BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah - PENGARUH 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat) DAN BAP (6 – Benzil amino purine) TERHADAP KEBERHASILAN EMBRIOGENESIS SOMATIK BUNGA KAKAO (Theobroma cacao, L.) - repository perpustakaan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

  Pohon kakao banyak dibudidayakan oleh masyarakat di negara-negara tropis di dunia karena mempunyai banyak manfaat khususnya pada buah kakao.

  Kulit buah kakao memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan zat pewarna β-karoten (Wulan, 2001), makanan ternak (Saputra, 2012) dan dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk organik (Mayerni et al., 2009). Bagian buah kakao yang memiliki nilai ekonomi paling tinggi adalah bijinya. Biji kakao dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk berbagai produk makanan seperti cocoa butter dan cocoa powder maupun menjadi produk kecantikan seperti sabun mandi maupun lulur coklat.

  Kebutuhan biji kakao di dunia cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010 permintaan kakao dunia adalah sekitar 5,2 juta ton sedangkan pada tahun 2011 kebutuhan meningkat menjadi sekitar 5,5 juta ton dan diperkirakan akan terus terjadi peningkatan hingga mencapai hampir 6 juta ton pada tahun 2016 (World Cocoa Foundation, 2012). Meningkatnya permintaan kakao dunia harus diimbangi dengan peningkatan produksi kakao dunia.

  Sampai saat ini kebutuhan kakao di dunia masih belum dapat dipenuhi seluruhnya. Côte d’Ivoire merupakan negara pemasok kebutuhan kakao terbesar dunia dengan total produksi mencapai 1,3 juta ton (29,5% dari total produksi kakao dunia), sedangkan Indonesia menjadi negara produsen kakao terbesar kedua di dunia dengan total produksi mencapai 712 ribu ton (16,2 % dari total produksi

  1 kakao dunia). Negara-negara lain yang menjadi pemasok biji kakao di dunia antara lain Ghana, Nigeria, Kamerun, Brasil, Equador, Togo dan Peru (FAO, 2013). Total produksi dari seluruh negara-negara produsen kakao masih belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan kakao di dunia. Dengan demikian, budidaya kakao masih memiliki prospek yang sangat baik guna meningkatkan pendapatan petani di Indonesia.

  Meskipun Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar kedua di dunia, namun produktivitas tanaman kakao tergolong rendah jika dibandingkan dengan produktivitas kakao di negara lain (Gambar 1.1). Pada tahun 2011, produktivitas kakao di Indonesia hanya sekitar 424 kg per hektar, urutan ke 19 dari negara penghasil kakao dunia dengan produktivitas tertinggi. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan Guatemala yang memiliki kakao dengan produktivitas tertinggi di dunia mencapai lebih dari 2500 kg per hektar (FAO, 2013).

  Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya produktivitas kakao di Indonesia adalah rendahnya mutu bibit kakao yang digunakan. Sampai saat ini, petani kakao masih menggunakan bibit yang diperbanyak secara generatif (Avivi et al., 2010). Kelemahan utama dari teknik perbanyakan ini adalah bibit yang dihasilkan sangat heterogen (Maximova et al., 2002) karena kakao merupakan tanaman yang melakukan penyerbukan silang dalam proses pembuahannya.

  3500

  ) Indonesia n a 3000

  Guatemala h a

  Malaysia L

  2500

  a Côte d'Ivoire

  H /

  2000

  g (K s 1500 a ti v

  1000

  ti k u d

  500

  ro P 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

  Tahun

Gambar 1.1. Produktivitas kakao Indonesia dibandingkan dengan produktivitas kakao di tiga negara lainnya.

  Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah perbanyakan secara generatif adalah dengan menggunakan bibit yang diperoleh secara vegetatif. Saat ini terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperoleh bibit kakao secara vegetatif seperti melalui stek dan okulasi (Limbongan, 2010). Meskipun dengan menggunakan teknik ini dapat diperoleh bibit yang seragam, namun teknik ini hanya mampu menghasilkan bibit dalam jumlah terbatas serta merusak tanaman induknya (Li et al., 1998). Perbanyakan tanaman melalui stek juga memiliki kelemahan berupa akar serabut sehingga tidak tahan kering atau angin (Maximova et al., 2002).

  Alternatif lain guna memperbanyak kakao secara vegetatif adalah dengan perbanyakan secara in vitro melalui embriogenesis somatik (Avivi et al., 2010).

  Teknik ini mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak serta bibit yang dihasilkan memiliki sifat genetik yang seragam dan sama dengan induknya (Purnamaningsih, 2002).

  Selama ini telah banyak dilakukan upaya untuk memperbanyak kakao melalui teknik embriogenesis somatik, namun mayoritas penelitian yang telah dilaporkan masih menunjukkan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan induksi embrio somatik kakao, seperti penggunaan eksplan yang berbeda-beda misalnya daun, bagian- bagian bunga termasuk staminodia dan petala (Li et al., 1998; Winarsih et

  al ., 2003; Avivi et al., 2010), embrio muda (Dinarti, 1991), maupun kotiledon

  (Chantrapradist & Kamnoon, 1995; Omokolo et al., 1997), Tingkat keberhasilan induksi kakao dengan berbagai jenis eksplan tersebut sangat bervariasi mulai dari 0.8 % sampai 100 % tergantung dari genotipe kakao yang digunakan (Li et al., 1998). Upaya lain juga telah dilakukan diantaranya adalah mereformulasi medium tanam dengan berbagai jenis zat tambahan seperti penambahan air kelapa pada medium (Ariati et al., 2012; Dinarti, 1991) ataupun penambahan konsentrasi MgSO

  4 dan K

  2 SO 4 yang ditambahkan ke dalam medium tanam (Minyaka et al.,

  2007). Namun, beberapa upaya yang dilakukan tersebut masih belum menggembirakan hasilnya.

  Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan embriogenesis somatik tanaman kakao adalah melalaui optimalisasi konsentrasi dan jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan (Lengkong, 2009). Salah satu ZPT yang banyak digunakan untuk meningkatkan keberhasilan embriogenesis somatik adalah 6-benzil amino purine (BAP). Penambahan BAP ke dalam medium tanam telah berhasil meningkatkan jumlah embrio somatik yang berhasil diinduksi pada tanaman jambu bol (Trina, 2002), cendana (Sukmadjaja et

  al ., 2003), kopi (Oktavia et al., 2003), pepaya (Susanto & Aziz, 2005), jahe (Bakti et al ., 2005), bawang merah (Hellyanto, 2008 ), Manggis (Purba, 2009), kentang

  (Lengkong, 2009), maupun nanas (Roostika et al., 2012).

  Pada tanaman kakao, BAP telah dicobakan untuk menginduksi embrio somatik dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik 5 - 27,3 % (Dinarti, 1991; Tan & Furtek et al., 2004). Pada penelitian tersebut digunakan eksplan embrio muda ataupun bunga yang masih muda. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan uji tingkat keberhasilan induksi embrio somatik kakao dengan menggunakan BAP sebagai ZPT yang ditambahkan ke dalam medium tanam.

  Disamping itu, ZPT tipe auksin juga banyak digunakan untuk menginduksi embrio somatik secara in vitro. Salah satu ZPT yang banyak digunakan adalah 2,4-D, misalnya pada induksi embrio somatik pada tanaman jati (Armaniar, 2002), kopi arabika (Oktavia et al., 2003), kacang (Srilestari, 2004), bawang merah (Hellyanto, 2008), serta ketela (Wongtiem et al., 2011).

  Pada tanaman kakao, 2,4-D juga telah banyak digunakan untuk induksi kalus dan induksi embrio tanaman kakao dengan dengan hasil yang bervariasi (Li

  et al ., 1998 ; Tan & Furtek, 2004). Oleh karena itu dalam penelitian ini akan

  diujicobakan pengaruh penambahan 2,4-D ke dalam medium tanam terhadap keberhasilan induksi embrio somatik pada tanaman kakao dengan menggunakan eksplan petala dan staminodia.

  1.2 Tujuan penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk :

  1. Mengetahui pengaruh penambahan ZPT 2,4-D terhadap keberhasilan induksi kalus dan induksi embrio kakao

  2. Mengetahui pengaruh penambahan ZPT BAP terhadap keberhasilan induksi kalus dan induksi embrio kakao

  3. Mengetahui apakah kombinasi antara 2,4-D dan BAP mampu menginduksi kalus dan embrio kakao

  1.3 Manfaat penelitian

  a. Bagi ilmu pengetahuan Menambah pengetahuan dan informasi tentang kultur jaringan tumbuhan, khususnya dalam teknik embriogenesis somatik untuk menginduksi embrio dari tanaman kakao yang dapat bermanfaat dalam perbanyakan bibit kakao yang bermutu dan berkualitas.

  b. Bagi penulis Sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti dalam melakukan teknik embriogenesis somatik untuk menginduksi embrio pada tanaman kakao.

  c. Bagi Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya dalam permasalahan- permasalahan yang akan muncul pada embriogenesis somatik tanaman kakao sehingga diharapkan akan muncul penelitian yang lebih baik lagi. d. Bagi masyarakat Mengembangkan salah satu cara untuk melestarikan jenis kakao yang bermutu dan berkualitas. Semakin tersedianya bibit bermutu dan berkualitas yang dibudidayakan secara masal maka akan tercipta perkebunan yang mampu membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Makin banyaknya perkebunan kakao yang ada maka akan berdampak positif juga pada industri kakao baik industri skala kecil maupun skala besar.