BAB II LANDASAN TEORI A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran - FIKRI AZIZ BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran yang dijelaskan oleh Joyce, dkk (2011: 7)

  menyatakan bahwa model pembelajaran sebenarnya juga bisa disebut dengan model pengajaran yang memiliki arti yaitu suatu usaha yang terencana dengan tujuan membantu siswa memperoleh informasi, gagasan, skill, nilai, cara berpikir, dan tujuan mengekspresikan diri mereka sendiri. Model pembelajaran disini memiliki pengertian bahwasannya, guru memiliki peranan penting sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran agar mempersiapkan segala sesuatu dengan terencana agar tujuan dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai.

  Model pembelajaran yang dikemukakan oleh Arends (2008: 25) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah sebuah perencanaan, atau pola, yang bersifat menyeluruh, untuk membantu siswa mempelajari jenis pengetahuan, sikap, atau keterampilan tertentu. Pengertian mengenai model pembelajaran dapat dijelaskan bahwa setidaknya model pembelajaran tidak hanya dipergunakan untuk membantu siswa untuk dapat memahami sebuah materi pembelajaran saja. Model pembelajaran juga dapat membantu siswa untuk memhami sikap maupun keterampilan tertentu.

  9 Pengertian model pembelajaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau konsep pembelajaran yang menggambarkan prosedur sistematik dalam proses pembelajaran yang dijadikan sebagai pedoman bagi guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran. Rusman (2014: 136) menjelaskan ciri-ciri model pembelajaran sebagai berikut :

  1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu;

  2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif;

  3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas;

  4. Memiliki bagian-bagian model;

  5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran;

  6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

  Pendapat lain diutaran oleh Kardi dan Nur dalam Majid (2013: 14) yang menyatakan bahwa model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode, atau prosedur.

  Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangannya;

  2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);

  3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil;

  4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

  Model Advance Organizer pertama kali digagas oleh David Ausubel. Ausubel merupakan salah satu tokoh psikolog pendidikan yang membahas tentang pembelajaran, pengajaran dan kurikulum sekaligus. Ausubel (Slavin, 1994) dalam Baharuddin dan Wahyuni

  (2010: 130) menyatakan bahwa guru mempunyai tugas untuk menyusun situasi pembelajaran, memilih materi yang sesuai bagi siswa, kemudian mempresentasikan dengan baik pelajaran yang dimulai dari umum ke yang spesifik. Hal tersebut dapat diartikan bahwa, guru dalam hal ini memiliki tanggung jawab penuh terhadap materi apa saja yang sesuai dengan kebutuhan siswanya supaya tujuan pembelajaran yang telah dicanangkan dapat tercapai. Untuk dapat membantu pencapaian tujuan tersebut maka Ausubel menggagas sebuah model pembelajaran yaitu model Advance Organizer.

  Advance Organizer menurut Arends (2008: 351) adalah

  pernyataan yang dibuat guru sebelum sebuah presentasi atau sebelum memerintahkan siswa untuk membaca bahan-bahan tekstual, yang memberikan struktur bagi informasi baru untuk dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya dari siswa. Pada hal ini dijelaskan bahwa

  

Advance Organizer dalam proses pembelajarannya, guru mencoba

  mengaitkan pengetahuan ataupun pengalaman yang telah didapat oleh siswa.

  Pengertian di atas dapat diartikan bahwa Advance Organizer merupakan dasar atau suatu kerangka dalam suatu pembelajaran yang tidak hanya mengenalkan sebuah materi semata akan tetapi dapat membantu siswa memahami pembahasan yang lebih luas tentang materi tersebut. Ausubel (1963) dalam Joyce, dkk (2011: 281) menyebutkan bahwa : model Advance Organizer ini dirancang untuk memperkuat struktur kognitif siswa, pengetahuan mereka tentang pelajaran tertentu dan bagaimana mengelola, memperjelas, dan memelihara pengetahuan tersebut dengan baik. Dengan kata lain, struktur kognitif harus sesuai dengan jenis pengetahuan dalam bidang apa yang ada dalam pikiran kita, seberapa banyak pengetahuan tersebut, dan bagaimana pengetahuan itu dikelola.

  Model Advace Organizer ini bertujuan untuk lebih memperkuat kembali pengetahuan yang telah didapat siswa sebelumnya. Dan dapat membantu siswa mengelola segala informasi yang dianggapnya penting dan menyimpannya lebih lama dalam ingatan.

2. Tahapan Kegiatan Model Advance Organizer

  Model Advance Organizer menurut Joyce, dkk (2011: 288) memiliki tiga tahapan. Tahap pertama adalah presentasi Advance , tahap kedua adalah presentasi tugas pembelajaran atau

  Organizer

  materi pembelajaran, dan tahap ketiga adalah penguatan pengolahan kognitif. Tahapan terakhir ini menguji hubungan materi pembelajaran dengan gagasan-gagasan yang ada untuk menghasilkan proses pembelajaran aktif. Ketiga tahapan tersebut dapat terlihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Advance Organizer Sintaks Jenis kegiatan Komponen

  Tahapan

  1. Presentasi

  a. Mengklarifikasi tujuan-tujuan Pertama Advance pembelajaran

  Organizer

  b. Menyajikan Organizer;  Mengidentifikasi karakteristik-karakteristik yang konklusif;  Memberi contoh-contoh;  Menyajikan konteks;

  Sintaks Jenis kegiatan Komponen  Mmengulang.

  c. Mendorong kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa. Tahap Kedua

  2. Presentasi

  a. Menyajikan materi; Tugas atau

  b. Membuat urutan materi Materi pembelajaran yang logis dan Pembelajaran jelas;

  c. Menghubungkan materi dengan Organizer Tahap Ketiga

  3. Memperkuat

  a. Menggunakan prinsip-prinsip Pengolahan rekonsiliasi integrative; Kognitif

  b. Membangkitkan pendekatan kritis pada mata pelajaran; c. Mengklarifikasi gagasan- gagasan; d. Menerapkan gagasan-gagasan secara aktif (seperti dengan menguji gagasan tersebut)

  Guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran melalui model

  

Advance Organizer ini memiliki peran yang sangat penting karena

  pembelajaran yang dilaksanakan berpusat pada aktivitas guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Aunurrahman (2011: 160) menjelaskan bahwa :

  Kegiatan yang dilakukan dalam menjelaskan tujuan pembelajaran (tahap pertama) dimaksudkan untuk menarik minat siswa dan agar pemikiran dan aktivitas yang mereka lakukan berorientasi pada tujuan pembelajaran. Sedangkan pada penyajian tugas dan materi pelajaran guru dapat mengembangkannya dalam bentuk ceramah, diskusi, percobaan, film, dan sebagainya. Hal penting yang selalu diperhatikan guru dalam tahap kedua (penyajian materi dan tugas) ini adalah mempertahankan perhatian siswa yang sudah tumbuh melalui kegiatan tahap pertama agar mereka dapat memahami arak kegiatan secara jelas. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa guru sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran memiliki peran yang sangat penting, menjaga minat dan perhatian siswa agar tetap antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Guru juga dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui model Advance Organizer ini berperan dalam menyajikan aktivitas yang dapat menumbuhkan kemampuan kognitif siswa.

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Advance Organizer

  Suprijono (2016: 138) menyebutkan bahwa model pembelajaran Advance Organizer memiliki beberapa kelebihan maupu kekurangan. Berikut adalah kelebihan maupun kekurangn tersbut.

  1) Kelebihan Model Advance Organizer :

  a. Peserta didik dapat berinteraksi dapat berinteraksi dengan memecahkan masalah untuk menemukan konsep-konsep yang dikembangkan;

  b. Membangkitkan perolehan materi akademis dan keterampilan sosial peserta didik; c. Mendorong peserta didik mengetahui jawaban pertanyaan yang diberikan; d. Melatih peserta didik meningkatkan keterampilannya melalui diskusi kelompok; e. Meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik baik secara individu maupun kelompok. 2) Kelemahan Model Advance Organizer :

  a. Tidak ada kontrol yang intensif dari guru dalam situasi jumlah siswa yang terlalu banyak, maka pembelajaran menjadi kurang efektif. Model Advance Organizer baik untuk digunakan pada pembelajaran di kelas dikarenakan model tersebut memiliki beberapa kelebihan yang dapat bermanfaat bagi siswa. Siswa pada pembelajaran melalui model Advance Organizer ini dapat melatih kemampuan berinteraksi sebagai upaya dalam memecahkan permasalahan khususnya pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa melalui model Advance Organizer ini juga dapat melatih ketrerampilan sosialnya serta dapat meningkatkan keterampilan siswa baik secara individu maupun berkelompok untuk menyelesaikan permasalahan secara berdiskusi.

  Model Advance Organizer selain memiliki beberapa kelebihan, juga memiliki kelemahan yang pada pelaksanaannya mungkin saja terjadi kelemahan dari model tersebut adalah apabila dilaksanakan pada jumlah siswa yang terlalu banyak. Pelaksanaan pembelajaran melalui model Advance Organizer akan kurang efektif karena kurangnya kontrol dari guru untuk membimbing siswa yang begitu banyaknya.

B. Media Pembelajaran 1. Pengertian Media

  Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari “medium”, yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”.

  Dengan demikian ,media merupakan wahana penyalur informasi atau penyalur pesan. Sadirman, (2008:7) menjelaskan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsag pikiran, persaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Gerlach dan Ely dalam Arsyad, (2001:3) menjelaskan media secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.

  Berdasarkan kutipan di atas media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa serta membantu siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan dan kerumitan bahan dapat di jelaskan dan di sederhanakan dengan menghadirkan media sebagai perantara untuk membantu menyampaikan materi kepada siswa. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu di sampaikan guru melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Keabstrakan bahan pembelajaran dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Perlu di ingat, peranan media tidak akan terlihat apabila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah di rumuskan.

  Djamarah, (2010:120) menjelaskan tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Maka dapat di pahami bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat di jadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran.

  Media pembelajaran dapat memudahkan siswa untuk memahami dan menerima materi pelajaran dengan mudah.

  2. Media Sebagai Alat Bantu

  Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, karena dengan adanya media dapat membantu siswa memahami materi yang sukar dicerna dan dipahami, terutama bahan pelajaran yang rumit atau kompleks.

  Djamrah, (2010:121) menjelaskan bahwa materi yang sukar dipahami dengan menghadirkan media sebagai alat bantu pengajaran guna mencapai tujuan yang telah di tetapkan sebelum pelaksanaan pengajaran, sehingga dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu dalam proses belajar mengajar.

  3. Media sebagai Sumber Belajar

  Udin Saripudin dan Winataputra dalam Djamrah, (2010:122) mengelompokkan sumber-sumber belajar menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku atau perpustakaan, media masa, alam atau lingkungan, dan media pendidikan. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat di pergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang. Macam-macam sumber belajar adalah:

  a. Manusia Manusia dapat dijadikan sebagai sumber belajar, peranannya sebagai sumber belajar dapat dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah manusia atau orang yang sudah dipersiapkan khusus sebagai sumber belajar melalui pendidikan yang khusus pula, seperti guru, konselor, administrator pendidikan, tutor dan sebagainya. Kelompok kedua yaitu manusia atau orang yang tidak dipersiapkan secara khusus untuk menjadi seorang nara sumber akan tetapi memiliki keahlian yang mempunyai kaitan erat dengan program pembelajaran yang akan disampaikan, misalnya dokter, penyuluh kesehatan, petani, polisi, dan sebagainya.

  b. Buku atau perpustakaan Buku atau perpustakaan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang membawa pesan atau informasi untuk pembelajaran.

  Baik pesan itu dikemas dalam bentuk buku paket, video, film, bola dunia, grafik, CD interaktif, dan sebagainya.

  c. Lingkungan Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang mampu memberikan pengkondisian belajar. Lingkungan ini juga di bagi dua kelompok yaitu lingkungan yang didesain khusus untuk pembelajaran, seperti laboratorium, kelas dan sejenisnya, sedangkan lingkungan yang dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan penyampaian materi pembelajaran, di antaranya lingkungan museum, kebun binatang dan sejenisnya.

  d. Media masa atau media pendidikan Sumber belajar dalam bentuk alat atau perlengkapan adalah alat dan perlengkapan yang dimanfaatkan untuk produksi atau menampilkan sumber-sumber belajar lainnya. Bentuk alat atau perlengkapan yang dimanfaatkan untuk proses pembelajaran yakni: TV untuk membuat program belajar jarak jauh, komputer untuk membuat pembelajaran berbasis komputer, tape recorder untuk membuat program pembelajaran audio dalam pelajaran bahasa Inggris, terutama untuk menyampaikan informasi pembelajaran mengenai listening (mendengarkan), dan sejenisnya.

  Djamarah, (2010:122) menjelaskan bahwa media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar ikut membantu guru memperkaya wawasan anak didik. Aneka macam bentuk dan jenis media pendidikan yang digunakan guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi anak didik. Hal ini sangat berbeda dengan metode pengajaran tradisional, yaitu guru sebagai satu satunya sumber belajar. Seiring dengan berkembangnya teknologi juga mempengaruhi dunia pendidikan dan tentu saja mempengaruhi keberagaman sumber belajar. Selain di gunakan sebagai media, teknologi juga di gunakan sebagai sumber belajar dalam proses belajar mengajar.

4. Macam-macam Media

  Media adalah berbagai jenis benda fisik yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Djamarah, (2010: 124) mengatakan bahwa klasifikasi media bisa dilihat dari jenisnya, daya liputnya, dan dari bahan serta cara pembuatannya. Semua itu akan di jelaskan sebagai berikut: a. Dilihat dari Jenisnya, media dibagi ke dalam: 1) Media Auditif

  Media auditif adalah media yang hanya mengadalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.

  2) Media Visual Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra pengelihatan. Media visual ini ada yang hanya menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai) slides (film bingkai), foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Adapula media yang menampilkan gambar atau symbol yang bergerak seperti film bisu dan film kartun.

  3) Media Audiovisual Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua.

  Media ini dibagi lagi ke dalam: (a) Audiovisual Diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sounds

  slides ), film rangkai suara, dan cetak suara.

  (b) Audiovisual Gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video-cassette. Pembagian lain dari media ini adalah: (a) Audiovisual Murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti film video

  cassette .

  (b) Audiovisual Gerak, yaitu yang unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranta berasal dari tape recorder. Contoh lainnya adalah film strip suara dan cetak suara.

  Peneliti dalam pembelajaran akan menggunakan media

  Ular Tangga . Media tersebut termasuk ke dalam jenis media

  visual yang berbentuk gambar dan cetakan. Media Ular Tangga ini menggunakan indra pengelihatan dalam permainannya, sehingga siswa lebih mudah menerima materi dalam pembelajaran.

  b. Djamarah, (2010:124) menjelaskan bahwa dilihat dari Daya Liputnya, Media Dibagi Dalam: 1) Media dengan Daya Liput Luas dan Serentak

  Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama.

  Contoh : televisi dan radio. 2) Media dengan Daya Liput yang Terbatas oleh Ruang dan

  Tempat Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film, sound slide, film rangkai yang harus menggunakan tempat yang tertutup dan gelap. 3) Media untuk Pengajaran Individual Media ini penggunaannya hanya untuk seorang diri.

  Termasuk media ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui computer.

  Peneliti menggunakan media visual berupa media permainan

  Ular Tangga untuk pendalaman materi yang digunakan secara berkelompok.

  c. Dilihat dari Bahan Pembuatannya, media dibagi dalam: 1) Media Sederhana

  Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit. 2) Media Kompleks

  Media ini adalah media yang alat dan bahannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang memadai. Media yang digunakan oleh peneliti adalah media sederhana, karena menggunakan bahan-bahan yang mudah ditemukan dan harganya murah serta mudah dibuat yakni media Ular Tangga yang terbuat dari bahan banner.

5. Prinsip-prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media

  Sudirman dalam Djamarah, (2010:126) mengatakan saat media akan dipilih dan dipergunakan, ketika itulah beberapa prinsip perlu diterapkan dan diperhatikan. Adapun beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibaginya ke dalam tiga kategori sebagai berikut:

  a. Tujuan Pemilihan Memilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas.

  b. Karakteristik Media Pengajaran Setiap media memiliki karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi keampuhannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya.

  c. Alternatif Pilihan Guru hendaknya menggunakan prinsip tertentu agar penggunaan media tersebut dapat mencapai hasil yang baik.

  Menurut Sudjana dalam Djamarah, (2010:127) prinsip prinsip itu adalah: 1) Menentukan jenis media dengan tepat. 2) Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat. 3) Menyajikan media dengan tepat.

  4) Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat.

6. Dasar Pertimbangan Pemilihan dan Penggunaan Media

  Ketepatan media pengajaran yang dipilih, disamping memenuhi prinsip-prinsip pemilihan, juga terdapat beberapa faktor dan kriteria yang perlu di perhatikan sebagaimana di uraikan berikut ini: a. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih media pengajaran

  1) Objektifitas Unsur subjektifitas guru dalam memilih media pengajaran harus dihindarkan. Artinya guru tidak boleh memilih suatu media pengajaran atas dasar kesenangan pribadi. Untuk menghindari pengaruh unsur subjektifitas guru, alangkah baiknya apabila memilih media pengajaran itu guru meminta pandangan atau saran dari teman sejawat, dan/atau melibatkan siswa. 2) Program Pengajaran

  Program pengajaran yang akan disampaikan pada anak didik harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, baik isinya, strukturnya, maupun kedalamannya. Meskipun secara teknis program itu sangat baik, jika tidak sesuai dengan kurikulum program pengajaran tidak akan banyak membawa manfaat, bahkan kemungkinan akan menambah beban, baik anak didik maupun bagi guru.

  3) Sasaran Program Sasaran program yang dimaksud adalah peserta didik yang akan menerima program pengajaran melalui media pengajaran. Pada tingkat usai tertentu da kondisi tertentu anak didik mempunyai kemampuan tertentu pula, baik cara berpikirnya, daya imajinasinya, kebutuhannya maupun daya tahan dalam belajarnya. Untuk itu media yang digunakan harus dilihat kesesuaiaannya dengan tingkat perkembangan anak didik, baik dari segi bahasa, simbol-simbol yang digunakan, cara dan kecepatan penyajiannya, ataupun waktu penggunaannya.

  4) Situasi dan Kondisi Situasi dan kosndisi yang ada juga perlu mendapat perhatian dalam menentukan pilihan media pengajaran yang akan digunakan. Situasi dan kondisi yang dimaksud meliputi: (a) Situasi dan kondisi sekolah atau tempat dan ruangan yang akan dipergunakan, seperti ukurannya, perlengkapannya, ventilasinya. (b) Situasi dan kondisi anak didik yang akan mengikuti pelajarn mengenai jumlahnya, motivasi, dan kegairahannya.

  5) Kualitas Teknik Dari segi teknik, media pengajaran yang digunakan perlu diperhatikan, apakah sudah memnuhi syarat. Suara atau gambar yang kurang jelas bukan saja tidak menarik,tapi juga dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar. 6) Keaktifan dan Efisiensi Penggunaan

  Djamarah, (2010:128) menjelaskan bahwa keefektifan berkenaan dengan hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi berkenaan dengan proses pencapaian hasil tersebut. Keefektifan dalam penggunaan media meliputi apakah dengan penggunaan media tersebut informasi pengajaran dapat diserap oleh anak didik dengan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkahlakunya, sedangkan efisiensi meliputi apakah dengan penggunaan media tersebut waktu, tenaga, dan biaya yang untuk mencapai tujuan tersebut sedikit mungkin.

  b. Kriteria Pemilihan Media Pengajaran Menurut Nana Sudjana dan Ahmat Rivai (1991:5) dalam Djamarah, (2010:132) mengemukakan bahwa dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria sebagai berikut:

  1) Ketepatannya dengan tujuan pengajaran; artinya, media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tujuan-tujuan instruksional yang berisikan unsur-unsur pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis lebih mungkin digunakannya media pengajaran. 2) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran; artinya, bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep, dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa. 3) Kemudahan memperoleh media; artinya, media yang diperlukan mudah diperoleh, setidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. 4) Keterampilan guru dalam menggunakannya; apapun media yang diperlukan syarat utama adalah guru mampu menggunakannya dalam proses pengajaran. Nilai dan manfaat bukan terletak pada medianya, tetapi dampak penggunaannya oleh guru pada saat terjadi interaksi belajar siswa dengan lingkungannya. 5) Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung. 6) Sesuai dengan taraf berpikir siswa yakni memilih media untuk pendidikan dan pengajaan harus sesuai dengan taraf berpikri siswa, sehingga makna yang terkandung didalamnya dapat dipahami oleh siswa.

  Dengan pemilihan kriteria media tersebut, guru dapat lebih mudah menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk mempermudah tugas guru sebagai pengajar. Kehadiran media dalam pengajaran jangan dipaksakan sehingga mempersulit tugas guru, tapi harus sebaliknya, yakni mempermudah guru dalam menjelaskan bahan pengajaran.

  Model pembelajaran Advance Organizer berbantu media

  

Ular Tangga membantu siswa memahami konsep tertentu, yang

  tidak atau kurang mampu dijelaskan oleh bahasa. Cara menggunakan media pembelajaran Ular Tangga tersebut yaitu Siswa mengundi dadu kemudian menjalankan pion sesuai jumlah dadu yang muncul. Setelah siswa menjalankan pion sesuai dengan jumlah angka dadu yang muncul, pion yang digerakkan akan berhenti pada kotak sesuai dengan jumlah angka dadu yang muncul. Beberapa kotak dalam media Ular Tangga terdapat persoalan faktual, contohnya: tanah longsor, tsunami, banjir. Siswa menjelaskan kepada siswa lain tentang persoalan faktual dan mengidentifikasi persoalan sesuai dengan kotak dimana pion kelompok mereka berhenti. Setelah siswa mendapat soal kemudian siswa berbicara tentang persoalan yang mereka dapat tanpa bantuan teks. Kelompok lain menanggapi siswa yang sedang berbicara mengenai persoalan faktual. Siswa yang lain mencatat pokok-pokok persoalan dalam percakapan tersebut. Media Ular

  Tangga daapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Media Pembelajaran Ular Tangga

7. Pengembangan dan Pemanfaatan Media Sumber

  Media pengajaran adalah suatu alat bantu yang tidak bernyawa. Alat ini bersifat netral peranannya akan terlihat apabila guru pandai memanfaatkannya dalam belajar mengajar.

  Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar, media mempuyai banyak fungsi. Nana Sudjana dalam Djamarah, (2010:134) merumuskan fungsi media pengajaran menjadi enam kategori sebagai berikut: a. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.

  b. Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsur yang harus di kembangkan oleh guru.

  c. Media pengajaran dalam pengajaran, penggunaannya integral dengan tujuan dari isi pelajaran.fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan (pemanfaatan) media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran.

  d. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata- mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.

  e. Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru.

  f. Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu dalam mengajar. Dengan perkataan lain, menggunakan media, hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama diingat siswa, sehingga mempunyai nilai tinggi.

  Peranan media ketika diaplikasikan ke dalam pengajaran adalah sebagai berikut: a. Media yang digunakan guru sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu bahan yang guru sampaikan.

  b. Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan di pecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat memperoleh media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.

  c. Media sebagai sumber belajar bagi siswa. Media sebagai bahan konkret berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari para siswa, baik individual maupun klompok. Kekonkretan sifat media itulah akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan belajar mengajar.

  Media yang meletakan cara berpikir konkret dalam kegiatan belajar mengajar, pengembangannya diserahkan kepada guru. Guru dapat mengembangkan media sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini akan terkait kecerdasan guru dalam memahami kondisi psikologis siswa, tujuan metode, dan kelengkapan alat bantu. Kesesuaian dan keterpaduan dari semua unsur ini sangat mendukung pengembangan media pengajaran.

  Pemanfaatan media pengajaran harus terencana dan sistematis. Guru harus memanfaatkannya menggunakan langkah langkah tertentu, dengan perencanaan yang sistematis. Ada enam langkah yang dipergunakan guru pada waktu ia mengajar dengan mempergunakan media. Langkah-langkah itu adalah : a. Merumuskan tujuan pengajaran.

  b. Persiapan guru.

  c. Langkah penyajian pelajaran dan pemanfaatan media.

  d. Langkah penyajian belajar siswa.

  e. Langkah kegiatan belajar siswa.

  f. Langkah evaluasi pengajaran.

  Kehadiran media sangat membantu siswa memahami konsep tertentu, yang tidak atau kurang mampu dijelaskan oleh bahasa. Ketidakmampuan guru menjelaskan suatu bahan itulah yang dapat diwakili oleh peranan media.

  Nana Sudjana (1991) dalam Djamrah, (2010:137) mengemukakan nilai-nilai praktis media pengajaran adalah: a. Dengan media dapat meletakan dasar dasar yang nyata untuk berpikir.

  b. Dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar c. Dengan media dapat meletakan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap.

  d. Menimbulkan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa.

  e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan.

  f. Membantu tumbuhnya pemikiran dan membantu berkembangnya kemampuan berbahasa.

  g. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.

  h. Bahan pengajaran yang akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih di pahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasi tujuan pengajaran lebih baik. i. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata- mata komunikasi verbal melalui penutura kata-kata oleh, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga. j. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

  Sementara menurut Sudirman N dkk, (1991) dalam Djamarah, (2010:138) nilai-nilai praktik media pengajaran adalah:

  a. Meletakan dasar-dasar yang konkret dari konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi kepahaman yang bersifat verbalisme.

  b. Meletakan objek yang terlalu besar yang tidak memungkinkan di bawa kedalam kelas.

  c. Memperlambat gerakan yang terlalu cepat, dan mempercepat gerakan yang lambat.

  d. Kerena informasi yang diperoleh oleh siswa berasal dari satu sumber serta dalam situasi dan kondisi yang sama, maka dimungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi pada siswa.

  e. Membangkitkan motivasi belajar pada siswa.

  f. Dapat mengontrol dan mengatur waktu belajar siswa.

  g. Memungkinkan siswa berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya ( sumber belajar ) h. Bahan belajar dapat di ulang sesuai dengan kebutuhan dan atau disimpan untuk digunakan pada saat yang lain. i. Memungkinakan untuk menampilkan objek yang langka j. Menampilkan objek yang sulit diamati dengan mata telanjang.

  Media pembelajaran memiliki nilai praktis dalam penggunaannya, media dapat menambah minat belajar siswa, membawa hal yang abstrak menjadi konkret. Media juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan metode dalam mengajar semakin bervariasi.

8. Ciri-Ciri Media Pendidikan

  Gerlach dan Ely dalam Arsyad (2007:12) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa saja yang dapat dlakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu atau kurang efisien melakukannya.

  a. Ciri Fiksatif Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek.

  b. Ciri Manipulatif Ciri ini memungkinkan media dapat mentransformasi sutu kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat di jelaskan kepada siswa dalam waktu 2 atau 3 menit.

  c. Ciri Distributif Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut dibagikan kepada sebagian besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.

C. Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa 1. Kemampuan Berbicara

  Kemampuan merupakan kesanggupan dari diri kita untuk berusaha agar tercapai apa yang diinginkan. Setiap manusia mempunyai kemampuannya masing-masing, apabila kemampuan terusa diasah maka kemampuan yang dimilikinya akan terus berkembang. Poerwadarminta (2007:742) mengatakan bahwa kemampuan yaitu mampu artinya kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu. Kemampuan artinya kesanggupan, kecakapan, kekuatan, sehingga kemampuan adalah segala sesuatu kesanggupan untuk melakukan hal yang diucapkan baik itu tugas dari guru atau orang lain.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:869), kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Kemampuan mempunyai tiga arti penting yaitu 1)kesanggupan yang artinya siap untuk melakukan apa yang menjadi tugasnya, 2)kecakapan yaitu memiliki kemampuan untuk melaksanakan hal yang diucapkan dalam berbagai bidang, dengan menggunakan tenaga, akal, pikiran, 3)kekuatan yaitu kuat untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Berdasarkan kutipan di atas peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan dalam melaksanakan dan mengerjakan suatu hal dengan tenaga, akal, pikiran, dengan penuh tanggung jawab untuk mendapat hasil yang baik.

  Berbicara merupakan aktifitas yang sering dilakukan oleh setiap manusia dalam berkomunikasi. Menurut Nurjamal (2010: 3) Berbicara adalah kemampuan seseorang untuk mengemukakan gagsan dan pikiran secara lisan kepada orang lain. Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada saat itulah kemampuan berbicara dipelajari.

  Tarigan (2008:16) juga mendefinisikan berbicara sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau mengungkapkan pikiran atau gagasan secara lisan, berbicara juga merupakan suatu sistem tanda-tanda yang didengar (audible) dan kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh dan jaringan otot tubuh manusia demi tujuan gagasan-gagsan atau ide-ide yang dikombinasikan agar dapat dipahami orang lain.

  Berdasarkan pendapat dan uraian mengenai kemampuan dan uraian berbicara di atas, maka dapat disimpulkan kemampuan berbicara adalah kemampuan menyampaikan gagasan, pikiran, pendapat sebagai alat untuk mengetahui apakah pembicara mempersiapkan diri dengan baik dalam menyampaikan bahan pembicaraan di depan penyimaknya, sehingga seseorang dikatakan mampu berbicara jika memiliki keberanian dan kemampuan untuk menyampaikan apa yang menjadi gagsan, pikiran, dan pendapatnya, dan dapat dipahami oleh pendengar atau penyimak.

2. Indikator Kemampuan Berbicara

  Indikator kemampuan berbicara digunakan sebagai alat penilaian dalam kegiatan berbicara terhadap lambang bunyi baik untuk keperluan menyampaikan maupun menerima gagasan.

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berbicara

  Variabel Indikator

  Keakuratan Informasi Hubungan Antarinformasi Ketepatan Struktur dan Kosakata

  Kemampuan Berbicara Kelancaran Kewajaran Urutan Wacana Gaya Pengucapan

  Nurgiyantoro (2001: 290) 3.

   Tujuan Berbicara

  Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami makna segala sesuatu yang ingin di sampaikan secara efektif, sebaiknya pembicara memahami segala sesuatu yang akan dikatakannya. Pembicara harus mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya, sehingga bukan hanya apa yang dibicarakan tetapi bagaimana mengemukakannya.

  Seorang pembicara yang baik harus memberikan kesan bahwa ia menguasi masalah yang sedang dibicarakan, pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu pembicara harus berbicara jelas dan tepat.

  Tujuan umum berbicara menurut Tarigan (2008:16) terdapat tiga golongan berikut ini: a. Memberitahukan atau Melaporkan Berbicara untuk tujuan memberitahukan, untuk melaporkan dilaksanakan bila pembicara memberitahukan atau mengonfirmasika suatu pesan kepada pendengar, agar pendengar mengerti dan memperluas tentang pengetahuan pemahaman tentang pesan tersebut. Seorag guru yang sedang megajar memberikan ilmu kepada siswanya dapat digolongkan kedalam berbicara untuk memberitahukan karena tujuannya adalah menanamkan ilmu pengetahuan kepada siswanya.

  b. Menghibur Berbicara untuk menghibur berarti pembicaraan menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan susan gembira pada pendengarnya.

  c. Meyakinkan Berbicara untuk memberi kesan yakin terhadap lawan bicaranya.

  Bila pembicara berusaha untuk mempegaruhi keyakinan atau sikap mental para pendengar, maka penyajian ini bertujuan untuk meyakinkan. Alat yang pokok dalam penyajian semacam ini adalah argumentasi. Pembicara harus pandai menguraikan materi disertai argument yang kuat, bukti nyata, fakta dan contoh konkret agar pendengar tertarik dan merasa yakin.

  Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa seorang melakukan kegiatan berbicara selain untuk berkomunikasi juga bertujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan maksud apa yang dibicarakan dapat diterima oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya hubungan timbal balik antara pembicara dan pendengar akan membuat kegiatan berkomunikasi lebih aktif dan efisien.

4. Jenis-Jenis Berbicara

  Secara garis besar jenis-jenis berbicara dibagi dalam dua jenis, yaitu berbicara dimuka umum dan berbicara pada konfrensi. Tarigan (2008: 24) memasukkan beberapa kegiatan berbicara ke kategori tersebut.

  Jenis pembicaraan meliputi hal-hal berikut:

  a. Berbicara dalam situasi yang besifat memberitahukan atau melaporkan, bersifat informatif. Berbicara untuk melaporkan, untuk memberikan informasi dilaksanakan apabila sesorang berkenginan untuk: (1) Memberi atau menamkan pengetahuan. (2) Menetapkan atau menentukan hubungan-hubungan antara benda-benda.

  (3) Menerangkan atau menjelaskan suatu proses.

  (4) Menginterpretasikan atau menafsirkan sesuatu persetujuan ataupun menguaraikan sesuatu tulisan.

  Semua hal tersebut merupakan situasi-situasi informatif karena masing masing ingin membuat pengertian atau makna menjadi jelas.

  a. Berbicara dalam situasi yang bersifat membujuk, mengajak atau meyakinkan Pembicaraan yang bersifat mengajak dilakukan kalau kita menginginkan tindakan yang disampaikan pada pendengar.

  Biasanya para pendengar dirangsang untuk berbuat aksi dengan daya tarik yang emosional. Tidak ada pendengar yang tertarik atau terpikat apabila mereka tidak memiliki keyakinan pada karakter pembicara.

  b. Berbicara dalam situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati Berbicara untuk merundingkan bertujuan untuk membuat sejumlah keputusan dan rencana. Keputusan itu dapat menyangkut sifat hakikat tindakan-tindakan masa lalu dan hakekat tindakan-tindakan mendatang c. Berbicara secara kekeluargaan

  Berbicara pada saat situasi yang bersifat kekeluargaan atau persahabatan mempunyai kesenangan tersendiri, susasana santai.

  Hal tersebut terdapat sesuatu yang menggembirakan yang dapat diikmati bersama dan dapat menimbulkan kesenangan tersendiri. Tata cara dan aturan berbicara tidak ditonjolkan karena yang terpenting disini adalah kegembiraan dan mempertinggi rasa kebersamaan dalam kelompok.

  Pembicaraan yang bersifat kekeluargaan antara lain: (a) sambutan selamat dating, (b) sambutan perpisahan, (c) sambutan perkenalan, (d) sambutan pembukaan suatu upacara, dan (e) sambutan saat memperingati hari ulangtahun.

  b. Berbicara pada konfrensi yang mencakup: 1) Diskusi kelompok

  Berbicara dalam diskusi kelompok mencakup kegiatan berikut: a) Kelompok resmi

  Dalam berbicara pada diskusi kelompok resmi biasanya terstruktur dan terencana b) Kelompok tidak resmi

  Dalam berbicara pada diskusi kelompok tidak resmi biasanya lebih santai dan waktu yang digunakan tidak harus baku. 2) Prosedur Parlementer 3) Debat Pembagian diatas sudah jelas bahwa berbicara memiliki ruang lingkup pendengar yang berbeda-beda. Berbicara pada masyarakat luas, berarti ruang lingkupnya juga lebih luas, sedangkan pada konfrensi ruang lingkupnya terbatas.

5. Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara

  Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu dalam usaha menyampaikan pesan kepada sekelompok orang, yang disebut audiens. Agar tujaun pembicaraan atau pesan dapat sampai kepada audiens dengan baik, sebaiknya pembicara betul- betul memahami isi pembicaraannya dan perlu diperhatikan beberapa factor yang menunjukan kefektifan berbicara. Jenis berbicara yang akan diteliti yaitu berbicara dalam situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan, bersifat informatif.

  Sari (2014: 17) mengemukakan bahwa, kegiatan berbicara memerlukan hal-hal diluar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan, karena saat berbicara setiap individu memerlukan: a)Penguasaan bahasa, b)Bahasa, c)Keberanian dan ketenangan, d)Kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur.

  Berdasarkan keempat hal tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa seorang individu yang akan berbicara harus mempunyai penguasaan bahasa yang cukup baik, karena dengan itu seorang individu akan dengan mudah mengungkapkan apa yang ingin dilakukannya. Hal yang kedua yaitu bahasa, ada dua macam bahasa di Indonesia yaitu bahasa nasional Bahasa Indonesia dan Bahasa daerah yang disesuaikan dengan daerahnya masing-masing. Seorang individu yang akan berbicara harus menyesuaikan bahasa yang mereka gunakan dengan lawan bicaranya sehingga terjadi kontak diantara keduannya. Ketiga, keberanian dan ketenangan pembicara dalam hal ini siswa sangat dibutuhkan untuk berbicara kepada orang lain atau orang banyak sekalipun, semakin tenang dan berani seseorang dalam berbicara akan semakin baik pula kemampuan berbicaranya. Keempat yaitu kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur. Jika seorang individu memiliki empat kemampuan tersebut, maka kemampuan berbicaranya dapat di kategorikan baik.

6. Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara

  Proses komunikasi terkadang mengalami beberapa gangguan sehingga pesan yang di terima pendengar tidak sesuai dengan keinginan pembicara. Hal ini terjadi karena diantara keduanya tidak dapat melakukan hubungan timbal balik. Tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk berbicara didepan umum, namun kemampuan ini dapat dimiliki melalui proses beajar dan latihan secara berksinambunga dan sistematis. Hambatan atau ketidakmahiran dalam berbicara bagi seorang guru berakibat pada penyampaian materi yang kurang dapat diterima dengan baik oloeh siswa. Rusmiti dan Cahyani (2007: 63) mengemukakan bahwa hambatan tersebut terdiri atas hambatan yang datangnya dari pembicara sendiri (internal) dan dari luar pembicara (eksternal).

  a. Hambatan Internal Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari dalam diri pembicara. Hal-hal yang dapat kegiatan berbicara adalah sebagai berikut: 1) Ketidaksempurnaan alat ucap

  Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurnanya alat ucap akan mempengaruhi keefektifan dalam berbicara, pendengarpun akan salah menafsirkan maksud pembicara. 2) Penguasaan Komponen Kebahasaan