BAB I PENDAHULUAN 1.1 - PEMAKAIAN TANAH DIATOMAE DENGAN PERLAKUAN KALSINASI SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN UNTUK PRODUKSI BETON NORMAL DENGAN FAS 0.60 - Repository utu

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland, dan air (PBBI 1971). Dengan penambahan umur beton akan semakin mengeras, dan akan mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari. Pada saat keras, beton diharapkan mampu memikul beban sehingga sifat utama yang harus dimiliki oleh beton adalah kekuatannya. Kekuatan beton terutama dipengaruhi oleh banyaknya air dan semen yang digunakan atau tergantung pada faktor air semen dan derajat kekompakannya. Adapun faktor yang mempengaruhi kekuatan beton adalah perbandingan berat air dan semen, tipe dan gradasi agregat, kualitas semen, dan perawatan (curing).

  Tanah diatomae dikenal dengan berbagai istilah seperti diatomit,

  

kieselguhr , tripolit atau tepung fosil atau tanah serap (Hoeve, 1984). Menurut

  Khan (1980) kadar senyawa silika dalam tanah diatomae sangat bervariasi, demikian juga strukturnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh asalnya. Komponen tanah diatomae yang berhubungan dengan sifat sebagai adsorben adalah silika, yang tentu saja berkaitan erat dengan struktur senyawa silika tanah diatomae tersebut. Tanah diatomae sekarang digunakan untuk berbagai hal, yaitu sebagai penyaring (filter), material pengisi, bahan isolasi, amplas atau penggosok, bahan penyerap atau adsorben, katalis, sumber silika, bahan bangunan dan campuran semen pozolan. Di samping itu, tanah diatomae dapat pula digunakan sebagai penyaring pada berbagai industri, seperti : gula, minyak mineral, jus buah, bir, anggur, minyak tumbuhan, minyak binatang serta sabun cair. Pemanfaatan tanah diatomae secara luas pada berbagai bidang maupun proses pengolahan, dengan terlebih dahulu mengetahui keadaan dan sifat tanah diatomae tersebut secara utuh.

  Deposit tanah diatomae atau diatomite di Kabupaten Aceh Besar cukup tinggi dengan estimasi 40.353.700.00 ton (Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NAD, 2012). Diatomae memiliki daya serap tinggi, mudah diperoleh dengan harga yang tidak mahal dan bahan dasar yang merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Uraian di atas mendasari studi ini dilakukan untuk mencari alternatif pengganti sebagian semen dalam produksi beton karena tanah diatomae memiliki sifat pozolan yang mirip dengan bahan pozolan lainnya seperti fly ash dan metakaolin.

  1.2 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan tanah diatomae dengan perlakuan kalsinasi sebagai subtitusi semen terhadap kuat tekan beton serta mencari proporsi campuran tanah diatomae yang optimum, sehingga dapat dijadikan acuan untuk penggantian (replacement) sebagian semen pada produksi beton pada skala laboratorium.

  1.3 Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian ini antara lain:

  1. Dapat memberikan informasi kepada akademisi untuk penelitian dan aplikasi pekerjaan di bidang terkait serta memberi konstribusi untuk perkembangan ilmu teknologi tentang material beton.

  2. Dapat memproduksi beton dengan bahan yang dapat meningkatkan kekuatan, workability , daya tahan, dan biaya produksi yang lebih murah dari semen.

  3. Dapat memanfaatkan bahan pozolan tanah diatomae.

  1.4 Batasan Penelitian

  Agar penelitian tidak menyimpang dari tujuannya, maka diberi batasan antara lain :

  1. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kuat tekan pada beton dengan menggunakan substitusi (replacement) sebagian semen dengan tanah diatomae sebesar 0%, 10%, 20%, 30% dan 40%. Beton direncanakan dengan faktor air semen (FAS) 0,60. Dan tanah diatomae yang digunakan dari Aceh Besar.

  2. Bahan pembuat beton yaitu semen portland, agregat halus (pasir), agregat kasar, dan air yang digunakan dari Laboratorium Kontruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala.

  3. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm.

  4. Pengujian dilakukan pada umur beton 7 hari, 28 hari, dan 56 hari.

  5. Tanah diatomae yang digunakan untuk substitusi diperlakukan dengan

  calcinasi pada temperatur antara 200 C sampai dengan 400 C.

  6. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kontruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala.

1.5 Hasil Penelitian

  Dari hasil pemerikasaan sifat-sifat fisis agregat, semua agregat yang digunakan untuk campuran beton ini telah memenuhi standarisasi yang ada, seperti pemeriksaan berat volume (bulk density), berat jenis (specific grafity), analisa saringan (sieve analysis), penyerapan (absorbsi), kandungan bahan organik dan ketahanan agregat. Dari hasil pengujian kuat tekan beton silinder dengan tanah diatomae 0% pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari masing-masing adalah beton menghasilkan kuat tekan 17,90 Mpa; 22,90 Mpa; dan 27,89 MPa. Pada tanah diatomae 10% umur 7 hari, 28 hari, dan 56 hari masing-masing adalah menghasilkan kuat tekan 12,91 Mpa; 17,49 Mpa; dan 20,82 MPa. Pada tanah diatomae 20% umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari masing-masing adalah menghasilkan 8,95 Mpa; 12,28 Mpa dan 17,49 MPa. Pada tanah diatomae 30% umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari masing-masing adalah menghasilkan kuat tekan 5,83 Mpa; 11,24 MPa, dan 13,74 MPa. Pada tanah diatomae 40% umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari masing-masing adalah menghasilkan kuat tekan 3,33 Mpa; 8,12 MPa, dan 12,07 MPa. Terjadi penurunan kuat tekan pada beton dengan pengujian tanah diatomae 10%, 20%, 30%, dan 40%.

  Jika dilihat dari keseluruhan pengujian benda uji, pada pengujian umur 56 hari rata-rata meningkat dari pengujian umur 7 hari, dan 28 hari. Pada analisa varian umur pengujian berpengaruh terhadap kuat tekan beton, sedangkan untuk variasi persentase penggunaan tanah diatomae juga berpengaruh terhadap kuat tekan. Namun untuk interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap kuat tekan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton

  Beton merupakan bahan bangunan yang diperoleh dari dengan mencampurkan agregat kasar, agregat halus, air dan semen sebagai pengikat hidrolis, pada saat ini beton sangat banyak digunakan dalam pembangunan infrastruktur karena mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi, mudah dikerjakan dan ekonomis.

  Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas (Mulyono, 2004). Nilai kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat tekan terhadap benda uji silinder pada umur 28 hari yang dibebani dengan gaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban maksimum didapat dari pengujian dengan menggunakan alat compression testing machine. Faktor-faktor yang membuat beton banyak digunakan karena memiliki keunggula

  • –keunggulannya antara lain : 1. Kemudahan pengolahannya.

  2. Material yang mudah didapat.

  3. Kekuatan tekan tinggi.

  4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca. Selain memiliki kunggulan-keunggulan seperti disebutkan di atas, beton juga memiliki kekurangan seperti berikut

  1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah

  2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi

  3. Berat (bobotnya besar) 4. Daya pantul suara yang besar.

  2.2 Tanah Diatomae ( diatomite)

  Tanah Diatomae merupakan salah satu bahan galian yang cukup melimpah di Indonesia yang merupakan salah satu bahan penyerap yang tersedia di alam. Tanah diatomae dikenal dengan berbagai istilah seperti diatomite, kieselguhr, tripolit atau tepung fosil (Johnstone, 1961), atau tanah serap (Hoeve, 1984).

  2.3 Sifat dan karakteristik tanah diatomae

  Diatomae memiliki sifat dasar yakni strukturnya unik, berat jenisnya rendah (± 0,45), permukannya luas dan berpori-pori, warnanya putih-coklat (tergantung kontaminasinya), kemampuan daya hantar listrik atau panas rendah serta tidak abrasif (Rahmah, 2011).

  Tanah diatomae diketahui mengandung zat-zat organik dan oksida-oksida logam yang diduga mengganggu kemampuan absorpsi ion logam. Proses pemanasan akan menurunkan kadar zat-zat organik dan oksida-oksida logam selain SiO

  2 sehingga kadar SiO 2 makin dominan. Kemampuan absorpsi tanah

  diatomae dipengaruhi oleh adanya gugus siloksan (Si-O-Si) dan gugus silanol (Si- OH).

  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen utama tanah diatomae adalah silika yang tersusun atas satuan-satuan tetrahedron. Menurut Clark (1960), Kirk dan Othmer (1979), silika sebagai komponen utama tanah diatomae adalah amorf (SiO

  2 nH

2 O), dimana atom-atom silikon dan oksigen

  dalam silika tersusun secara tetrahedron mirip dengan silika kristal tetapi jaringan tersebut tidak terulang secara periodik dan simetri seperti halnya dalam kristal.

  Menurut Khan 1980, tanah diatomae sekarang digunakan untuk berbagai hal, yaitu sebagai penyaring (filter), material pengisi, bahan isolasi, amplas atau penggosok, bahan penyerap atau absorben, katalis, sumber silika, bahan bangunan dan campuran semen pozolan. Di samping itu, tanah diatomae dapat pula digunakan sebagai penyaring pada berbagai industri, seperti gula, minyak mineral, jus buah, bir, anggur, minyak tumbuhan, minyak binatang serta sabun cair. Berbagai fungsi tersebut berhubungan dengan beberapa sifat penting, yaitu porositas, daya serap, ukuran partikel, serta konduktivitas.

  Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silica alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan tetapi dalam bentuk yang halus dan dengan adanya air maka senyawa- senyawa tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu normal membentuk senyawa kalsium hidrat yang bersifat hidraulis dan mempunyai angka kelarutan yang cukup rendah. Standar mutu pozolan menurut ASTM dibedakan menjadi tiga kelas, dimana tiap-tiap kelas ditentukan komposisi kimia dan sifat fisiknya. Pozolan mempunyai mutu yang baik apabila jumlah kadar SiO2+ Al tinggi dan reaktifitasnya tinggi dengan kapur. Ketiga kelas pozolan tersebut adalah :

  1. Kelas N : Pozolan alam atau hasil pembakaran, pozolan alam yang dapat digolongkan didalam jenis ini seperti tanah diatomoic, opaline cherts dan shales, tuff dan abu vulkanik atau pumicite, dimana bisa diproses melalui pembakaran atau tidak. Selain itu juga berbagai material hasil pembakaran yang mempunyai sifat pozolan yang baik.

  2. Kelas C : Fly ash yang mngandung CaO di atas 10% yang dihasilakan dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batu bara.

  3. Kelas F : Fly ash yang mngandung CaO kurang dari 10% yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara. 2O3+ Fe2O3.

  Komposisi kimia dari tanah diatomae dapat terlihat dari komposisi SiO

  2

  dan Al O . Begitu juga dengan pengotor-pengotornya seperti Na O, K O, Fe O ,

  2

  3

  2

  2

  2

  3

  dan MgO. Untuk setiap jenis diatomea, kandungan komposisi kimianya berbeda- beda, seperti untuk diatomit (aulocoseira), komposisi kimianya terdiri dari SiO

  2

  ;72%, Al

  2 O 3 ; 11,42%, Na

2 O; 7,21%, Fe

  2 O 3 ; 5,81% dan CaO ; 1,48%. Celite

  adalah sebuah sifat bahan penyaring diatomae yang mempunyai tipe analisis energi kimia dengan alami dengan SiO

  2 ; 85,5%. Al

  2 O 3 ; 3,8%, Fe

  2 O 3 ; 1,2%,

  Na

2 O + KO; 1,1% dan CaO; 0,5%. Al dengan Si (silikon) dapat mengurangi kelarutan dari biogenik silika (Carter, 2007).

Tabel 2.1 Komposisi Tanah Diatomae

  1.11

Gambar 2.1. Bentuk tanah diatomae berasal dari Desa Lampanah Leungah

  Menurut Wendlandt 1986, tanah diatomae alam mempunyai kapasitas absorpsi lebih besar dibandingkan dengan tanah diatomae yang dipanaskan pada suhu 500ºC sampai dengan 900ºC. Tanah diatomae alam masih mengandung senyawa-senyawa organik yang dapat membentuk ikatan organo-logam dan masih banyak mengandung air. Kandungan air yang cukup tinggi menyebabkan tanah

  Bentuk tanah diatomae yang berasal dari Desa Lampanah Leungah Kecamatan Seulimum Aceh Besar dapat dilihat pada gambar dibawah.

  0.24 Sumber : Carter, 2007.

  11 MnO

  10 TiO₂ 0,54

  9 MgO 0,79

  8 CaO

  No Komposisi Senyawa Persentase ( % )

  7 Na₂O 1,58

  6 K₂O 2,96

  5 Fe₂O₃ 3,4

  4 Kadar Air 4,73

  3 LOI 5,5

  2 A₂lO₃ 12,21

  1 SiO₂ 75,1

2.4 Kalsinasi ( Calcinasi)

  diatomae alam mempunyai kapasitas absorpsi lebih rendah dari pada tanah diatomae yang dipanaskan pada suhu 100ºC. Pemanasan tanah diatomae pada temperatur 100ºC akan memutuskan ikatan hidrogen antara air dengan gugus silanol atau antara air dengan gugus siloksan, sehingga kandungan airnya menjadi lebih sedikit.

  Tanah diatomae memiliki sifat pozolan mirip dengan bahan pozolan lainnya seperti fly ash dan metakaolin. Tanah diatomae dikalsinasi menggunakan tungku batch pada suhu antara 200ºC sampai dengan 400ºC selama 5 jam digunakan untuk mengetahui pengaruh kalsinasi pada reaksi pozolan.

2.5 Agregat

  Menurut Antoni 2007, Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, yang mencapai 70%-75% dari volume beton, sehingga agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir, dan lain sebagainya) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan.

  Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (artificial aggregates). Contoh agregat dari alam adalah pasir alami dan kerikil, sedangkan contoh agregat buatan adalah agregat yang berasal dari stone

  

crusher, hasil residu terak tanur tinggi (blast furnace slag), pecahan genteng,

  pecahan beton, fly ash dari residu PLTU, agregat buatan dapat menjadi agregat alternatif sebagai bahan pengisi dalam beton.

  Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus.

  2.5.1 Agregat halus

  Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

  2.5.2 Agregat kasar

  Yang dimaksud dengan agregat kasar adalah agregat yang berukuran lebih besar dari 5 mm, sifat yang paling penting dari suatu agregat kasar adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia serta ketahanan terhadap penyusutan.

2.6 Kuat Tekan Beton

  Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Beton yang baik terbuat dari material yang kuat dan tahan lama secara alami. Maksudnya, jika material pembentuk beton sudah kuat dan tahan, bisa dijamin beton yang dihasilkan juga lebih kuat. Ciri-cirinya beton yang kuat dan memiliki daya tahan yang tinggi adalah: padat, kedap air (tidak berpori), tahan terhadap perubahan suhu, dan tahan terhadap keausan dan pelapukan (SNI 2011).

  Mulyono (2006), kekuatan beton sangat ditentukan oleh kekuatan agregat dan kekuatan matriks pengikatnya. Dengan demikian, faktor yang dapat dioptimalkan untuk mendapatkan beton yang struktural adalah kekuatan matriks pengikat. Dari uraian diatas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penambahan terhadap kuat tekan beton menggunakan tanah diatomae sebagai substitusi semen untuk meningkatkan kekuatan tekan beton.

  Salah satu masalah yang sangat berpengaruh pada kuat tekan beton adalah adanya porositas. Semakin besar porositasnya maka kuat tekannya semakin kecil, sebaliknya semakin kecil porositas kuat tekannya semakin besar. Besar dan kecilnya porositas dipengaruhi besar dan kecilnya faktor air semen yang digunakan.

  2.7 Pengujian Benda Uji

  Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat benda uji berumur 7 hari, 28 hari, dan 56 hari sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu benda uji ditimbang beratnya serta dilakukan pengukuran dimensi.

  Menurut Salmon (1990) kuat tekan yang terjadi dapat dihitung dengan Persamaan 2.1.

  P Max f ' c

   ......................................................................................... (2.1)

  A

  Dimana : f’c = Tegangan beton yang timbul (MPa); P = besar beban maksimum yang bekerja (N);

  

2

A = luas tampang benda uji (mm ).

  2.8 Pola Kehancuran

  Pengamatan visual juga dilakukan untuk mengetahui pola kehancuran yang terjadi pada benda uji. Menurut (Anonim, 2004) ada beberapa bentuk kehancuran dari benda uji akibat pengujian kuat tekan, seperti yang terlihat pada Gambar. 2.2 berikut ini.

  (a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 2.2. Sketsa Type Pola Retak

  Sumber : Anonim, 2004

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tahapan dalam penelitian ini diawali dengan studi literatur dan dilanjutkan

  dengan prosedur pelaksanaan penelitian, dimana dalam penelitian ini perlu dilakukan penyiapan peralatan dan bahan/material, pemeriksaan material, perhitungan komposisi campuran beton, pembuatan benda uji, perawatan benda uji dan pengujian benda uji serta analisa data.

3.1 Peralatan

3.1.1 Pemeriksaan material

  Pemeriksaan yang perlu dilakukan terhadap tanah diatomae adalah Pemeriksaan sifat kimia terhadap tanah diatomae yang meliputi kandungan CaO, Fe

  2 O 3 , Al

  2 O 3, dan SiO

  2. Untuk pemeriksaan komposisi senyawa kimianya

  dilakukan pemeriksaan oleh pegawai yang bekerja di Balai Riset dan Standarisasi Industri Kementerian Perindusterian Banda Aceh.

  Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland tipe I tanah diatomae yang sudah dihancurkan diambil dari Desa Lampanah Leungah Kecamatan Seulimeum Kabupaten Aceh Besar. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan material agregat sebagian besar telah tersedia di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan, Fakultas Teknik Unsyiah.

3.1.2 Pengecoran dan pemeriksaan adukan beton

  Peralatan yang digunakan untuk pengecoran dan pemeriksaan adukan beton adalah : Mesin pengaduk beton (concrete mixer) berkapasitas 90 liter; -

  • Peralatan pengukuran slump (kerucut Abram’s);

  Pengukuran temperature/suhu (termometer). -

  • Palu karet;
  • Cetakan benda uji silinder beton.
  • Tongat besi Sebelum dilakukan pengecoran terlebih dahulu dilakukan penimbangan agregat, semen, tanah diatomae dan air, dimana sebelumnya telah direncanakan komposisi campuran beton (concrete mix design). Pengecoran dilakukan dengan memasukkan bahan tersebut kedalam mesin pengaduk beton (concrete mixer), setelah teraduk rata terlebih dahulu dilakukan pengujian slump kemudian dituangkan kedalam cetakan benda uji silinder beton dengan diameter 10cm dan tinggi 20 cm.

3.1.3 Pengujian kekuatan beton

  Pengujian kekuatan beton dilakukan untuk mengetahui kekuatan beton tersebut. Sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu benda uji ditimbang kemudian barulah dilakukan pengujian dengan menggunakan Mesin pembebanan merk ton industrie kapasitas 100 ton.

3.2 Prosedur Penelitian

  3.2.1 Persiapan

  Pekerjaan persiapan meliputi : 1. Pengadaan material.

  2. Pemeriksaan kandungan kimia tanah diatomae.

  3. Pemeriksaan bahan material.

  4. Perencanaan mutu beton.

  5. Persiapan cetakan.

  3.2.2 Pemeriksaan Bahan Material

  Pemeriksaan laboratorium terhadap semen ini tidak dilakukan karena telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Pemeriksaan hanya dilakukan secara visual terhadap kantong yang tidak robek dan keadaan butiran (tidak terdapat bongkahan-bongkahan yang keras) pada semen tersebut.

  Pemeriksaan terhadap agregat kasar dan agregat halus sebagai material pembentuk beton untuk mendapatkan mutu material pembentuk beton perlu dilakukan untuk mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan Anonim (1982). Pemeriksaan ini dilakukan terhadap sifat-sifat agregat yang meliputi berat jenis (specific gravity), penyerapan (absorbtion), berat volume (bulk density), analisa saringan (sieve analyisis), sifat-sifat ketahanan agregat dan kadar bahan organik. Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat kasar dan agregat halus didasarkan pada standar ASTM.

  Pemeriksaan sifat kimia terhadap tanah diatomae yang meliputi kandungan CaO, Fe O , Al O dan SiO

  2

  3

  2

  3 2.

  Air yang akan digunakan untuk campuran beton dan perawatannya berasal dari air bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Daroy.

3.2.3 Rancangan benda uji

  Perencanaan benda uji didasarkan kepada kebutuhan sifat mekanis yang mana perlu dilakukan terhadap pengujian kuat tekan beton, sehingga direncakan pembuatan benda uji sebagai berikut:

  a. Untuk pengujian kuat tekan beton pada umur 7 hari, 28 hari, dan 56 hari dibuat benda uji silinder dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm dengan FAS 0,60.

  b. Proporsi campuran sebagai bahan substitusi semen dengan 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% masing-masing sebanyak 3 buah benda uji dengan treatment calcinasi.

  Variasi dan jumlah pembuatan benda uji untuk dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.1 Variasi dan jumlah pembuatan benda uji silinder untuk pengujian kuat tekan beton dengan FAS 0,60 (ukuran benda uji Diameter 10 cm dan Tinggi

  20cm)

  Jumlah Umur Persentase Tanah Diatomae No Benda Uji Pengujian 0% 10% 20% 30% 40%

  1 7 hari

  3

  3

  3

  3

  3

  15 2 28 hari

  3

  3

  3

  3

  3

  15 3 56 hari

  3

  3

  3

  3

  3

  15 Jumlah Total Benda Uji

  45

  3.3 Kalsinasi ( Calcinasi)

  Kalsinasi (calcinasi) adalah proses pemanasan suatu benda hingga temperaturnya tinggi, untuk penguraian partikel bahan baku yang bersenyawa karbonat menjadi senyawa oksida dan karbondioksida. Tanah diatomae sebelum digunakan untuk pembuatan benda uji pada substitusi semen, terlebih dahulu diperlakukan dengan kalsinasi pada persentase tanah masing-masing 10%, 20%, 30% dan 40%. Proses kalsinasi menggunakan tungku pembakaran batu bata. Untuk mengukur suhu menggunakan alat termometer pada suhu antara 200 C sampai dengan 400 C dengan dibakar selama 4-5 jam untuk mengetahui pengaruh kalsinasi pada reaksi pozolan.

  3.4 Proporsi Campuran

  Dalam merencanakan komposisi campuran beton (concrete mix design), diambil perencanaan campuran beton berdasarkan American Concrete Institute (ACI) 211.1-91 (2005). Untuk campuran beton benda uji silinder berdiameter 10 cm dan tinggi 20 cm, faktor air semen yang dipakai yaitu 0,60. Presentase tanah diatomae yang digunakan sebagai substitusi semen sebesar 0%, 10%, 20%, 30% dan 40% dari berat semen. Diameter agregat maksimum yang digunakan 25,4 mm.

  Perhitungan komposisi campuran beton untuk 1 m3 = 1000 lt adalah :

  1. Slump dipilih 75 – 100 mm ;

  2. Diameter maksimum agregat 24,4 mm ;

  3. Jumlah air berdasarkan Tabel B.4.8.1 Lampiran B.4.8 Halaman 74 dihitung

  3 dengan cara interpolasi. Jumlah air yang dibutuhkan = 194 kg/m .

  4. Mutu beton K 200 ; Rumus untuk menghitung mutu beton rata – rata (f’c) : f’cr = f’c + z.S

  5. Nilai faktor air semen 0,60 ; Nilai faktor air semen dari Tabel B.4.8.4 Lampiran B.4.8 Halaman 74 dengan menggunakan perhitungan interpolasi dapatlah nilai FAS 0,60 ;

  3

  3

  6. Semen yang dibutuhkan untuk 1 m adalah 323,333 kg/m ; Rumus untuk menghitung semen adalah :

3 Semen = = = 323,333 kg/m .

  7. Berat agregat kasar dapat dihitung dengan rumus : Berat agregat kasar = volume kerikil × berat volume kerikil ;

  8. Agregat halus diperoleh dari selisih berat beton dengan total berat air, semen, dan agregat kasar.

3.5 Pembuatan dan Perawatan Benda Uji

  Sebelum pekerjaan pengecoran dimulai, masing-masing material pembentuk beton ditimbang beratnya sesuai dengan perbandingan campuran yang diperoleh dari rancangan campuran beton (mix design). Pembuatan benda uji dilakukan dalam beberapa kali pengecoran. Selanjutnya molen terlebih dahulu dibasahi dengan air demikian juga dengan wadah penampungan mortar. Hal ini bertujuan agar mortar beton tidak melekat pada wadah sehingga mudah dikeluarkan setelah beton teraduk rata. Persiapan selanjutnya adalah mengolesi cetakan silinder yang telah disediakan sebelumnya dengan oli, pengolesan oli ini bertujuan untuk memudahkan pembukaan cetakan benda uji setelah beton mengeras.

  Setelah semua persiapan selesai, pengadukan material beton dilakukan dengan memasukkan material pembentuk beton yaitu agregat kasar dan agregat halus, kemudian semen, tanah diatomae dan air secara berurutan dengan tujuan mencegah terjadinya penggumpalan campuran beton. Lamanya waktu pengadukan sekitar 15 menit. Setelah material teraduk rata, lalu mortar yang dihasilkan dituangkan ke dalam kereta sorong untuk dibawa ke tempat cetakan benda uji.

  Setelah proses pengadukan selesai, selanjutnya adukan mortar diperiksa kekentalannya melalui pengujian slump dengan menggunakan kerucut Abram’s seperti yang disyaratkan oleh ASTM C. 143-78. Kerucut Abram’s adalah kerucut terpancung (konis) yang terbuat dari plat logam dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm dan tinggi 30 cm. Kerucut diletakkan diatas plat baja berukuran 45 cm x 45 cm dan dilengkapi dengan tongkat besi berdiameter 16 mm dan panjang 60 cm, dangan salah satu ujungnya yang dibulatkan untuk pemadatan. Mortar dimasukkan kedalam kerucut sebanyak tiga lapisan dengan volume tiap lapisannya sama. Tiap lapisan dipadatkan dengan cara ditumbuk sebanyak 25 kali tinggi jatuh tongkat 15 cm. Pengukuran nilai slump dilakukan dengan cara mengukur turunnya permukaan beton segar setelah kerucut ditarik vertikal keatas.

  Perawatan benda uji dilakukan di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan, Fakultas Teknik Unsyiah. Perawatan dilakukan dengan memasukkan benda uji kedalam kolam selama umur pengujian yaitu pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari. Tiga jam sebelum dilakukan pengujian, benda uji diangkat dan diangin-anginkan sehingga didapat benda uji dalam keadaan kering permukaan.

  Perawatan benda uji ini dilakukan untuk menjaga kualitas dan kekuatan beton.

  3.6 Pengujian Kekuatan Beton

  Pengujian kuat tekan silinder beton dilakukan pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari. Pengujian dilakukan dengan mesin penguji kuat tekan merek Ton Industrie kapasitas 100 ton dan 400 ton. Sebelum pengujian, benda uji ditimbang beratnya dan diukur dimensinya. Pembebanan kuat tekan dilakukan perlahan-

  2

  perlahan dengan beban 2 sampai 4 N/mm /detik sampai benda uji hancur sesuai dengan SNI 03-1973-1990 (Anonim : 1990). Besar beban yang menyebabkan benda uji hancur merupakan data yang akan digunakan untuk memperoleh kuat tekan beton. Posisi beban yang diberikan pada benda uji dapat dilihat pada Gambar 3.1

  Compressive Machine Test (Ton Industri)

Gambar 3.1 : Sketsa Proses Pengujian kuat tekan beton

  Sumber : Anonim (1990)

  3.7 Pengolahan Data

  Data kuat tekan serta berat benda uji dihitung dengan nilai rata-ratanya yang bertujuan untuk melihat penyebaran data. Penyebaran data hasil pemeriksaan data hasil pemeriksaan diukur dengan menggunakan koefisien ragam sampel (coeficien of varian)

  Menurut Anonim (1971), mutu pelaksanaan suatu penelitian dapat dilihat dari penyebaran nilai-nilai hasil pemeriksaan. Baik tidaknya penyebaran tersebut dapat dilihat dari simpangan baku (standar deviasi = S) yang diperoleh. Besar kecilnya penyebaran hasil pemeriksaan tergantung pada tingkat ketelitian pelaksanaan. Makin kecil harga ”S” maka akan semakin baik mutu pelaksanaan penelitian.

  Standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : n 2

  

  X i

  X  

   i 1

   S ................................................................................(3.1) n n

  1 X ii 1

    .............................................................................................(3.2)

  X n

  dimana : S = standar deviasi X i = besarnya data ke-i

  X = nilai rata-rata

  n = jumlah benda uji Menurut Walpole dan Myers (1986), metode statistik untuk seleksi data dengan jumlah benda uji lebih kecil dari 30 buah disebut sampel kecil dan boleh memiliki penyimpangan yang tidak memenuhi persyaratan sebesar maksimum 5%.

  Klasifikasi mutu beton untuk pekerjaan penelitian di laboratorium adalah sangat baik untuk C

  V 5%, baik untuk 5% < C V < 7%, sedang untuk 7% < C V <

  10%, dan kurang C v > 10%. C

  V adalah koefisien ragam sampel, yang dihitung

  dengan menggunakan rumus:

  S Cv x 100

   % ............................................................................. (3.4)

  x

  dimana : C

  , 2 ... 1 1 2 1 abn y

  

  SS b j j B 2 ... 1 2  

  abn y an y

  .............................................................................(3.6)

  SS a i i A 2 ... 1 2   

  abn y bn y

  ........................................................................(3.5)

   

  SS y b j n k ijk a i T      

  Sumber : Hines dan Montgomery (1990) Jumlah kuadrat dihitung dengan persamaan-persamaan di bawah ini :

  V = koefisien ragam sample (%)

  (a-1)-(b-1) MS E Error SS E ab(n-1) MS E = SS E ab(n-1) Total SS T abn-1

  Varian Kuadrat Kebebasan A Perlakuan SS A a-1 MS A = SS A F 0 = MS A a-1 MS E B Perlakuan SS B b-1 MS B = SS B F 0 = MS B b-1 MS E Interaksi SS AB (a-1) (b-1) MS AB = SS AB F 0 = MS AB

  0 Hitung

  Sumber Jumlah Derajat Rata-rata Kuadrat F

Tabel 3.2. Analisa Varian untuk Klasifikasi Dua Arah Model Efek Tetap

  Metode pengolahan data yang dipilih adalah metode analisis varian untuk klasifikasi dua arah model efek tetap. Prosedur pengujian analisa varian untuk klasifikasi dua arah model efek tetap diperlihatkan Tabel 3.2 berikut ini :

  3.7.1 Analisa varian

  X = data rata-rata

  S = standar deviasi

  .............................................................................(3.7)

  a b

  2 2 y ij y ...

  .......................................................(3.8)

  SS SS SS AB A B ,       i 1 j 1 n abn

SSSSSSSSSS ..............................................................(3.9)

E T A B AB , SS A

  .............................................................................(3.10)

  MSA a

  1 SS B

  .............................................................................(3.11)

  MS  , B

  1 b SS AB

  .............................................................................(3.12)

   , MS AB

    ( a 1 )( b 1 )

  SS E

  .............................................................................(3.13)

  MSE ab (  n 1 )

  Dimana : a = Jumlah perlakuan (umur pengujian) b = Jumlah perlakuan (persentase fly ash batu bara) a-1 = Derajat kebebasan SS perlakuan n = Jumlah pengulangan benda uji y… = Total keseluruhan semua observasi

  Bila dari hasil analisis varian menginformasikan bahwa F0 > F0 (α);(a- 1,N-a), atau dengan istilah lain F0 hitung lebih besar dari F tabel maka kuat tarik belah, kuat tekan beton dipengaruhi oleh penggantian sebagian semen dengan tanah diatomae. Bila sebaliknya maka perbedaan tidak berpengaruh nyata.

  3.7.2 Analisa regresi

  Pada analisis regresi data kuat tekan dipakai untuk menganalisa hubungan antara dua variabel atau lebih. Variabel yang harus diketahui dalam analisis regresi adalah variabel yang mempengaruhi dan dipengaruhi. Variabel yang mempengaruhi disebut variabel bebas (independent variable) dan variabel yang dipengaruhi disebut variabel terikat (dependent variable). Untuk mendapatkan persamaan garis atau kurva yang mewakili kedua variabel tersebut terlebih dahulu

  dilakukan pengumpulan data yaitu, (xi, yi) dimana i = 1, 2, 3....n, kedua kumpulan data tersebut diplot ke dalam sumbu kartesian untuk mendapatkan diagram pancar (scatter diagram).

  Garis dan kurva penduga yang mewakili titik – titik dalam diagram pencar dapat berupa garis lurus (linier) atau dapat berupa garis lengkung (non linier). Regresi linier digunakan untuk diagram pencar yang berupa garis lurus dan regresi non linier untuk diagram pencar yang berupa garis lengkung. Dikutip Iskandar (2004 : 34) menyatakan bentuk persamaan kedua regresi tersebut adalah:

  a. Regresi linier : Y = a + bx (linier)......................................................................................(3.14)

  c. Regresi non linier

  2 Y = aX + Bx+ c (polinomial berderajat 2)...............................................(3.15)

  Persamaan regresi yang paling cocok dari model – model regresi di atas adalah regresi yang koefesien determinasinya paling besar. Koefisien determinasi (R squared) dipergunakan untuk mempertimbangkan ketetapan sebuah model regresi.

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini perhitungan dan pengolahan data yang dibahas yaitu

  sebagai berikut : 1. Pemeriksaan sifat–sifat agregat.

  2. Pemeriksaan komposisi kimia tanah diatomae.

  3. Pengujian kuat tekan silinder beton.

  Pembahasan yang dilakukan berkenaan dengan :

  1. Bagaimana pengaruh penggunaan tanah diatomae dengan perlakuan kalsinasi terhadap kuat tekan struktur beton normal dengan faktor air semen 0,60.

  2. Bagaimana hubungan sifat-sifat mekanis beton normal dengan menggunakan tanah diatomae pada kondisi lingkungan terlindung yang diuji pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari.

4.1 Sifat-Sifat Fisis Agregat

  Data pendukung penelitian diperoleh dari hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi syarat sebagai material pembentuk beton.

4.1.1 Berat volume agregat

  Perhitungan berat volume agregat diperlihatkan pada Lampiran B.4.1 Halaman 51. Hasil perhitungan berat volume rata-rata yang diperoleh untuk setiap jenis agregat diperlihatkan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan perhitungan berat volume.

  

Jenis Referensi

Berat Volume No (kg/l) Orchard Troxell

  Agregat (1979) (1968)

  1. Coarse Aggregate 1,817 > 1,560

  2. Coarse Sand 1,785 > 1,445 > 1,400

  3. Fine Sand 1,622

  Agregat yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai material pembentuk beton sebagaimana yang disarankan oleh Orchard (1979) yaitu berat volume agregat yang baik lebih besar dari 1,445 kg/l dan Troxell (1968) yaitu berat volume agregat kasar lebih besar dari 1,560 kg/l dan untuk pasir kasar serta pasir halus lebih besar dari 1,400 kg/l.

4.1.2 Berat jenis dan absorbsi

  Perhitungan berat jenis dan absorbsi agregat diperlihatkan pada Lampiran B.4.2 Halaman 52 sampai Halaman 53. Hasil perhitungan berat jenis dan absorbsi yang diperoleh untuk setiap jenis agregat diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan Tabel

  4.3. Hasil perhitungan berat jenis dan absorbsi diperlihatkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan perhitungan berat jenis agregat

  Berat Jenis Referensi No Jenis Agregat SG (SSD) SG (OD) Troxell (1968)

  1. Coarse Aggregate 2,806 2,777 2,500 - 2,800

  2. Coarse Sand 2,637 2,569 2,000 – 2,600

  3. Fine Sand 2,628 2,569

Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan perhitungan absorbssi agregat

  Referensi No Jenis Agregat Absorbsi (%) Orchard (1979)

  3. Coarse Aggregate 1,059

  4. Coarse Sand 2,56 0,400 – 1,900

  5. Fine Sand 2,275

  Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa berat jenis agregat jenuh air kering permukaan (SSD) yang digunakan telah memenuhi ketentuan yang disarankan oleh Troxell (1968) yaitu untuk kerikil berkisar antara 2,5 – 2,8 dan untuk pasir berkisar antara 2,0 – 2,6. Sedangkan berat jenis agregat kering oven (OD) yang diperoleh masih masuk dalam kategori yang ditentukan oleh Troxell (1968) yaitu untuk kerikil berkisar antara 2,5 – 2,8 dan untuk pasir berkisar antara 2,0 – 2,6. Selanjutnya pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai absorbsi agregat halus, dan pasir halus yang diperoleh tidak sesuai dengan nilai absorbsi yang ditentukan oleh Orchard (1979) yaitu 0.4% sampai dengan 1.9%.

4.1.3 Susunan butiran agregat (gradasi)

  Data yang diperoleh dari analisa saringan digunakan untuk melihat susunan butiran agregat yang digunakan dalam campuran beton. Hasil perhitungan susunan butiran diperlihatkan pada Lampiran B.4.3 halaman 53. Nilai

  

fineness modulus yang diperoleh dari analisa saringan dapat dilihat pada Tabel

  4.4. Fineness modulus tersebut telah memenuhi ketentuan ASTM (Anonim, 2004) yaitu diantara 5.5–8.0 untuk kerikil, diantara 2.9–3.2 untuk pasir kasar dan diantara 2.2–2.6 untuk pasir halus.

Tabel 4.4 Nilai Fineness Modulus (FM) Agregat.

  Referensi Modulus No Jenis agregat kehalusan

  Mulyono ASTM (2004) (2005)

  1. Coarse Aggregate 6,679 5,500–8,000 5,500–8,000

  2. Coarse Sand 4,654

  3. Fine Sand 2,315 2,200–2,600 1,500–3,800

  4. Agregat campuran 5,518 4,000–7,000 5,000–6,000 Hasil perhitungan fineness modulus agregat campuran adalah 5.518.

  Perhitungan nilai fineness modulus agregat campuran diperlihatkan pada Lampiran B.4.3 Halaman 53 sampai 55. Nilai ini telah sesuai dengan ketentuan diperlihatkan standar ASTM (Anonim, 2004) yaitu antara 4.0 – 7.0. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa susunan butiran agregat campuran berada pada daerah “3” (Anonim, 1979) yang berarti susunan butiran agregat yang digunakan adalah baik sekali. Grafik susunan butiran agregat campuran diperlihatkan pada Lampiran A.3.1 Halaman 50.

Gambar 4.1 Grafik susunan butiran agregat campuran

  Sumber : Berdasarkan Referensi PBI 1971

4.1.4 Kandungan bahan organik

  Hasil pemeriksaan kandungan bahan organik pada agregat halus menunjukkan bahwa warna larutan yang timbul adalah kuning muda. Hal ini menandakan bahwa pasir yang digunakan untuk campuran beton termasuk dalam kategori tidak mengandung bahan organik berlebihan dan dapat digunakan untuk campuran beton.

4.2 Pemeriksaan Kandungan Kimia Tanah Diatomae.

  Pemeriksaan kandungan kimia untuk tanah diatomae dilakukan oleh BARISTAND Industri Banda Aceh (LABBA). Hasil pemeriksaan diperlihatkan pada Tabel 4.5 sebagai berikut :

Tabel 4.5 Komposisi Kandungan Kimia Tanah Diatomae

  Tanah Parameter Uji Satuan Metode Uji Hasil SiO 2 % Gravimetri 62,28 AL 2 O 3 % Gravimetri 9,52 Diatomae Fe 2 O 3 % AAS 1,79

CaO % Titrimetri 8,28

  Berdasarkan hasil penelitian dari Laboratorium Penguji BARISTAND Industri Banda Aceh yang ditunjukkan pada Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa tanah diatomae yang digunakan dalam penelitian ini termasuk tanah diatomae SCM (Supplementary Cementing Material) kelas N, yaitu jenis pozzolan alam.

  4.3 Kalsinasi ( Calcinasi)

  Tanah diatomae sebelum digunakan untuk pembuatan benda uji pada substitusi semen, terlebih dahulu diperlakukan dengan kalsinasi pada persentase tanah masing–masing 10%, 20%, 30% dan 40%. Proses kalsinasi menggunakan tungku pembakaran batu bata. Untuk mengukur suhu menggunakaan alat

  

termometer pada suhu antara 200 C sampai dengan 400 C dengan dibakar selama

4 - 5 jam.

  4.4 Campuran Beton.

  Hasil perhitungan campuran beton maka dapat ditentukan kebutuhan total volume meterial yang dibutuhkan untuk pembuatan benda uji penelitian. Komposisi material yang dibutuhkan untuk masing – masing variasi campuran beton dilihat pada Lampiran B.4.3 Halaman 53 :

  3 Tabel 4.6 Komposisi Material 1 m Beton Dengan FAS 0,60

  Tanah Agregat Pasir Pasir Substitusi Air Semen Jumlah

  No Diatomae( kasar kasar halus Semen kg kg kg

  %) kg kg kg

  0% 192,616 321,027 1120,39 280,098 466,829 2380,96 -

  1 2 10% 32,103 192,616 288,924 1120,39 280,098 466,829 2380,96

  20% 64,21 192,616 224,719 1120,39 280,098 466,829 2380,96

  3

  30% 96,3081 192,616 224,719 1120,39 280,098 466,829 2380,96

  4

  40% 128,4108 192,616 192,6162 1120,39 280,098 466,829 2380,96

  5

  4.5 Sifat Beton Segar

  4.6 Slump