BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PKN DENGAN MODEL PEMBALAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING ( CTL ) KOMPETENSI DASAR ( KD ) KONSTITUSI SISWA KELAS X E SMA NEGERI 1 KEJOBONG SEMESTER GENAP 2013-2014 - repository perpustakaan
1. Motivasi Belajar
a. Makna Belajar Usaha pemahanan mengenai makna belajar ini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Ada beberapa definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Cronbach memberikan definisi : Learning is shown by a change in behavior as a of experiece. 2) Harold Spears memberikan batasan : Learning is to observe, to
read, to imitate, to try something themselves, to listen,to follow direction.
3) Geoch, mengatakan : Learning is a change in performance as ( Sardiman A.M 2007:20 ) aresult of practice. Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu senantiasa meupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.
b. Motivasi Praktik dan pengalaman tertentu. Dalam hal ini, belajar perlu dibedakan dengan konsep yang berhubungan dengan berpikir, berperilaku, perkembangan, d a n p e r u b a h a n . Hal di atas sesuai dengan pernyataan Winkel ( dalam Hamzah B. Uno 2011:22 ) bahwa belajar pada manusia bisa dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental-psikis yang berinteraksi aktif dengan linkungannya, dan menghasilkan perubahan dalam pengetahan, pemahaman,
8 keterampilan, dan sikap. Perubahan tersebut bersifat relatif konstan dan berbekas.
Hal tersebut sesuai dengan rumusan pendapat Uno ( 2003 ) tentang pengertian belajar: (1) memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaiman, (2) suatu proses perubahan tingkah laku individu dengan lingkungannya, (3) perubahan tingkath laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian, atau mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasr, yang terdapat dalam berbagai bidang studi, atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengal aman yang terorganisasi, (4) belajar selalu menunjukan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Selanjutnya, belajar adalah proses seseorang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. ( Hamzah B. Uno 2011:22)
Dari beberapa teori belajar yang dikemukakan di atas, dapat dirangkum bahwa belajar merupakan pengalaman yang diperoleh adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menunjukan suatu peroses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Sedangkan dari beberapa definisi tentang belajar, dapat dirumuskan bahwa belajar adala proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan interaksi antara individu dan lingkunganya yang dilakukan secara formal, informal, dan nonformal. c. Asal Mula dan Perkembangan Motivasi Motivasi diterapkan dalam berbagai kegiatan, tidak terkecuali dalam belajar. Betapa pentinnya motivasi dalam belajar, karena keberadaanya sangat berarti bagi perbuatan belajar. Selain itu, motivasi merupakan pengarahan untuk perbuatan belajar kepada tujuan yang jelas yang diharapakan dapat tercapai.
Di dalam kegiatan belajar, anak memerlukan motivasi. Misalnya anak yang akan ikut ujian, membutuhkan sejumlah informasi atau ilmu untuk mempertahankan dirinya dalam ujian, agar memperoleh nilai yang baik. Jika pada ujian nanti anak tidak dapat menjawab, maka akan muncul motif anak untuk menyontek karena ingin mempertahankan dirinya, agar tidak dimarahi orang tuanya karena memperoleh nilai yang buruk. ( Hamzah B. Uno 2011:23).
d. Pengertian Motivasi Banyak sekali, bahkan sudah umum orang menyebut dengan
“motif” untuk menunjukan seseorang itu berbuat sesuatu. Apa motifnya si Badu itu membuat kekacuan, apa motif Aman it rajin membaca, apa motif Pak Jalu memberikan intensif kepada para pembantunya, dan begitu seterusnya. Kalau demikian, apa maksud dengan motif?
Kata “motif” , diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam sunjek untuk melakaukan aktivitas- aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “ motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak. ( Sardiman A.M 2007:73 )
Dalam kegiatan belajar mengajar, apabila ada seseorang siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang harusnya dikerjakan, maka perlu diselidiki sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu biasanya bermacam-macam, mungkin ia tidak senang, mungkin sakit, lapar, ada problem pribadi dan lain-lain. Hal ini berarti pada diri anak tidak terjadi perubahan energi, tidak terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu, karena tidak memiliki tujuan atau kebutuhan belajar. Keadaan semacam ini perlu dilakukan daya upaya yang dapat menemukan sebab-musababnya kemudian mendorong seseorang siswa itu mau melakukan kegiatan yang seharsnya dilakukan, yakni belajar. Dengan kata lain, siswa perlu diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya. Atau singkatnya perlu diberikan motivasi.
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang.dalam kegiatan belajar. Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberi arah, sehingga tujuan uang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan “keseluruhan”, karena pada umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Perananya yang khas adalah hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Ibaratnya seseorang itu menghadiri suatu ceramah, tetapi karena ia tidak tertarik pada materi yang diceramahkan, maka tidak akan mencamkan, apalagi mencatatat isi ceramah tersebut. Seseorang tidak memiliki motivasi, kecuali karena paksaan atau sekedar seremonial. Seorang siswa memiliki inteligensia yang cukup tinggi, mentak (boleh jadi) gagal karena kekurangan motivasi. ( Sardiman A.M 2007:75 )
Kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk dicintai dan dikasihi, kebutuhan untuk dapat diterima sebagai anggota kelompok dan seterusnya itu, bisa terjadi beberapa kebutuhan tertentu dipenuhi secara bersama-sama (lihat gambar 9a) atau malahan semua kebutuhan tersebut terpenuhi secara bersama-sama terpenuhi secara serentak, sekalipun masing-masing/kebutuhan-kebutuhan tertentu belum terpenuhi secara utuh, 100% (lihat gambar 9b).
Kebutuhan manusia kebutuhan manusia
1
2
3
4
5
6 GAMBAR 9a GAMBAR 9b ( Sardiman A.M 2007:82 )
e. Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi.
Belajar adalah perubahantingkah laku secara relatif permanen dan potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau pnguatan (reinforced
practice ) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. ( Hamzah
B. Uno 2011:23) Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita- cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.
Tetapi harus diingat, faktor tesebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belaja; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yan kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik. ( Hamzah B. Uno 2011:23)
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa motivasi belajar adalah suatu penggerak yang timbul dari kekuatan mental diri peserta didik maupun dari penciptaan kondisi belajar sedemikian rupa untuk mencapai tujuan-tujuan belajar itu sendiri.
f. Ciri-ciri Motivasi Belajar Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). 2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin
(tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya). 3) Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangnan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentanan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya).
4) Lebih senang bekerja mandirir. 5) Cepat bosan pada tuga-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
6) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu). 7) Tidak mudah untuk melepaskan hal yang diyakini itu. 8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
( Sardiman A.M 2007:83 ) Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti diatas, berarti orang itu selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar aka berhasil baik, kalau siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri. Siswa yang belajar dengan baik tidak akan terjebak pada sesuatu yang rutinitis dan mekanis. Siswa harus mampu mempertahankan pendapatnya, kalau ia sudah yakin dan dipandanginya cukup rasional. Bahkan lebih lanjut siswa harus juga peka dan responsif terhadap berbagai masalah umum, dan bagaimana memikirkan pemecahannya. Hal-hal itu semua harus dipahami benar oleh guru, agar dalam berinteraksi dengan siswanya dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal.
Dari ciri-ciri motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa pada diri seseorang yang termotivasi memiliki ciri-ciri dia adalah orang yang tekun menghadapi tugas, ulet dalam menghadapi kesulitan, menunjukan dia minat terhadap menanggapi masalah-masalah orang dewasa, tipe orang yang senang bekerja mandiri, cepat bosan pada tugas yang bersifat rutin dan lebih senang dengan sesuatu yang baru, dapat mempertahankan pendapatnya serta teguh dalam pendiriannya, tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya, dan merupakan orang yang senang mencari dan menyelesaikan masalah.
g. Elemen-elemen Motivasi Belajar Menurut Mc. Donald ( dalam Sardiman A.M 2007:20 ) , motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai degan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Dari pengertian yang dikemukakan Mc.Donald ini mengandung tiga elemen penting : 1) Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perubahan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya aan menyangkut keiatan fisik manusia. 2) Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeling”, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan- persoalan kejiwaan, afeksi an emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. 3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan. Dengan ketiga elemen diatas,maka dapat dikatakan bahwa motivasi akan menyebabkan terjadinya sesuatu yang kompleks. Motivasi akan memnyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan berganti dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.
h. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Belajar Dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi sangat diperlukan. Motivasi bagi siswa dapat mengembangkan aktifitas dan inisiatif, dapat mengarahkan akan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.
Dalam kaitannya dengan itu perlu diketahui ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar, yaitu: 1) Kematangan 2) Usaha yang bertujuan 3) Pengetahuan mengenai hasil dalam motivasi 4) Partisipasi 5) Penghargaan dan hukuman
Berikut ini uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar: 1) Kematangan
Dalam pemberian motivasi, faktor kematangan fisik, sosial dan psikis haruslah diperhatikan, karena hal itu dapat mempengaruhi motivasi. Seandainya dalam pemberian motivasi itu tidak memperhatikan kematangn, maka akan mengakibatkan frustasi dan mengakibatkan hasil belajar tidak optimal. 2) Usaha yang bertujuan Setiap usaha yang dilakukan mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, akan semakin kuat dorongan untuk belajar. 3) Pengetahuan mengenai hasil dalam motivasi
Dengan mengetahui hasil belajar, siswa terdorong untuk lebih giat belajar. Apabila hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa akan berusaha untuk mempertahankan atau meningkat intensitas belajarnya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik di kemudian hari. Prestasi yang rendah menjadikan siswa giat belajar guna memperbaikinya. 4) Partisipasi
Dalam kegiatan mengajar perlu diberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi dalam seluruh kegiatan belajar. Dengan demikian kebutuhan siswa akan kasih sayang dan kebersamaan dapat diketahui, karena siswa merasa dibutuhkan dalam kegiatan belajar itu. 5) Penghargaan dengan hukuman
Pemberian penghargaan itu dapat membangkitkan siswa untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu. Tujuan pemberian penghargaan berperan untuk membuat pendahuluan saja. Pengharagaan adalah alat, bukan tujuan. Hendaknya diperhatikan agar penghargaan ini menjadi tujuan. Tujuan pemberian penghargaan dalam belajar adalah bahwa setelah seseorang menerima penghargaan karena telah melakukan kegiatan belajar yang baik, ia akan melanjutkan kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas. Sedangkan kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. ( Tkampus : 2012 )
Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi diantaranya adalah, Kematangan, Usaha yang bertujuan, Pengetahuan mengenai hasil dalam motivasi, dan Partisipasi serta yang terakhir adalah Penghargaan dan hukuman. i. Bentuk – Bentuk Motivasi Belajar
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. ( Sardiman A.M 2007:92 ) 1) Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan berlajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik.
Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Tetapi ada juga bahkan banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas saja. Ini menunjukan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik. Namun demikian semua itu harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang ditempuh oleh guru adalah bagaimana cara memberikan angka- angka dapat dikaitkan dengan values yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan juga afeksinya. 2) Hadiah
Hadiah dapat juaga dikatakan sebagai motivasi, teapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk setiap pekerjaan, munkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkn tidak akan menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat menggambar. 3) Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa. 4) Ego-involment
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras denan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga untuk siswa -siswi subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya. 5) Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan suatu motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bisa membosankan dan bersifat rutinitis. Dalam hal ini guru harus juga terbuka, maksudnya kalau akan ulangan harus diberitahukan kepada siswanya. 6) Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apabila kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat. 7) Pujian
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk
reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang
baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberian harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri. 8) Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena it guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman. 9) Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebik baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik. 10) Minat
Di depan sudah diuraikan bahwa soal motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau sudah merupakan motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut : a) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan.
b) Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau.
c) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik.
d) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar. 11) Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar. ( Sardiman A.M 2007:92 )
Disamping bentuk-bentuk motivasi sebagaimana diuraikan di atas, sudah barang tentu masih banyak bentuk dan cara yang bisa dimanfaatkan. Hanya yang penting bagi guru adanya bermacam- macam motivasi itu dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna. Mungkin pada mulanya, karena ada sesuatu (bentuk motivasi) siswa itu rajin belajar, tetapi guru harus mampu melanjutkan dari tahap rajin belajar itu bisa diarahkan menjadi kegiatan belajar yang bermakna, sehingga hasilnya pun akan bermakna bagi kehidupan si subjek belajar. j) Fungsi Motivasi Belajar
Dengan mantapnya di siang bolong, si abang becak mendayung becak untuk mengangkut penumpangnya, demi mencari makan untuk anak-istrinya. Dengan teguhnya anggota ABRI itu melintasi sungai dengan meniti tambang. Berjam-jam tanpa mengenal lelah ppara peman sepak bola itu berlatih untuk menghadapi babak kualifikasi pra-piala dunia. Para pelajar mengurung dirinya dikamar untuk belajar, karena akan menghadapi ujian pada pagi harinya. Serangkaian kegiatan yang dilakukan masing-masing pihak itu sebenarnya dilatarbelakangi oleh sesuatu atau yang secara umum dinamakan motivasi. Motivasi inilah yang mendoron mereka untuk melakukan suatu kegiatan/pekerjaan. ( Sardiman A.M 2007:84 ) Begitu juga untuk belajar sangat diperlukan aanya motivasi.
Motivation is an essensial condition of learning. Hasil belajar akan
menjadi optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu.jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar siswa.
Perlu ditegaskan, bahwa motivasi bertalian dengan suatu
tujuan . Seperti disinggung di atas, bahwa walaupun di saat siang
bolong si abang becak itu juga menarik becaknya karena bertujuan untuk mendaparkan uang guna menghidupi anak dan istrinya. Juga para pemain sepak bola rajin belatih tanpa mengenal lelah, karena mengharapkan akan mendapatkan kemenangan dalam pertandingan yang akan dilakukannya. Dengan demikian, motivasi memengaruhi adanya kegiatan. ( Sardiman A.M 2007:84 ) Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi :
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai pengerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perubahan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan. ( Sardiman A.M 2007:85 ) k) Teori Motivasi Belajar
1. Teori insting Menurut teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti tingkah jenis binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkaitan dengan insting atau pembawaan. Dalam memberikan respons terhadap adanya kebutuhan seolah- olah tanpa dipelajari. Tokoh dari teori ini adalah Mc. Dougall. ( Sardiman A.M 2007:82 )
2. Teori fisiologis Teori ini juga sebenarnya disebutnya “Behaviour
Theories”. Menurut teori ini semua tindakan manusia itu berakar
pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan organik atau kebuuhan primer, seperti kebutuhan tentang makan, minuman, udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepntingan tubh seseorang. Dari teori inilah muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk mempertahankan hidup, struggle for survival. ( Sardiman A.M 2007:82 )
3. Teori Psikonalitik Teori ini mirip dengan teori insting, tetapi ditekankan pada unsur-unsur kejiwaan yang ada pada diri anusia. Bahwa setiap tindakan manusia karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan ego. Tokoh dari teori ini adalah Freud. ( Sardiman A.M 2007:83 )
2. Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
a. Pengertian Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) Pengertian Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:49).
Menurut Johnson (dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:49) sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajarai dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kreatif dan kritis, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
b. Tujuan Pembelajaran Kontekstual Tujuan pembelajaran kontekstual adalah untuk membekali mahasiswa berupa pengetahuan dan kemampuan (skill) yang lebih realistis karena inti pembelajaran inti adalah mendekatkan hal-hal yang teoritis ke praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini diusahakan teori yang dipelajari teraplikasi dalam situasi riil. Bagi dosen metode ini membantu dosen mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan sebelumya (pior knowl) yang lebih realistis karena inti pembelajaran inti adalah mendekatkan hal-hal yang teoritis ke praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini diusahakan teori yang di pelajari teraplikasi dalam situasi riil. Bagi dosen metode ini membantu dosen mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan sebelumya (pior knowl) yang lebih realistis karena inti pembelajaran inti adalah mendekatkan hal-hal yang teoritis ke praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini diusahakan teori yang di pelajari teraplikasi dalam situasi riil. Bagi dosen metode ini membantu dosen mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan sebelumya (pior knowledge) dengan aplikasinya dalam kehidupan mereka di masyarakat (khilmiyah dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:50).
Dalam konteks ini, peserta didik perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian mereka memosisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya kelak. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membimbing peserta didik mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang baru baik pengetahuan maupun keterampilan datang dari ‘menemukan sendiri’ bukan dari ‘apa kata guru’. Begitulah peran guru dikelas yang di kelola dengan pendekatan kontekstual.
Kontekstual hanya sebagai sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dilaksanakan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. c. Elemen-elemen dalam pembelajaran kontekstual Menurut Zahorik (dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:51) terdapat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu : 1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) 2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dahulu, kemudian memperhatikan detailnya. 3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu konsep tersebut di revisi dan di kembangkan,
4) Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge)
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
d. Prinsip Dasar Pendidikan Konstektual Prinsip dasar pendidikan kontekstual Menurut Johnson (dalam
Tukiran Taniredja dkk, 2012:51) bahwa pendidikan kontekstual memiliki tiga prinsip dasar, yaitu : 1) Belajar menghasilkan perubahan perilaku anak didik yang relatif permanen. Artinya peran penggiat pendidikan khususnya guru dan dosen adalah sebagai pelaku perubahan (agent of change)
2) Anak didik memiliki potensi, gandrung dan kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa henti 3) Perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami linier sejalan proses kehidupan. Artinya, proses belajar-mengajar memang merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri, tetapi ia di desain secara khusus, dan diniati demi tercapainya kondisi atau kualitas ideal seperti disebut diatas. e. Strategi pendidikan kontekstual Terdapat tujuh strategi yang sama pentingnya dan semuanya secara proposional dan rasional mesti ditempuh pada pendidikan kontekstual, yaitu :
1) Pengajaran berbasis problem 2) Menggunakan konteks yang beragam 3) Mempertimbangkan kebhinekaan siswa 4) Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri 5) Belajar melalui kolaborasi 6) Menggunakan penilaian otentik 7) Mengejar standar tinggi (johnson, dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:52) f. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:49).
Menurut Johnson (dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:49) sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kreatif dan kritis, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
Tujuan pembelajaran kontekstual adalah untuk membekali mahasiswa berupa pengetahuan dan kemampuan (skill) yang lebih realistis karena inti pembelajaran inti adalah mendekatkan hal-hal yang teoritis ke praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini diusahakan teori yang di pelajari teraplikasi dalam situasi riil.
Bagi dosen metode ini membantu dosen mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan sebelumya ( pior knowl ) yang lebih realistis karena inti pembelajaran inti adalah mendekatkan hal-hal yang teoritis ke praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini diusahakan teori yang di pelajari teraplikasi dalam situasi riil. Bagi dosen metode ini membantu dosen mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan sebelumya
(pior knowl) yang lebih realistis karena inti pembelajaran inti adalah
mendekatkan hal-hal yang teoritis ke praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini diusahakan teori yang di pelajari teraplikasi dalam situasi riil.
Bagi dosen metode ini membantu dosen mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan sebelumya (pior knowledge) dengan aplikasinya dalam kehidupan mereka di masyarakat ( khilmiyah dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:50 ).
Dalam konteks ini, peserta didik perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya kelak.
Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membimbing peserta didik mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang baru baik pengetahuan maupun keterampilan datang dari ‘menemukan sendiri’ bukan dari ‘apa kata guru’. Begitulah peran guru dikelas yang di kelola dengan pendekatan kontekstual.
Kontekstual hanya sebagai sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dilaksanakan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.
g. Prinsip Ilmiah dalam CTL Menurut Johnson ( 2007:86, dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:53
) terdapat tiga prinsip ilmiah dalam CTL, yaitu : 1) Prinsip kesalingbergantungan, kesalingtergantungan mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas. 2) Prinsip Diferensiasi, diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing- masing, untuk bekerjasama untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
3) Prinsip pengorganisasian diri, terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang di berikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha – usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta dalam kegiatan- kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka bernyanyi.
h. Strategi Pembelajaran CTL Alwasilah (dalam Tukiran Taniredja dkk, 2012:54) menyebutkan bahwa ada tujuh ayat pendidikan kontekstual, yaitu :
1) Pengajaran berbasis problem. 2) Menggunakan konteks yang beragam. 3) Mempertimbangkan kebhinekaan siswa. 4) Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri. 5) Belajar melalui kolaborasi. 6) Menggunakan penilaian otentik. 7) Mengejar standar tinggi. i. Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah. 2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna. 3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. 4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman.
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam. 6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama. 7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Secara lebih sederhana karakteristik pembelajaran kontekstual dapat dinyatakan menggunakan sepuluh kata kunci yaitu: kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif. j. Asas – Asas
1) Kontruktivisme (Constructivism) Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL.
Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkan, melainkan harus di konstruksi terlebih dahulu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata.
Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.
Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru adalah sebagai berikut.
a) Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran.
b) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis.
c) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri. d) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
e) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
f) Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
g) Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
Menurut Suparno (dalam Igoputra:2012) secara garis besar prinsip– prinsip konstruktivisme yang diambil adalah : a) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial.
b) Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa sendiri untuk bernalar.
c) Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah.
d) Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus. 2) Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Proses menemukan inilah yang dirangsang secara optimal lewat penerapan strategi pembelajaran CTL. Karena strategi pembelajaran CTL menekankan keaktifan siswa dalam menemukan sendiri pengetahuan. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.
Ada beberapa langkah dalam kegiatan menemukan dalam kegiatan menemukan (inkuiry) yang dapat dipraktekkan di kelas : a) Merumuskan Masalah.
b) Mengamati dan melakukan observasi.
c) Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan bagan, tabel dan karya lainnya.
d) Mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.
Suparno (dalam Igoputra:2012) . 3) Bertanya (Questioning)
Menurut Suparno (dalam Igoputra:2012) bertanya dapat dipandang sebagai “Refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri”.
Cara guru memnacing siswa untuk bertanya akan dapat tereksplorasi dengan baik. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan–pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang di pelajarinya. 4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Model pembelajaran dengan teknik (Learning Community) sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam : a) Pembentukan kelompok kecil.
b) Pembentukan kelompok besar. c) Mendatangkan ”ahli” ke kelas (tokoh, olah ragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu dll).
d) Bekerja dengan kelas sederajat.
e) Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya.
f) Bekerja dengan masyarakat. (Suparno dalam Igoputra:2012) 5) Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
Misalnya : Guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer, dan lain sebagainya.
Proses modeling tidak sebatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dinggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman– temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis - abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme. 6) Refleksi (Reflection)
Menurut Suparno (dalam Igoputra:2012) “Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu”. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengalaman yang batu di terima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa “merenung” kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, mestinya dengan cara yang baru saya pelajari, sehingga file dalam komputer saya lebih tertata.
Pengetahuan diperoleh melalui proses, pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan – hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.