BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stroke - KHAERUNNISA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stroke Pengertian stroke menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda

  klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Edi, 2008). Menurut Smeltzer dan Bare (2000) stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah kebagian otak. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak yang terjadi akibat pembentukan trombus disuatu arteri serebrum akibat embolus mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh atau akibat perdarahan otak (Corwin, 2001). Jadi stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang terjadi akibat pembentukan trombus di suatu arteri serebrum akibat embolus mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh atau akibat perdarahan otak dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

  Menurut Mansjoer et al. (2002) etiologi stroke dibagi menjadi empat penyebab (1) infark otak (80%) disebabkan oleh emboli kardiogenik, emboli paradoksal dan emboli arkus aorta, serta Aterotrombolitik; (2) perdarahan intra serebral (15%) seperti hipertensif, malformasi arteri-vena dan angiopati amiloid; (3) perdarahan subaraknoid (5%) dan (4) penyebab lain yang dapat

  7 menimbulkan infark atau perdarahan, penyakit moya-moya, migren, kondisi hiperkoagulasi, penyalahgunaan obat, kelainan hematologis dan miksoma atrium.

  Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe bouchard. Kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.

  Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.

  Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis, apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan luar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelah dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75% tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Edi, 2008).

  Menurut Lumbantobing (1998) stroke diklasifikasikan menjadi dua.

  

pertama , strok non haemoragik (iskemia), terjadi karena timbul defisit

  neurologis secara mendadak. Sub akut didahului 9x prodomonal (awal) terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaranya tidak menurun kecuali embulus cukup besar, biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun, stroke iskemia dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : stroke trombotik (proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan), stroke embolik (tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah) dan hipoperfusion sistemik (berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung);

  

kedua , stroke haemoragik, terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak

  (aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek, stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu: hemoragik intraserebral (pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak), hemoragik subaraknoid (pendarahan yang terjadi pada ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

  Faktor resiko stroke dibagi menjadi dua faktor, yaitu : faktor internal, merupakan hal yang berhubungan langsung dengan klien itu sendiri (rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan), kolesterol, lemak dalam makanan dan penyakit – penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dan penyakit vaskuler arteriosklerotik; faktor eksternal, merupakan faktor yang berhubungan dengan lingkungan klien terutama keluarga. Keluarga harus dilibatkan seoptimal mungkin karena sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan anggota keluarganya. Keputusan yang diambil itu berdasarkan pengetahuan tentang perawatan kesehatan yang akan dilakukan pada individu ( Efendi, 1998)

  Menurut Smeltzer dan Bare (2002) manifestasi stroke berupa defisit motorik (hemiparesis/hemiplegia, ataksia, disartria dan disfagia); defisit lapang penglihatan (homonimus hemianopsia, kehilangan penglihatan perifer, diplopia); defisit sensori (parastesia); defisit verbal (afasia ekspresif, afasia represif, dan afasia global); dan defisit emosional (kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah serta perasaan isolasi).

B. Kemandirian

  Menurut Budiastuti et al. (2005) kemandirian merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan oleh diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain, mencoba memecahkan masalahnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain dan adanya kebebasan seseorang dari pengaruh dan pengawasan orang lain. Kemandirian berarti keadaan seseorang dalam kehidupanya dan yang mampu memutuskan kelompok untuk dapat melakukan segala usaha dengan segala sumber daya yang dimiliki (Poerwadarminta, 2000).

  Handerson dalam Potter dan Perry (2005) menyebutkan bahwa kebutuhan dasar hidup manusia itu meliputi bernafas normal, makan dan minum secara adekuat, eliminasi, gerakan dan keseimbangan tubuh, tidur dan istirahat, pemilihan pakaian, mempertahankan suhu tubuh, kebersihan tubuh, pertahanan integumen, menghindari cedera (kebutuhan rasa aman dan nyaman), berkomunikasi dengan orang lain, mengekpresikan emosi, keinginan, rasa takut, mendapatkan kepercayaan atau kebutuhan spiritual, pekerjaan, bermain, rekreasi dan bergerak.

  Kemandirian adalah kemampuan seseorang yang berkaitan dengan perawatan diri merujuk pada model Orem yang dikenal dengan Model Self

  

Care . Model Self Care (perawatan diri) didasarkan atas kesengajaan serta

dalam pengambilan keputusan dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan.

  Setiap manusia menghendaki adanya Self Care dan sebagai bagian dari kebutuhan dasar manusia, seseorang mempunyai hak dan tanggung jawab dalam perawatan sendiri dan orang lain dalam memelihara kesejahteraan. Self

  

Care juga merupakan perubahan tingkah laku secara lambat dan terus menerus

  didukung atas pengalaman sosial sebagai hubungan interpersonal, Self Care meningkatkan harga diri seseorang dan dapat mempengaruhi dalam perubahan konsep diri (Sullivan & Anderson, 1995).

  Menurut Orem dalam bukunya Potter dan Perry (2005) menyebutkan bahwa kemandirian pasien meliputi (1) sistem bantuan secara penuh (Wholly

  

Compensatory System) merupakan suatu tindakan keperawatan dengan

  memberikan bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan ketidak mampuan pasien dalam memenuhi tindakan keperawatan secara mandiri yang memerlukan tindakan dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi serta adanya manipulasi gerakan; (2) sistem bantuan sebagian (Partialy

  

Compensatory System) merupakan sistem dalam pemberian perawatan diri

  secara sebagian saja dan ditunjukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal; (3) sistem supportif dan edukatif (Supportif Education System) merupakan sistem dalam pemberian perawatan yang diberiakan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu memerlukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran.

  Pasien stroke membutuhkan bantuan memenuhi kebutuhan dasarnya mencakup kebutuhan biologi, sosial, psikologi dan spiritual karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurang kemauan menuju kemandirian Riyadi (2008).

  Oleh karena perlu adanya pelayanan keperawatan, yang meliputi pelayanan primer, sekunder dan tersier yang berfokus pada asuhan keperawatan klien melalui kerjasama dengan keluarga dan tim kesehatan lainnya. Dalam prosese perawatan, keluarga sangat berperan dalam pemulihan dan ketidak mampuan pada penyakit kronis seperti stroke (NAHC, 1994).

  Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi yang meliputi : mencegah timbulnya komplikasi dengan proses rehabilitasi dan terapi, menjaga pola hidup sehat, mengurangi stress yang dapat menimbulkan gangguan psikoligis dan keluarga segera merujuk kepada tim kesehatan jika ada anggota keluarganya terserang stroke. Dengan berbagai usaha pencegahan tersebut pasien stroke diharapkan dapat hidup sehat bersama keluarganya seperti orang sehat atau normal (Mufti n.d).

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan kemandirian yaitu suatu keadaan dimana seseorang dapat memenuhi kebutuhan terutama kebutuhan aktivitas

  

daily living (makan, minum, BAK, BAB, pakaian, mandi dan mobilisasi) tanpa

  bantuan orang lain atau dengan bantuan orang lain dengan minimal, dengan terpenuhinya kebutuhan aktivitas daily living seseorang dapat mengusahan dirinya untuk memenuhi kebutuhan biologi, sosial, psikologi dan spiritual yang merupakan kebutuhan dasar manusia.

C. Dukungan Keluarga

  Dukungan keluaga adalah tindakan atau tingkah laku serta informasi yang bertujuan untuk membantu seseorang dalam mencapai tujuannya atau mengatasi masalah seseorang pada situasi tertentu, bahwa dirinya dicintai dan diperhatikan, dihargai dan dihormati yang merupakan bagian dari jaringan komunikasi, dan kewajiban timbal balik dari satuan kekerabatan yang terkait oleh ikatan perkawinan atau darah (Ritandiyono, 2008). Taylor (1995) menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan bantuan yang dapat diberikan kepada keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasehat, yang mana membuat penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram. Srikuncoro (2002) mengatakan bahwa kebutuhan, kemampuan, dan sumber dukungan mengalami perubahan sepanjang kehidupan seseorang.

  Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh individu dalam proses sosialisasinya.

  Tujuan dukungan sosial yaitu pertukaran sumber untuk meningkatkan kesejahteraan serta keberadaan orang-orang yang mampu diandalkan untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian. Sistem dukungan sosial terdiri dari orang-orang terdekat yang bekerja sama berbagai tugas, menyediakan sumber-sumber yang dibutuhkan seperti materi, peralatan, keterampilan, informasi atau nasehat untuk membantu individu dalam mengatasi situasi khusus yang mendatangkan stress. Sehingga individu tersebut mempu menggerakkan sumber-sumber psikologis untuk mengatasi permasalahan ( Wahyuono, 2008).

  Friedman (1998) keluarga memiliki fungsi suportif termasuk dukungan informasional (keluarga berfungsi sebagai salah satu kolektor dan penyebar informasi); dukungan penilaian (keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi masalah dan sebagai sumber vasidilator identitas anggota); dukungan instrumental (keluarga merupakan sebuah sumber petolongan praktis dan konkrit); dan dukungan emosional (keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi).

D. Dukungan Keluarga Pada Pasien Stroke

  Dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam pengendalian seseorang terhadap tingkat kemandirian dan dapat pula mengurangi tekanan-tekanan yang ada pada konflik yang terjadi pada dirinya. Keluarga sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya dukungan tersebut berupa dorongan, motivasi, empati, ataupun bantuan yang dapat membuat pasien stroke merasa lebih tenang dan aman. Dukungan didapatkan dari keluarga yang terdiri dari suami, orang tua, ataupun keluarga dekat lainnya.

  Dukungan keluarga dapat mendatangkan rasa senang, rasa aman, rasa puas, rasa nyaman dan membuat orang yang bersangkutan merasa mendapat dukungan emosional yang akan mempengaruhi kesejahteraan jiwa manusia. Dukungan keluarga berkaitan dengan pembentukan keseimbangan mental dan kepuasan psikologis. Dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam pengendalian seseorang terhadap tingkat kemandirian terutama pada klien stroke dan dapat pula mengurangi tekanan-tekanan yang ada pada konflik yang terjadi pada klien stroke.

E. Kerangka Teori

  Ketidak mampuan Wholly pasien dalam

  Compen Stroke memenuhi satory tindakan

  System keperawatan secara mandiri

  Dukungan Partialy

  Kemandirian Pemberian

  Keluarga Compen tindakan satoy keperawatan

  System sebagian

  • Emosional • Penghargaan

  Mandiri setelah Supportive proses

  Education

  • Instrumental

  pembelajaran System

  • Informasiona Gamabar.1 : Bagan kerangka teori (adaptasi model Dorothea Orem).

  F. Kerangka Konsep

  Variabel Bebas Variabel Terikat Dukungan Keluarga Kemandirian Pasien

  Stroke Keterangan :

  : Variabel yang diteliti : Hubungan

  Gamabar.2 : Bagan kerangka konsep dukungan keluarga dengan kemandirian pasien stroke

  G. Hipotesis

  Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian pasien stroke di RSUD Banyumas.