BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Nama Judul Penelitian Rumusan Masalah Hasil Penelitian - SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGAN KEKERASAN (Studi terhadap Penerapan Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Rumusan Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian Masalah Siti PENERAPAN

  1. Faktor-faktor Untuk mengetahui Zainab SANKSI PIDANA apakah yang faktor yang Yanlua TERHADAP melatarbelakang melatarbelakangi

  ANAK DI i terjadinya terjadinya tindak BAWAH UMUR tindak pindana pidana pemerkosaan DALAM pemerkosaan yang dilakukan oleh MELAKUKAN yang dilakukan anak di bawah umur TINDAK PIDANA anak di bawah dan untuk PEMERKOSAAN umur ? mengetahui DI PENGADILAN penerapan sanksi NEGERI

  2. Bagaimana terhadap kasus MAKASSAR penerapan tindak pidana (2014) sanksi pidana pemerkosaan yang terhadap Anak dilakukan oleh anak yang melakukan di bawah umur. Di tindak pidana dalam skripsi pemerkosaan tersebut yang terkait putusan menjadi fokus perkara nomor pembahasan yaitu 387 tahun 2009 penerapan di Pengadilan penjatuhan yang Negeri dilakukan telah Makassar ? efektif dan mengandung unsur keadilan bagi anak di bawah umur. Handar PENERAPAN

  1. Bagaimanakah untuk mengetahui Subhandi SANKSI PIDANA penerapan dan menganalisis Bakhtiar DAN TINDAKAN sanksi pidana bagaimana

  TERHADAP dan tindakan pertimbangan hakim ANAK terhadap anak dalam menjatuhkan MENURUT UU yang melakukan sanksi pidana dan NO. 11 TAHUN tindak pidana ? tindakan terhadap 2012 TENTANG anak yang

  2. Bagaimanakah SISTEM melakukan tindak pertimbangan PERADILAN pidana, sehingga hukum hakim PIDANA ANAK dalam menjatuhkan dalam (2015) sanksi pidana telah menjatuhkan terpenuhinya unsur sanksi pidana hal

  • – hal yang dan tindakan memberatkan dan terhadap anak yang meringankan yang melakukan olehnya yang telah tindak pidana ? terbukti melakukan tindak pidana. Di dalam skripsi tersebut yang menjadi objek pembahasan adalah penjatuhan sanksi pidana yang bertitik terhadap peraturan yang perbuatan pidananya sesuai dengan Undang- undang sistem peradilan pidana anak.

  Dari hasil penelitian terdahulu di atas terdapat beberapa persamaan dengan penelitian ini, yaitu penerapan sanksi pidana terhadap anak dan pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak harus memantapkan kepastian hukum dan keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha Esa dan Aparat Hukum dalam hal ini masih berjalan tidak efektif. Selanjutnya perbedaan dengan penelitian ini, yaitu ketidaksesuaian batas hukuman dimana penelitian ini merujuk ke arah ketidaksesuaian putusan oleh Hakim.

B. Landasan Teori 1.1. Pengertian Persetubuhan

  Tindak pidana kesopanan dalam hal persetubuhan tidak ada yang masuk pada jenis pelanggaran, semuanya masuk pada jenis kejahatan.

  Kejahatan yang digolongkan dalam lima pasal dalam KUHP yakni, 284 (perzinahan), 285 (perkosaan bersetubuh), 286 (bersetubuh dengan perempuan bukan istrinya yang dalam keadaan pingsan), 287 (bersetubuh dengan perempuan yang belum berumur lima belas tahun yang bukan istrinya), dan Pasal 288 (bersetubuh dalam perkawinan dengan perempuan yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan luka atau kematian).

  Persetubuhan adalah perpaduan antara alat kelamin laki-laki dengan alat kelamin perempuan yang biasanya dilakukan untuk memperoleh anak, dimana alat kelamin laki-laki masuk kedalam alat kelamin

  4 perempuan yang kemudian mengeluarkan air mani .

4 Soesilo. R Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor : Politea. 1980. hlm 181.

  Apabila alat penis tidak sampai masuk kedalam vagina walaupun telah mengeluarkan sperma, atau masuk tetapi tidak sampai keluar sperma, menurut pengertian bersetubuh seperti itu, maka belum terjadi persetubuhan. Namun telah terjadi percobaan persetubuhan, dan menurut ketentuan Pasal 53 telah dapat dipidana karena telah masuk percobaan

  5 berzina .

  Pengertian persetubuhan tersebut masih pengertian dari aliran klasik dan menurut teori modern, tanpa mengeluarkan air mani pun, maka hal tersebut sudah dapat dikatakan sebagai persetubuhan sehingga tidak tepat jika disebut hanya sebagai percobaan.

  Persetubuhan sendiri telah diatur dalam KUHP buku II dengan tindak pidana kesusilaan. Dalam Pasal 285 dirumuskan bahwa : “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas tahun)”. Dalam pembahasan tentang persetubuhan anak terdapat dua sudut pandang dari segi sudut pandang KUHP sebagai lex generalis lalu dari sudut pandang Undang-undang Perlindungan Anak sebagai lex spesialis yaitu sebagai berikut :

a. Persetubuhan Anak Menurut KUHP

5 Chazawi, Adami. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. Jakarta : Grafindo. 2007. hlm 58 – 59.

  Menurut Pasal 287 Ayat (1) KUHP, persetubuhan adalah : “Barangsiapa bersetubuh dengan seorang perempuan diluar perkawinan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun”.

  Bagian inti delik dari pasal diatas adalah : 1) Bersetubuh dengan perempuan diluar perkawinan.

  2) Yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum 15 (lima belas) tahun, atau jika umurnya tidak jelas, belum waktunya untuk dikawin. Selanjutnya dalam Pasal 287 Ayat (2) KUHP disebutkan :

  “penuntutan hanya berdasarkan pengaduan, kecuali jika perempuan belum sampai 12 (dua belas) tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan Pasal 291 dan Pasal 294 KUHP”. Apabila dicermati, maka tindak pidana yang diatur dalam Pasal 287 KUHP sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu :

  1) Tindak pidana persetubuhan atau cabul dengan orang yang masih di bawah umur 15 (lima belas) tahun tetapi lebih dari 12 (dua belas) tahun. Tindak pidana ini merupakan delik aduan yang hanya bisa dituntut atas pelanggarannya karena adanya pengaduan. 2) Tindak pidana persetubuhan atau cabul dengan orang di bawah umur 15 (lima belas) tahun tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun. Jenis tindak pidana ini bukan merupakan delik aduan, sehingga untuk penentuannya tidak dibutuhkan adanya pengaduan.

  Adapun tindak pidana yang diatur dalam Pasal 287 KUHP memuat unsur-unsur berikut : a) Unsur subjektif :

  • Diketahui, dan - Sepatutnya harus diduga.

  b) Unsur Objektif : - Bersetubuh.

  • Seorang wanita.
  • Diluar pernikahan.
  • Belum berumur 15 (lima belas) tahun, dan - Belum mampu kawin.

  Kejahatan Pasal 287 KUHP merupakan tindakan pidana aduan relatif karena pengaduan itu berlaku atau diperlakukan hanya dalam hal persetubuhan yang dilakukan pada anak perempuan yang umurnya 12 (dua belas) tahun sampai 15 (lima belas) tahun atau jika dalam persetubuhan itu tidak ada unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 291 KUHP dan Pasal 294 KUHP. Akan tetapi, apabila persetubuhan itu dilakukan kepada anak yang belum berusia 12 (dua belas) tahun dan terdapat unsur-unsur yang disebutkan pada Pasal 291 KUHP dan Pasal 294 KUHP, kejahatan itu bukan merupakan tindak pidana aduan.

  Unsur yang terkandung dalam Pasal 291 KUHP adalah akibat dari persetubuhan itu, diantaranya luka-luka, luka berat dan luka ringan, serta kematian. Sedangkan dalam Pasal 294 KUHP adalah persetubuhan yang dilakukan terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah

  6 pengawasannya, pembantu atau bawahannya .

b. Persetubuhan Anak Menurut Undang-undang Perlindungan Anak

  Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa : “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Perlindungan Anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused), eksploitasi, dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya.

6 Chazawi, Adami. Pengantar Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta : Grafindo. 2002. hlm 72 – 73.

  Dalam Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014, tindak pidana pesetubuhan terhadap seorang anak diatur secara tegas dalam Pasal 81 Ayat (1) dan (2) yang rumusannya sebagai berikut :

  1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). 2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

  Dalam hukum pidana berlaku asas “lex specialis derogate lex

  generalis

  ”, dimana asas ini mengatakan bahwa aturan khusus mengesampingkan aturan umum. Hal ini untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan suatu peraturan perundang-undangan.

  Dengan adanya Undang-undang Perlindungan Anak khususnya

  Pasal 81, maka dapat dikatakan bahwa Pasal 287 KUHP sudah tidak dapat diterapkan lagi bagi pelaku persetubuhan yang dilakukan terhadap anak, sebab dalam Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak telah diatur secara khusus mengenai ketentuan pidana materiil delik persetubuhan yang dilakukan terhadap anak.

Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak merupakan “lex

  specialis derogate lex generalis

  ” dari Pasal 287 KUHP dimana dalam penerapan hukum bagi delik persetubuhan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur, penggunaan Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak harus didahulukan dari Pasal 287 KUHP.

  Saat ini dinamika yang terjadi dalam proses pencarian keadilan pada pranata hukum kita ternyata telah berkembang menjadi begitu kompleks. Masalah-masalah hukum dan keadilan bukan lagi sekedar masalah teknis prosedural untuk menentukan apakah suatu perbuatan bertentangan atau tidak dengan peraturan perUndang-undangan, atau apakah sesuai atau tidak dengan hukum kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, akan tetapi, masalah hukum yang menjadi polemik adalah seputar bagaimana mempersiapkan yang belum ada dan menyesuaikan yang tidak lagi cocok dalam rangka proses transplantasi hukum secara besar-besaran yang berjalan mengiringi proses pertumbuhan tatanan baru

  7 globalisasi .

  1.2. 7 Tinjauan Umum Tentang Kekerasan

Helvira Citra, Risa Yulia, Wahyuni Sry. Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Di bawah

  Umur Ditinjau Dari Undang

  • – Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Jurnal Normatif, 5, (2). hlm 6.
Menurut Ricard J. Gelles kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak- anak (baik secara fisik maupun emosional). Bentuk kekerasan terhadap anak dapat diklasifikasikan menjadi kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial.

  Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan seksual.

  Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi juga tindakan-tindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak, seperti: menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh yang membuat atau memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual yang secara sengaja melakukan aktivitas seksual di hadapan anak, atau tidak melindungi dan mencegah anak menyaksikan aktivitas seksual yang dilakukan orang lain yang membuat, mendistribusikan dan menampilkan gambar atau film yang mengandung adegan anak-anak dalam pose atau tindakan tidak senonoh, serta memperlihatkan kepada anak,

  8 gambar, foto atau film yang menampilkan aktivitas seksual .

  Tindak kekerasan seringkali dipertontonkan ditengah masyarakat 8 yang dapat saja berakibat fatal yang menimbulkan korban. Karena itu,

  

Ivo Noviana. Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya: Sosio Informa Vol 01 Tahun 2015. hlm 15. perlu rumusan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan dan jenis-jenis kekerasan atau ancaman kekerasan yang sering menimpa perempuan dan anak di bawah umur. Yang dimaksud melakukan kekerasan itu membuat orang pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah).

  Pingsan artinya tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya, orang yang pingsan tidak dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Sedangkan tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga ia tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, orang yang tidak berdaya dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Melakukan kekerasan mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil secara tidak sah. Misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala

  9 macam senjata, menyepak, menendang, dan lain sebagainya .

  Istilah kekerasan juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisinya untuk menyakiti orang lain dengan sengaja, bukan karena kebetulan. Kekerasan juga meliputi ancaman, dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang 9 merugikan kesehatan dan mental.

  

Soesilo. R Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap

Pasal Demi Pasal. Bogor : Politea. 1980. hlm 98.

  Ada empat macam kekerasan yaitu “kekerasan emosional (emotional abuse), kekerasan fisik (verbal abuse), kekerasan psikis (physical abuse), dan kekerasan seks ual (sexual abuse)”. Jenis kekerasan atau ancaman kekerasan dalam hal tindak pidana atau perbuatan kesusilaan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

  Antara lain dalam KUHP, tindak kekerasan kesusilaan terdapat dalam

  Pasal 55 ke 2, 120, 145, 170, ke 1, 175, 285, 289, 300 Ayat (1) ke 3, 330, dan Pasal 332 Ayat (1) ke 2. Semuanya dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

  a) Pasal 55 ayat 2 KUHP menyebutkan mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat dengan kekerasan, ancaman kekerasan atau penyesatan dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

  b) Pasal 120 KUHP menyebutkan jika kejahatan tersebut Pasal 113, 115, 117, 118, dan Pasal 119 dilakukan dengan akal curang, seperti penyesatan, penyamaran, pemakaian nama atau kedudukan palsu, atau dengan menawarkan, menerima, membayangkan, atau menjanjikan hadiah, keuntungan dalam bentuk apapun; atau dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka pidana kemerdekaan dapat diperberat lipat dua. c) Pasal 170 ayat 1 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.

  d) Pasal 285 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

  e) Pasal 289 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena perbuatan menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

  f) Pasal 330 ayat 1 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan sengaja menarik seseorang yang belum cukup umur dari kekuasaan menurut Undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan oleh orang yang berwenang untuk itu, diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

  g) Pasal 330 ayat 2 KUHP menyebutkan bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau bilamana anaknya belum cukup umur 12 (dua belas) tahun, dijatuhkan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun.

1.3. Tinjauan Umum Tentang Anak

a. Pengertian Anak

  Mengenai penjelasan tentang pengertian anak tidak ada keseragaman, bahkan sangat variatif tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya, sehingga dalam perumusannya masih ditemukan pengertian yang berbeda-beda.

  Darwan Prints menguraikan beberapa pengertian anak sebagai berikut : a) Undang-undang Peradilan Anak

  Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan Anak (perubahan dari Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak) Pasal 1 (3) merumuskan bahwa anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun.

  b) Anak menurut KUHP

  Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau memeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan hukuman. Ketentuan

  Pasal 35, 46 dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.

  c) Anak menurut Hukum Perdata

  Pasal 330 KUH Perdata menjelaskankan, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

  d) Anak menurut Undang-undang Perkawinan

  Pasal 7 (1) Undang-undang Pokok Perkawinan (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974) mengatakan, seorang pria diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat diminta dispensasi kepada pengadilan

  10 negeri .

  Anak merupakan generasi penerus bangsa dan penerus perjuangan pembangunan yang ada. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus 10 dijunjung tinggi. Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus

  Darwan Prints. Hukum Anak Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti. 2003. hlm 2 – 3. pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil

  11 dan kebebasan .

  Perilaku seksual yang menyimpang dapat dianggap tidak diinginkan karena mereka terkait dengan keadaan atau hasil yang kurang diinginkan.

  Kita lanjutkan dengan contoh gadis-gadis yang terlibat dalam hubungan seksual pada usia dini. Gadis-gadis seperti itu menunjukkan lebih banyak masalah perilaku dan mengalami lebih banyak hasil negatif dari pada anak perempuan dengan usia yang sama yang belum aktif secara

  12 seksual .

  Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-undang 11 Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, 12 Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 5.

  

Howard E. Barbaree. William L. Marshall. An Introduction to the Juvenile Sex Offender Journal of Interpersonal Violence, 15, 1156 –1175. (2006). hlm 10 – 11. ditentukan bahwa : “Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar”. Kedua ayat tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan anak bermaksud untuk mengupayakan perlakuan yang benar dan adil, untuk mencapai kesejahteraan anak.

  Pengertian anak dalam kaitan dengan perilaku anak nakal (juvenile

  delinguency), biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada tingkatan

  usia, dalam arti tingkat usia berapakah seseorang dikategorikan sebagai anak. Selain itu adapula yang melakukan pendekatan psikososial dalam

  13 usahanya merumuskan tentang anak .

  Ketika seorang anak tidak mau interaksi seksual atau dipaksakan padanya, kejahatan seksual disebut sebagai pemerkosaan anak, atau hanya sebagai serangan seksual. Ketika anak mau dan setuju untuk seksual interaksi dengan orang dewasa, kejahatan seksual kadang-kadang disebut

  14 sebagai pemerkosaan menurut hukum .

  13 Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. hlm 1 – 8.

  14 Leitenberg, H., & Saltzman, H. College women who had sexual intercourse when they were underage minors (13

  • –15): Age of their male partners, relation to current adjustment, and statutory rape implications. Sexual Abuse: A Journal of Research and Treatment, 15, 135 –147. (2003). hlm 142.

  Pengertian anak menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak diungkapkan bahwa sistem peradilan anak merupakan seluruh proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, yakni mulai dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Anak yang berhadapan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban

  15 tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana .

  Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa, merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berakibat

  16 hukum .

  Karena itu, untuk melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak, tentu saja diawali pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan anak ? batasan tentang anak sangat urgen dilakukan untuk melaksanakan kegiatan perlindungan anak dengan benar dan terarah, semata

  • – mata untuk mempersiapkan generasi mendatang yang tangguh dan dapat menghadapi segala tantangan dunia. Dalam kaitan itu, pengaturan tentang batasan
  • 15 anak dapat dilihat pada : 16 Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 6.

      Nusantara, Abdul Hakim G. Hukum dan Hak-Hak Anak. Jakarta : Rajawali. 1986. hlm 23.

      1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi dapat dijumpai antara lain pada Pasal 45 dan Pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun.

      2) Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Dalam Pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

      17 .

      Berbagai pengertian anak seperti yang disebutkan di atas menggunakan kategori usia. Anak yang melakukan tindak pidana disebutkan halnya dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 yang menggantikan penyebutan menjadi anak yang berkonflik dengan hukum.

      Dalam kebiasaan Internasional sering disebut dengan kenakalan remaja atau juvenile delinquency.

      juvenile delinquency ditentukan atas dasar umur para pelaku dan

      atas dasar macam tingkah laku para pelaku untuk diajukan ke Pengadilan anak. Kebanyakan negara mempunyai batas umur minimum dan

    17 Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. hlm 5 – 7.

      maksimum seorang anak untuk dapat diajukan di muka sidang pengadilan, di antaranya : 1) Amerika Serikat ada 27 negara bagian yang mempunyai batas umur maksimum 18 tahun, 6 negara bagian 17 tahun dan negara bagian lainnya 16 tahun. Batas umur minimum rata

    • – rata adalah 8 tahun.

      2) Inggris batas usia minimum 12 tahun dan maksimum 16 tahun. 3) Australia kebanyakan negara bagian batas umur minimum 8 tahun, batas umur maksimum 16 tahun untuk child dan 16 tahun untuk young person. 4) Belanda batas umur minimum 12 tahun dan batas umur maksimum 18 tahun.

      5) Negara ASEAN lain, antara lain Filipina (antara 7 sampai 16 tahun), Malaysia (antara 7 sampai 18 tahun) dan singapura

      18 (antara 7 sampai 18 tahun) .

    b. Hak Anak

      Anak tetaplah anak, dengan segala ketidakmandirian yang ada mereka sangatlah membutuhkan perlindungan dan kasih sayang dari

    18 Soekito, Sri Widoyowati Wiratmo. Anak dan Wanita dalam Hukum. Jakarta : LP3ES. 1983. hlm 10 – 11.

      orang dewasa disekitarnya. Anak mempunyai berbagai hak yang harus

      19 diimplementasikan dalam kehidupan dan penghidupan mereka .

      Anak adalah pribadi yang sangat unik dan memiliki ciri yang khas. Meski tidak dapat bertindak berdasarkan perasaan, pikiran, dan kehendak sendiri, ternyata lingkungan sekitar berpengaruh cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. Untuk itu bimbingan, pembinaan dan perlindungan dari orang tua, guru serta orang dewasa lainnya amat

      20 dibutuhkan oleh anak dalam perkembangannya .

      Hak-hak anak adalah upaya sinkronisasi hak dan kebebasan anak yang diakui sebagai hak dasar, serta yang melekat sejak lahir sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hak mana memang diakui dan dilindungi, baik secara universal bagi semua bangsa-bangsa di dunia, maupun pengakuan dan perlindungannya menurut hukum nasional suatu negara. Pengakuan dan perlindungan hukum terhadap berbagai hak dan kebebasan anak (fundamental rights and freedom of children) ini dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kepentingan yang berhubungan

      21 19 dengan kesejahteraan dan masa depan anak .

      

    Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo

    20 Persada. 2014. hlm 13.

      

    Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm

    10.

      21 Meily, H.Saleh Muliadi dan Lembang Palipadang. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Dalam Sistem Peradilan Pidana. 5, (2) Tahun 2017. hlm 63 – 64.

      Hak-hak anak dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Pasal 4

    • – Pasal 18) : 1) Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

      2) Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

      3) Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua. 4) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

      5) Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. 6) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan penggajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. 7) Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai

    • – nilai kesusilaan dan kepatutan.

      8) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sarana penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukum yang tidak manusiawi. 9) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

      10) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dilakukan sebagai upaya terakhir. 11) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual

      22 atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan .

    c. Kewajiban Anak

      Setelah memahami mengenai hak anak yang dilindungi oleh peraturan perundang

    • – undangan, selanjutnya akan dibahas mengenai kewajiban anak. Kewajiban dan hak adalah suatu pasangan yang sulit terpisahkan antaa satu dan lainnya. Kewajiban adalah sesuatu yang harus
    • 22 dilakukan. Kebanyakan hak akan muncul apabila sudah melakukan

        

      Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. hlm 16 – 19. kewajiban terlebih dahulu. Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terdapat lima kewajiban anak yang harus dilakukan, yaitu : 1) Menghormati orang tua, wali dan guru.

        2) Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi temannya. 3) Mencintai tanah air, bangsa dan negara. 4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.

        23 5) Melaksanakan etika dan akhlak mulia .

      1.4. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

      a. Pengertian Perlindungan Hukum

        Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk

        24 memperoleh keadilan sosial .

      23 Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm

        24 15.

        Raharjo Satjipto. Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2000. hlm 55.

        Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Arif Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak

        25 diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak .

        Perlindungan anak dalam penjelasan UU No. 23 Tahun 2002 yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

        26 perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi .

      b. Hak – hak Tersangka / Terdakwa Anak

        Pada bagian ini diuraikan bagaimana sebenarnya Undang-undang 25 memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan

        

      Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di

      26 Indonesia. Bandung : Refika Aditama. 2008. hlm 34.

        Ningsih, Suria. Mengenal Hukum Ketenagakerjaan. Medan : USU Press.2013. hlm 106. hukum, baik ketika ia menjadi tersangka maupun ketika telah didakwa dalam persidangan anak. Hak-hak tersangka / terdakwa anak dalam Undang-undang Pengadilan Anak diatur dalam Pasal 45 ayat (4), dan

        Pasal 51 ayat (1) dan (3). Selain itu hak-haknya juga diatur dalam Bab IV Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP, Kecuali Pasal 64 nya. Ini menunjukan bahwa hak-hak anak selain mengacu pada hukum yang umum (KUHAP), tetapi juga diatur dalam hukum pidana anak (UU Pengadilan Anak), karena UU Pengadilan Anak tidak mencabut hak-hak tersangka / terdakwa dalam KUHAP, tetapi melengkapi apa yang diatur dalam Undang-undang Pengadilan Anak.

        Mengenai apa saja hak

      • – hak tersangka / terdakwa anak, dapat dirinci pada berikut ini :

        a) Setiap anak nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapat bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.

        b) Setiap anak nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan langsung dengan penasihat hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat berwenang.

        c) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak tetap dipenuhi.

        d) Tersangka anak berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. e) Tersangka anak berhak perkaranya segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.

        f) Tersangka anak berhak segera diadili oleh pengadilan.

        g) Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak untuk diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan padanya pada waktu pemeriksaan dimulai.

        h) Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak untuk diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya. i) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa anak berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau Hakim. j) Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan. k) Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. l) Tersangka atau terdakwa anak tidak dibebani kewajiban pembuktian. m) Terdakwa anak berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat. n) Tersangka atau terdakwa anak berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95 KUHAP dan selanjutnya. Dengan diaturnya hak-hak diatas walaupun tersangka atau terdakwanya adalah anak-anak, petugas pemeriksa tidak boleh untuk menghalangi dipenuhinya hak-hak tersebut, bahkan sebaliknya sejak awal pemeriksaan hak-hak

        27 tersebut diberitahukan kepada si anak .

      1.5. Sanksi Pidana Anak

        Dalam ilmu hukum pidana, seorang hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman pidana penjara yang melebihi batas maksimal yang di tetapkan oleh suatu ketentuan Undang-undang. Dalam perkara anak dalam Undang-undang sistem perlindungan anak telah mengatur batas maksimal ancaman pidana penjara yang di bedakan dengan orang dewasa. 27 Pidana yang di berlakukan terhadap anak terbagi 2 (dua) yaitu :

        

      Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo

      Persada. 2014. hlm 97 – 101.

        1) Pidana Pokok :

        a) Pidana Peringatan (Pasal 72 UU No.11 Tahun 2012) Pidana Peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak. Dengan kata lain pidana peringatan berupa teguran dan peringatan yang di terima anak agar tidak mengulangi kesalahan / pelanggaran yang mungkin dapat merugikan orang lain.

        b) Pidana dengan syarat Pidana dengan syarat tersebut pasal 73 dalam Undang-undang Peradilan Pidana Anak mengatur maksimal penjatuhan pidana oleh hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun. Namun memiliki persyaratan umum dan khusus. Persyaratan umum ialah anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat. Sementara itu persyaratan khusus adalah persyaratan yang di keluarkan Hakim untuk melakukan atau tidak melakukan tindak pidana tertentu yang telah di tetapkan oleh Hakim. Tindak pidana tertentu yang tidak dapat dilanggar anak merupakan syarat utama, selain itu ada beberapa hal yang akan di keluarkan Hakim sebagai syarat yang harus dilakukan anak antara lain wajib lapor dan syarat lainnya yang harus dipatuhi anak. Pidana dengan syarat yang di jatuhkan oleh hakim memiliki beberapa jenis penahanan bagi anak dengan tujuan pembinaan anak, yaitu berupa :

        a) Pembinaan diluar lembaga (Pasal 75) Pembinaan di luar lembaga dapat berupa mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat pembina maupun dari organisasi sosial masyarakat.

        b) Pelayanan masyarakat (Pasal 76) Pidana pelayanan masyarakat dimaksudkan untuk mendidik anak dengan meningkatkan kepedulian dalam hal kegiatan positif yang ada di masyarakat.

        c) Pengawasan (Pasal 77) Pengawasan bagi anak di tempatkan di bawah pengawasan penuntut umum dan di bimbing oleh pembimbing kemasyarakatan.

        d) Pelatihan kerja (Pasal 78 UU No.11 Tahun 2012) Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dilakukan dalam lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia anak dengan pelatihan kerja paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.

        e) Pembinaan dalam lembaga (Pasal 80 UU No.11 Tahun 2012)

        Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat pelatihan yang di selenggarakan oleh pemerintah maupun

        keadaan dan

        swasta. Pembinaan ini dijatuhkan apabila

        

      perbuatan yang dilakukan anak tidak membahayakan

      masyarakat, dengan pembinaan paling singkat 3 (tiga) bulan dan

      paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Namun dengan syarat

      anak yang berkelakuan baik yang telah menjalani ½ (satu

      perdua) masa pembinaan yang lebih dari 3 (tiga) bulan

      mendapatkan pembebasan bersyarat.

        f) Penjara (Pasal 81 UU No.11 Tahun 2012) Dalam hal pidana penjara terhadap anak hanya dapat di lakukan sebagai upaya terakhir dan Anak yang dijatuhi pidana penjara di LPKA hanya apabila keadaan anak dapat membahayakan masyarakat, dengan ancaman pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

        Lamanya pembinaan anak dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun, dan anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) dari lamnya pembinaan dan memiliki catatan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

        Jika pidana yang dilakukan anak merupakan tindakan yang dapat diancam seumur hidup maka anak hanya dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

        2) Pidana tambahan : a) Perampasan keuntungan yang di peroleh dari tindak pidana.

        b) Pemenuhan kewajiban adat. Tindakan yang berlaku dalam Undang-undang Sistem Peradilan

        Pidana Anak, tindakan itu meliputi : a) Pengembalian kepada orang tua.

        b) Penyerahan kepada seseorang.

        c) Perawatan dirumah sakit jiwa.

        d) Perawatan di LPKS.

        e) Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan / atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.

        f) Pencabutan surat ijin mengemudi.

        28 g) Perbaikan akibat tindak pidana . 28

      • Amelia Geiby Lembong. Kajian Hukum Terhadap Sistem Pemidanaan Anak Menurut Undang

        undang Nomor 11 Tahun 2012. Vol 03 Tahun 2014. hlm 19 – 20.

      C. Kerangka Pemikiran PANCASILA

        Latar Belakang Masalah : Putusan Nomor 09/Pid.Sus-Anak/2016/PN

        Peraturan Perundang-undangan : Bms, terdakwa dinyatakan terbukti bersalah

        1. KUHP (Kitab Undang

      • – undang dan dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun.

        Hukum Pidana).

      • – Tetapi pada Pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang

        2. Undang-undang Nomor

        23 undang No 35 Tahun 2014 penjatuhan Tahun 2002 sebagaimana telah pidananya yang diberikan Hakim tidak sesuai diubah dalam Undang-undang dengan batas minimal yang diberikan dalam Nomor 35 Tahun 2014 Tentang peraturan tersebut, sehingga pidana yang Perlindungan Anak. dijatuhkan itu di bawah batas minimal yang

        3. Undang-undang Nomor

        11 diatur oleh Undang-undang Perlindungan Tahun 2012 Tentang Sistem Anak. Peradilan Anak.

        Rumusan Masalah Landasan Teori

        1. Bagaimana penerapan sanksi pidana

        1. Pengertian Persetubuhan

        2. Tinjauan Umum tentang terhadap anak di bawah umur yang melakukan persetubuhan dengan Kekerasan kekerasan dalam Putusan Nomor

        3. Tinjauan Umum tentang Anak 09/pid.sus-anak/2016/PN Bms ?

        4. Perlindungan tentang

        2. Bagaimana pertimbangan Hakim Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Putusan Nomor 09/pid.sus-

        5. Sanksi Pidana Anak anak/2016/PN Bms ?