BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Umi Lestari BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

  perkembangan dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi, usia bermain atau toddler, prasekolah, usia sekolah hingga remaja. Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda (Hidayat, 2008).

  World Health Organizatin (WHO) mendefinisikan anak-anak sebagai

  orang yang berusia 0-18 tahun. Jumlah anak di dunia menurut United Nations

Children's Fund (UNICEF) yang berusia 0-14 tahun berjumlah 8,4 juta anak.

  Jumlah anak di Indonesia yang berusia 0-19 tahun berkisar antara 81,7 juta jiwa dan usia prasekolah berjumlah hampir 38% dari jumlah penduduk Indonesia. Prevalensi untuk anak usia prasekolah (3-6 tahun) sekitar 15, 34%. BPS Jawa Tengah (2010) menyatakan proporsi jumlah anak yang berusia 0-14 tahun adalah sebesar 25,98% pada tahun 2006, 27,02% pada tahun 2007, 26,57% pada tahun 2008, 25,03% pada tahun 2009, dan tahun 2010 sebesar 26,32%.

  Usia anak prasekolah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Perkembangan tersebut meliputi perkembangan motorik, bahasa, sosial, dan fisik. Perkembangan motorik anak prasekolah mempunyai kemampuan motorik yang lebih matang dibanding anak usia toddler. Anak prasekolah sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif dapat melakukan sesuatu hal seperti bermain. Kemampuan berbicara atau bahasa dapat berinteraksi, berkomunikasi dengan yang lain dan berhubungan sosial semakin meningkat. Perkembangan sosial mengacu pada perilaku anak dalam hubungannya dengan lingkungan sosial untuk mandiri dan dapat berinteraksi atau untuk menjadi manusia sosial. Perkembangan fisik individu meliputi 4 aspek yaitu sistem saraf pusat, kemampuan motorik, kemampuan bahasa, dan sosialisasi anak (Nelson, 2009). Anak prasekolah mempunyai beberapa karakteristik tertentu. Faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak prasekolah adalah jenis kelamin, usia, perubahan fisik atau sakit dan ketika anak dirawat di rumah sakit sering mengalami hospitalisasi (Hawari, 2008).

  Hospitalisasi merupakan proses masuknya seseorang ke rumah sakit karena suatu alasan yang mengharuskan untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Berdasarkan Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2004 jumlah anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi sebesar 20,72% dan diperkirakan 35 per 100 anak sakit dirawat di rumah sakit mengalami dampak hospitalisasi (Sumaryoko, 2008).

  Anak yang dirawat di rumah sakit biasanya mengalami dampak hospitalisasi. Dampak hospitalisasi yang sering muncul pada anak yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah. Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialami dan sesuatu yang dirasakannya menyakitkan (Supartini, 2004). Bagi anak usia 3 sampai 6 tahun, hospitalisasi merupakan stresor buruk yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak dan berdampak pada proses penyembuhan seperti anak semakin lama dirawat di rumah sakit, anak tidak mau berkolaborasi dengan tenaga kesahatan sehingga pengobatan anak terganggu. Kecemasan yang berlangsung lama dan tidak teratasiakan menimbulkan trauma pada anak setelah keluar dari rumah sakit (Wong, 2008).

  Kecemasan dapat dikurangi dengan suatu penatalaksanaan, sehingga proses penyembuhan terjalin dan cepat. Penatalaksanaan tersebut dapat dilakukan oleh perawat sebagai pemberi pelayanan. Hospitalisasi dapat dikurangi dengan dukungan keluarga, motivasi atau semangat, lingkungan rumah sakit yang nyaman, terapi musik, dan terapi bermain (Purwandari, 2011).

  Musik digunakan sebagai salah satu terapi pengobatan untuk menurunkan kecemasan terutama pada pasien dalam kondisi kritis.

  Implementasi dari terapi musik dapat mengurangi kecemasan yang akhirnya berkaitan dengan proses pemulihan yang lebih cepat. Musik yang memiliki aspek terapeutik, sehingga musik banyak digunakan untuk penyembuhan menenangkan dan memperbaiki kondisi fisik dan fisiologi pasien maupun tenaga kesehatan, karena berdasarkan penelitian di temukan bahwa saraf penerus musik dan saraf penerus rasa sakit adalah sama, sehingga para dokter menggunakan musik sebagai terapi (Musbikin, 2009).

  Terapi bermain merupakan salah satu model terapi dengan menggunakan metode permainan. Bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan, spontan dan didorong oleh motivasi internal yang pada umumnya dilakukan oleh anak-anak. Terapi ini adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Bermain juga merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan. Terapi bermain dapat menurunkan kecemasan pada anak prasekolah dengan menggambar, mewarnai, bermain boneka, mobil- mobilan, origami, dan puzzle (Dariyo, 2007).

  Puzzle merupakan alat permainan yang menarik dan berfungsi sebagai

  aspek perkembangan anak prasekolah. Puzzle dapat menyebebkan efek rileks pada anak danmenjadi alat distraksi pada saat orang tua tidak menemani anak, distraksi terhadap lingkungan asing serta anak dapat melupakan sejenak tentang pengalaman buruk selama hospitalisasi (Nursalam, 2011).

  Penelitian yang dilakukan oleh Barokah (2010) terhadap 27 anak prasekolah menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terapi bermain puzzle terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah selama hospitalisasi di RSUD Tugurejo Semarang. Peneliti memilih permainan puzzle yang memiliki bentuk sederhana dengan potongan atau kepingan puzzle yang sederhana pula dan jumlahnyapun tidak terlalu banyak.

  Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan melakukan observasi pada anak yang opname di ruang Theresia RSU ST. ELISABETH didapatkan data bahwa jumlah pasien anak pada bulan januari – April 2014 berjumlah 330 dengan rata rata BOR (Bed Occupancy Rate) 59,2 % dengan rata rata pasien yang di rawat perhari 11 anak. Pada saat dilakukan observasi terdapat 8 anak tidak kooperatif terhadap tindakan keperawatn yang di berikan serta mengalami kecemasan dengan reaksi anak langsung menangis pada saat perawat datang dan meronta-ronta, ada juga yang memeluk ibunya dan sikap acuh terhadap orang lain.

  Dari hasil observasi anak yang opname di ruang Theresia didapatkan data bahwa pasien anak pada bulan Januari – April 2014 berjumlah 330 dengan rata rata BOR (Bed Occupancy Rate) 50 % dengan rata rata pasien yang di rawat perhari 11 anak. Pada saat dilakukan observasi terdapat 5 anak tidak kooperatif dan mengalami kecemasan terhadap tindakan keperawatan yang di berikan dan perawat lebih banyak bekerja sama dengan orang tua saat melakukan tindakan keperawatan dan banyak pasien anak yang menangis ketika didekati oleh perawat. Dari 5 anak yang mengalami kecemasan, hasil pengukurang dengan menggunakan kuesioner T-Mas didapatkan hasil 2 anak mengalami kecemasan berat, 2 anak mengalami kecemasan sedang dan 1 anak mengalami kecemasan ringan.

  Berdasarkan kasus di atas perlu di lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan pada anak tersebut. salah satu tindakan yang dapat di lakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan pada anak adalah di berikannya terapi famakologi dan terapi non farmakolgi. Terapi non farmakologi diantaranya adalah terapi musik serta terapi bermain puzzle dimana untuk terapi musik di RSU St. Elisabeth belum meyediakan terapi musik dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak untuk mengurangi tingkat kecemasan anak saat di lakukan tindakan keperawatan. Sedangkan untuk terapi puzzle sudah tersedia tempat dan sarananya tetapi belum di laksanakan.

  B. Rumusan Masalah

  Dampak yang dapat di timbulkan akibat kecemasan karena hospitalisasi adalah anak akan merasa ketakutan, menangis, tidak mau makan, dan minum (Ngastiyah, 2005). Beberapa cara relaksasi bisa di gunakan untuk menurunkan kadar hormon penyebab stres dan kecemasan, misalnya dengan meditasi ataupun dengan terapi bermain, terapi musik. Tetapi cara yang paling efektif untuk menurunkan kadar hormon stres adalah dengan mendengarkan musik klasik (Musbikin, 2009).

  Berdasarkan uraian di atas maka dapat di rumuskan permasalahan penelitian tentang “Adakah pengaruh terapi bermain puzzle dan terapi musik lagu anak-anak terhadap tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang dirawat di Ruang Theresia RSU St. Elisabeth Purwokerto tahun 2015?”.

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas terapi bermain puzzle dan terapi musik lagu anak-anak terhadap tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang dirawat di Ruang Theresia RSU St. Elisabeth Purwokerto tahun 2015.

2. Tujuan khusus a.

  Mengetahui gambaran karakteristik anak usia prasekolah (usia dan jenis kelamin) yang mengalami kecemasan di Ruang Theresia RSU St.

  Elisabeth tahun 2015 b. Mengetahui tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang dirawat di Ruang Theresia RSU St. Elisabeth sebelum dan sesudah di lakukan terapi bermain puzzle dan terapi musik lagu anak-anak tahun 2015.

  c.

  Menganalisis efektifitas terapi bermain puzzle dan mendengarkan musik lagu anak-anak terhadap tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang dirawat di Ruang Theresia RSU St. Elisabeth Purwokerto tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan teori dalam pengembangan ilmu keperawatan anak terutama tentang terapi bermain puzzle dan terapi musik lagu anak-anak yang mempengaruhi kecemasan pada anak prasekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi rumah sakit :

  1) Dapat di terapkan sebagai asuhan keperawatan dalam pemberian terapi bermain puzzle dan pemberian terapi musik lagu anak-anak untuk menurunkan tingkat kecemasan pada pasien anak selama dirawat dan dapat diterapkan sebagai asuhan keperawatan dalam kegiatan perawatan sehari hari.

  2) Dapat mengetahui apakah ada perbedaan tingkat kecemasan anak yang diberi terapi bermain puzzle dengan terapi bermain musik lagu anak-anak.

  b.

  Pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu literatur keperawatan anak dan menjadi tambahan informasi yang berguna bagi para pembaca untuk meningkatkan mutu pendidikan keperawatan anak, khususnya dalam penanganan kecemasan pada anak yang dirawat di RS.

  c.

  Pelayanan keperawatan Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dalam memberikan asuhan keperawatan berupa pemberian terapi bermain

  

puzzle dan terapi musik lagu anak-anak untuk menurunkan kecemasan

  pada anak dan memberikan pengetahuan bahwa pemberian terapi bermain puzzle dan terapi musik perlu di laksanakan untuk mendukung proses penyembuhan.

  d.

  Penelitian keperawatan Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai data untuk penelitian selanjutnya dan menambah literatur tentang bermain puzzle dan terapi musik lagu anak-anak terhadap kecemasan pada anak di ruang perawatan anak. e.

  Bagi peneliti Menambah pengetahuan baru dalam memberikan asuhan keperawatan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada anak saat dirawat dengan cara pemberian terapi bermain puzzle dan pemberian terapi musik lagu anak-anak.

E. Keaslian Penelitian

  Beberapa penelitian terkait dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Pravitasari (2012) tentang perbedaan tingkat kecemasan pasien anak usia pra sekolah sebelum dan sudah program mewarnai, Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif pre eksperimen one group pre-post test dan jumlah sampel yang diperoleh adalah 20 pasien yang berusia 3-6 tahun di RSUD Ungaran. Pengambilan data menggunakan lembar check list yang diisi oleh peneliti menggunakan observasi dan wawancara pada keluarga pasien. Hasil analisa menggunakan T-Test Paired nilai T = 15,636 dari T tabel 2,145. Kesimpulan penelitian ini bahwa terdapat perubahan tingkat kecemasan pasien anak usia prasekolah sebelum dan sesudah pemberian program bermain mewarnai di RSUD Ungaran.

  2. Wowolin (2013) tentang Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Gambar Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Pra Sekolah Akibat Hospitalisasi Di Ruangan Irina E Blu RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Metode penelitian menggunakan pre experimental designs.

  Teknik pengambilan sampel yaitu accidental sampling sebanyak 30 responden. Uji Statistik paired sample t-test dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai p value = 0,000 (<0,05) sehingga terdapat pengaruh terapi bermain mewarnai gambar terhadap tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah akibat hospitalisasi di Ruangan Irina E BLU RSUP Prof. Dr. R. D.Kandou Manado.

  3. Sofa (2012) tentang Perbedaan Efektivitas Terapi Bermain Menggambar dengan Lego Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Toddler Akibat Hospitalisasi di RSUD Ungaran. Desain penelitian dengan quasi

  

eksperiment dengan Pretest-Postest group design. Populasi yang akan

  diteliti adalah seluruh anak usia toddler di RSUD Ungaran sebanyak 55 anak. Sampel yang diambil sebanyak 28 responden yang dibagi dalam kelompok menggambar dan kelompok lego. Dengan menggunakan uji t

independent didapatkan t hitung = - 5,536 dengan p-value sebesar 0,000.

  Oleh karena p-value 0,000 < (0,05), berarti terdapat perbedaan yang signifikan efektivitas terapi bermain menggambar dengan lego terhadap tingkat kecemasan anak usia toddler (2-3 tahun) Akibat Hospitalisasi di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran dimana terapi bermain menggambar lebih efektif dalam menurunkan kecemasan anak dibandingkan dengan terapi bermain lego.