BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian terdahulu - ANITA KHAERUNNISA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian terdahulu Akad murabahah merupakan transaksi jual beli suatu barang

  sebesar perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sebagai berikut:

  Penelitian pertama yang dilakukan oleh Fauziah (2011) berjudul “Analisis Aplikasi Produk Murabahah Pada Pembiayaan Hunian Syariah PT Bank Muamal at Indonesia di Jakarta” dengan hasil penelitian yaitu aplikasi produk murabahah yang diterapkan pada pembiayaan hunian syariah pembelian muamalat meliputi tahapan sebagai berikut: permohonan pembiayaan yaitu pengajuan yang dilakukan nasabah kepada Bank Muamalat. Kemudian pengumpulan data dan investasi dokumen- dokumen yang diperlukan. Selanjutnya, analisis pembiayaan dengan menganalisis karakter nasabah, kapasitas nasabah dalam mengangsur pembiayaan, agunan dan kondisi ekonomi. Setelah itu, persetujuan pembiayaan yaitu proses menentukan apakah pembiayaan yang diajukan oleh nasabah disetujui atau tidak. Kemudian dilakukan pengumpulan data tambahan. Tahap selanjutnya, melakukan pengikatan setelah terjadi akad pembiayaan. Proses ini melibatkan notaris. Kemudian pencairan dana dan terakhir melakukan monitoring.

  7 Perbedaan dengan penelitian ini di atas adalah bertujuan untuk mengkaji apakah aplikasi akad murabahah produk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang Purwokerto sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, serta mengetahui produk pembiayaan yang menggunakan akad murabahah di Bank Muamalat Cabang Purwokerto.

  Penelitian kedua yang diteliti oleh Harnia (2012) berjudul “Analisis Penerapan Sistem Murabahah Pada Pembiayaan Hunian Syariah Bank Muamalat Makassar” dengan hasil penelitian yaitu penerapan sistem

  

murabahah dalam Pembiayaan Hunian Syariah dilihat dari aspek akad,

uang muka dan iuran perbulan sesuai dengan Prinsip Syariat Islam.

  Perbedaan dengan penelitian ini di atas adalah bertujuan untuk mengkaji apakah aplikasi akad murabahah produk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang Purwokerto sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, serta mengetahui produk pembiayaan yang menggunakan akad murabahah di Bank Muamalat Cabang Purwokerto.

  Penelitian ketiga yang diteliti oleh Sayyidah Nuzulul Mabruroh (2015) berjudul “Praktek Pembiayaan Hunian Syariah Antara Akad dan Akad Musyarakah Mutanaqishah di Bank Muamalat

  Murabahah

  Cabang Malang” dengan hasil penelitian yaitu pembiayaan murabahah, yakni pihak bank membeli rumah yang diperlukan nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah dan nasabah harga beli ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati oleh Bank dan nasabah. Pembiayaan

  

musyarakah mutanaqishah atau biasa disingkat dengan akad MMQ pada

  Bank Muamalat ini merupakan produk mitra lainnya akibat pembelian porsi kepemilikan dari salah satu mitra ke mitra lainnya akibat pembelian porsi syarik secara bertahap, yang didalamnya terdapat unsur kerjasama

  

(syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Adapun keunggulan akad murabahah

  secara berturut-turut yaitu: bank dapat menetapkan margin keuntungan pasti di awal perjanjian, nasabah mendapatkan barang yang diinginkan dengan cara jual-beli angsur. Keunggulan akad musyarakah mutanaqishah secara berturut-turut yaitu: mempererat hubungan antara Bank dan Nasabah karena sama-sama menjaga aset bersama, ada bagi hasil tambahan (nisbah) bagi Bank dan Nasabah, yakni pembayaran uang sewa atas pemanfaatan rumah.

  Perbedaan dengan penelitian ini di atas adalah bertujuan untuk mengkaji apakah aplikasi akad murabahah produk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Purwokerto sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, serta mengetahui produk pembiayaan yang menggunakan akad murabahah di Bank Muamalat Cabang Purwokerto.

  Penelitian keempat yang dilakukan oleh Dewi Rika Koesnaini (2015) berjudul “Analisis Akad Murabahah Dalam Produk Pembiayaan Hunian Syariah (Perspektif Hukum Perpajakan dan Perlindungan Konsumen) di

  Kantor Pusat Jakarta” dengan hasil penelitian yaitu antara pihak Direktorat Jenderal Pajak dengan Bank Muamalat Indonesia bahwa pembiayaan murabahah terbebas dari pengenaan Pajak pertambahan nilai.

  Seiring berjalan waktu, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia semakin pesat namun masih belum memadainya peraturan-peraturan yang mengaturnya, seperti dalam hal permasalahan perpajakan ini. Peraturan perundang-undangan terakhir mengenai pajak pertambahan nilai belum adanya konteks aturan yang mengatur jasa di bidang perbankan syariah terutama pembiayaan murabahah.

  Perbedaan dengan penelitian ini di atas adalah bertujuan untuk mengkaji apakah aplikasi akad murabahah produk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Purwokerto sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, serta mengetahui produk pembiayaan yang menggunakan akad murabahah di Bank Muamalat Cabang Purwokerto.

B. Kerangka Teori 1. Akad murabahah

  Murabahah adalah adalah akad jual beli barang dengan

  menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakti oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural , karena dalam murabahah ditentukan berapa required

  certainty contracts

rate of profit -nya (keuntungan yang ingin diperoleh). Karena dalam

  definisi nya disebut adanya “keuntungan yang disepakati”, karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.(Karim, 2011: 113)

  Murabahah sendiri adalah sebuah transaksi jual beli di mata si

  penjual menyebutkan harga kulakan dari komoditina kepada si pembeli, untuk kemudian si pembeli membelinya dengan memberikan selisih harga lebih kepada si penjual sebagai keuntungan, dan keuntungan tersebut ditentukan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam transaksi

  

murabahah bank-bank Islam tidak turut menanggung untung dan rugi,

melainkan lebih banyak menerima peran intermediasi finansial klasik.

  (Mahmud, 2014: 94) Menurut Mazhab Hanafiah, pengertian jual beli secara definitif, yiatu tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Sedangkan menurut Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah, bahwa jual beli yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan. (Mardani, 2011:168)

  Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat tukar yang sah). (Wajdi, 2012:139)

  Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan Murabahah secara garis besar dapa dibedakan menjadi tiga kelompok.

  1) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA (Unrestricted

  Investment Account = investasi tidak terikat)

  2) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan RIA (Restricted

  Investment Account = investasi terikat)

  3) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan modal bank.(Karim, 2011: 117)

  Rukun murabahah adalah sebagai berikut:

  a. Pihak yang berakad

  (ba’i dan musytari’)

  a) Cakap menurut hukum

  b) Tidak terpaksa

  b. Barang/objek

  (mabi’)

  a) Barang tidak diliarang oleh

  syara’

  b) Penyerahan barang dapat dilakukan

  c) Hak milik penuh yang berakad

  c. Harga (tsaman):

  a) Memberitahukan harga pokok

  b) Keuntungan yang telah disepakati

  d. Ijab kabul (sighat):

  a) Harus jelas

  b) Harga dan barang yang disebutkan harus seimbang

  c) Tidak dibatasi oleh waktu sebagaimana yang digunakan dalam perbankan syariah,

  Murabahah,

  prinsipnya didasarkan pada dua elemen pokok, yaitu: harga beli serta biaya yang terkait, dan kesepakatan atas mark up (laba). Bank syariah mengadopsi

  

murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna pembelian barang meskipun si nasabah tidak memiliki uang untuk membayar. Ciri dasar kontrak murabahah sebagai jual beli dengan pembayaran tunda adalah sebagai berikut: si pembeli harus memiliki batas laba (mark- up) harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-biayanya, apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang, apa yang diperjualbelikan harus ada dan dimiliki oleh setiap penjual dan si penjual harus mampu menyerahkan barang itu kepada si pembeli, pembayarannya ditangguhkan. Murabahah seperti yang dipahami disini, digunakan dalam setiap pembiayaan di mana ada barang yang bisa diidentifikasi untuk dijual.

  Syarat-syarat murabahah yaitu: 1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah 2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan 3) Kontrak harus bebas dari riba 4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian 5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

  Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), atau (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: 1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya 2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual

  3) Membatalkan kontrak. (Antonio, 2001:102) Fitur dan mekanisme yaitu sebagai berikut:

  a) Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi Murabahah dengan nasabah b) Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya c) Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah d) Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa diperjanjikan di muka.

  Tujuan/ manfaat yaitu: 1) Bagi Bank

  a) Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana b) Memperoleh pendapatan dalam bentuk margin.

  2) Bagi Nasabah

  a) Merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh barang tertentu melalui pembiayaan dari bank b) Dapat mengangsur pembayaran dengan jumlah angsuran yang tidak ada akan berubah selama masa perjanjian.(Muhammad,

  2014: 47)

  Bentuk dan sifatnya pembiayaan perdagangan al-Murabahah yang dilakukan oleh bank Islam yaitu: a) Mula-mula bank membelikan atau menunjuk nasabah sebagai agen bank untuk membeli barang yang diperlukannya atas nama bank dan menyelesaikan pembayaran harga barang dari biaya bank

  b) Bank seketika itu juga menjual barang tersebut kepada nasabah pada tingkat harga yang disetujui bersama (yang terdiri dari harga pembelian ditambah mark-up atau margin keuntungan) untuk dibayar dalam jangka waktu yang telah disetujui bersama c) Pada waktu jatuh tempo, nasabah membayar harga jual barang telah disetujui terseut kepada Bank.(Karnaen, 1992: 26) Teknis perbankan dalam penerapan transaksi murabahah, yaitu:

  a) Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli dari produsen (pabrik/toko) ditambah keuntungan (mark-up). Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran b) Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlaku akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan c) Dalam transaksi ini, bila sudah ada barang diserahkan segera kepada nasabah, sedangkan pembayarannya dilakukan secara tangguh.(Mujadidin, 2016:58)

2. Pembiayaan Hunian Syariah

  Pembiayaan hunian syariah adalah produk pembiayaan yang akan membantu usaha anda untuk membeli, membangun ataupun merenovasi properti maupun pengalihan take-over pembiayaan properti dari bank lain untuk kebutuhan bisnis. Peruntukkan badan usaha dalam negeri (non-asing) yang memiliki legilitas di Indonesia. Keuntungan dari pembiayaan hunian syariah sebagai berikut: 1) Pembiayaan hingga jangka waktu 10 tahun 2) Adanya pilihan angsuran tetap hingga lunas atau kesempatan angsuran yang lebih ringan 3) Plafond hingga Rp 50 miliar 4) Dapat digunakan untuk:

  a) Pembelian dan pembangunan properti untuk bisnis: rumah/ruko/rukan/kios/gedung baru maupun bekas b) Take over Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau pembiayaan sejenis dari bank lain.

  Syarat pembukaan dari pembiayaan hunian syariah yaitu: 1) Persyaratan calon nasabah adalah usaha telah berjalan minimum 2 tahun 2) Persyaratan administratif untuk pengajuan :

  a) Surat permohonan pembiayaan dari manajemen/pengurus

  b) NPWP institusi yang masih berlaku c) Legalitas pendirian dan perubahannya (jika ada) dan pengesahannya d) Izin-izin usaha: SIUP, TDP, SKD, SITU dan lainnya (jika dibutuhkan) yang masih berlaku e) Fotocopy pengurus/manajemen

  f) Fotocopy dokumen bangunan yang akan dibeli: SHM/SHGB,

  IMB dan denah bangunan

  g) Fotocopy dokumen-dokumen perizinan properti atau pembangunan properti.

  • dari harga perolehan yang diakui Bank ** SIUP dan TDP bersifat kondisional bagi Yayasan. Untuk tarif dari pembiayaan hunian syariah adalah: 1) Berdasarkan prinsip syariah dengan dua pilihan yaitu akad murabahah (jual-beli) atau musyarakah mutanaqishah (kerjasama sewa)

  2) Uang muka minimal 30% Untuk murabahah dimungkinkan uang muka 0% dengan syarat calon nasabah bersedia menyerahkan agunan tambahan yang diterima oleh Bank.

3. Sejarah Bank Muamalat

  PT Bank Muamalat Tbk (Bank Muamalat Indonesia) memulai perjalanan bisnisnya sebagai Bank Syariah pertama di Indonesia pada

  1 November 1991 atau 24

  Rabi’us Tsani 1412 H. Pendirian Bank

  Muamalat Indonesia digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia. Sejak resmi beroperasi pada 1 Mei 1992 atau 27 Syawal 1412 H, Bank Muamalat Indonesia terus berinovasi dan mengeluarkan produk-produk keuangan syariah seperti Asuransi Syariah (Asuransi

  

Takaful ), Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat (DPLK

  Muamalat) dan multifinance syariah (Al-Ijarah Indonesia Finance) yang seluruhnya menjadi terobosan di Indonesia. Selain itu produk Bank yaitu Shar-e yang diluncurkan pada tahun 2004 juga merupakan tabungan instan pertama di Indonesia. Produk Shar-e Gold Debit Visa yang diluncurkan pada tahun 2011 tersebut mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Kartu Debit Syariah dengan teknologi chip pertama di Indonesia serta layanan e-channel seperti internet banking, mobile banking, ATM, dan cash management.

  Seluruh produk-produk terseut menjadi pionir produk syariah di Indonesia dan menjadi tonggak sejarah penting di industri perbankan syariah.

  Pada

  27 Oktober 1994, Bank Muamalat Indonesia mendapatkan izin sebagai Bank Devisa dan terdaftar sebagai perusahaan publik yang tidak listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tahun 2003, Bank dengan percaya diri melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT) dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) sebanyak 5(lima) kali dan merupakan lembaga perbankan pertama di Indonesia yang mengeluarkan Sukuk Subordinasi

  

Mudharabah . Aksi korporasi tersebut semakin mengaskan posisi Bank

Muamalat Indonesia di peta industri Indonesia.

  Seiring kapasitas Bank yang semakin diakui, Bank semakin melebarkan sayap dengan terus menambah jaringan kantor cabangnya di seluruh Indonesia. Pada tahun 2009, Bank mendapatkan izin untuk membuka kantor cabang di Kuala Lumpur, Malaysia. Hingga saat ini, Bank telah memiliki 325 kantor layanan termasuk 1 (satu) kantor cabang di Malaysia. Operasional Bank juga didukung oleh jaringan layanan yang luas berupa 710 unit ATM Muamalat, 120.000 jaringan ATM Bersama dan ATM Prima, serta lebih dari 11.000 jaringan ATM di Malaysia melalui Malaysia Electronic Payment (MEPS).

  Menginjak usianya yang ke 20 pada tahun 2012, Bank Muamalat Indonesia rebranding pada logo Bank untuk semakin meningkatkan awareness terhadap image sebagai Bank syariah Islami, Modern dan Profesional. Bank pun terus mewujudkan berbagai pencapaian serta prestasi yang diakui baik secara nasional maupun intermasionel. Hingga saat ini, Bank beroperasi bersama beberapa entitas anaknya dalam memberikan layanan terbaik yaitu Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF) yang memebrikan layanan pembiayaan syariah, (DPLK Muamalat) yang memberikan layanan dana pensiun melalui Dana Pensiun Lembaga Keuangan, dan Baitulmaal Muamalat yang memberikan layanan untuk menyalurkan dana Zakat, Infak dan Sedekah ZIS).

  Sejak tahun 20015, Bank Muamalat Indonesia bermetamorfosa untuk menjadi entitas yang semakin baik dan meraih pertumbuhan jangka panjang. Dengan strategi bisnis ang terarah Bank Muamalat Indonesia akan terus melaju mewujudkan visi menjadi

  “The Best

Islamic Bank and Top 10 Bank in Indonesia with Strong Regional

Presence”.

  Visi dan Misi dari Bank Muamalat yaitu:

  a. Visi: Menjadi bank syariah terbaik dan termasuk dalam 10 besar bank di Indonesia dengan eksistensi yang diakui regional b. Misi:

  Membangun lembaga keuangan syariah yang unggul dan berkesinambungan dengan penekanan pada semangat kewirausahaan berdasarkan prinsip kehati-hatian, keunggulan sumber daya manusia yang Islami dan professional serta orientasi yang inovatif, untuk memaksimalkan nilai kepada seluruh kepentingan. (www.bankmuamalat.co.id)

4. Bank Syariah

  Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.

  Bank islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada al- Qur‟an dan Hadis Nabi Saw. Atau dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.(Muhammad, 2014: 2)

  Bank syariah adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata-cara bermuamalat secara Islam.(Karnaen, 1992: 1) Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/ perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.(Antonio, 2001: 29)

  Bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sering kali nasabah berani melanggar kesepakatan / perjanjian yang telah dilakukan bila hukum perjanjian itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, rukun seperti: penjual, pembeli, barang, harga, akad /ijab-qabul. Syaratnya yaitu: barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah, harga barang dan jasa harus jelas, tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi, barang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi

  short sale dalam pasar modal. (Antonio, 2001:30)

  Membahas persoalan bank syariah, pada dasarnya bersumber pada konsep uang dalam Islam. Sebab bisnis perbankan tidak dapat lepas dari persoalan uang. Didalam Islam, uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditas. Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan maksud melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran dan penghisapan dalam ekonomi tukar menukar. Sebagai alat tukar- menukar, peranan uang sangat dibenarkan, namun apabila dikaitkan dengan persoalan ketidakadilan, di dalam ekonomi tukar menukar uang digolongkan sebagai riba al-fadl. Oleh karena itu dalam Islam, uang sendiri tidak menghasilkan suatu apa pun. Dengan demikian, bunga (riba) pada uang yang dipinjamkan dilarang (apabila memberatkan atau eksploitasi). (Muhammad, 2014:4)

5. Landasan Syariah

  Secara umum, landasan dasar syariah murabahah lebih mencerminkan untuk anjuran melakukan jual beli. Hal ini tampak dalam ayat dan hadis sebagai berikut.(Antonio, 2001: 102) 1) Al-

  Qur‟an

  ۚ اْ وٰ وَبَ رِّلٱ وَ لَّلوَ وَ وَ وَلٱ هُ لَّلٱ لَّ وَ وَ وَ

  “...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS Al-Baqarah:275)

  ض وَلوَبَا يوَع ةً وَلوٰوَ ِ وَن هُ وَا نوَ لَّ ِ ِ ِ وٰوَلٱ ِ مهُ وَي وَ مهُ وَٱوٰوَ موَ اْ هُلهُ وَا وَ اْ هُيوَم وَا وَي ِ لَّٱ وٰوَ وَ يُّ وَ ا لَّن ِ

  مهُ ِ اْ مهُ يرِّم وَناوَ هُلهُبَتقوَا

  وَ لَّلٱ م ِ وَ مهُ وَسهُف وَ وَ وَ

  “Hai orang-orang beriman janganlah kamu makan hak sesamamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”. (QS An-Nisa:29)

  2) Al-Hadist

  3) : : ، ٍ وَجوَ وَلَ ِ هُياْ وَبَلاْٱوَ وَااوَ وَملَّلوَ وَ ِ ِٱ وَ ِ اْ وَلوَع هُلله ىلَّلوَ لَّ ِللَّيٱ لَّنوَ

  هُ وَ وَلوَبَلاْٱ لَّي ِ اْ ِ ثٌ وَ وَ ِياْ وَبَلاْل ِٱ وَ ِتاْ وَبَلاْل ِٱ ِاْيْ ِ لَّشٱا ِ رِّلهُبَلاْٱ هُطاْلوَخوَ ،هُ وَضوَ اوَقهُ اْٱ وَ

  4) ) ب يع جام ي ه (

  “Nabi Saw bersabda, „ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual”. (HR Ibnu Majah dari Shuhaib)

6. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)

  FATWA DEWAN SYA

RI‟AH NASIONAL

  NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang

  MURABAHAH

  Dewan Syari‟ah Nasional setelah MENIMBANG :

  a. Bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank berdasarkan pada prinsip jual beli b. Bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangusngkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas bagi yang

  murabahah

  memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegasjan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba c. Bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang Murabahah untuk dijadikan pedoman oleh bank syariah.

  MEMUTUSKAN : Menetapkan : FATWA TENTANG MURABAHAH

  Pertama

  : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari‟ah: 1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah Islam.

  3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

  4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama banksendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

  5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan denganpembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

  6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

  7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

  8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khususdengan nasabah.

  9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membelibarang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

  Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:

  1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatubarang atau aset kepada bank.

  2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeliterlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

  3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dannasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yangtelah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

  4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biayariil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

  6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

  7) Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka: a) jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, iatinggal membayar sisa harga. b) jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bankakibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

  Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:

  1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah seriusdengan pesanannya.

  2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

  Keempat : Utang dalam Murabahah:

  1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi

  murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan

  nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank. 2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabahtetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Iatidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

  Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:

  1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.

  2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

  Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:

  Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.