BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu - Khiqmah Yuliani BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukukan oleh Susintawati (2013) dengan judul

  “Cost Effectiveness Analysis Kemoterapi Kombinasi Siklosfosfamid, Adriamicin, 5-Fluorourasil (CAF) dengan Kemoterapi Kombinasi Paxus, Epirubisin, Siklosfosfamid (PEC) Pada Pasien Kanker Payudaradi Rsud Prof.

  Dr. Margono Soekardjo”. Penelitian Ini Bertujuan Untuk Membandingkan

  Cost Effectiveness kemoterapi kombinasi CAF dengan kemoterapi kombinasi

  PEC pada penyakit kanker payudara di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Dari hasil penelitiandiperoleh total biaya paqda regimen CAF sebesar Rp.7.426.065 sedangkan total biaya pada regimen PEC sebesar Rp.31.239.450 dimana nilai ACER pada CAF = Rp.212.173,00 dan nilai ACER pada PEC Rp.1.358.236,00. P value PEC = 0, 67 dan P value CAF =

  • – 0,89 sehingga tidak ada perbedaan bermakna. Nilai ICER diperoleh Rp. 1.984. 448 sehingga dapat disimpulkan bahwa Kemoterapi Kombinasi CAF lebih cost effcetiveness karena dapat menurunkan biaya sebesar Rp.1.984. 448. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pasien Kanker payudara Rsud Prof. Dr. Margono Soekardjo. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah waktu penelitian berbeda, penelitian sebelumnya menggunakan kombinasi CAF dibandingkan dengan PEC sedangkan penelitian yan akan dilakukan menggunakan regimen terapi yang digunakan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo.

  Penelitian yang dilakukan oleh Regina, Wulandari (2012) dengan judul “Peran Radioterapi Eksterna Adjuvan Terhadap Penderita Kanker Payudara Stadium Lokal- Lanjut Studi angka Harapan Hidup Dua Tahun”. Dari hasil penelitian tersebut dari 34 pasien konsekutif yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan hasil angka harapan hidup dua tahun pasien Kanker Payudara stadium Lokal-Lanjut dengan kemoterapi sebesar 58,8% sedangkan dengan terapi kemoradiasi sebesar 64,7%. Secara keseluruhan angka harapan hidup dua tahun pasien Kanker Payudara stadium Lokal- Lanjut sebesar 61,8%. Untuk perbandingan angka harapan hidup berdasarkan stadium didapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna dengan nilai p = 0,645 (>0,05). Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah mencari data angka harapan hidup atau ketahanan hidup. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah waktu dan tempat penelitian berbeda, penelitian sebelumnya merupakan penelitian klinis sedangkan penelitian yang akan dilakukan merupakan studi farmakoekonomi.

  Penelitian yang dilakukan oleh Hortobagyi, Gabriel N., et al.(1988) dengan judul ”Management of Stage III Pimary Breast Cancer With Primary

  Chemotherapy, Surgery, and Radiation Therapy

  ”. Hasil penelitian tersebut angka harapan hidup 5 tahun pasien kanker payudara stadium III yang menerima terapi kombinasi kemoterapi 5-fluorouracil, adriamicin (doxorubicin), dan cyclophosphamide (CAF) diikuti dengan radioterapi dan pembedahan yaitu 84% untuk stadium IIIA dan 44% untuk stadium IIIB. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah mencari data angka harapan hidup atau ketahanan hidup. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah waktu dan tempat penelitian berbeda, penelitian sebelumnya merupakan penelitian klinis sedangkan penelitian yang akan dilakukan merupakan studi farmakoekonomi.

  Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian- penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui cost effectiveness melihat dari semua regimen, kemudian data primer diambil dengan pedoman standar Case Report Form (CRF).

B. Landasan Teori 1. Farmakoekonomi

  Farmakoekonomi merupakan pengaplikasian dari prinsip dan metodologi ekonomi kesehatan yang berfungsi untuk mengevaluasi manajemen kesehatan baik dari sudut pandang pasien, tenaga kesehatan maupun provider (Gattani et al., 2009). Farmakoekonomi dapat diaplikasikan baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro (Trisna, 2010). Secara sederhana, evaluasi ekonomi kesehatan merupakan analisis dua dimensi dari beberapa alternatif tindakan atau intervensi di bidang kesehatan, dilihat dari aspek biaya dan aspek kesehatan yang menjadi konsekuensi dari penggunaan alternatif tindakan atau intervensi tersebut (Setiawan, 2017) Sumber: Gattani et al., 2009

Gambar 2.1 Isu dalam Evaluasi Famakoekonomi

  Isu dalam evaluasi farmakoekonomi: Semua evaluasi ekonomi memiliki struktur umum yang melibatkan pengukuran masukan (biaya) secara eksplisit dan mengukur hasil.

  Masalah umum dalam evaluasi pharmacoeconomic adalah:

  a. Perspektif Perspektif adalah titik kunci yang harus dipertimbangkan untuk evaluasi ekonomi apapun. Berikut ini adalah mandatori dari sudut pandang mana evaluasi harus dipertimbangkan, dari perspektif layanan kesehatan (melibatkan biaya langsung) atau perspektif masyarakat (melibatkan biaya tidak langsung.). Umumnya perspektif masyarakat dipertimbangkan namun pengelola kesehatan menghadapi masalah konsensus anggaran rendah mengenai perspektif layanan kesehatan, perspektif kesehatan jauh lebih mahal dan memiliki keuntungan terbatas namun perspektif masyarakat bermanfaat karena meningkatkan kemampuan kerja para pekerja dengan mengurangi jam kerja.

  b. Cost Biaya yang diperlukan dalam evaluasi pharmacoeconomic dapat dibagi ke dalam biaya keuangan (biaya wajib) dan biaya ekonomi (sumber yang tidak mendapat pembayaran wajib) biaya peluang adalah keuntungan terdahulu saat memilih satu alternatif terapi alternatif terbaik berikutnya. Mengukur biaya: beberapa biaya dapat diukur saat menimbang biaya penemuan apapun. Biaya ini mungkin, direct: dibayar oleh layanan kesehatan (termasuk biaya staf, biaya modal, dan biaya akuisisi obat). Indirect: biaya yang dialami pasien atau manifestasi akibat sakit.

  c. Outcome Komponen fundamental kedua dari studi farmakoekonomi adalah hasil. Apa efek terapi obat alternatif terhadap perkembangan penyakit, kelangsungan hidup, kualitas hidup. Dalam menilai hasil, penting juga untuk memperhitungkan hasil positif dan negatif. Hasil positif adalah ukuran efikasi obat. Hasil negatif meliputi efek samping, kegagalan pengobatan, dan perkembangan resistensi obat.

  Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi, 2013 analisis biaya dibagi menjadi : a. Analisis Minimalisasi-Biaya (AMiB)

  Merupakan metode kajian farmakoekonomi paling sederhana, analisis minimalisasi-biaya (AMiB) hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara atau dapat diasumsikan setara. Karena hasil pengobatan dari intervensi (diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya. b. Analisis Efektivitas-Biaya (AEB) Analisis efektivitas biaya (AEB) cukup sederhana. Dan banyak digunakan untuk kajian farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda (Rascati et al., 2009). Dengan analisis yang mengukur biaya sekaligus hasilnya ini, pengguna dapat menetapkan bentuk intervensi kesehatan yang paling efisien membutuhkan biaya termurah untuk hasil pengobatan yang menjadi tujuan intervensi tersebut.

  Pada analisis ini menggunakan Cost Effectiveness Plane (CEP) yaitu perbandingan biaya dan luaran terapi antara (minimal) dua alternatif obat atau terapi tersebut dapat diplotkan pada suatu gambar dua dimensi (Setiawan, 2017).

  Sumber : Setiawan, 2017

  Gambar 2.2

Cost Effectiveness Plane (CEP) dari adanya obat baru

  Menurut Cost Effectiveness Plane (CEP) dari adanya obat baru tersebut yaitu: 1) Kuadran i atau area NorthEast (NE) dimana obat baru mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dan biaya yang lebih mahal dari pada obat yang sudah ada.

  2) Kuadran ii atau area SouthEast (SE) dimana obat baru mempunyai efektivitas yang lebih baik namun biayanya lebih murah. 3) Kuadran iii atau area SouthWest (SW) dimana obat baru mempunyai efektivitas yang lebih rendah dengan biaya yang lebih murah. 4) Kuadran iv atau area NorthWest (NW) obat baru mempunyai efektivitas yang lebih rendah dan biaya yang lebih mahal dari pada obat yang sudah ada di pasaran (Setiawan, 2017).

  c. Analisis Utilitas-Biaya (AUB) Metode analisis utilitas-biaya (AUB) mirip dengan AEB, tetapi hasil (outcome)-nya dinyatakan dengan utilitas yang terkait dengan peningkatan kualitas atau perubahan kualitas akibat intervensi kesehatan yang dilakukan.

  Dalam AUB membahas : 1) Utilitas

  Analisis utilitas-biaya (AUB) menyatakan hasil dari intervensi sebagai utilitas atau tingkat kepuasan yang diperoleh pasien setelah mengkonsumsi suatu pelayanan kesehatan, misalnya setelah mendapatkan pengobatan kanker atau penyakit jantung. Unit utilitas yang digunakan dalam Kajian Farmakoekonomi biasanya „Jumlah Tahun yang Disesuaikan‟ (JTKD) atau quality-adjusted life years (QALY).

  2) Kualitas hidup (quality of life, QOL) Kualitas hidup merupakan sebuah konsep umum yang mencerminkan keadaan yang terkait dengan modifikasi dan peningkatan aspek-aspek kehidupan, yaitu fisik, politik, moral dan lingkungan sosial.

  3) QALYs (quality-adjusted life years) Quality-adjusted life years (QALYs ) merupakan satuan

  dari lamanya hidup dengan kualitas hidup yang sempurna (Setiawan, 2017). d. Analisis Manfaat-Biaya Analisis Manfaat Biaya (AMB - cost benefit-analysis, CBA) adalah suatu teknik analisis yang diturunkan dari teori ekonomi yang menghitung dan membandingkan surplus biaya suatu intervensi kesehatan terhadap manfaatnya. Untuk itu, baik surplus biaya dan manfaat diekspresikan dalam satuan moneter (misal. Rupiah, US Dollar).

2. Kanker Payudara a. Definisi Kanker Payudara

  Kanker payudara terjadi karena adanya kerusakan pada gen yang mengatur pertumbuhan dan diffrensiasi sehingga sel itu tumbuh dan berkembang biak tanpa dapat dikendalikan. Penyebaran kanker payudara terjadi melalui pembuluh getah bening dan tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah bening aksila ataupun supraklavikula membesar kemudian melalui pembuluh darah kanker menyebar ke organ lain seperti paru-paru, hati dan otak. Kebanyakan kejadian kanker payudara mulai muncul pada sel-sel yang melapisi ducts (ductal cancers), beberapa pada sel-sel yang melapisi lobulus (lobular cancers), dan sejumlah kecil pada jaringan lainnya (Abeloff et al., 2008).

  b. Epidemiologi Kanker Payudara

  Kanker payudara merupakan salah satu masalah utama kesehatan wanita di dunia. Di Amerika Serikat, pada tahun 2009 diperkirakan sekitar 192.370 kasus baru kanker payudara invasif yang didiagnosis pada wanita, dan 62.280 kasus kanker payudara in situ (ACS, 2009).

  c. Etiologi Kanker Payudara

  Diduga karena pengaruh dari faktor resiko sehingga menimbulkan kanker payudara (Dipiro et al., 2015).

d. Faktor Resiko Kanker Payudara

  1) Usia Kejadian kanker payudara meningkat seiring dengan bertambahnya usia, meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun sampai menopause. Peningkatannya berjalan lambat secara dramatis. Menurut Dipiro et al. (2009), wanita di bawah usia 40 mempunyai resiko peningkatan kanker payudara sebesar 1 di dalam 257. Terlihat jelas, dengan probabilitas kumulatif dari perkembangan kanker payudara yang meningkat dan bertambahnya usia, lebih dari setengah resiko terjadi setelah usia 60 tahun. Seiring bertambahnya usia, kemungkinan terkena penyakit kanker payudara semakin besar. Berdasarkan hasil penelitian American Cancer Society, 96% dari penderita kanker payudara didiagnosa terkena kanker payudara di atas 40 tahun (American Cancer Society, 2013: 1)

Tabel 2.1 Resiko peningkatan kanker payudara di lingkungan seer, wanita, semua ras 2001-2003 Interval usia Probabilitas (%) peningkatan kanker payudara invasif

  30-40 0,43 40-50 1,44 50-60 2,63 60-70 3,65 Dari lahir sampai mati 12,67 Sumber: Dipiro, et al., 2009

  2) Faktor endokrin Usia pubertas yang dini, menopause yang lambat, dan kehamilan pertama yang muncul pada usia yang lanjut berkaitan dengan peningkatan insidensi kanker payudara (Isselbacher et

  al ., 2000). Wanita yang mulai menstruasi pada usia yang terlalu

  awal atau wanita yang terlambat menopause mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker payudara. Wanita yang mengalami menopause alami setelah usia 55 tahun mempunyai resiko kanker payudara dua kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang mengalami menopause sebelum usia 45 tahun dimana yang lebih ekstrim, wanita yang mengalami oophorectomy bilateral sebelum usia 35 tahun hanya mempunyai resiko terjadinya kanker payudara sebesar 40% dibandingkan dengan wanita yang mengalami menopause secara alami (McPherson et al., 2000). 3) Faktor genetik dan riwayat keluarga

  Probalitas kumulatif bahwa seorang perempuan berusia 30 tahun, yang saudara kandung perempuan atau ibunya pernah menderita kanker payudara, menderita kanker payudara pada usia 70 tahun adalah antara 8% sampai 18%. Beberapa peneliti bahkan mengamati adanya resiko lebih tinggi bila dua atau lebih anggota keluarga yang terkena, bila pasien yang terkena berusia premenopause, atau pasien memiliki kanker payudara bilateral, tetapi pengalaman ini tidak konstiten pada studi epidemiologi (Isselbacher et al., 2000). 4) Riwayat tumor payudara jinak (tidak berbahaya)

  Wanita dengan hyperplasia epitel atipikal yang parah mempunyai resiko kanker payudara empat sampai lima kali lipat lebih tinggi dari wanita yang tidak mempunyai perubahan profileratif pada payudara. Wanita yang mengalami perubahan ini serta mempunyai riwayat kanker payudara memiliki resiko sembilan kali lipat untuk menderita terkena kanker payudara. Wanita dengan kista palpable, fibroadenoma complex, papilloma duct, sclerosis adenosis, dan hyperplasia epithelial moderat atau florid mempunyai resiko kanker payudara sedikit lebih tinggi (1,5-3 kali) tetapi peningkatan ini tidak begitu bermakna secara klinis (McPherson et al., 2000). 5) Gaya hidup

  Konsumsi alkohol Laporan lebih dari 50 penilitian epidemiologi tentang antara alkohol dan kanker payudara telah terlihat di banyak literatur. Data menunjukkan bahwa resiko kanker payudara meningkat dengan konsumsi alkohol secara umum, tanpa memperhatikan tipe minumannya. Beberapa faktor meliputi umur, berat badan, penggunaan estrogen telah tampak merubah keterkaitan ini. Mekanisme dari hipotesis alkohol kanker payudara meliputi peningkatan kadar estradiol dan hormon reproduktif steroid lainnya, mekanisme karsinogen di hati yang berubah, produksi protein sitotoksik, berkurangnya imunitas, perbaikan DNA yang terganggu, atau mungkin pengaruh alkohol pada integritas membran sel dan atau metabolism konjuger (Dipiro et al., 2009).

  Berat badan Baik berat badan maupun tinggi badan, keduanya terkait dengan kanker payudara. Indeks obesitas terkait dengan resiko kanker payudara, yang membedakan antara usia dan status menopause.kebanyakan penelitian terhadap wanita premenopausal menunjukkan tidak adanya kaitan dengan berat badan atau resiko kanker payudara sedikit berkurang dengan peningkatan berat badan. Mekanisme biologi yang maksud akal untuk menjelaskan fenomena ini adalah berkurangnya aktivitas ovarium pada wanita yang obesitas. Pada kebanyakan penelitian terhadap wanita postmenopause menunjukkan peningkatan risiko kanker payudara. Dengan meningkatnya berat badan. Selain itu pada obesitas, distribusi lemak tubuh juga mempunyai peran sendiri pada kanker payudara. Jaringan lemak bagian atas (sentral atau abdominal) meningkatkan resiko kanker payudara. Hubungan ini terkait dengan kadar sirkulasi estrogen bebas yang berlebih akibat konversi androstenedin menjadi estradiol di jaringan adipose perifer bersamaan dengan penekanan kadar hormon seks yag terikat protein pada wanita adiposity sentral (Dipiro et al., 2009). Merokok Merokok dan tambahan mammoplasty tidak menunjukan peningkatan risiko kanker payudara. Pemeriksaan tekanan darah, reserpine dan obat lain yang meningkatkan kadar prolaktin tidak terlihat menyebabkan peningkatan resiko kanker payudara. Kafein juga tidak berpengaruh pada kanker payudara, tapi berperan dalam eksaserbasi penyakit payudara jinak (Dipiro et al., 2009).

e. Klasifikasi Kanker Payudara

  1) Steinthal I : kanker payudara besarnya sampai 2 cm dan tidak memiliki anak sebar. 2) Steinthal II : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar dikelenjar ketiak. 3) Steinthal III : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar di kelenjar ketiak, infra dan supraklavikular, atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau ke kulit atau kanker payudara yang apert (memecah ke kulit). 4) Steinthal IV : kanker payudara dengan metatasis jauh misal ke tengkorak, tulang punggung, paru-paru, ahti dan panggul.

  

Tabel.2.2 Klasifikasi kanker payudara berdasarkan TNM dari AJCC

Cancer Staging Manual, 7th Edition 2010

  Klasifikasi Batasan Tumor Primer (T) Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak ada bukti tumor primer Tis Karsinoma in situ Tis (DCIS ) Ductal carcinoma in situ Tis (LCIS) Lobular carcinoma in situ Tis (Paget’s) Paget’s disease pada puting tanpa tumor

  Catatan : Paget‟s disease yang berhubungan dengan tumor yang diklasifikasikan sesuai dengan ukuran tumor

  T1 Tumor ≤ 20 mm pada dimensi terbesar T1mi Tumor ≤ 1 mm pada dimensi terbesar

  T1a Tumor > 1mm tetapi ≤ 5 mm pada dimensi terbesar

  Klasifikasi Batasan T1b Tumor > 5 mm tetapi ≤ 10 mm pada dimensi terbesar

  

T1c Tumor > 10 mm tetapi ≤ 20 mm pada dimensi

terbesar

  

T2 Tumor > 20 mm tetapi ≤ 50 mm pada dimensi

terbesar

  T3 Tumor > 50 mm pada dimensi terbesar T4 Tumor berukuran apapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada dan/atau kulit (ulserasi atau skin nodule ) Catatan : invasi ke dermis saja tidak termasuk T4

  T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk otot pektoralis

  

T4b Ulserasi dan/atau ipsilateral satellite skin nodules

dan/atau edema (termasuk peau d‟orange) pada kulit, yang tidak termasuk kriteria inflammatory carcinoma

  T4c Gabungan T4a dan T4b T4d Inflammatory Carcinoma Kelenjar Getah Bening Regional (N) Nx KGB (Kelenjar Getah Bening) regional tidak dapat

dinilai ( misal telah diangkat)

  N0 Tidak terdapat metastasis KGB regional N1 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral level 1-2 yang masih dapat digerakkan

  N2 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral level 1-2 yang terfiksir atau matted, atau KGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis* jika tidak terdapat metastasis KGB aksila secara klinis

  N2a Metastasis pada KGB aksila ipsilateral level 1-2 yang terfiksir satu sama lain (matted) atau terfiksir pada struktur lain

  N2b Metastasis hanya pada KGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis* dan jika tidak terdapat metastasis KGB aksila secara klinis

  N3 Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral level 3 dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila level 1- 2, atau pada KGB mamaria interna ipsilateral yang terdeteksi secara klinis* dan jika terdapat metastasis KGB aksila level 1-2 secara klinis; atau metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna.

  N3a Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral N3b Metastasis pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila

  N3c Metastasis pada supraklavikular ipsilateral

  Metastasis jauh (M) MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 Tidak tedapat metastasis jauh M1 Metastasis jauh

  • Terdeteksi secara klinis maksudnya terdeteksi pada pemeriksaan imaging (termasuk lymphoscintigraphy) atau pada pemeriksaan fisik dan memiliki karakteristik yang mencurigakan suatu keganasan atau diduga sebagai makrometastasis patologik berdasarkan pemeriksaan sitologi FNAB.

Tabel 2.3 Klassifikasi Stadium Kanker Payudara dari AJCC 2010

  Stadium 0 Tis N0 M0 Stadium IA T1* N0 M0 Stadium IB T0 T1*

  N1 N1 Mi, M0 Mi, M0

  Stadium II A T0 N1** M0

T1* N1** M0

T2 N0 M0 Stadium II B T2 N1 M0 T3 N0 M0 Stadium III A T0 N2 M0

  T1* N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0

  Stadium III B T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 Stadium III C Setiap T N3 M0

  Stadium IV Semua T Setiap N M1 Sumber: AJCC, 2010

  • termasuk T1 mikroskopis
    • ** T0 dan T1 yang dengan hanya nodul mikrometastasis tidak termasuk dalam

      stadium IIA dan dimasukkan ke stadium IB f.

   Tatalaksana Kanker Payudara

  Menurut Dipiro (2009) membagi dalam stadium lanjut local (locali advanced breast cancer) dan stadium metastatik (metastatic

  

breast cancer). Tahap kanker payudara ini menunjukan kontrol yang

  lemah jika hanya dengan pembedahan saja dan mempunyai prognosis yang jelek. Neoadjuvant atau kemoterapi primer maupun neoadjuvan yang diikuti oleh pembedahan dengan radiasi atau keduanya, dan terapi adjuvant sistemik telah menjadi terapi pilihan untuk localy advanced breast cancer, yang meliputi radang kanker payudara. Hampir semua tumor berespon dengan penurunan ukuran tumor lebih dari 50%; dan hamper 70% pasien mengalami penurunan stadium dengan penggunaan kemoterapi neoadjuvan (dipiro et al., 2009). Tujuan terapi untuk kanker payudara metastatik adalah memperbaiki symptom dan kualitas hidup (Dipiro et al., 2009). Terapi pada kanker payudara baik dengan agen sitotoksik maupun endokrin biasanya menghasilkan kemunduran penyakit dan peningkatan kualitas hidup. Pada pasien yang berespon terhadap terapi, durasi survivalnya juga meningkat (Dipiro et al., 2009).

  1) Terapi lokal Pembedahan dilakukan pada pasien dengan kanker insitu dan dengan stage II. Breast Conserving Therapy (BCT) sering dijadikan terapi pertama untuk kanker payudara pada stage I dan II dengan masektomi (Dipiro et al., 2009).

  a) Terapi Adjuvan Terapi adjuvan sistemik didefinisikan sebagai pemberian terapi yang mengikuti terapi definitif

  (pembedahan, radiasi, atau kombinasi dari keduanya) jika tidak ada keterangan penyakit metastatik, terapi dengan kemungkinan kekambuhan tinggi (Dipiro et al, 2009).

  b) Terapi Antibodi monoklonal Obat-obat anti-HER2 seperti trastuzumab merespon

  15% sampai 20% ketika digunakan dosis tunggal dan men///ingkattkan respon ketika digunakan kombinasi dengan obat-obat kemoterapi (Dipiro et al., 2009).

  c) Terapi Hormonal Obat antiestrogen yang paling sering digunakan adalah tamoxifen. Tamoxifen diminum setiap hari dalam bentuk pil. Dengan tamoxifen setelah pembedahan, biasanya

  5 tahun, mengurangi resiko terjadinya kekambuhan sekitar 50% pada wanita yang menderita kanker stadium awal, jika kanker mengandung reseptor estrogen atau progesterone. Dosis untuk tamoxifen adalah 20 mg/hari dan mencapai konsentrasi steady state setelah kira-kira empat bulan terapi. Waktu paro tamoxifen selama pemberian dosis kronis adalah 7 hari. Konsentrasi jarum tamoxifen dapat dideteksi 6 minggu setelah terapi yang diskontinyu. Demikian, manfaat maksimum dari tamoxifen dan terlihat paling tidak 2 bulan dari terapi inisiasi lanjutan dan symptom penyakit metastatik tidak akan muncul kembali jika pasien tidak minum beberapa dosis (Dipiro et

  al., 2009).

  C. Kekambuhan

  Kekambuhan didefiniskan sebagai kejadian kembalinya kanker paru setelah melakukan pengobatan (American Cancer Society, 2014).

  D. Ketahanan Hidup

  Ketahan hidup merupakan tolak ukur keberhasilan pengobatan kanker adalah angka ketahanan hidup atau angka harapan hidup, digunakan untuk mengendalikan kanker. Hal ini dapat ditentukan dari kemungkinan kematian pada penderita kanker (Compton, et al, 2012).

  E. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan penjelasan tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

  Keterangan : : Diteliti : Mempengaruhi

  Variabel Terikat

  Outcome dari penggunaan

  Terapi dan effectiveness

  analysis

  Variabel Bebas Terapi Pengobatan