BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian yang Relevan - Rizca Anissa Yanuar BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian yang Relevan

  1. Penelitian relevan dengan judul Wujud dan Unsur Kebudyaan Bali dalam

  Kumpulan Cerpen Perempuan Yang Mengawini Keris karya Wayan Sunarta (Studi Antropologi Sastra) oleh Novi Septiantika mahasiswi Fakultas Keguruan

  dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2014. Data penelitian ini yaitu data berupa teks yang mengandung wujud dan unsur kebudayaan Bali yang terdapat dalam kumpulan cerpen Perempuan Yang

  Mengawini Keris karya Wayan Sunarta. Wujud dan unsur kebudayaan dijadikan

  objek penelitian dalam rangka menganalisis wujud dan unsur-unsur kebudayaan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Perempuan Yang Mengawini Keris khususnya kebudayaan daerah Bali. Hasil penelitian dari Novi yaitu membahas tiga wujud kebudayaan meliputi: wujud ide (gagasan), aktivitas dan hasil karya manusia.

  2. Penelitian relevan dengan judul

  “Penulisan Novel 99 Cahaya di Langit Eropa oleh Hanum Salsabiela Rais sebagai Media Dakwah” oleh Muhammad Ahsanul

  Falah mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2014. Penelitian itu mengungkapkan agar tidak menggunakan novel hanya sebagai acuan dan ajakan kepada pembaca untuk dapat mengharapkan materi dari novel yang dihasilkan, namun dapat menggunakan novel sebagai media untuk berdakwah, berjihad dan menginspirasi

  10 yang dikaitkan dengan pencarian jati diri dengan Sang Pencipta. Penelitian ini meliputi apa yang melatarbelakangi pengarang dalam menulis novel 99 Cahaya di Langit Eropa dan bagaimana proses penulisannya yang dijadikan sebagai media dakwah.

  Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu data penelitian ini berupa kata, kalimat dan ungkapan yang berkaitan dengan peradaban dan wujud kebudayaan Islam di Eropa dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa. Sedangkan sumber penelitian ini yaitu novel 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai peradaban dan wujud kebudayaan Islam di Eropa dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa, berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya. Jika penelitian pertama membahas tentang kebudayaan Bali yang terdapat dalam kumpulan cerpen, sedangkan penelitian yang kedua membahas mengenai apa yang melatarbelakangi pengarang dalam menulis novel 99 Cahaya di Langit Eropa dan bagaimana proses penulisannya yang dijadikan sebagai media dakwah. Sedangkan penelitian yang akan dibahas oleh peneliti adalah mengenai peradaban dan wujud kebudayaan Islam di Eropa dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa. Dari beberapa ulasan yang peneliti temukan, peneliti tidak mendapatkan ulasan ilmiah yang membahas tentang peradaban dan wujud kebudayaan Islam di Eropa dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Dengan demikan, penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Novi Septiantika dan Muhammad Ahsanul Falah. Oleh karena itu, peneliti berpendapat bahwa penelitian ini perlu dilakukan.

B. Novel

  Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kentemplasi dan rekasi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Pengarang menciptakan karya sastra untuk dinikmati oleh pembaca dengan harapan agar pembaca dapat menangkap gagasan yang disajikan pengarang atau dengan kata lain agar pembaca dapat menangkap atau memahami maknanya. Obyek dalam karya sastra dapat berupa prosa, puisi dan drama yang bentuk rinciannya dapat berupa puisi, novel, cerpen, novela dan naskah drama.

  Oleh karena itu, cerita, fiksi atau kesastraan pada umumnya dapat membuat manusia menjadi lebih arif atau dapat dikatakan sebagai memanusiakan manusia. Salah satu contoh karya sastra yang juga banyak diminati pembaca adalah novel.

  Novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi dalam cerita. Menurut Nurgiyantoro (2010:4) novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur-unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Sedangkan menurut Noor (2010:27) novel adalah cerita rekaan yang panjang, yang mengetengahkan tokoh-tokoh dan menampakkan serangkaian peristiwa dan latar (setting) secara terstruktur.

  Novel merupakan suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan. Sebuah novel bisa saja memuat tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa nyata, tetapi pemuatan tersebut biasanya hanya berfungsi sebagai bumbu belaka dan mereka dimasukkan dalam rangkaian cerita yang bersifat rekaan atau dengan detai rekaan. Walaupun peristiwa dan tokoh- tokohnya bersifar rekaan, mereka memiliki kemiripan dengan kehidupan sebenarnya.

  Dalam arti mereka merupakan “cerminan kehidupan nyata”. Novel juga merupakan sebuah karya fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh-tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata di masa sekarang ataupun di masa lampau, dan digambarkan dalam satu plot yang cukup kompleks (Aziez dan Abdul Hasyim, 2010:2).

  Novel mempunyai bentuk yang panjang dan berbagai tema yang diceritakan dalam satucerita. Menurut Stanton (2012:90) novel tidak dapat mewarisi kesatuan padat yang dipunyai cerpen. Novel juga tidak mampu menjadikan topiknya menonjol seperti cerpen. Sebaliknya, novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail.

  Novel mempunyai ciri khas pada kemampuannya untuk menciptakan satu semesta yang lengkap sekaligus rumit. Dalam arti, novel lebih mudah sekaligus lebih sulit dibaca jika dibandingkan dengan cerpen. Karena novel tidak dibebani tanggung jawab untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau dengan bentuk padat dan dikatakan lebih sulit, sebab novel dituliskan dalam skala besar sehingga mengansung satuan- satuan organisasi yang lebih luas ketimbang cerpen.

  Melalui pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah karya sastra yang berupa cerita rekaan dan di dalamnya mempunyai berbagai tokoh-tokoh serta peristiwa-peristiwa sebagai cerminan hidup yang nyata dan digambarkan dalam satu plot yang berkesinambungan. Dalam hal ini cerpen juga dapat diartikan sama dengan novel, namun bedanya novel mempunyai fisik yang panjang (yang mengandung berbagai episode-episode atau adegan dalam setiap cerita) dan secara tidak langsung akan mengurangi kepekaan pembaca terhadap bagian-bagian kecil dari alur cerita. Sedangkan cerpen tidak mempunyai berbagai episode atau adegan yang begitu rumit dan banyak. Novel juga bersifat naratif, dalam arti lebih bersifat bercerita dari pada memperagakan. Di dalamnya pun mempunyai unsur-unsur pembangun dalam penyusunannya yang sama halnya dengan karya sastra lain, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Roman atau romance menjadi salah satu sebab munculnya novel, karena karya sastra yang kini mungkin bisa dikatakan sebagai milik masa lalu dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari baik kehidupan pengarang itu sendiri, kehidupan orang lain atau kehidupan lainnya yang dapat dijadikan sebagai bahan dan tema dalam sebuah karya sastra.

C. Peradaban Islam 1. Pengertian Peradaban

  Istilah peradaban sering dikaitkan dengan hasil kebudayaan masyarakat di masa lalu, tetapi sebenarnya tidak selalu demikian, melainkan dapat terjadi pada masa kini dan menjadi acuan bagi masyarakat dunia. Peradaban merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan bagian-bagian atau unsur kebudayaan yang dianggap halus, indah dan maju. Misalnya perkembangan kesenian, IPTEK, kepandaian manusia dan sebagainya dimana tiap bangsa di dunia memiliki karakter kebudayaan yang khas, maka tak heran bila sebuah negara hanya unggul IPTEK-nya saja atau keseniannya saja. Menurut Liliweri (2014:38-39) semua peradaban telah terbukti dimulai dari gerak perubahan ketergantungan masyarakatnya pada sektor pertanian untuk mencari nafkah. Beberapa tanda awal peradaban seperti munculnya tentara penjaga keamanan, seniman, imam dan pendeta serta sejumlah karir khusus.

  Menurut Yatim (dalam Sulaiman, 2014:1) peradaban idenentik dengan wujud benda, dilekatkan kepadanya ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sedangkan menurut Suratman (2013:105) konsep peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang tercermin dalam tingkat intelektual, keindahan, teknologi, spiritual yang terlihat pada masyarakatnya. Kebudayaan merupakan kelanjutan yang bertahap kearah yang semakin kompleks.

  Memahami istilah peradaban kalau kita hubungkan dengan situasi negara kota (polis) di Yunani kuno. Yang dimaksud dengan peradaban adalah konsep untuk menjelaskan adanya pemukiman penduduk yang lebih padat yang dibagi ke dalam kelas sosial dan elit penguasa yang ada di daerah perkotaan dan juga mungkin pedesaan, juga tentang pembagian kerja dalam masyarakat yang terlibat dalam pertanian intensif, pertambangan, manufaktur skala kecil dan perdagangan. Peradaban mengkonsentrasikan kekuasaan demi memperpanjang kontrol manusia atas alam atau orang lain (Mann dalam Liliweri, 2014: 35).

  Suatu hal yang membedakan antara kebudayaan dan peradaban sebenarnya terletak pada kemajuan dan kesempurnaan wujud tertentu yang telah dicapai seseorang atau masyarakat. Kebudayaan masyarakat yang satu terlihat lebih maju dan sempurna dari pada kebudayaan masyarakat yang lain. Bila aspek-aspek yang melekat kepada kebudayaan berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, maka disebut peradaban (civilization). Merujuk kepada pengertian tersebut, tentunya kata

  al- hadārah yang berarti kemajuan kemudian dapat juga diidentikan dengan

  peradaban, bukan kebudayaan. Dengan begitu, bahwa kebudayaan dapat dibedakan menjadi kebudayaan yang bernilai rendah, yaitu (kebudayaan itu sendiri) dan kebudayaan yang bernilai tinggi, disebut dengan peradaban (Sulaiman, 2014: 34-35).

  Perbandingan kebudayaan dan peradaban ibarat kita membandingkan keberadaan negara dan bahasa yang sedang digunakan oleh suatu masyarakat.

  Kebudayaan bisa eksis dalam dirinya sendiri sedangkan peradaban tidak bisa disebut peradaban jika dia tidak memiliki kebudayaan tertentu. Peradaban juga termasuk bagian dari kebudayaan yang sudah berkembang dan maju. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa kebudayaan sesuatu yang bersifat ideal yang dapat berupa cita- cita, rencana atau bahkan keinginan; sedangkan peradaban adalah apa yang dapat dilakukan dari apa yang telah dicita-citakan. Tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan tingkat pendidikan. Dengan demikian, suatu bangsa yang memiliki kebudayaan tinggi (peradaban) dapat dinilai dari tingkat pendidikan, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan, teknologi dan ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakat akan senantiasa berkembang. Karena itu, peradaban masyarakat juga akan berkembang sesuai dengan zamannya.

  Melalui pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peradaban adalah tahapan tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu, yang telah mencapai kemajuan yang dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang telah maju dan dapat dilakukan dari apa yang dicita-citakan. Peradaban juga termasuk gabungan dari semangat dan sikap serta cara-cara yang menuntun kehidupan sosial dan perilaku masyarakat. Kebudayaan dapat tumbuh dan ada tanpa berada dalam peradaban resmi, sedangkan peradaban tidak akan pernah tumbuh tanpa unsur budaya. Kebudayaan juga dapat ditularkan melalui simbol dalam bentuk bahasa, sedangkan peradaban tidak dapat ditularkan melalui bahasa saja melainkan dengan berbagai cara atau teknik lainnya.

2. Pengertian Peradaban Islam

  Kajian tentang peradaban Islam sekarang ini memang sudah menganut pendapat bahwa kebudayaan Islam tidak lagi satu, tetapi sudah terdapat beberapa peradaban Islam. Akan tetapi, tampaknya peradaban-perdaban Islam disorot dalam kajian-kajian Islam sampai yang dominan. Semuanya sangat berkaitan dengan empat kawasan, yaitu kawasan pengaruh kebudayaan Arab (Timur Tengah dan Afrika Utara, termasuk Spanyol Islam), kawasan pengaruh kebudayaan Turki dan kawadan kebudayaan India Islam (Yatim, 2006:4). Kemajuan berbagai peradaban dan ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini tidaklah terjadi dengan begitu saja, ada proses yang melatar belakanginya, termasuk peradaban Islam. Adanya peradaban Islam di dunia ini pastinya ada pengaruh besar dari berbagai tokoh masyarakat dan beberapa masyarakat sekitarnya. Baik dari berbagai pakar ahli ataupun pemikiran dari beberapa tokoh agama yang mempengaruhinya.

  Peradaban Islam merupakan realitas yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia yang nilai-nilainya terkandung dalam sumber sejarah Islam, Al- Qur‟an dan

  Sunnah Nabi SAW. Semua yang terkandung dalam sejarah dapat mengacu kepada dua konsep secara terpisah; muatan sejarah yang tersusun dari serangkaian peristiwa masa lampau, keseluruhan pengalaman manusia dan sejarah sebagai suatu cara yang dengan fakta-fakta sejarah diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan dan dianalisis. Pertama, memberikan pemahaman akan arti objektif tentang masa lampau dan hendaknya dipahami sebagai aktualitas sejarah. Kedua, sejarah menunjukkan maknanya yang subjektif sebab masa lampau itu telah menjadi sebuah kisah, di mana ketika diungkapkan akan memberikan nilai tersendiri yang dapat diambil (Sulaiman, 2014 :101).

  Konsep peradaban Islam diartikan sebagai perkembangan atau kemajuan kebudayaan Islam dalam perspektif sejarahnya. Dalam hal ini ruang lingkup pembahasan akan sangat luas, karena Islam merupakan sistem keyakinan dan kepercayaan serta aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya, keseluruhan tercermin dalam sejarah dan kehidupan umat Islam. Peradaban yang dimaksud dalam sejarah peradaban Islam merupakan pembahasan yang tercakup perspektif sejarah umat Islam atau peradaban yang dihasilkan oleh umat Islam sepanjang sejarah.

  Istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah. Thohir (dalam Syaaefudin, 2013:24-25) menyatakan bahwa ketinggian, kedalaman dan keluasan horizon suatu peradaban dapat diukur melalui budaya, bentuk pemikiran dan jenis tradisi keilmuan yang dikembangkan. Dalam konteks seperti itulah, peradaban-peradaban Islam berkembang pada masa keemasannya mewariskan berbagai tradisi keilmua kepada dunia. Dalam konteks sejarah, baik peradaban, aktivitas dan kreativitas umat Islam tidak perlu terhambat aktivitas dan kreativitas yang ada karena sudah terikat oleh nilai-nilai ajaran agama dan diresapi secara maksimal. Sedangkan menurut Yatim (2006:2) peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni, bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. Landasan “peradaban Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, s ementara landasan “kebudayaan Islam” adalah agama.

  Berbagai pendapat yang bernuansa kritik terhadap Islam pun bermunculan dan cukup banyak, bahkan melebihi jumlah pendapat yang ditulis oleh ilmuwan muslim atau ahli pakar Islam itu sendiri. Kesemuanya menunjukkan bahwa peradaban Islam merupakan bukti nyata supermasi Islam di tengah-tengah peradaban dunia yang menyebar dari berbagai kawasan (atlantik-pasifik) dan melahirkan sejumlah gerakan spiritual, aliran teologi , filsafat dan kemajuan ilmu pengetahuan (sains). Dengan berbagai pendapat tersebut, mengindikasikan bahwa peradaban Islam merupakan warisan sejarah umat Islam terdahulu. Menurut Sulaiman (2014:110), warisan peradaban Islam yang termasuk sejarah Islam terdahulu, antara lain: a) Bidang Ilmu Pengetahuan dan Filsafat, meliputi; matematika dan astronomi, obat- obatan dan bidang ilmu pengetahuan lain seperti logika dan metafisika lainnya.

  b) Bidang Bahasa, di zaman klasik Islam dipergunakan beberapa bahasa, yaitu bahasa Arab, Persia dan Turki. Kesemuanya disebut sebagai bahasa untuk komposisi literir dunia Islam. Bahasa Arab merupakan bahasa utama pendidikan agama. Tradisi menulis Arab sama halnya dengan di dunia Islam lain. Arab Sind pada masa kekuasaan Dinasti Umayah, Abbasiyah dan juga Saffariyah, bahasa Arab digunakan sebagai bahasa administrasi negara saat itu.

  c) Bidang Pendidikan, beberapa pusat pendidikan di zaman klasik Islam adalah masjid, madrasah, perpustakaan, maktab, majelis, Bait al-Hikmah dan beberapa sentral belajar lain baik formal (dikelola negara) maupun non-formal (diselenggarakan secara individual oleh tokoh-tokoh tertentu). Masjid merupakan tempat pertama yang menjadi pusat aktivitas ilmiah berbagai jenis ilmu pengetahuan dikembangkan. Setelah tidak tertampung, baru didirikan lembaga pendidikan di luar masjid. Maktab adalah jenis lembaga pendidikan pertama, dan setelah itu majlis, Bait al-Hikmah, madrasah, observatorium (gedung yang dilengkapi untuk pengamatan dan penelitian ilmiah tentang bintang), rumah sakit dan zawiyah (pesantren).

3. Hubungan Manusia dengan Peradaban

  Manusia sebagai makhluk sosial membentuk persekutuan-persekutuan hidup, yaitu masyarakat. Manusia beradab pastilah berkeinginan membentuk masyarakat yang beradab. Terbentuklah masyarakat beradab atau berkeadaban. Peradaban sebagai produk yang bernilai tinggi, halus, indah dan maju menunjukkan bahwa manusia memanglah merupakan makhluk yang memiliki kecerdasan, keberadaban dan kemauan yang kuat. Manusia merupakan makhluk yang beradab sehingga mampu menghasilkan peradaban. Selain manusia sebagai makhluk sosial juga mampu menciptakan masyarakat yang beradab. Adab artinya sopan. Manusia sebagai makhluk beradab artinya pribadi manusia itu memiliki potensi untuk berlaku sopan, berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur (yang menunjuk pada perilaku manusia) (Winarno dan Herimanto, 2010:68-69).

  Masyarakat adab memiliki padanan istilah yang dikenal masyarakat madani atau masayarakat sipil (civil society). Konsep masyarakat adab berasal dari civil

  

society , dari asal kata cociety civilis. Masyarakat teratur juga tidak mungkin tanpa

  peradaban dan peradaban hanya terwujud dalam masyarakat teratur. Masyarakat adab yang dituju adalah terwujudnya bangsa yang berciri religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara. Manusia disamping sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial budaya, di mana saling berkaitan satu sama lain. Sebagai makhluk Tuhan, manusia memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada sang khalik.

  Begitu juga sebagai makhluk individu, manusia harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan sebagai makhluk sosial budaya manusia harus hidup berdampingan dengan manusia atau orang lain dalam kehidupan yang selaras dan saling membantu.

  Untuk menjadi makhluk yang beradab, manusia harus senantiasa menjunjung tinggi aturan-aturan, norma-norma, adat-istiadat, ugeran (kaidah) dan wejangan atau nilai-nilai kehiduapan yang ada di masyarakat yang diwujudkan dengan menaati berbagai pranata sosial atau aturan sosial, sehingga dalam kehidupan masyarakat itu akan tercipta ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan kedamaian. Dan inilah sesungguhnya makna hakiki sebagai manusia beradab (Suratman, 2013:108). Konsep masyarakat adab merupakan suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Cara mewujudkannya terletak pada masyarakt itu sendiri, kesadaran nurani manusia dalam menuntut hak tak pernah berhenti. Segala daya upaya telah dilaksanakan dan ada beberapa tingakah masyarakat yang erat hubungannya dengan hak, mereka ingin melepaskan diri dari keadaan yang dianggapnya tidak sesuai dengan perasaan keadilannya.

  Konteks peradaban manusia sebenarnya tidak cukup hanya dilihat dari kapasitas kemajuan teknologi dan bangunannya, melainkan juga perlu dilihat dari keteraturan masyaraktnya dalam menghadapi fenomena hidup dan kehidupan sehari- hari yang sangat kompleks persoalannya. Dalam kehidupannya manusia pasti dihadapkan pada berbagai masalah, hambatan, tantangan dan gangguan dalam upaya mencapai cita-cita hidup atau tujuan hidupnya. Sebagai makhluk yang mempunyai keinginan mencapai cita-cita yang akan memimpin kepada kebaikan dan keselamatan baik pribadi maupun orang lain. Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia yang lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan bantuan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain, sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggungjawab seperti lainnya agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut.

D. Kebudayaan 1. Pengertian Kebudayaan

  Apa itu kebudayaan? Kebudayaan merupakan bagian dari kita, dia lah yang membimbing nilai-nilai kita, keyakinan, perilaku serta interaksi kita dengan orang lai n. Banyak orang bicara tentang “budaya” dan “kebudayaan”. Betapa sering orang menyebutkan konsep-konsep seperti budaya ekonomi, budaya bisnis, budaya politik, seni budaya, kesenian, dan kebudayan, kebudayaan orang dari suku bangsa tertentu, dewan kesenian, pemerhati seni budaya, dan lain-lain. Semua aktivitas dan kegiatan yang ada di dalam sebuah masyarakat tidak lepas dari budaya dan kebudayaan. Aktivitas ini dilakukan dalam kehidupan sehari-hari oleh manusia dan menghasilkan hasil karya yang merupakan bagian dari kebudayaan. Hasil karya ini nantinya akan menjadi milik masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut.

  Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti ”budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti “daya dan budi”. Karena itu mereka membedakan “budaya” dan “kebudayaan”.

  Demikianlah “budaya” adalah “daya dan budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. kata “budaya” di sini hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti yang sama. (Koentjaraningrat, 2009:146).

  Salim (dalam Warsito, 2012:50) kebudayaan adalah persatuan antara budi dan daya, menjadi makna yang sejiwa dan tidak lagi terpisah. Budi mengandung makna akal, pikiran, pengertian, paham, pendapat, ikhtiar dan perasaan. Dengan demikian kebudayaan merupakan himpunan segala daya upaya yang dikerjakan dengan menggunakan hasil budi untuk memperbaiki sesuatu dengan tujuan mencapai kesempurnaan. Sedangkan Liliweri (2014:1) berpendapat kebudayaan (culture) adalah setiap usaha untuk memanusiakan manusia sesungguhnya, disusul dengan penjelasan tentang perkembangan definisi kebudayaan, wujud dan unsur-unsur kebudayaan, tujuan kebudayaan, peranan dan fungsi kebudayaan, sifat kebudayaan dan terakhir memahami makna peradaban.

  Kebudayaan dan peradaban sebenarnya saling berhubungan. Karena kebudyaan dan peradaban merupakan dua konsep yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Istilah peradaban menjelaskan bagaimana setiap orang dapat atau seharusnya berpartisipasi dalam apa saja yang berkaitan dengan kebudayaan yang pada gilirannya membentuk suatu kompleksitas kehidupan manusia berdasarkan nilai, kepercayaan, norma yang mengatur perilaku, lalu menjadi tradisi atau cara hidup masyarakat. Menurut Liliweri (2014:42) kebudayaan dapat dipelajari dan dengan cara yang sama dia dapat ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penggunaan media komunikasi melalui percakapan atau penuturan bahasa dapat dikatakan sebagai salah satu cara bagaimana suatu masyarakat mengembangkan dan mewariskan kebudayaannya kepada kelompok lain. Disisi lain, peradaban tidak dapat dialihkan hanya melalui bahasa semata-mata. Kita perlu mengalihkan semua agregat baku (pondasi) peradaban untuk itu melalui banyak cara sehingga kita juga mengenal dan bangunnya sebuah peradaban.

  Kalau diingat bahwa sebagai konsep, kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1984:9-10) antara lain berarti: keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus

  

dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu,

  maka istilah “kebudayaan” memang suatu istilah yang amat cocok. Adapun istilah Inggrisnya bersalah dari kata Latin colere

  , yang berarti “mengolah, mengerjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture, sebagai segala daya dan usaha manusia untuk merubah alam. Kebudayaan merupakan keseluruhan total dari apa yang pernah dihasilkan oleh makhluk manusia yang menguasai planet ini sejak zaman ia muncul di muka bumi kira-kira empat juta tahun yang lalu, sampai sekarang (perkiraan mengenai waktu munculnya manusia di muka bumi yang panjang ini, adalah hasil analisa-analisa terbaru dengan metode potassium- argon untuk mengukur umur lapisan-lapisan bumi).

  Kedudukan manusia dalam kebudayaan adalah sentral, bukan manusia sebagai orang, melainkan senagai pribadi. Segala kegiatan manusia yang dilakukan dengan cara apapun dan bagaimanapun bentuknya, segalanya diarahkan sebagai tujuan dalam kehidupan untuk kepentingan bersama. Aspek formal dari kebudayaan terletak dalam karya budi yang mentransformasikan data, fakta, situasi dan kejadian alam yang dihadapinya itu menjadi nilai bagi manusia. Tylor (dalam Liliweri, 2014:4) mengemukakan “kebudayaan sebagai kumpulan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan setiap kemampuan lain atau kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat”, meskipun sebelumnya, Tylor sendiri pernah mengatakan bahwa penggunaan istilah kebudayaan sangat membingungkan dan kontradiktif (bertentangan).

  Secara antropologis setiap kebudayaan atau sistem sosial adalah baik bagi masyarakat, selama kebudayaan atau sistem tertentu dapat menunjang kelangsungan hidup masyarakat yang bersangkutan. Karenanya sistem masyarakat yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipertanyakan manakah yang lebih baik. Kebudayaan merupakan penjelmaan manusia dalam menghadapi dimensi waktu, peluang, kesinambungan dan perubahan yakni sejarah (Sujatmoko dalam Sujarwa, 2014:31). Kebudayaan terlihat baik dilihat, jika tidak sebagai kompleks pola-pola tingkah laku konkret (seperti: adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, kumpulan- kumpulan kebiasaaan), melainkan sebagai seperangkat mekanisme-mekasnisme kontrol (seperti: rencana-renacana, resep-resep, aturan-aturan, instruksi-instruksi (dalam istilah ahli kompter: program-program) untuk mengatur tingkah laku. Memahami kebudayaan suatu masyarakat adalah melimperlihatkan kenormalan mereka tanpa menyempitkan pada kekhususan mereka. Dalam arti dapat memaparkan kebudayaan itu sendiri dalam pengertian tafsiran-tafsiran yang diketahuinya mengenai kebudayaan tersebut.

  Melalui pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang dihasilkan dari akal pikiran, perasaan dan perbuatan manusia yang menjadi adat kebaiasaan adat manusia. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan suatu cara hidup bersama, cara khas manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan merupakan strategi manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dengan adanya tiga hal dalam wujud kebudayaan, yaitu wujud kebudayaan berupa ide, berupa aktivitas dan berupa hasil karya manusia, kebudayaan dapat dijadikan sebagai keberlangsungan dalam hidup manusia untuk masa depan nantinya.

2. Wujud Kebudayaan

  Wujud kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Menurut Ratna (2011:189) objek kajian mengenai kebudayaan yang begitu luas itu dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: (a) artifact, merupakan semua jenis benda sebagai hasil keterampilan manusia (seperti bangunan, jalan, senjata dan berbagai bentuk perlengkapan lain dalam rangka mempermudahkan kehidupan manusia), (b) socifact, merupakan bentuk-bentuk hubungan sosial, tingkah laku sepanjang hari, sistem sosial yang relatif baku seperti sistem kekerabatan, struktur organisasi dan sebagainya, dan (c) mentifact, merupakan semua bentuk ide dan pikiran manusia, khususnya bentuk-bentuk kreativitas seperti karya seni.

  Menurut Almaney dan Alwan (dalam Liliweri, 2014:9) walaupun para ahli tidak memiliki daftar definitf dan definisi kebudayaan namun sebagaian besar mereka setuju bahwa setiap deskripsi kebudayaan harus mencakup tiga kategori utama yang mereka sebut sebagai the ingredients of culture yaitu berupa artefak (mencakup barang-barang yang selalu dipakai manusia dan dijadikan sebagai alat kehidupan masyarakat sekitar), konsep (mencakup keyakinan, sistem nilai sebgai penanda benar atau salah, Allah dan manusia, etika dan makna umum kehidupan), dan perilaku (merujuk pada praktek yang sebenarnya dari konsep keyakinan atau dengan kata lain seperti aktivitas-aktivitas masyarakat). Ahli antropologi A.L.Kroeber dan J.J.Honigmann (dalam Koentjaranigrat, 2009:150) pernah menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan, yaitu (1) ideas, (2) activities, dan (3)

  artifact. Ketiga wujud kebudayaan tersebut, yaitu sebagai berikut: a.

   Wujud Kebudayaan Berupa Ide atau Gagasan

  Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto, tempatnya ada di dalam kepala- kepala atau dengan kata lain ada dalam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Sekarang kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam disk, arsip, koleksi micro film dan microfish, kartu komputer, silinder dan pita komputer. Kebudayaan ideal ini disebut pula tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai etika yang sopan dan santun. Dengan demikian, budaya ideal adalah merupakan perwujudan dan kebudayaan yang bersifat abstrak.

  Menurut Winarno dan Herimanto (2010:25) wujud ide kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (2009:151) ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri. Gagasan itu satu dengan yang lain selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya atau cultural system.

  Dalam bahasa Indonesia terdapat juga istilah lain yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat atau adat-istiadat untuk dalam bentuk jamaknya.

b. Wujud Kebudayaan Berupa Aktivitas atau Tindakan

  Wujud kedua dari kebudayaan adalah aktivitas atau tindakan dan bisa juga disebut sistem sosial atau social system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan lain detik ke detik, dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakt, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto dan didokumentasi. Sedangkan menurut Halida (2011:94) wujud kebudayaan yang kedua adalah dalam bentuk aktivitas, sistem sosial dan mengenai pola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial yang dapat dikenali adalah aktivitas-aktivitas interaksi manusia, saling hubungan dan pola pergaulan dari waktu ke waktu.

c. Wujud Kebudayaan Berupa Hasil Karya Manusia

  Wujud ketiga dari kebudayaan adalah hasil karya manusia atau bisa juga disebut kebudayaan fisik (artefak) dan tak memerlukan banyak penjelasan. Karena berupa seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto. Ada benda-benda yang sangat besar seperti pabrik baja, benda-benda yang amat kompleks dan canggih seperti komputer berkapasitas tinggi atau benda-benda yang besar dan bergerak seperti kapal tangki minyak; bangunan hasil seni arsitek seperti suati candi yang indah, adapula benda- benda kecil seperti kain batik atau yang lebih kecil lagi seperti kancing baju dan masih banyak lainnya.

  Artefak merupakan berbagai produk dari seseorang atau sekelompok orang dari suatu masyarakat, misalnya barang-barang yang mereka hasilkan pada jaman tertentu seperti alat-alat rumah tangga, patung, lukisan, alat-alat perang, dan lain-lain. dengan kata lain artefak adalah objek yang dibentuk atau dikerjakan oleh manusia. Menurut Halida (2011:94) wujud kebudayaan artefak merupakan totalitas dari hasil fisik yang berupa perbuatan, karya yang bersifat konkret berupa benda-benda atau hal- hal yang dapat dirabam dilihat dan difoto. Sedangkan menurut Sujarwa (2014:32) artefak adalah hasil kebudayaan yang berupa benda-benda maupun bangunan. Seperti: keris, candi, monumen, gedung dan lain-lain.

  Ketiga wujud yang telah disebutkan di atas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. kebudayaan ideal dan adat- istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Pikiran- pikiran dan ide-ide maupun tindakan dan karya manusia menghasilkan benda-benda kebudayaan fisik. Sebaliknya, kebudyaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama semakin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikirnya.

  Berdasarkan ketiga wujud tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama, antara lain: a) Kebudayaan material

  Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata (kongkret). Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeolog: candi, prasasti, mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata dan benda-benda lain yang nyata dan kasatmata.

  b) Kebudyaaan Non Material Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat dan lagu atau tarian tradisional.

  Melalui pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wujud kebudayaan dapat diskemakan seperti digambarkan di bawah ini:

  Skema I Wujud Kebudayaan Wujud Kebudayaan

  Bersifat abstrak, berupa gagasan/ide/pikiran yang

  WK. Ide atau

  ada dalam kehidupan masyarakat dan berkembang

  Gagasan menjadi kebudayaan daerah tersebut.

  Berupa aktivitas- aktivitas sosial masyarakat seperti

  WK. Aktivitas

  bergaul atau berinteraksi sesuai dengan norma-norma

  atau Tindakan yang berlaku.

  Berupa kebudayaan fisik (artefak), berupa benda

  WK. Hasil

  (dapat difoto,diraba dan dilihat), benda-benda yang

  Karya Manusia besar, sedang, kecil dan bergerak.

  Skema II Kebudayaan digolongkan dalam dua komponen Kebudayaan berdasarkan dua komponen utama Kebudayaan Material Kebudayaan Non Material

  Berupa semua ciptaan Berupa cipta-ciptaan abstrak yang masyarakat yang nyata diwariskan dari generasi ke (kongkret) generasi

  Seperti candi, prasasti, mangkuk Seperti dongeng, cerita rakyat tanah liat, perhiasan, senjata dan dan lagu atau tarian benda-benda lain yang nyata dan tradisional. kasatmata.

3. Manusia sebagai Pencipta Kebudayaan

  Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang telah dilengkapi Tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah di muka bumi dan diberikan kemampuan-kemampuan. Manusia memiliki kemampuan daya antara lain akal, intelegensia dan intuisi, perasaan dan emosi, kemauan, fantasi dan perilaku. Dengan sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut, nyatalah bahwa manusia menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan (Suratman, 2013:34-35). Kebudayaan merupakan produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena ada manusia sebagai penciptanya dan manusia dapat hidup di tengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendukungknya. Sebagaimana diketahui bahwa kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Kebudayaan juga memberikan pedoman, ugeran (kaidah), norma dan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya, yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya.

E. Antropologi Sastra

  Antropologi merupakan ilmu yang paling luas kajiannya. Antropologi ingin memahami segala sesuatu yang ada hubungannya dengan makhluk manusia dari dahulu sampai dengan sekarang. Banyak ilmu lain yang juga mempelajari manusia, namun ilmu-ilmu itu hanya melihat dari salah satu sudut saja. Namun, antropologi mencoba memahami kehidupan manusia itu secara menyeluruh. Dalam kaitannya dengan ini, ada lima masalah besar yang dikaji oleh antropologi dari manusia itu, yaitu : (a) masalah sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai makhluk biologis, (b) masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya, (c) masalah persebaran dan terjadinya aneka warna bahasa yang diucapkan oleh manusia di seluurh dunia, (d) masalah perkembangan, persebaran dan terjadinya aneka warna dari kebudayaan manusia di seluruh dunia, dan (e) masalah dasar-dasar dan aneka warna kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dan suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi pada jaman sekarang ini (Mustolikh, 1997:1).

  Ahli antropologi meletakkan perhatiannya pada kebudayaan manusia atau cara hidupnya di dalam masyarakat. Dalam bidang antropologi termasuk para ahli arkeologi yang mencoba menerangkan perilaku manusia dengan mempelajari obyek material, biasanya yang berasal dari kebudayaan masa lampau; ahli bahasa, yang memperlajari bahasa sebagai wahana untuk melestarikan dan meneruskan kebudayaan kepada generasi berikutnya; dan ahli etnologi yang memperlajari kebudayaan sepanjang yang dapat dihayati dan didiskusikan dengan orang-orang yang kebudayaannya hendak dipahami.

  Antropologi adalah studi tentang umat manusia. Dengan menggunakan pendekatan ilmiah, antropologi berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna tentang manusia dan perilakunya, serta untuk mendapat pengertian yang tidak berprasangka tentang keanekaragaman manusia. Kedua bidang yang bersar dari antropologi adalah antropologi fisik dan antropologi budaya. Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia sebagai organisme biologis. Sedangkan penekanan utama antropologi fisik adalah melacak evolusi perkembangan makhluk manusia dan mempelajari variasi-variasi biologis dalam spesies manusia. Ahli antropologi budaya mempelajari manusia berdasarkan kebudayaan. Kebudayaan adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Haviland, 1985:29).

  Antropologi sastra adalah salah satu bidang ilmu yang bertujuan untuk memberikan sumbangan berbagai pikiran, seperti ilmu pengetahuan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi bangsa pada saat itu. Antropologi sastra memiliki tugas yang sangat penting untuk mengungkapkan aspek-aspek kebudayaan, khususnya kebudayaan tertentu pada suatu masyarakat. Karya sastra dalam bentuk apapun, termasuk karya-karya yang dikategorikan sebagai bersifat realis tidak pernah eksplisit mengemukakan muatan-muatan yang akan ditampilkan.

  Secara definitif, antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia (antrophos). Dengan melihat pembagian antropologi menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan antropologi kultural, maka antropologi sastra dibicarakan dalam kaitannya dengan antropologi kultural, dengan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia, seperti; bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat-istiadat dan karya seni, khususnya karya sastra. Dalam kaitannya dengan tiga macam kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia, yaitu; kompleks ide, kompleks aktivitas dan kompleks benda-benda, maka antropologi sastra memusatkan perhatian pada kompleks ide (Ratna, 2013:351).

  Secara harfiah dalam bahasa Yunani, kata antrophos berarti manusia dan logos berarti studi. Jadi antropologi adalah suatu disiplin ilmu yang berdasarkan rasa ingin tahu yang tiada henti-hentinya tentang umat manusia. Sedangkan menurut Semi (2012:65) sastra bukan suatu komunikasi praktis melainkan suatu komunikasi yang mengandung unsur seni dan unsur aktivitas. Maka antropologi sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari karya sastra berdasarkan rasa ingin tahu mengenai kebudayaan suatu daerah tertentu, baik pada zaman dahulu ataupun zaman sekarang.

  Melalui pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa antropologi sastra adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia secara menyeluruh yang berkaitan dengan kekayaan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang. Antropologi sastra menyelidiki bagaimana manusia mampu berkebudayaan sepanjang perubahan zaman dengan cara hidup manusia yang berbeda pula. Ilmu ini mempelajari bagaimana manusia dengan akal dan struktur fisiknya yang unik berhasil mengubah lingkungannya yang tidak ditentukan oleh pola naluri, melainkan berhasil mengubahnya dengan berbagai pengalaman dan pengajaran yang diterimanya dari berbagai sumber dalam arti seluas-luasnya.