalam proses pengajaran konsep fisika, guru diharapkan diampunya. Apabila guru mengajar tanpa memperhatikan prakonsepsi siswa yang sudah ada sebelum pelajaran maka guru tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar.

  Hukum Boyle memuat banyak konsep fisika, di antaranya konsep massa gas, tekanan udara, dan volume udara. Dalam kurikulum SMA Hukum Boyle dibahas dalam materi pokok teori kinetik gas. Materi pokok teori kinetik gas diajarkan pada kelas XI semester 2. Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mempelajari materi ini adalah menganalisis persamaan umum gas ideal, menurunkan rumusan energi kinetik rata-rata partikel, serta menurunkan prinsip ekuipartisi energi. Sebagai salah satu indikator tercapainya kompetensi dasar adalah memformulasikan Hukum Boyle.

  Di beberapa negara, para pendidik fisika mulai menyelidiki kekeliruan siswa dalam fisika dan ternyata ada pola tertentu dalam kekeliruannya. Rupanya kebanyakan siswa secara konsisten mengembangkan konsep fisika yang salah yang secara tidak sengaja terus menerus mengganggu pelajaran fisika. Salah konsep itu muncul dari pengalaman sehari-hari dan sulit untuk diperbaiki. Ketidakpahaman siswa mengindikasikan bahwa prakonsepsi yang mereka miliki berbeda dengan konsepsi para pengajarnya. Salah konsepsi seperti itulah yang pada akhirnya menimbulkan miskonsepsi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemahaman siswa mengenai Hukum Boyle. Berikut ini akan dipaparkan dua buah penelitian yang pernah dilakukan di luar negeri. Secara garis besarnya akan dijelaskan masing-masing penelitian itu dalam uraian di bawah ini. B.1.a. Penelitian tentang pemahaman siswa mengenai konsep volume, massa dan tekanan udara dalam tabung tertutup pada tekanan yang berbeda.

  Kevin Charles de Berg melakukan penelitian itu di Yorkshire, Inggris dengan siswa-siswa dari dua sekolah menengah sebagai respondennya (de Berg,1995).

  Tujuan penelitian itu adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai konsep massa, tekanan, volume gas di ruang tertutup dan kaitannya dengan gender.

  Sebagai sampel ditetapkan 101 siswa usia 17-18 tahun dengan persentase 45.5% laki-laki dan 54.5% perempuan. Variabel yang terkait dengan penelitian itu adalah gender dan tingkat pemahaman. Siswa diminta menjawab pertanyaan setelah melakukan dan mengamati percobaan. Pertanyaan terbagi menjadi dua bagian.

  Bagian I merupakan pertanyaan kualitatif yang terdiri dari 3 butir pertanyaan, sedangkan pertanyaan bagian II merupakan pertanyaan kuantitatif yang terdiri dari 4 butir pertanyaan.

  Pertanyaan bagian I : ( i ) Apakah yang terjadi pada volume udara ? o

  Volume udara dalam tabung tertutup A lebih besar dibandingkan volume dalam tabung tertutup B. o Volume udara dalam tabung tertutup A lebih kecil dibandingkan volume dalam tabung tertutup B. o Volume udara dalam tabung tertutup A sama seperti volume dalam tabung tertutup B.

  ( ii ) Apakah yang terjadi pada massa udara ? o Massa udara dalam tabung tertutup A lebih besar dibandingkan massa udara dalam tabung tertutup B. o Massa udara dalam tabung tertutup A lebih kecil dibandingkan massa udara dalam tabung tertutup B. o Massa udara dalam tabung tertutup A sama seperti massa udara dalam tabung tertutup B.

  ( iii ) Apakah yang terjadi pada tekanan udara ? o Tekanan udara dalam tabung tertutup A lebih besar dibandingkan tekanan udara dalam tabung tertutup B. o Tekanan udara dalam tabung tertutup A lebih kecil dibandingkan tekanan udara dalam tabung tertutup B. o Tekanan udara dalam tabung tertutup A sama seperti tekanan udara dalam tabung tertutup B.

  

penghisap penekan ke bawah

tabung tertutup penghisap

tabung tertutup udara udara

  

Gambar1. Alat Eksperimen

  Data dianalisis dengan test Chi Square. Hasil dari penelitian itu adalah pertama, 34%-38% siswa tidak paham dengan konsep volume dan massa gas. Dapat dijelaskan sebagai berikut :

  Pada pertanyaan bagian I yang terkait dengan volume ( i ), ternyata 25% siswa mengatakan bahwa volume di A = volume di B, hal ini mengindikasikan bahwa siswa bingung antara konsep volume dan jumlah gas. Masih bagian pertanyaan

  bagian I yang terkait dengan massa ( ii ), ternyata 19% siswa mengatakan bahwa massa di A < massa di B, hasil ini mencerminkan kebingungan siswa antara konsep massa, kerapatan dan berat. Pertanyaan bagian II :

  Siswa melakukan eksperimen dengan tabung tertutup seperti yang ditunjukkan pada gambar pertanyaan I untuk melihat apakah yang akan terjadi bila

  50 satuan tekanan 100 satuan tekanan 200 satuan tekanan 40 satuan volume 20 satuan volume 10 satuan volume

Gambar2. Eksperimen

  i. Bila diujikan 25 satuan tekanan, akan menjadi berapa satuan volume udara dalam tabung tertutup tersebut ? ii. Bila diujikan 5 satuan volume, akan menjadi berapa satuan tekanan udara dalam tabung tertutup tersebut ? iii. Bila diujikan 150 satuan tekanan, akan menjadi berapa satuan volume uadara dalam ruang tertutup tersebut ? iv. Bila diujikan 30 satuan volume, akan menjadi berapa satuan tekanan udara dalam tabung tertutup tersebut ?

  Hasil mengejutkan tampak pada jawaban untuk pertanyaan (iii) dan (iv) karena hanya 3% yang menjawab benar sedangkan 63.6% menjawab 15 dan 75 sebagai angka hasil jawaban. Padahal pada bagian (i) dan (ii) hampir secara keseluruhan menjawab benar yaitu 80 dan 400. Artinya, untuk menjawab (i) dan (ii) siswa menggunakan konsep perbandingan terbalik tetapi untuk menjawab (iii) dan (iv) siswa menggunakan hitungan aritmatik yaitu rata-rata. Hasil kedua yang diambil juga sebagai kesimpulan dari penelitian itu adalah tidak ditemukan adanya perbedaan gender. B.1.b. Penelitian tentang kerangka konsep yang dimiliki siswa 16 tahun dalam menjelaskan zat dan molekul.

  Okhee Lee, David C.Eichinger, Charles W.Anderson, Glenn D.Berkheimer, dan Theron D.Blakeslee melakukan penelitian tersebut di wilayah Timur Tengah pada tahun 1993 (Lee,Okhee,dkk.,1993)

  Tujuan penelitian itu adalah untuk mengetahui kerangka konsep yang dimiliki siswa 16 tahun dalam menjelaskan zat dan molekul dan juga menafsirkan keefektifan dua pilihan kurikulum yang mendukung pemahaman siswa dalam sains.

  Sebagai sampel penelitian ditetapkan 12 kelas dari 4 sekolah menengah dengan persentase sampel sebagai berikut, 60% kulit putih, 25% African-American, 10% Hispanic, 3% Asian, dan 2% Native American. Langkah penelitiannya sebagai berikut, selama dua tahun siswa diajar oleh 12 pengajar.

  Data yang diharapkan didapat dari tes tertulis yaitu berbentuk pre-test dan post-test pada tahun pertama dan kedua. Dalam tes ini siswa diminta menjelaskan apa yang mereka pikirkan tentang zat dan molekul. Data lain diperoleh dari hasil interview tiap siswa. Di dalam interview ini, siswa diminta menjelaskan dengan kalimat mereka sendiri tentang zat dan molekul dengan bimbingan pokok pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

  Pokok pertanyaan meliputi 1) zat-zat yang ada di alam, 2) keadaan zat, 3) expansi termal, 4) kelarutan, dan 5) perubahan zat. Hasil tes tahun pertama dan kedua yang dilakukan pada tahun pertama dan kedua. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara two tailed-tes.

  Hasil yang akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini adalah hasil data dari kategori wujud materi atau keadaan zat. Ketika siswa diminta menjelaskan tentang tiga macam zat pada level makroskopik, siswa menjelaskan bahwa zat padat itu keras dan padat, zat cair itu basah dan mengalir, sedangkan gas itu tak terlihat dan bercahaya. Pada level molekular, siswa menjelaskan bahwa molekul gas dapat bergerak bebas dengan lebih banyak ruang di antara molekul-molekulnya dibandingkan zat cair ataupun zat padat.

  Sebelum diajar, siswa jarang membicarakan tentang zat pada level molekular, dan sesudah diajar, beberapa siswa di tahun pertama dan kedua masih kesulitan memahami konsep yang terkait dengan zat. Sebagian besar dari mereka bingung dan kesulitan tentang pembentuk yang terlihat dengan molekul yang dimiliki. Tes tertulis mengindikasikan sangat sedikit siswa yang memahami tentang tiga macam zat pada level molecular; yaitu hanya 2.5% di tahun pertama dan 1.9% di tahun kedua yang paham. Setelah diajar meningkat menjadi 27% siswa di tahun pertama dan 53% di tahun kedua yang mampu memberi penjelasan secara sains.

  Penjelasan mengenai tekanan gas juga sangat sulit diterima oleh siswa baik pada level makroskopik dan level molekular. Siswa memiliki konsep yang sangat jauh berbeda, misalnya pada konsep bahwa gas dapat ditekan atau disebarkan keluar tempat lain dan tidak terdistribusi secara merata. Sebagai contoh, ketika udara ditekan dalam tabung tertutup, beberapa siswa mengatakan bahwa udara didorong maju dan akan bergerak bila tutupnya dibuka. Menurut siswa juga bahwa molekul udara itu juga bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya.

  Dalam percobaan yang dilakukan untuk menjelaskan mengapa gas dapat ditekan sementara cairan tidak, siswa seringkali terfokus pada perbedaan yang nampak pada udara dan air. Sebagai contoh, siswa mengatakan bahwa air di dalam tabung tertutup tidak dapat ditekan karena lebih keras dan berat dibandingkan udara dan karena air lebih kaku. Sebelum diajarkan tentang tekanan gas, sangat sedikit siswa yang memahami konsep tekanan gas yaitu 3.0% di tahun pertama dan 3.8% di tahun kedua yang paham. Sesudah diberi penjelasan, meningkat menjadi 21% siswa di tahun pertama memahami konsep tersebut dengan demonstrasi dan 50% siswa di tahun kedua.

  Secara umum, yang bisa disimpulkan dari hasil penelitian itu adalah bahwa pemahaman siswa meningkat di tahun berikutnya yang artinya pemahaman siswa di tahun kedua lebih baik dibandingkan tahun pertama dan tidak ada perbedaan group tahun pertama dan kedua.

  Berdasarkan dua hasil penelitian yang dipaparkan di atas, penulis melihat adanya keterkaitan antara dua penelitian yang berbeda tersebut. Pada penelitian pertama disimpulkan bahwa 34%-38% siswa tidak paham dengan konsep volume dan memberi penjelasan tentang pemahaman konsep mereka terutama mengenai zat gas hanya pada level makroskopik saja. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan dengan pemahaman konsep-konsep siswa terkait dengan gas. Itu adalah fakta yang terjadi di luar negeri. Tetapi hal ini kemudian menjadi tantangan bagi penulis untuk meneliti pemahaman siswa mengenai konsep-konsep yang terkait dengan gas.

  B.2. Konsep

  Menurut Hellen Hefferman yang dikutip oleh Kartika Budi (1987;234) konsep adalah gambaran mental (mental image) mengenai sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa benda, besaran atau proses-proses. Gambaran mental itu diperoleh melalui generalisasi dari contoh-contoh, data-data peristiwa khusus. Bila konsep menyatakan kelas maka konsep harus mengungkap hakekat atau ciri esensial yang dimiliki anggota-anggotanya yang dapat membedakan konsep yang satu dengan lainnya. Kita dapat membedakan konsep logam dengan konsep kayu kalau konsep kita memuat hakekat atau ciri-ciri esensial logam dan kayu.

  Konsep, sebagai gambaran mental, terbentuk sebagai hasil aktivitas manusia baik mental maupun fisikal; merupakan hasil akhir dari proses persepsi. Persepsi adalah proses pemberian arti pada sederetan informasi yang berhasil ditangkap dan direkam indera. Arti yang tertangkap dari informasi itulah yang kebanyakan berupa konsep. (Moates,1980:9).

  Berg (1991;8) mengutip Ausubel, konsep adalah benda-benda, kejadian- kejadian, situasi-situasi atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol.

  Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir. Tafsiran konsep oleh seseorang disebut konsepsi (Berg,1991:8).

  Konsepsi siswa dapat berbeda dengan konsepsi fisikawan terhadap konsep tertentu (Berg,1991:10). Konsepsi fisikawan pada umumnya akan lebih canggih, lebih kompleks, lebih rumit, melibatkan lebih banyak hubungan antar konsep daripada konsepsi siswa. Jika konsepsi siswa sama dengan konsepsi fisikawan yang disederhanakan, konsepsi siswa tidak dapat disebut salah. Tetapi kalau konsepsi siswa bertentangan dengan konsep fisikawan maka dapat dikatakan bahwa siswa memiliki miskonsepsi. Miskonsepsi biasanya terjadi karena kesalahan siswa dalam memahami hubungan antar konsep. Misalnya kesalahan hubungan antara massa jenis dan massa dan antara massa, kerapatan serta berat atau antara volume dan jumlah gas.

  Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan konsep- konsep yang lain. Misalnya konsep gaya berhubungan dengan konsep tekanan.

  Karena itu setiap konsep dapat dihubungkan dengan banyak konsep lain dan hanya mempunyai arti apabila berhubungan dengan konsep-konsep lain. Semua konsep lengkap, terpadu, tepat, dan kuat hubungan antar konsep-konsep dalam otak seseorang, semakin luaslah pemahaman terhadap konsepnya (Berg,1991:8).

  B.3. Pemahaman konsep

  Pemahaman merupakan salah satu aspek kognitif dalam pelaksanaan kegiatan belajar. Aspek ini merupakan aspek yang sangat penting pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar karena menjadi aspek yang paling menonjol atau yang paling ditonjolkan. Bila diadakan kegiatan belajar mengajar, maka pertama-tama yang akan dicapai adalah memahami atau mengerti apa yang kita pelajari.

  Belajar yang berakhir dengan insight atau pemahaman pada dasarnya ialah mendapatkan pengertian-pengertian yang jelas, mengenal prinsip-prinsip umum dan menemukan metode penjelasan yang sebenarnya (Soeitoe,1969:22).

  Seseorang dapat dikatakan memahami konsep apabila: 1) dapat mendefinisikan konsep yang bersangkutan, 2) menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep yang lain, 3) menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lain, 4) menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari- hari dan menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Van Den Berg, 1991). Maka seseorang dikatakan memahami konsep dengan baik bila memenuhi semua kriteria diatas.

  Seseorang yang telah mendapatkan pemahaman dapat memperoleh manfaatnya dalam situasi-situasi baru atau situasi-situasi yang sedikit banyak pemahaman itu sangat transferable. Transferability itu dapat kita lihat dalam dua cara yaitu (1) pemahaman yang diperoleh dalam situasi A menyebabkan jawaban yang tepat pada situasi B dan C dan sebagainya, (2) pemahaman yang diperoleh dalam situasi A menyebabkan bahwa yang bersangkutan lebih mudah mendapatkan pemahaman pada situasi B dan C dan sebagainya (Soeitoe,1969:31).

  Hasil belajar pemahaman adalah lebih tinggi daripada hasil belajar pengetahuan. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimat sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan, sebab untuk dapat memahami perlu lebih dahulu mengetahui atau mengenal (Nana Sudjana, 1995:24).

  Pemahaman yang dibicarakan di atas memiliki cakupan yang begitu luas. Ada sedikitnya enam aspek pemahaman seperti yang diungkapkan oleh Richard White dan Richard Gunstone (Gagne,White,1992:3-12). Aspek-aspek yang dimaksud adalah (1) pemahaman konsep, (2) pemahaman keteraturan secara keseluruhan, (3) pemahaman pada elemen tunggal dari pengetahuan, (4) pemahaman akan komunikasi dalam arti luas, (5) pemahaman situasi, dan (6) pemahaman individu atau personal. Dalam uraian lebih lanjut, pemahaman konseplah yang akan menjadi topiknya.

  Richard White dan Richard Gunstone (Gagne,White,1992:4) mengutip bentuk informasi yang berupa bahasa pengetahuan dan dalil-dalil. Bayangan, peristiwa, dan keterampilan intelektual menjadi bagian dari memori. Bayangan adalah gambaran mental dari sensor penglihatan. Sedangkan peristiwa atau kisah adalah memori pada kejadian yang kita pikir terjadi pada kita atau yang kita saksikan, seperti mengumpulkan kembali serangkaian kejadian sampai yang terakhir kita alami. Keterampilan intelektual adalah kapasitas atau kemampuan untuk membawa keluar dari lingkupnya, seperti kemampuan menggunakan rumus dengan benar atau mensubstitusi harga dalam persamaan. Aspek-aspek yang telah disebutkan di atas merupakan elemen penting dalam terbentuknya pemahaman konsep.

  Pemahaman dan pengembangan konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai tujuan belajar fisika. Dalam belajar mengajar diperlukan usaha agar siswa memahami konsep sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilannya. Untuk memutuskan apakah seseorang siswa memahami suatu konsep atau tidak, diperlukan kriteria atau indikator-indikator yang dapat menunjukkan pemahaman tersebut (Kartika Budi, 1992:113)

  Menurut Kartika Budi dalam artikelnya yang berjudul “Pemahaman Konsep Gaya dan Beberapa Salah Konsepsi yang Terjadi” telah disebutkan beberapa indikator yang menunjukkan pemahaman seseorang akan suatu konsep antara lain (1) dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk definisi menggunakan kalimat sendiri, (2) dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang lain, konsep untuk (a) menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam khusus (b) untuk memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun secara praktis (c) memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu dipenuhi, (5) dapat mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat, (6) dapat membedakan konsepsi yang benar dengan konsepsi yang salah dan dapat membuat peta konsep dari konsep-konsep yang ada dalam suatu pokok bahasan.

  Fisika pada hakekatnya merupakan akumulasi hasil keilmuan berupa konsep- konsep fisis, prinsip, hukum dan teori yang diperoleh dan melalui proses dan sikap keilmuan (Kartika Budi,1992). Sehingga mengajar fisika dapat diartikan sebagai proses menanamkan konsep, hukum dan teori; menanamkan pengetahuan tentang proses keilmuan dan kemampuan melakukannya; menanamkan sikap keilmuan. Bila hal ini dilakukan, maka tujuan yang harus dicapai siswa dalam belajar fisika adalah bahwa mereka dapat memahami konsep, dapat melakukan proses keilmuan dan memiliki sikap keilmuan yang diperlukan dalam melakukan proses tersebut.

  Menurut Moh. Amien yang dikutip oleh Kartika Budi (1987;233) yang harus dipahami dalam kegiatan belajar mengajar Fisika (IPA, Sains) bila dipandang dari segi isinya adalah konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori. Prinsip adalah generalisasi yang berisi konsep-konsep yang saling berkaitan, sedangkan teori adalah generalisasi yang berisi prinsip-prinsip yang saling berhubungan yang menjelaskan

  Selanjutnya dijelaskan oleh Kartika Budi dalam artikelnya yang berjudul “Konsep Pembentukan dan Penanamannya” dalam buku Sumbangan Pikiran

  

terhadap Pendidikan Matematika dan Fisika (1987;233) pemahaman konsep

  merupakan dasar dari pemahaman prinsip dan teori artinya untuk dapat memahami prinsip dan teori harus dipahami terlebih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan. Berdasarkan ini maka pemahaman konsep memegang peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar agar dapat dimengerti dan diterima sejauh tidak mengabaikan aspek-aspek lain, seperti aspek afektif dan aspek psikomotorik.

  B.4 Peta Konsep mengakibatkan adalah dapat berupa rumusnya dapat berupa gaya berupa pers. nya bila terpenuhi semua keadaan berikut yaitu besarnya maka pada sistem tersebut akan berlaku memiliki hub dgn persamaannya dimana yaitu memiliki hub dgn yaitu memiliki hubungan dgn perubahan arah perubahan kecepatan tekanan besarnya gaya per satuan luas

  = PV nRT

  ⎜ ⎝ ⎛

  =

  V N P v m 2

  3

  1

  2

2

1 1 V P PV = NkT PV

  = PV kT nN = RT

  = k k

  N

  =

  N PV massa gas tetap temperatur/suhu mutlak gas

  E kT k

  2

  3 =

  ⎟ ⎠ ⎞

  1 E v m = Kinetik Energi E

  A F P = tekanan akibat berat benda tekanan dalam zat cair tekanan udara tekanan atmosfer tekanan gas/udara dalam ruang tertutup tekanan berubah tidak terjadi reaksi kimia suhu gas tetap

  3

  ( )

  ⎟ ⎠ ⎞

  ⎜ ⎝ ⎛

  = ⎠ ⎝

  =

  V N E P

  2

  2

  3

  1 ⎟ ⎞

  ⎜ ⎛

  V N E k k

  2

  kelajuan efektif volume gas berubah Hukum Boyle gas ideal PV c

  = 2

  3 m kT v RMS =

  B.5. Tekanan gas ideal berdasarkan teori kinetik gas

  Tekanan adalah gaya tekan per satuan luas. Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan perubahan impuls. Besarnya gaya dinyatakan sebagai perubahan impuls tiap satuan waktu. Gaya tekan molekul-molekul gas pada dinding tempatnya, dipikirkan sebagai akibat tumbukan molekul-molekul gas itu pada dinding tempatnya, dan tekanan gas dinyatakan sama besarnya dengan tekanan molekul-molekul gas pada dinding tempatnya (Peter Soedojo,1986:193). Akibat tumbukan, suatu molekul gas akan mengalami perubahan impuls. Untuk gas ideal, dianggaplah hal-hal berikut:

  1. Tumbukan molekul-molekul gas pada dinding tempatnya maupun satu sama lain adalah elastis sempurna, yaitu berarti tidak ada tenaga mekanis yang hilang.

  2. Tiap-tiap molekul gas dianggap sebagai titik materi, yaitu berarti volumenya diabaikan.

  3. Gaya tarik-menarik antara molekul-molekul gas satu sama lain diabaikan. Dengan anggapan ini mudah diturunkan rumus-rumus Hukum Boyle, Hukum Boyle- Gay Lussac, kecepatan gerak molekul-molekul, dan lain-lain. Kita pikirkan suatu jenis gas di dalam suatu kotak yang rusuknya ke arah sumbu-sumbu koordinat X, Y dan Z.

  Z L L

  dinding T m v 1 x dinding S

  X Y

  

Gambar 3. Kubus tertutup berisi gas ideal

  Perhatikan suatu gas ideal yang terkurung dalam sebuah ruang kubus dengan rusuk L (Gambar 3.). Tinjaulah sebuah molekul gas bermassa m yang sedang bergerak menuju dinding T, dan misalkan komponen kecepatannya terhadap sumbu X adalah

  

v , molekul ini akan memiliki komponen momentum terhadap X sebesar m v ke

1 x 1 x

  arah dinding. Molekul ini menumbuk dinding. Karena tumbukan bersifat lenting sempurna, maka setelah tumbukan kecepatan molekul menjadi dan − v 1 x momentumnya m v . Perubahan momentum molekul gas adalah

  − 1 x

  ∆ p = momentum akhirmomentum awal = ( − m v ) ( − m v ) = − 1 x

1 x

2 m v 1 x

  Molekul harus menempuh jarak 2 L (dari dinding S ke T dan kembali lagi ke S) sebelum selanjutnya bertumbukan dengan dinding S. Selang waktu untuk perjalanan ini adalah

  jarak

  2 L t

  ∆ = =

kecepa tan v 1 x Laju perubahan momentum molekul sehubungan dengan tumbukan dengan dinding S adalah 2p 2 m v m v 1 x 1 x

  = = ∆ t

  2 L v L 1 x Dari bentuk umum Hukum-2 Newton telah diketahui bahwa laju perubahan momentum tidak lain adalah gaya yang dikerjakan molekul pada dinding, sehingga

  ∆ p F =

  ∆ t 2

m v

1 x F = 2 L

  Karena luas dinding S adalah L , tekanan gas P adalah gaya per satuan luas, maka 2 F m v / L 1 x P = = 2 A L

2

m v 1 x P = 3 L Jika ada sejumlah N molekul gas dalam ruang tertutup dan kecepatan komponen X- nya adalah v , v , …, v , maka tekanan total gas pada dinding S diberikan oleh 1 x 2 x Nx

  m 2

2

2 P = v v ... v 1 x 2 x Nx + + + 3 ( ) L

  Karena itu

  m 2 P = N v

3 x 2 L Dengan v adalah rata-rata kuadrat kelajuan pada sumbu X. x Dalam gas, molekul-molekul bergerak ke segala arah dalam tiga dimensi. Sesuai dengan anggapan bahwa setiap molekul bergerak acak dengan kelajuan molekul tetap, maka rata-rata kuadrat kelajuan pada arah X,Y, dan Z adalah sama besar. 2 2 2

  v = v = v

x y z

2

Dari resultan rata-rata kuadrat kecepatan v diperoleh 2 2 2 2 v = v v v x y z + + 2 2 2

  1 2

  v =

  3 v atau v = v x x

  3 2

  m 2 Jika nilai ini dimasukkan ke dalam persamaan P N v maka diperoleh v = x 3 x L m

  1 2 ⎛ ⎞

  P = N v 3 ⎜ ⎟ L

  3 ⎝ ⎠ 2 1 m v

  P = N 3

  3 3 L Besaran L tidak lain adalah volume gas V, sehingga persamaan di atas dapat

  1 N 2 ⎛ ⎞

  dituliskan sebagai P = m v , dengan:

  ⎜ ⎟

  3 V ⎝ ⎠

  P : tekanan gas (Pa)

  m : massa sebuah molekul (kg) 2 2 v : rata-rata kuadrat kelajuan ( m / s )

  N : banyaknya partikel 3 V : volume gas m

  Dimana N dan m konstan, dan jika suhu tidak berubah maka perkalian antara P dan juga konstan sehingga memenuhi Hukum Boyle PV = . c

  V ( )

  B.6. Hukum Boyle

  Semakin banyak gas atau udara yang terdapat dalam ruang tertutup, maka tekanannya akan semakin besar. Bila besarnya tekanan gas P berubah, maka volume gas V dalam ruang tertutup juga berubah. Makin besar tekanannya, makin kecil volumenya. Atau dapat dikatakan bahwa tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya. Selama suhu udara tidak berubah, hasil kali antara tekanan dan volume gas dalam ruang tertutup adalah sama atau konstan ( c ).

  P ×

V = c

  Bila volume mula-mula =

  V dan tekanan mula-mula = , kemudian berubah P 1 1

  menjadi

  V dan P , maka: 2 2 P × 1 V = P × 1 2 V 2 Yang pertama kali menyimpulkan bahwa dalam ruang tertutup yang berisi udara

  dengan suhu tetap, berlaku P × V = konstan adalah ahli fisika dari Inggris yang bernama Robert Boyle (1627-1691). Oleh karena itu, pernyataan di atas disebut

  Hukum Boyle.

  B.7. Massa molekul dan pengertian mol

  Energi kinetik sebuah molekul bergantung pada massanya, dan total energi

  (Marthen Kanginan,2004:259). Sebelum membahas tentang hubungan ini, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai massa molekul, bilangan Avogadro, dan pengertian mol.

  Banyaknya atom karbon (partikel) dalam 12 g C-12 disebut bilangan

  23 Avogadro , N . Hasil percobaan menunjukkan bilangan ini adalah 6.022 x 10 .

  Bilangan ini digunakan untuk mendefinisikan satuan ukuran banyaknya zat yang disebut mol:

  

Satu mol zat adalah banyaknya zat yang mengandung N molekul (partikel).

  Contoh, satu mol air mengandung N molekul air. Jadi, mol bukanlah massa, tetapi ukuran banyaknya partikel. Dapatlah disimpulkan bahwa:

  Karena kita sering menggunakan satuan kilogram dalam perhitungan massa, maka kita biasanya menggantikan nilai N A ini dengan ekivalennya:

  23

  26 N = 6.022 x 10 molekul/mol = 6.022 x 10 molekul/kmol

  Selanjutnya, dua istilah yang berhubungan yang harus kita kenal adalah massa atom dan massa molekul. Keduanya ditampilkan dengan lambang M. Massa molekul atau M suatu zat adalah massa dalam kilogram dari satu kilomol zat. Karena 12 kg karbon C-12 didefinisikan mengandung N atom, maka 1 kmol C-12 memiliki massa atom M = 12 kg/kmol tepat.

  B.8 Hubungan tekanan dengan energi kinetik rata-rata

  Energi kinetik molekul-molekul gas tidaklah sama, sehingga perlu didefinisikan energi kinetik rata-rata molekul-molekul E , k

  1

2

2

  2 E = m v atau m v = E k k

  2

  1 2 N ⎛ ⎞

  Jika nilai ini kita masukkan ke dalam persamaan P = m v , maka diperoleh

  ⎜ ⎟

  3 V ⎝ ⎠

  1 N

  2 N ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ P =

  

2 E = E

( ) k ⎜ ⎟ k ⎜ ⎟

  3 V

  3 V ⎝ ⎠ ⎝ ⎠

  Pernyataan ini menyatakan bahwa tekanan gas dalam wadah tertutup sebanding

  N N

  dengan kerapatan molekul, . Makin rapat partikel (berarti makin besar), maka

  V V makin besar tekanan gas dalam wadah tertutup.

  

B.9 . Hubungan antara energi kinetik rata-rata dengan temperatur gas atau

suhu mutlak gas N

  ⎛ ⎞

  Dari persamaan gas ideal PV = NkT , bisa diperoleh P = kT . Jika nilai ini

  ⎜ ⎟

  V ⎝ ⎠

  

1 N

  2 N ⎛ ⎞ ⎛ ⎞

  dimasukkan ke dalam persamaan , maka menjadi

  P =

  2 E = E ( ) k ⎜ ⎟ k ⎜ ⎟

  3 V

  3 V ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ N

  2 N ⎛ ⎞ ⎛ ⎞

  kT = E

  ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ k

  V

  3 V ⎝ ⎠ ⎝ ⎠

  3 E = kT k

  2 Suhu mutlak itu sendiri terkait dengan kelajuan efektif v gas. Kelajuan efektif,

  ( ) RMS

v didefinisikan sebagai akar dari kuadrat kelajuan rata-rata. Dengan demikian

RMS 2

v = v , hubungannya dengan temperatur diturunkan dari persamaan energi

RMS

  1 2

  1 2

  kinetik . Selanjutnya, nilai ini disamakan dengan persamaan

  E = m v = m v k RMS

  2

  2

  3 E = kT , maka diperoleh k

  2

  1 2

  3 m v = kT RMS

  2

  2

  dengan m = massa satu molekul gas (kg). Kelajuan efektif gas atau

  3 kT v = RMs m

v dapat dinyatakan pula dalam massa molekul gas M dengan mensubstitusikan

RMS

  R M

  3 RT , sehingga didapatkan v .

  k = dan m = = RMS

N N M

B.10. Pandangan makroskopik dan mikroskopik dari bentuk zat

  Secara fenomenologi, pada umumnya dikenal adanya tiga macam bentuk zat, yaitu: padat, cair dan gas (S. Imam Rahayu,2001:1). Ketiganya memiliki sifat-sifat yang secara makroskopik terbedakan. Bentuk padat memiliki kerapatan tinggi, bentuk ruangnya tetap dan dapat ada hingga ke suhu-suhu yang sangat rendah, mendekati suhu nol Kelvin. Dengan kata lain, bentuk zat yang stabil pada suhu rendah adalah zat padat. Bentuk cair stabil pada suhu-suhu di atas suhu zat padat, memiliki kerapatan gas. Berbeda dengan padatan yang volume dan bentuk ruangnya tetap, maka cairan memiliki volume kira-kira tetap tetapi bentuk ruangnya mengikuti tempat penampungnya. Gas adalah bentuk zat yang stabil di atas suhu tertentu, memiliki kerapatan rendah dan volume serta bentuknya sepenuhnya bergantung pada tempatnya.

  Dari segi pandangan mikroskopik dan molekular, setiap zat terdiri atas molekul-molekul yang saling berinteraksi satu dengan yang lain (S.Imam Rahayu,2001:1). Bentuk interaksi ini berbeda bagi ketiga wujud zat tersebut. Dalam model bagi suatu padatan, molekul-molekul saling berinteraksi dalam suatu konfigurasi ruang yang tetap, disebut sebagai kisi kristal. Tiap molekul menempati tempat tertentu dalam suatu kisi, yang pada dasarnya tidak berpindah-pindah. Satu- satunya gerakan adalah bergetar pada tempatnya, selain mungkin adanya gerakan internal molekul. Bila gambaran bagi suatu padatan adalah kumpulan molekul yang posisi relatifnya satu terhadap yang lain tidak berubah, maka gambaran sebaliknya berlaku bagi gas yang dimodelkan sebagai kumpulan molekul-molekul yang bergerak bebas di ruang. Kebebasan geraknya hanya dibatasi oleh tempat, di mana gas melakukan tekanan sebagai akibat tumbukannya dengan dinding. Selain itu interaksi antara satu molekul dengan lainnya berlangsung melalui tumbukan antar molekul. Di antara kedua model ini terletak gambaran mengenai suatu cairan, dengan molekul- molekul yang dapat bergerak lebih leluasa daripada dalam padatan, tetapi tidak padatan yang tak sempurna. Namun pandangan yang lebih memuaskan saat ini justru memandang cairan sebagai gas yang tak sempurna, di mana formalisma teori dapat digunakan pada wujud gas maupun cairan tanpa banyak kesulitan. Teori kinetik gas sebagai pendekatan molekular pada gas sebenarnya memiliki cakupan yang luas, mulai gas dari keadaan setimbang hingga ke keadaan-keadaan yang jauh dari kesetimbangan.

  Berbedanya prakonsepsi yang dimiliki siswa dengan konsep sebenarnya yang dimiliki para fisikawan menjadi dasar bagi penulis sebagai peneliti dalam merumuskan masalah. Berikut ini masalah penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, yaitu:

  1. Bagaimana pemahaman siswa kelas XI SMA N I Sentolo mengenai konsep- konsep yang terkait Hukum Boyle yaitu konsep massa gas, tekanan gas, dan volume gas dalam ruang tertutup ?

  2. Apakah terdapat miskonsepsi dalam memahami Hukum Boyle ? Jika terdapat miskonsepsi, dalam hal apa miskonsepsi itu cenderung terjadi ?

  D. Tujuan Penelitian

  Sesuai perumusan masalahnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui pemahaman siswa Kelas XI SMA N I Sentolo mengenai Hukum Boyle terkait dengan massa gas, tekanan gas, dan volume gas dalam ruang tertutup.

  2. Untuk mengetahui miskonsepsi-miskonsepsi yang terjadi dalam pemahaman konsep-konsep fisika tentang Hukum Boyle.

  E. Manfaat Penelitian

  Bagi siswa:

  1. Menyadarkan para siswa bahwa konsepsi awal atau prakonsepsi yang mereka miliki sangatlah penting dan berpengaruh pada penanaman konsep yang sebenarnya.

  2. Memberi informasi tentang tingkat pencapaian hasil belajarnya, sehingga bila hasilnya kurang baik, maka siswa termotivasi untuk memperbaiki cara belajarnya dan menggunakan waktu belajar dengan lebih efektif.

  3. Mengingatkan kembali melewati pengajaran konsep yang diterima oleh siswa itu, kompetensi apa saja yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah menerima pengajaran konsep tersebut.

  4. Setelah siswa dapat memahami dan menguasai konsep fisika yang benar, diharapkan siswa juga memiliki dan menanamkan sikap keilmuan dalam tindakannya. Bagi pengajar:

  1. Memberi masukan tentang kemungkinan adanya miskonsepsi-miskonsepsi siswa SMA dalam pemahamannya tentang Hukum Boyle.

  2. Memberi kontribusi dalam pengembangan metode mengajar sebagai salah satu alternatif mengatasi jika benar terjadi miskonsepsi pada siswanya.

  3. Menyadarkan perlunya memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa untuk bisa mengarahkan siswa pada konsepsi yang benar agar tujuan mengajar konsep dapat tercapai. Bagi peneliti:

  1. Belajar menelusuri kemungkinan terjadinya miskonsepsi tentang Hukum Boyle terutama terkait dengan konsep massa gas, tekanan gas, dan volume gas dalam ruang tertutup.

  2. Agar peneliti memiliki masukan masih ditemukannya miskonsepsi dalam pemahaman konsep-konsep fisika tentang Hukum Boyle. dilaksanakan dengan mengujikan sejumlah soal yang berhubungan dengan konsep- konsep fisika dalam Hukum Boyle. Soal-soal yang digunakan merupakan modifikasi dan pengembangan yang disusun oleh Kevin Charles de Berg yang pernah melakukan penelitian untuk kepentingan tujuan serupa pada tahun 1995. Tes yang diberikan kepada siswa digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap konsep- konsep yang terkait dengan Hukum Boyle dan untuk mendeteksi dimana letak miskonsepsi siswa dalam memahami Hukum Boyle. Pembelajaran guru yang terjadi sebelum tes yaitu mengenai materi Teori Kinetik Gas tidak menjadi bagian dari desain penelitian ini. Tipe desain penelitian ini adalah penelitian survey, dimana peneliti tidak melakukan treatment atau perlakuan apapun yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Hasil penelitian ini bersifat individual dan tidak bisa digeneralisasikan pada kelompok lain.

  Partisipan penelitian ini adalah siswa kelas XI jurusan IPA SMA Negeri I Sentolo yang telah menerima materi Teori Kinetik Gas. Jumlah keseluruhan kelas XI uji coba soal instrument, sedangkan siswa kelas XIA ditetapkan sebagai partisipan

  2

  yang sesungguhnya. Peneliti memilih SMA I Sentolo karena peneliti merupakan salah satu alumninya yang masih ingin ikut ambil bagian dalam memajukan pendidikan di SMA tersebut disamping berbagai keuntungan karena telah mengenal dengan baik lingkungan sosial dan fisiknya.

  Peneliti mengambil waktu yang tepat untuk mengadakan penelitian ini yaitu pada saat siswa SMA Kelas XI itu selesai memperoleh bahan pelajaran mengenai Hukum Boyle yang terintegrasi di dalam materi pokok teori kinetik gas dari guru bidang studi. Waktu penelitian diperkirakan pada bulan Mei tahun 2006. Agenda kegiatan penelitian adalah sebagai berikut:

  

No. Waktu Kegiatan Keterangan

  1. 22-05-2006 – Uji coba instrumen Diujikan pada satu 24-05-2006 kelas percobaan

  2. 26-05-2006 – Revisi instrumen 31-05-2006

  3. 01-06-2006 – Pengambilan data Diujikan pada dua 07-06-2006 kelas yang lain

  Sedangkan sebagai tempat penelitiannya adalah SMA Negeri I Sentolo yang beralamat di Jl. Banguncipto, Sentolo, Kulon Progo, DIY 55664.

  Data dikumpulkan dengan dua cara, yaitu:

  D.1. Tes tertulis Dalam tes tertulis ini partisipan diminta untuk mengerjakan satu set soal.

  Kumpulan jawaban dari partisipan itu merupakan data yang akan diolah oleh peneliti untuk tercapainya tujuan penelitian.

  D.1.1. Soal tes digolongkan dalam tiga level o

  Level I Yaitu soal-soal yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam menyatakan pengertian konsep-konsep yang terkait dengan Hukum Boyle menggunakan kalimat sendiri dan dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan o kepada orang lain.

  Level II Yaitu soal-soal yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam menganalisis hubungan antara konsep dalam Hukum Boyle. Juga mengukur kemampuan siswa dalam menerapkan konsep untuk (a) menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam khusus, (b) memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun secara praktis, (c) memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu dipenuhi. o Level III

  Yaitu soal-soal yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat, dapat membedakan konsep yang satu dengan konsep lain yang saling berkaitan, dapat membedakan konsepsi yang benar dengan konsepsi yang salah.

  D.1.2.Kualitas soal: o Representatif, yaitu soal-soal terdistribusi secara merata dan proporsional.

  Secara merata artinya sesuai materi pokok, dimana semua konsep dasar dan semua indikator terwakili. Secara proporsional artinya indikator yang banyak mendapat jatah soal yang lebih banyak. Demikianlah yang pernah dijelaskan o oleh Bapak Kartika Budi dalam kuliah.

  Level soal sekaligus menunjukkan tingkat kesulitan soal. Berikut ini tingkat kesukaran soal: 27% soal dengan tingkat kesukaran rendah ( soal level I ), 23% soal dengan tingkat kesukaran tinggi ( soal level III ), serta 50% adalah soal dengan tingkat kesukaran sedang ( soal level II ).

  D.1.3. Langkah perencanaan pembuatan soal: o

  Menentukan jumlah soal yang akan dibuat berdasarkan perkiraan lamanya o waktu soal-soal tersebut akan diujikan.

  Mendistribusikan jumlah soal tersebut menurut kompetensi dasarnya mengingat keluasan materinya. o Untuk materi pokok lebih dari satu kompetensi dasar maka jumlah soal harus didistribusi menurut kompetensi dasarnya.

  D.1.4 Tes tertulis yang diujikan kepada partisipan berupa: D.1.4.a. Pilihan ganda disertai alasannya

  Jumlah soal pilihan ganda yang dipakai adalah enam butir soal. Setiap soal terdiri atas empat macam pilihan jawaban. Partisipan diminta memilih salah satu jawaban yang dianggap benar. Dalam menjawab soal pilihan berganda jenis ini, selain memilih jawaban, partisipan juga dituntut untuk menuliskan alasan mengapa memilih jawaban itu. Hal ini dimaksudkan untuk lebih lanjut mengetahui cara berpikir siswa dalam usahanya mendapatkan jawaban dengan tidak sekedar memilih salah satu jawaban yang dianggap benar.

  D.1.4.b. Tes uraian

  Dibuat dengan pertimbangan bahwa tidak cukup hanya melakukan tes dengan bentuk pilihan ganda. Karena pada soal tertentu dalam pilihan ganda tidak bisa dilihat alur proses berpikir siswa dalam memecahkan soal. Jadi soal tes berbentuk uraian ini dapat mengukur hasil belajar yang bersifat kompleks.

  D.2. Interwiew/Wawancara

  Interview/wawancara adalah semacam kuestioner lisan, suatu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi yang diperlukan (Paul Suparno,2005:107). Dalam pelaksanaan wawancara dibedakan menjadi tiga yaitu (1)

  (2) interview terpimpin dimana pewawancara menyiapkan beberapa daftar pertanyaan lengkap, (3) interview bebas terpimpin yang merupakan kombinasi dari dua jenis interview sebelumnya.

  Wawancara banyak digunakan dalam penelitian. Wawancara digunakan untuk mendukung data yang telah diperoleh dengan tes tertulis. Disini wawancara digunakan untuk mengungkap pemahaman partisipan secara lebih mendalam. Wawancara dilakukan terutama pada partisipan yang memiliki hasil tes tertulis kurang baik. Sehingga peneliti bisa mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa terhadap pemahaman tentang hukum Boyle.

  Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah: E.1. Satu set soal yang terdiri atas soal pilihan berganda dan soal uraian.

  Satu set soal ini digunakan untuk mengukur sejauh mana tingkat pemahaman siswa Kelas XI SMA Negeri I Sentolo dalam memahami Hukum Boyle. Soal-soal ini merupakan modifikasi dari soal yang pernah dibuat oleh Kevin Charles de Berg yang pernah melakukan penelitian dengan kepentingan tujuan serupa dan saat ini soal tersebut dikembangkan sesuai dengan kompetensi siswa yang akan diukur. Di mana kompetensi tersebut ditunjukkan dengan berbagai indikator yang setiap indikatornya masih mungkin dijabarkan atas indikator-indikator tertentu. Berdasarkan dari tes ini juga, peneliti akan meneliti miskonsepsi-miskonsepsi yang terjadi pada siswa.