BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Teori Belajar Kontruktivisme - SINGGIH BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Teori Belajar Kontruktivisme Menurut teori belajar konstruktivisme, satu prinsip yang paling

  penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Trianto, 2010).

  Menurut Budiningsih (2005) manusia dapat mengetahui sesuatu dengan inderanya. Seseorang dapat mengetahui sesuatu melalui interaksinya seperti melihat, mendengar, menjamah, membau, dan merasakan dengan objek dan lingkungan. Semakin banyak manusia berinteraksi maka akan semakin meningkat pemahaman dan pengetahuannya.

  Belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan di mana pembentukan harus dilakukan oleh siswa (Budiningsih, 2005). Kemampuan awal yang sudah di miliki siswa akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru.

  Beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui proses penyesuai dan peleburan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

  Menurut NCTM (2000) Pemecahan masalah berarti melibatkan diri dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. Dalam rangka untuk mencari solusi, siswa harus memanfaatkan pengetahuan mereka, dan melalui proses ini, mereka akan sering mengembangkan pemahaman matematika baru. Sementara itu, menurut Polya (2004) masalahmu mungkin sederhana, tetapi jika itu menantang keingintahuan dan membawamu untuk memainkan kecakapan daya cipta dan jika kamu memecahkan itu dengan caramu sendiri kamu mungkin mengalami ketegangan dan menikmati kemenangan dari sebuah penemuan.

  Menurut Wardhani (2008) Pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah ada tantangan dalam materi tugas atau soal dan masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui penjawab.

  Beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu usaha mencari jalan keluar dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang telah diperoleh sebelumnya untuk melibatkan diri dalam mengatasi sebuah pertanyaan atau soal matematika yang memiliki tantangan. Sebuah soal untuk menantang rasa ingin tahu yang dapat memberikan pengalaman dan sebuah kemenangan dari sebuah penemuan.

  Menurut Polya (2004) untuk memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran matematika diperlukan 4 langkah utama yaitu: a. Memahami masalahnya

  Siswa harus memahami masalah, tapi dia tidak hanya harus memahami itu, dia juga harus menginginkan solusinya. Jika siswa kurang dalam pemahaman atau kurang tertarik, tidak selalu salahnya. Masalah tersebut harus dipilih dengan baik, tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah, alami dan menarik.

  Pertama-tama, pernyataan verbal masalah harus dipahami. Guru dapat memeriksa ini, sampai batas tertentu, ia meminta siswa untuk mengulang pernyataan, dan siswa harus mampu menyatakan masalah dengan lancar. Siswa juga harus mampu menunjukkan bagian-bagian utama dari masalah, apa yang tidak diketahui, datanya dan kondisinya. Oleh karena itu, guru dapat menanyakan pertanyaan: Apa yang diketahui? Apa yang ditanyakan? Data apa yang ada? Kondisi apa? Apakah mungkin untuk memenuhi kondisi tersebut? Apakah kondisi tersebut cukup untuk menentukan yang ditanyakan? Siswa harus mencatat hal-hal yang penting, membuat tabel, membuat sketsa grafik untuk mempermudah memperoleh gambaran umum penyelesaiannya. b. Merancang rencana pemecahan masalah Pencapaian utama dalam pemecahan masalah adalah untuk merancang ide dari rencana. Hal terbaik yang dapat guru lakukan adalah membantu mendapatkan ide cemerlang. Ide yang baik didasarkan pada pengalaman masa lalu dan pengetahuan sebelumnya yang sudah diperoleh.

  Jika Anda tidak dapat memecahkan masalah yang diusulkan, Anda dapat mencoba memecahkan terlebih dahulu beberapa masalah terkait. Bisakah Anda bayangkan masalah terkait lebih mudah diakses? Sebuah masalah yang lebih umum? Masalah khusus lainnya? Masalah analog? Bisakah Anda memecahkan bagian dari masalah? Dalam hal ini diperlukan menyusun aturan-aturan atau tata urutan kemungkinan pemecahan masalah, sehingga tidak ada satupun yang terabaikan.

  c. Melaksanakan rencana pemecahan masalah Melaksanakan rencana tersebut jauh lebih mudah, apa yang kita butuhkan terutama kesabaran. Rencana ini memberikan garis besar secera umum, kita harus meyakinkan diri kita bahwa rincian sesuai dengan outline, dan harus memeriksa rincian satu demi satu, dengan sabar, sampai semuanya benar-benar jelas. Siswa harus bekerja sendiri tetapi dengan bantuan guru agar siswa memahami rencana. Guru juga harus berusaha mengingatkan siswa untuk memeriksa setiap langkah.

  Kita mungkin meyakinkan diri kita dari kebenaran langkah dalam penalaran kita. Kita dapat berkonsentrasi pada titik tersebut sampai kita melihat begitu jelas dan tegas bahwa kita tidak memiliki keraguan bahwa langkah ini benar. Titik utama adalah bahwa siswa harus jujur yakin atas kebenaran dari setiap langkah. Dapatkah Anda melihat dengan jelas bahwa langkah yang dipilih adalah benar?

  d. Memeriksa kembali hasil pemecahan masalah Melihat kembali pada solusi dan mempertimbangkan kembali serta memeriksa kembali hasil dan jalur yang mengarah ke sana, mereka bisa mengkonsolidasikan pengetahuan mereka dan mengembangkan kemampuan mereka untuk memecahkan masalah. Walaupun siswa telah melaksanakan rencananya, telah menuliskan solusi, memeriksa setiap langkah, ia memiliki alasan yang baik untuk percaya bahwa solusinya benar. Namun demikian, kesalahan selalu mungkin, terutama jika argumen panjang dan rumit. Oleh karena itu, diperlukan pengecekan kembali.

  Salah satu tugas pertama dan utama dari guru memberi siswanya kesan bahwa masalah matematika memiliki banyak hubungan satu sama lain. Siswa memiliki kesempatan alami untuk menyelidiki koneksi dari masalah ketika melihat kembali solusinya. Siswa akan mengecek kembali pada solusi dengan cara dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah solusi dicari dengan cara lain? Dapat menggunakan hasil, atau metode, untuk beberapa masalah lain? Guru harus mendorong siswa untuk membayangkan kasus di mana mereka bisa memanfaatkan lagi prosedur yang digunakan, atau menerapkan hasil yang diperoleh. Untuk mencapai langkah-langkah tersebut guru dapat menggunakan beberapa strategi yang sering digunakan menurut Polya (2004) diantaranya: a. Mencoba-coba.

  Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalahnya dengan mencoba-coba (trial and error).

  Dibutuhkan analasis yang tajam untuk mencoba-coba.

  b. Membuat diagram Strategi ini berkait dengan pembuatan sketsa atau gambar untuk mempermudah memahami masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Hal-hal yang diketahui tidak hanya dibayangkan di dalam otak saja namun dapat dituangkan ke atas kertas.

  c. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana Strategi ini berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana. Gambaran umum penyelesaian masalahnya akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan.

  d. Membuat tabel Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran kita. Tujuannya untuk Segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan oleh otak yang kemampuannya sangat terbatas. e. Menemukan pola Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan.

  Keteraturan yang sudah didapatkan tersebut akan lebih memudahkan untuk menemukan penyelesaian masalahnya.

  f. Memecah tujuan Strategi ini berkait dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai menjadi satu atau beberapa tujuan bagian. Tujuan bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya.

  g. Memperhitungkan setiap kemungkinan Strategi ini berkait dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat sendiri selama proses pemecahan masalah berlangsung. Tujuannya agar tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan.

  h. Berpikir logis Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan. Berbagai informasi atau data yang ada dapat disimpulkan dengan sah atau valid. i. Bergerak dari belakang

  Strategi ini, dimulai dengan menganalisis bagaimana cara mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Memulai proses pemecahan masalahnya dari yang diinginkan atau yang ditanyakan lalu menyesuaikannya dengan yang diketahui. j. Mengabaikan hal yang tidak mungkin Berbagai alternatif yang ada, alternatif yang sudah jelas-jelas tidak mungkin agar dicoret/diabaikan. Perhatian dapat tercurah sepenuhnya untuk hal-hal yang tersisa dan masih mungkin saja.

  Siswa dikatakan mampu dan memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis apabila memenuhi indikator pemecahan masalah matematis menurut menurut Kemendikbud (2013):

  a. Memahami masalah

  b. Merencanakan strategi penyelesaian masalah

  c. Melaksanakan strategi penyelesaian masalah

  d. Mengecek hasil penyelesaian masalah Menurut NCTM (2003) indikator pemecahan masalah yang harus dimiliki siswa adalah: a. Menerapkan dan mengadaptasi beragam strategi yang sesuai untuk memecahkan permasalahan b. Memecahkan permasalahan yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-konteks lain.

  c. Membangun pengetahuan matematis yang baru melalui pemecahan masalah.

  d. Memonitor dan merefleksi pada proses pemecahan masalah matematis.

  Beberapa pandangan di atas maka indikator pemecahan masalah yang digunakan peneliti adalah: a. Memahami masalah

  b. Merencanakan strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah

  c. Melaksanakan strategi dan memecahkan permasalahan yang muncul d. Merefleksi dan mengecek proses dan hasil pemecahan masalah.

3. Pembelajaran Berbasis Masalah

  Pembelajaran Berbasis Masalah / PBM yang dalam bahasa inggris

  

Problem Based Learning / PBL adalah pembelajaran dengan menyajikan

  situasi masalah otentik kepada siswa yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan (Arends, 2008). Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan yang dipilih sendiri yang memungkinkan mereka untuk menafsirkan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan untuk membangun pemahaman mereka sendiri tentang fenomena ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan pemecahan masalah.

  Ciri utama Pembelajaran Berbasis Masalah adalah bahwa pengetahuan dicari dan dibentuk oleh siswa dalam upaya memecahkan contoh-contoh masalah dunia nyata yang dihadapkan kepada mereka. Adapun ciri-ciri lain Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut: a. Pengajuan Pertanyaan atau Masalah Pembelajaran Berbasis Masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu (Trianto, 2009).

  b. Keterkaitannya dengan Berbagai Disiplin Ilmu Masalah yang diajukan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu. Meskipun

  Pembelajaran Berbasis Masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu misalnya ipa, matematika, dan ilmu-ilmu sosial, masalah yang akan diselidiki telah dipilih bener-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran (Trianto, 2009).

  c. Penyelidikan yang Autentik Penyelidikan yang diperlukan dalam Pembelajaran Berbasis

  Masalah bersifat autentik. Selain itu, penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir. d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya Pada Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya. Hasil karya tersebut menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan atau makalah (Trianto, 2009).

  Menurut Arends (2008), Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kegiatan belajar mengajar didasarkan pada kelima fase. Adapun rincian kegiatan pada setiap fase adalah sebagai berikut: Fase 1:Orientasi siswa pada masalah

  Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, serta menjelaskan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Mengajukan fenomena, demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah. Pada kesempatan ini guru juga memotivasi siswa. Guru memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah dan meminta siswa mengemukakan ide dan teori yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah tersebut. Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Pada kegiatan ini siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan kemampuan. Kriteria kemampuan dilihat dari hasil pretest. Sehingga satu kelompok terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan kurang mampu. Hal ini dilakukan dengan tujuan dalam menganalisis masalah yang akan diberikan setiap kelompok mempunyai penyelesaian yang dapat diandalkan. Secara tidak langsung pembagian kelompok ini akan memberikan bimbingan kepada siswa yang kurang mampu dalam menganalisa suatu masalah.

  Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok Tahap ini adalah tahap inti dimana siswa melakukan penyelidikan/pemecahan masalah baik secara mandiri maupun kelompok.

  Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi atau data tepat, melaksanakan eksperimen dan mencari solusi sampai mereka benar-benar mengerti dimensi situasi permasalahan. Tujuannya ialah agar siswa dalam mengumpulkan informasi cukup untuk mengembangkan dan menyusun ide-idenya sendiri. Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi. Guru mengajukan permasalahan/pertanyaan yang dapat dipikirkan siswa, dan memberikan berbagai jenis informasi yang diperlukan siswa untuk sampai pada solusi yang dapat dipertahankan. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Pada kegiatan ini guru menyuruh salah seorang anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dan guru membantu jika siswa mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan.

  Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Tahap akhir Pembelajaran Berbasis Masalah, guru membantu menganalisis dan merefleksi atau mengevaluasi proses berfikir siswa.

  Sedangkan siswa menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang dilampaui pada setiap tahap pembelajaran. Guru membimbing siswa menyimpulkan pembalajaran serta memberikan soal-soal untuk dikerjakan di rumah.

  Adapun keunggulan dan kelemahan model Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Trianto (2009) adalah sebagai berikut:

  a. Keunggulan Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:

  1) Realistik dengan kehidupan siswa 2) Konsep sesuai kebutuhan siswa 3) Memupuk sifat inquiri siswa 4) Retensi konsep jadi kuat 5) Memupuk kemampuan pemecahan masalah b. Kelemahan Di samping keunggulan, Pembelajaran Berbasis Masalah juga memiliki kelemahan diantaranya:

  1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks. 2) Sulitnya mencari problem yang relevan 3) Seringnya terjadi miss-konsepsi 4) Konsumsi waktu diamana pembelajaran ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses tersebut.

4. Pembelajaran Penemuan Terbimbing

  Menurut Brady (1985) Penemuan adalah sebuah materi pelajaran yang tidak diberikan kepada murid dalam bentuk definitif, tetapi itu harus dikenali siswa dalam beberapa cara. Siswa membuat penemuan dengan mengeksplorasi rangsangan yang ada di sekitar mereka, dengan beberapa tingkat arahan guru.

  Penemuan adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005). Penemuan terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.

  Menurut Markaban (2006) peran siswa pada pembelajaran penemuan terbimbing cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya. Guru membimbing dan membantu siswa agar siswa lebih terarah dalam mencapai tujuan. Guru memberikan arahan prosedur dan langkah yang perlu dilakukan siswa untuk mencapai tujuan.

  Oleh karena itu agar pelaksanaan pembelajaran penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, menurut Markaban (2006) ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh guru matematika adalah sebagai berikut :

  a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.

  b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.

  c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.

  d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya.

  f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

  Sementara itu, menurut Brady (1985), langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam penemuan adalah: a. Menentukan apa yang harus ditemukan dan arahan guru yang diperlukan secara tepat b. Menentukan bagaimana informasi atau konsep disajikan ke siswa.

  Menentukan bagaimana mengorganisasikan situasi pembelajaran dan jumlah informasi yang harus disediakan.

  c. Menentukan bagaimana topik untuk penemuan dikomunikasikan. Siswa harus tahu apa yang mereka cari dan mereka harus mengakui penemuan ketika telah menemukannya

  d. Menentukan bagaimana untuk mengecek hasil dari pengetahuan. Guru dapat memberikan penguatan dengan bertanya untuk memastikan pemahaman dan dengan pujian.

  Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing: a. Guru merumuskan masalah untuk menentukan apa yang harus ditemukan dan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya. b. Guru mengorganisasikan situasi pembelajaran dan siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja.

  c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.

  d. Mengkomunikasikan penemuan apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya.

  e. Mengecek hasil dari pengetahuan dan memeriksa apakah hasil penemuan itu benar. Guru dapat memberikan penguatan dengan bertanya untuk memastikan pemahaman dan dengan pujian.

  Adapun keunggulan dan kelemahan pembelajaran penemuan terbimbing menurut Kemendikbud (2013) adalah sebagai berikut: a. Kelebihan pembelajaran penemuan terbimbing

  1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan- keterampilan dan proses-proses kognitif.

  2) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan ketika ia berhasil.

  3) Memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

  4) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi diri sendiri.

  5) Dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

  6) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.. 7) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. 8) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

  b. Kelemahan pembelajaran penemuan terbimbing 1) Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. 2) Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. 3) Harapan-harapan yang terkandung dalam pembelajaran penemuan terbimbing dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. 4) Lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

B. Kerangka Berpikir

  Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu usaha mencari jalan keluar dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang telah diperoleh sebelumnya untuk melibatkan diri dalam mengatasi sebuah pertanyaan atau soal matematika yang memiliki tantangan.

  Sebuah soal untuk menantang rasa ingin tahu yang dapat memberikan pengalaman dan sebuah kemenangan dari sebuah penemuan. Dalam hal ini, akan dilakukan eksperimen untuk mengetahui pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis

  Pembelajaran Berbasis Masalah pada fase pertama adalah Orientasi siswa pada masalah, pada tahap ini akan membantu siswa untuk memiliki semangat dalam memahami masalah. Fase selanjutnya adalah mengorganisasikan siswa untuk belajar dimana dalam hal ini siswa satu sama lain akan saling membantu untuk memahami masalah, serta merencanakan berbagai strategi pemecahan masalah. Fase yang ketiga adalah membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Siswa menyelediki secara berkelempok dengan berdiskusi. Apabila siswa atau kelompok mengalami kesulitan, guru akan membantu proses penyelidikan. Pada tahap ini dapat mendukung siswa untuk mampu merencanakan strategi yang sesuai, melaksanakan strategi untuk memecahkan permasalahan yang muncul dan merefleksi dan mengecek proses dan hasil pemecahan masalah. Fase mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan fase menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dapat memberikan siswa kemampuan untuk merefleksi dan mengecek proses dan hasil pemecahan masalah.

  Sementara itu, langkah pertama dalam pembelajaran penemuan terbimbing adalah guru merumuskan masalah dimana siswa diharapkan mampu untuk memahami masalah. Langkah selanjutnya adalah siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data dalam hal ini mendukung siswa untuk memahami dan merencanakan strategi yang sesuai. Langkah yang mendukung untuk melaksanakan strategi dan merefleksi dan mengecek proses dan hasil pemecahan masalah adalah ketika siswa menyusun konjektur dengan bimbingan guru sampai verbalisasi konjektur. Langkah terakhir yaitu memberikan soal tambahan dapat juga mendukung siswa unuk merefleksi dan mengecek proses dan hasil pemecahan masalah.

  Berdasarkan penjelasan di atas mengarah pada sebuah dugaan. Dalam hal ini, diduga Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran penemuan terbimbing.

C. Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran penemuan terbimbing.