Agustriyanto Studi aplikasi decoupling 2002
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
Studi Aplikasi Decoupling Control untuk Pengendalian
Komposisi Kolom Distilasi
Lindawati, Agnes Soelistya, Rudy Agustriyanto
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Surabaya
Jl.Raya Kalirungkut, Surabaya 60292
Email: [email protected]
Abstrak
Studi ini mempelajari strategi decoupling control yang diterapkan untuk mengendalikan
komposisi pada proses distilasi methanol-air. Suatu simulator kolom distilasi dikembangkan
dengan menggunakan Simulink (Transfer Function Based Simulator) untuk keperluan tersebut.
Strategi penggunaan decoupler pada sistem multivariable dan perbandingan unjuk kerja sistem
pengendalian dengan dan tanpa decoupler baik untuk keperluan ‘set point tracking’ maupun pada
saat terjadi gangguan akan dipresentasikan disini. Perbandingan dilakukan dengan menggunakan
metode tuning yang sama yaitu Ziegler Nichols dan Direct Synthesis untuk kedua kasus tersebut.
Kata Kunci: decoupling control, distillation composition control, set point tracking, disturbance
rejection.
Abstract
Decoupling control is studied and applied for composition control in the methanol-water
distillation process. A transfer function- based simulator is developed in Simulink for this purpose.
The strategy of decoupling control and its application for multivariable system and the
comparation of control performance with and without decoupler will be presented for both set
point tracking and disturbance rejection problems. Ziegler Nichols and Direct Synthesis method
are used to tune the controller.
Keywords: decoupling control, distillation composition control, set point tracking, disturbance
rejection.
1.
Pendahuluan
Banyak proses-proses kimia yang merupakan proses SISO maupun proses MIMO dan proses-proses
tersebut selalu membutuhkan pengontrolan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Masalah yang dihadapi oleh
pengontrolan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) lebih kompleks daripada masalah yang dihadapi di
proses SISO karena interaksi-interaksi proses terjadi antara variabel yang dimanipulasi dan variabel yang
dikontrol. Secara umum, suatu perubahan dalam variabel yang dimanipulasi akan mempengaruhi seluruh
variabel yang dikontrol dan mengubah kestabilan dari proses. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lagi
terhadap alat kontrol yang digunakan apakah masih sesuai atau tidak, apakah penyetelan ulang saja sudah cukup
atau harus menambah/mengganti alat control. Selain itu strategi yang digunakan masih tepat atau tidak, juga
harus diperiksa lagi Untuk kolom distilasi, penyetelan ulang baik laju alir refluk atau laju alir steam akan
mempengaruhi kedua komposisi distilat dan bottom. Demikian juga dengan perubahan laju alir feed dan
komposisinya. Bila efek yang dihasilkan sangat berpengaruh maka perlu dipertimbangkan penggunaan
decoupler untuk mengurangi interaksi. Format makalah ini adalah sebagai berikut : pada bagian dua akan
dibahas latar belakang permasalahan untuk kolom distilasi metanol-air yang akan ditinjau, sedangkan teori
maupun aplikasi penggunaan decoupler akan diuraikan pada bagian tiga dan empat. Hasil simulasi dan
pembahasan akan dipaparkan dibagian lima, dan akhirnya beberapa kesimpulan yang diperoleh akan dijelaskan
pada bagian enam.
2.
Kolom Distilasi Metanol-Air
Kolom destilasi yang ditinjau pada penelitian ini adalah kolom pemisahan metanol-air 8 tray seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1. Suatu model dinamis antar tray yang non linear telah dikembangkan dengan
menggunakan kesetimbangan massa dan energi. Model tersebut telah divalidasi terhadap uji pilot plant dan
sangat terkenal penggunaannya dalam studi kinerja sistem kontrol. Dalam pembuatan model, asumsi berikut
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
dipakai : penahanan uap yang dapat diabaikan, pencampuran sempurna pada tiap tray dan constant liquid hold
up. Kondisi steady state untuk kolom ini ditunjukkan oleh Tabel 1.
Table 1. Kondisi Steady State
Parameter
* Jumlah tray teoritis ( termasuk boiler dan
kondensor ), N
* Tray tempat umpan masuk ( NF )
* Komposisi umpan ( Z )
* Laju alir umpan ( F )
* Komposisi produk atas ( Y1 )
* Komposisi produk bawah ( Y2 )
* Laju alir destilate ( D )
* Laju alir bottom ( B )
* Refluk ( L )
* Laju alir steam ( V )
kondensor
9
D
Y1
Distilat
L
F
5
Z
2
reboiler
V
B
Y2
Bottom
Nilai
10
5
50 %
18.23 g/s
95 %
5%
9.13 g/s
9.1 g/s
10 g/s
13.8 g/s
Gambar 1. Kolom Distilasi
Pada konfigurasi LV, komposisi distilat dikendalikan oleh laju alir refluk, sedangkan komposisi bottom
dikendalikan dengan laju alir steam. Komposisi produk diukur dan diasumsikan bahwa terdapat time delay
selama lima menit untuk analisa komposisi. Perubahan step diberikan pada refluk, steam, umpan dan komposisi
umpan kemudian dianalisa pengaruh interaksi pada komposisi produk.
Fungsi hantar proses dan gangguan didapatkan melalui serangkaian step test response dan diprediksi
dengan model orde 1 plus time delay (FOPTD). Hasilnya adalah sebagai berikut:
Fungsi hantar proses:
1.0926e −5 s
5.5096 s + 1
2.2676e −5 s
G21 =
17.1527 s + 1
G11 =
−1.3032e −5 s
13.7174 s + 1
−7.1829e −5 s
G22 =
29.4985s + 1
G12 =
Sedangkan fungsi hantar gangguan adalah sebagai berikut:
0.33616e −5 s
89.2857 s + 1
2.6383e −5 s
=
16.6667 s + 1
10.8503e −5 s
15.4321s + 1
70.2625e −5 s
=
26.2467 s + 1
Gd 11 =
Gd 12 =
Gd 21
Gd 22
3.
Pengendalian dengan decoupling
Sistem distilasi metanol-air ini merupakan proses MIMO yang antara satu input dengan yang lainnya
saling berinteraksi (sistem kontrol 2x2) seperti gambar berikut :
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
H 1(s)
-
R 1(s)
M 1(s)
+
G c1 (s)
C 1(s)
G 11 (s)
+
+
G 21 (s)
G 12 (s)
R 2(s)
M 2(s)
G c2 (s)
+
G 22 (s)
+
C 2(s)
+
H 2(s)
Gambar 2.Blok Diagram Sistem Kontrol 2x2 Dengan Interaksi
Decoupler harus didesain sedemikian rupa sehingga suatu perubahan pada output kontroler 1 [M1(s)]
menghasilkan perubahan pada C1(s) tapi tidak pada C2(s). Demikian pula suatu perubahan pada output kontroler
2 [M2(s)] akan menghasilkan perubahan pada C2(s) tapi tidak pada C1(s). Cara lain untuk menginterprestasikan
decoupler ialah dengan menganggapnya sebagai suatu bagian dari kontroler sehingga kombinasi kontroler
decoupler menjadi kontroler yang berinteraksi. Dengan demikian kita harus mendesain suatu kontroler untuk
menghasilkan suatu sistem yang tidak berinteraksi.
Output dari M2(s) berpengaruh pada variabel control pertama seperti pada persamaan berikut :
C1(s) = [D12(s)Gp11(s) + D22(s)Gp12(s)] M2(s)
(1)
Sama seperti M1(s) berpengaruh pada C2(s) seperti pada persamaan berikut :
C2(s) = [D21(s)Gp22(s) + D11(s)Gp21(s)] M1(s)
(2)
Karena kita mempunyai 2 persamaan dan 4 variabel yang tidak diketahui maka 2 dari variabel tersebut harus
ditentukan sebelum menghitung yang lainnya. Biasanya yang dipilih adalah D11(s) dan D22(s) ditetapkan bernilai
1. Sehingga persamaannya menjadi :
C1(s) = [D12(s)Gp11(s) + Gp12(s)] M2(s)
(3)
C2(s) = [D21(s)Gp22(s) + Gp21(s)] M1(s)
(4)
Tujuannya sekarang adalah untuk mendesain D12(s) sehingga ketika output dari kontroler kedua
berubah, variabel kontrol pertama tetap. Jika variabel kontrol ini tetap maka C1(s) = 0 kemudian dari persamaan
(3) kita memperoleh :
0 = [D12(s)Gp11(s) + Gp12(s)] M2(s)
(5)
D12(s) = -
Gp12 ( s )
Gp11 ( s )
(6)
Demikian juga D21(s) dapat didesain sehingga ketika M1(s) berubah C2(s) tetap nol. Dari persamaan diatas
diperoleh :
0 = [D21(s)Gp22(s) + Gp21(s)] M1(s)
(7)
D21(s) = -
Gp 21 ( s )
Gp 22 ( s )
(8)
Persamaan (6) dan (8) adalah persamaan desain decoupler untuk sistem 2x2.
Sehingga gambarnya berbentuk demikian :
H1(s)
R 1(s)
+
Gc1(s)
+
D21(s)
-
Gc2(s)
+
G21(s)
D12(s)
R 2(s) +
C 1(s)
+
G11(s)
+
G12(s)
+ +
G22(s)
+
+
C2(s)
H2(s)
Gambar 3. Blok Diagram Sistem Kontrol 2x2 Dengan Decoupling
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
Ada dua macam decoupler yang biasa digunakan yaitu :
1. Statik decoupling
Pendekatan statik decoupling disebut juga statis decoupling. Persamaan desain untuk decoupler statik ideal
hanya menggunakan gain dari matrik saja karena diset s = 0. Sehingga persamaannya menjadi sebagai
berikut:
D21 = −
Kp 21
Kp 22
Kp12
D12 = −
Kp11
(9)
(10)
Keuntungan dari statik decoupling adalah dibutuhkan informasi yang lebih sedikit yaitu perolehan dari
keadaan steady state daripada model dinamik yang lengkap. Kerugiannya adalah interaksi kontrol loop
masih terjadi selama kondisi transient (sementara).
2.
Dynamic decoupling
Persamaan untuk dynamic decoupling adalah dengan menggunakan fungsi transfer secara keseluruhan
sehingga didapat persamaan seperti dinyatakan oleh persamaan (6) dan persamaan (8).
4.
Hasil dan Pembahasan
Dengan menggunakan persamaan (6) dan (8) maka dapat ditentukan fungsi hantar dynamic decoupler, yaitu
sbb:
D12 =
7.1801s + 1.3032
14.98763s + 1.0926
D21=
66.8908s + 2.2676
123.20613s + 7.1829
Dengan menggunakan metode tuning Ziegler Nichols & Direct Synthesis maka setting controller untuk
sistem dengan dynamic decoupler adalah sbb:
Parameter Controller loop atas
Ziegler Nichols
Direct Synthesis
P = 1.3326
P = 0.98875501143
I = 0.17946039847
I = 0.168683544
D = 2.631885
Parameter Controller loop bawah:
P = -0.831
I = -0.087936507
D = -1.9632375
P = -0.80524852188
I = -0.0272794809
Tabel 2. Setting Pengendali dengan Dynamic Decoupler untuk metode Ziegler Nichols dan Direct Synthesis
Gambar 4 s.d 11 menunjukkan performance komposisi atas dan bawah (Y1 & Y2) untuk perubahan set
point maupun ketika terjadi gangguan pada laju alir umpan (F) dan komposisi umpan (Z), dengan setting
controller Ziegler Nichols.
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
Profil Komposisi Atas Jika Y1 Diubah dari 95% Ke 96% (Step 1)
97
Profil Komposisi Bawah Jika Y1 Diubah Dari 95% Ke 96% (Step 1)
8
96.5
7
Komposisi Bawah (%)
Komposisi Atas (%)
96
95.5
6
95
5
94.5
94
0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
4
0
140
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
140
SSE = 30.40
SSE=1.4e-10
Gambar 4.Profil komposisi atas (Y1) jika Set Point
Y1 diubah dari 95% ke 96% (step 1)
Gambar 5. Profil komposisi bawah (Y2) jika Set
Point Y1 diubah dari 95% ke 96% (step 1)
Profil Komposisi Atas Jika Y2 Diubah Dari 5 Ke 6 (Step 1)
P rofil Komposisi Bawah Jika Y2 Diubah Dari 5% Ke 6% (Step 1)
97
8
96.5
Komposisi Bawah (%)
7
Komposisi Atas
96
95.5
95
6
5
94.5
94
4
0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
0
140
Profil Komposisi Atas Jika F Diubah Dari 18.23 Ke 19.23g/s (Step 1)
100
60
80
100
120
140
SSE=31.60
Gambar 7. Profil komposisi bawah (Y2) jika Set Point
Y2 diubah dari 5% ke 6%
P ro fil Ko mpo sisi Bawah Jika F Diubah Dari 18 .2 3 Ke 19 .2 3 g/s (Step 1)
25
98
20
Komposisi Bawah (%)
Komposisi Atas (%)
40
W aktu (menit)
SSE=6.4e-12
Gambar 6. Profil komposisi atas (Y1) jika Set Point Y2
diubah dari 5% ke 6%
96
94
92
15
10
5
90
88
20
0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
140
SSE = 0.13
Gambar 8. Profil komposisi atas (Y1) jika laju alir umpan
(F) diubah dari 18.23 ke 19.23 g/s
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
0
0
20
40
60
80
100
W aktu (menit)
120
140
SSE = 48.33
Gambar 9. Profil komposisi bawah (Y2) jika laju alir
umpan (F) diubah dari 18.23 ke 19.23 g/s
E-5.5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
Profil Komposisi Atas Jika Z Diubah Dari 50% Ke 51% (Step 1)
P rofil Kompo sisi Bawah Jika Z Diubah Dari 5 0% ke 51 % (Step 1)
25
100
20
Komposisi Bawah (%)
Komposisi Atas (%)
98
96
94
92
10
5
90
88
15
0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
0
140
SSE= 1887.55
Gambar 10. Profil komposisi atas (Y1) jika
komposisi umpan Z diubah dari 50% ke 51%
0
20
40
60
80
10 0
W aktu (menit)
12 0
14 0
SSE= 27262.90
Gambar 11. Profil komposisi bawah (Y2) jika komposisi
umpan (Z) diubah dari 50% ke 51% (step 1)
Gambar 12 s.d 19 menunjukkan performance komposisi atas dan bawah untuk perubahan set poit( Y1 &
Y2) maupun ketika terjadi gangguan pada laju alir umpan (F) dan komposisi umpan, dengan setting controller
Direct Synthesis.
P rofil kom posisi atas jika Y1sp dirubah dari kom posisi 95% menjadi 96%
98
P ro fil kom p osisi ba wah jika Y1 sp dirub ah da ri kom p osisi 95 % m enja di9 6 %
8
97.5
7
komposisi bawah (% )
kom posisi atas(% )
97
96.5
96
95.5
6
95
5
94.5
94
0
20
40
60
80
waktu (menit)
100
120
4
140
SSE: 16.40
Gambar 12. Profil komposisi atas (Y1) jika Y1sp diubah
dari komposisi 95% menjadi 96% (step 1).
Profil komposisi atas jika Y2sp dirubah dari komposisi 5% menjadi 6%
98
0
20
40
60
80
waktu (m e nit)
1 00
1 20
1 40
SSE : 3.52e-11
Gambar 13. Profil komposisi bawah (Y2) jika Y1sp
diubah dari komposisi 95% menjadi 96% (step 1).
Profil komposisi bawah jika Y2sp dirubah dari komposisi 5% menjadi 6%
8
97.5
7
komposisi bawah (%)
komposisi atas (%)
97
96.5
96
95.5
6
5
95
94.5
94
4
0
20
40
60
80
100
waktu (menit)
120
140
SSE : 1.43e-012
Gambar 14. Profil komposisi atas (Y1) jika Y2sp dirubah
dari komposisi 5% menjadi 6% (step 1).
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
0
20
40
60
80
waktu (menit)
100
120
140
SSE : 15.31
Gambar 15. Profil komposisi bawah (Y2) jika Y2sp
dirubah dari komposisi 5% menjadi 6% (step 1).
E-5.6
Profil komposisi atas jika F berubah dari 18.23 menjadi 19.23 g/s
95.5
Profil komposisi bawah jika F berubah dari 18.23 menjadi 19.23 g/s
25
95.3
20
komposisi bawah (%)
komposisi atas
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
95.1
94.9
15
10
94.7
94.5
5
0
20
40
60
80
100
waktu (menit)
120
0
140
SSE : 0.03
Gambar 16. Profil komposisi atas (Y1) jika F berubah
dari laju 18.23 menjadi19.23 g/s (step 1).
Profil komposisi atas jika Z berubah dari komposisi 50% menjadi 51%
100
40
60
80
100
waktu (menit)
120
140
Profil komposisi bawah jika Z berubah dari komposisi 50% menjadi 51%
25
20
komposisi bawah (%)
komposisi atas (%)
20
SSE : 0.30
Gambar 17. Profil komposisi bawah (Y2) jika F berubah
dari laju 18.23 menjadi19.23 g/s (step 1).
98
96
94
92
15
10
5
90
88
0
0
0
20
40
60
80
100
waktu (menit)
120
140
0
20
40
60
80
100
120
140
waktu (menit)
SSE : 339.25
Gambar 18. Profil komposisi atas (Y1) jika Z berubah
dari komposisi 50% menjadi51 % (step 1).
SSE : 7486.68
Gambar 19. Profil komposisi bawah (Y2) jika Z berubah
dari komposisi 50 % menjadi51 % (step 1).
Penelitian juga dilakukan untuk sistem pengendalian tanpa decoupler maupun sistem dengan static
decoupler. Ketiga sistem tersebut dibandingkan harga SSE nya baik untuk metode tuning Ziegler Nichols
maupun Direct Synthesis seperti ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Perubahan Step
Y2
F
Z
Tanpa
SSE Y1
63.82
14.89
9.66
4856.02
Decoupler
SSS Y2
112.93
43.64
45.16
31700.77
Static
SSE Y1
34.46
11.37
9.16
6605.34
Decoupler
SSE Y2
13.49
66.51
88.15
5615.39
Dynamic
SSE Y1
30.40
6.4e-12
0.13
1887.55
Decoupler
SSE Y2
1.4e-10
31.6
48.33
27262.9
Tabel 4. Perbandingan Nilai SSE antara Penggunaan Decoupler dan Tanpa Decoupler dengan Tuning
Metode Ziegler Nichols
Y1
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
Perubahan Step
Y2
F
Z
Tanpa
SSE Y1
69.14
25.59
0.36
5671.96
Decoupler
SSS Y2
129.15
63.48
1.12
23766.5
Static
SSE Y1
19.39
3.50
0.12
909.58
Decoupler
SSE Y2
3.79
26.46
0.50
11356.4
Dynamic
SSE Y1
16.40
1.43.e-12
0.03
339.251
Decoupler
SSE Y2
3.52.e-11
15.31
0.30
7486.68
Tabel 4. Perbandingan Nilai SSE antara Penggunaan Decoupler dan Tanpa Decoupler dengan Tuning
Metode Direct Synthesis
Y1
5.
•
•
•
•
•
Kesimpulan
Dari penelitian pada sistem multivariable tanpa decoupling, teknik penyetelan pengendali Ziegler-Nichols
dan Direct Synthesis tidak bisa memberikan hasil yang maksimal.
Adanya interaksi mempersulit penyetelan pengendali. Penambahan decoupler memudahkan penyetelan
pengendali karena masing-masing loop dapat dianggap sebagai single loop.
Penggunaan complete decoupling tipe static decoupler memberikan unjuk kerja yang lebih baik daripada
tanpa decoupling, khususnya untuk set point tracking.
Penggunaan complete decoupling tipe dynamic decoupler, memberikan unjuk kerja yang lebih baik
daripada tipe static decoupler, khususnya untuk set point tracking.
Unjuk kerja yang diberikan decoupler untuk perubahan set point memuaskan namun untuk disturbance
rejection, unjuk kerja yang diberikan kurang memuaskan bila dibandingkan dengan perubahan set point. Hal
ini sesuai dengan yang dikatakan Luyben bahwa decoupling mungkin menurunkan kemampuan sistem
dalam menstabilisasi gangguan (disturbance rejection).
6.
Daftar Pustaka
1. Carlos A. Smith and Armando B. Corripio, (1985), “Principles and Practice of Automatic Process
Control", John Willey & Sons Inc., Chapter 6.
2. Dale E. Seborg, Thomas F. Edgar, and Duncan A. Mellichamp, (1989), ”Proses Dynamic and Control”,
John Willey & Sons Inc., Chapter 19.
3. George Stephanopoulos, (1984), “Chemical Process Control : an Introduction to Theory and Practice”,
Prentice-Hall International Edition, Chapter 24.
4. Shinskey F.G., (1988), “Process Control System Application, Design, and Tuning”, 3rd ed., McGraw-Hill
International Edition, Chapter 8 dan 13.
5. Willis M.J, “Propotional-Integral-Derivatif Contro”l, Dept. of Chemical and Process Engineering,
Universitas of Newcastle.
6. Rudy Agustriyanto, (2000), “Multivariabel Inferential Feedforward Control”, University of Newcastle,
Chapter 3.
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.8
ISSN 1410-9891
Studi Aplikasi Decoupling Control untuk Pengendalian
Komposisi Kolom Distilasi
Lindawati, Agnes Soelistya, Rudy Agustriyanto
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Surabaya
Jl.Raya Kalirungkut, Surabaya 60292
Email: [email protected]
Abstrak
Studi ini mempelajari strategi decoupling control yang diterapkan untuk mengendalikan
komposisi pada proses distilasi methanol-air. Suatu simulator kolom distilasi dikembangkan
dengan menggunakan Simulink (Transfer Function Based Simulator) untuk keperluan tersebut.
Strategi penggunaan decoupler pada sistem multivariable dan perbandingan unjuk kerja sistem
pengendalian dengan dan tanpa decoupler baik untuk keperluan ‘set point tracking’ maupun pada
saat terjadi gangguan akan dipresentasikan disini. Perbandingan dilakukan dengan menggunakan
metode tuning yang sama yaitu Ziegler Nichols dan Direct Synthesis untuk kedua kasus tersebut.
Kata Kunci: decoupling control, distillation composition control, set point tracking, disturbance
rejection.
Abstract
Decoupling control is studied and applied for composition control in the methanol-water
distillation process. A transfer function- based simulator is developed in Simulink for this purpose.
The strategy of decoupling control and its application for multivariable system and the
comparation of control performance with and without decoupler will be presented for both set
point tracking and disturbance rejection problems. Ziegler Nichols and Direct Synthesis method
are used to tune the controller.
Keywords: decoupling control, distillation composition control, set point tracking, disturbance
rejection.
1.
Pendahuluan
Banyak proses-proses kimia yang merupakan proses SISO maupun proses MIMO dan proses-proses
tersebut selalu membutuhkan pengontrolan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Masalah yang dihadapi oleh
pengontrolan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) lebih kompleks daripada masalah yang dihadapi di
proses SISO karena interaksi-interaksi proses terjadi antara variabel yang dimanipulasi dan variabel yang
dikontrol. Secara umum, suatu perubahan dalam variabel yang dimanipulasi akan mempengaruhi seluruh
variabel yang dikontrol dan mengubah kestabilan dari proses. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lagi
terhadap alat kontrol yang digunakan apakah masih sesuai atau tidak, apakah penyetelan ulang saja sudah cukup
atau harus menambah/mengganti alat control. Selain itu strategi yang digunakan masih tepat atau tidak, juga
harus diperiksa lagi Untuk kolom distilasi, penyetelan ulang baik laju alir refluk atau laju alir steam akan
mempengaruhi kedua komposisi distilat dan bottom. Demikian juga dengan perubahan laju alir feed dan
komposisinya. Bila efek yang dihasilkan sangat berpengaruh maka perlu dipertimbangkan penggunaan
decoupler untuk mengurangi interaksi. Format makalah ini adalah sebagai berikut : pada bagian dua akan
dibahas latar belakang permasalahan untuk kolom distilasi metanol-air yang akan ditinjau, sedangkan teori
maupun aplikasi penggunaan decoupler akan diuraikan pada bagian tiga dan empat. Hasil simulasi dan
pembahasan akan dipaparkan dibagian lima, dan akhirnya beberapa kesimpulan yang diperoleh akan dijelaskan
pada bagian enam.
2.
Kolom Distilasi Metanol-Air
Kolom destilasi yang ditinjau pada penelitian ini adalah kolom pemisahan metanol-air 8 tray seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1. Suatu model dinamis antar tray yang non linear telah dikembangkan dengan
menggunakan kesetimbangan massa dan energi. Model tersebut telah divalidasi terhadap uji pilot plant dan
sangat terkenal penggunaannya dalam studi kinerja sistem kontrol. Dalam pembuatan model, asumsi berikut
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
dipakai : penahanan uap yang dapat diabaikan, pencampuran sempurna pada tiap tray dan constant liquid hold
up. Kondisi steady state untuk kolom ini ditunjukkan oleh Tabel 1.
Table 1. Kondisi Steady State
Parameter
* Jumlah tray teoritis ( termasuk boiler dan
kondensor ), N
* Tray tempat umpan masuk ( NF )
* Komposisi umpan ( Z )
* Laju alir umpan ( F )
* Komposisi produk atas ( Y1 )
* Komposisi produk bawah ( Y2 )
* Laju alir destilate ( D )
* Laju alir bottom ( B )
* Refluk ( L )
* Laju alir steam ( V )
kondensor
9
D
Y1
Distilat
L
F
5
Z
2
reboiler
V
B
Y2
Bottom
Nilai
10
5
50 %
18.23 g/s
95 %
5%
9.13 g/s
9.1 g/s
10 g/s
13.8 g/s
Gambar 1. Kolom Distilasi
Pada konfigurasi LV, komposisi distilat dikendalikan oleh laju alir refluk, sedangkan komposisi bottom
dikendalikan dengan laju alir steam. Komposisi produk diukur dan diasumsikan bahwa terdapat time delay
selama lima menit untuk analisa komposisi. Perubahan step diberikan pada refluk, steam, umpan dan komposisi
umpan kemudian dianalisa pengaruh interaksi pada komposisi produk.
Fungsi hantar proses dan gangguan didapatkan melalui serangkaian step test response dan diprediksi
dengan model orde 1 plus time delay (FOPTD). Hasilnya adalah sebagai berikut:
Fungsi hantar proses:
1.0926e −5 s
5.5096 s + 1
2.2676e −5 s
G21 =
17.1527 s + 1
G11 =
−1.3032e −5 s
13.7174 s + 1
−7.1829e −5 s
G22 =
29.4985s + 1
G12 =
Sedangkan fungsi hantar gangguan adalah sebagai berikut:
0.33616e −5 s
89.2857 s + 1
2.6383e −5 s
=
16.6667 s + 1
10.8503e −5 s
15.4321s + 1
70.2625e −5 s
=
26.2467 s + 1
Gd 11 =
Gd 12 =
Gd 21
Gd 22
3.
Pengendalian dengan decoupling
Sistem distilasi metanol-air ini merupakan proses MIMO yang antara satu input dengan yang lainnya
saling berinteraksi (sistem kontrol 2x2) seperti gambar berikut :
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
H 1(s)
-
R 1(s)
M 1(s)
+
G c1 (s)
C 1(s)
G 11 (s)
+
+
G 21 (s)
G 12 (s)
R 2(s)
M 2(s)
G c2 (s)
+
G 22 (s)
+
C 2(s)
+
H 2(s)
Gambar 2.Blok Diagram Sistem Kontrol 2x2 Dengan Interaksi
Decoupler harus didesain sedemikian rupa sehingga suatu perubahan pada output kontroler 1 [M1(s)]
menghasilkan perubahan pada C1(s) tapi tidak pada C2(s). Demikian pula suatu perubahan pada output kontroler
2 [M2(s)] akan menghasilkan perubahan pada C2(s) tapi tidak pada C1(s). Cara lain untuk menginterprestasikan
decoupler ialah dengan menganggapnya sebagai suatu bagian dari kontroler sehingga kombinasi kontroler
decoupler menjadi kontroler yang berinteraksi. Dengan demikian kita harus mendesain suatu kontroler untuk
menghasilkan suatu sistem yang tidak berinteraksi.
Output dari M2(s) berpengaruh pada variabel control pertama seperti pada persamaan berikut :
C1(s) = [D12(s)Gp11(s) + D22(s)Gp12(s)] M2(s)
(1)
Sama seperti M1(s) berpengaruh pada C2(s) seperti pada persamaan berikut :
C2(s) = [D21(s)Gp22(s) + D11(s)Gp21(s)] M1(s)
(2)
Karena kita mempunyai 2 persamaan dan 4 variabel yang tidak diketahui maka 2 dari variabel tersebut harus
ditentukan sebelum menghitung yang lainnya. Biasanya yang dipilih adalah D11(s) dan D22(s) ditetapkan bernilai
1. Sehingga persamaannya menjadi :
C1(s) = [D12(s)Gp11(s) + Gp12(s)] M2(s)
(3)
C2(s) = [D21(s)Gp22(s) + Gp21(s)] M1(s)
(4)
Tujuannya sekarang adalah untuk mendesain D12(s) sehingga ketika output dari kontroler kedua
berubah, variabel kontrol pertama tetap. Jika variabel kontrol ini tetap maka C1(s) = 0 kemudian dari persamaan
(3) kita memperoleh :
0 = [D12(s)Gp11(s) + Gp12(s)] M2(s)
(5)
D12(s) = -
Gp12 ( s )
Gp11 ( s )
(6)
Demikian juga D21(s) dapat didesain sehingga ketika M1(s) berubah C2(s) tetap nol. Dari persamaan diatas
diperoleh :
0 = [D21(s)Gp22(s) + Gp21(s)] M1(s)
(7)
D21(s) = -
Gp 21 ( s )
Gp 22 ( s )
(8)
Persamaan (6) dan (8) adalah persamaan desain decoupler untuk sistem 2x2.
Sehingga gambarnya berbentuk demikian :
H1(s)
R 1(s)
+
Gc1(s)
+
D21(s)
-
Gc2(s)
+
G21(s)
D12(s)
R 2(s) +
C 1(s)
+
G11(s)
+
G12(s)
+ +
G22(s)
+
+
C2(s)
H2(s)
Gambar 3. Blok Diagram Sistem Kontrol 2x2 Dengan Decoupling
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
Ada dua macam decoupler yang biasa digunakan yaitu :
1. Statik decoupling
Pendekatan statik decoupling disebut juga statis decoupling. Persamaan desain untuk decoupler statik ideal
hanya menggunakan gain dari matrik saja karena diset s = 0. Sehingga persamaannya menjadi sebagai
berikut:
D21 = −
Kp 21
Kp 22
Kp12
D12 = −
Kp11
(9)
(10)
Keuntungan dari statik decoupling adalah dibutuhkan informasi yang lebih sedikit yaitu perolehan dari
keadaan steady state daripada model dinamik yang lengkap. Kerugiannya adalah interaksi kontrol loop
masih terjadi selama kondisi transient (sementara).
2.
Dynamic decoupling
Persamaan untuk dynamic decoupling adalah dengan menggunakan fungsi transfer secara keseluruhan
sehingga didapat persamaan seperti dinyatakan oleh persamaan (6) dan persamaan (8).
4.
Hasil dan Pembahasan
Dengan menggunakan persamaan (6) dan (8) maka dapat ditentukan fungsi hantar dynamic decoupler, yaitu
sbb:
D12 =
7.1801s + 1.3032
14.98763s + 1.0926
D21=
66.8908s + 2.2676
123.20613s + 7.1829
Dengan menggunakan metode tuning Ziegler Nichols & Direct Synthesis maka setting controller untuk
sistem dengan dynamic decoupler adalah sbb:
Parameter Controller loop atas
Ziegler Nichols
Direct Synthesis
P = 1.3326
P = 0.98875501143
I = 0.17946039847
I = 0.168683544
D = 2.631885
Parameter Controller loop bawah:
P = -0.831
I = -0.087936507
D = -1.9632375
P = -0.80524852188
I = -0.0272794809
Tabel 2. Setting Pengendali dengan Dynamic Decoupler untuk metode Ziegler Nichols dan Direct Synthesis
Gambar 4 s.d 11 menunjukkan performance komposisi atas dan bawah (Y1 & Y2) untuk perubahan set
point maupun ketika terjadi gangguan pada laju alir umpan (F) dan komposisi umpan (Z), dengan setting
controller Ziegler Nichols.
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
Profil Komposisi Atas Jika Y1 Diubah dari 95% Ke 96% (Step 1)
97
Profil Komposisi Bawah Jika Y1 Diubah Dari 95% Ke 96% (Step 1)
8
96.5
7
Komposisi Bawah (%)
Komposisi Atas (%)
96
95.5
6
95
5
94.5
94
0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
4
0
140
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
140
SSE = 30.40
SSE=1.4e-10
Gambar 4.Profil komposisi atas (Y1) jika Set Point
Y1 diubah dari 95% ke 96% (step 1)
Gambar 5. Profil komposisi bawah (Y2) jika Set
Point Y1 diubah dari 95% ke 96% (step 1)
Profil Komposisi Atas Jika Y2 Diubah Dari 5 Ke 6 (Step 1)
P rofil Komposisi Bawah Jika Y2 Diubah Dari 5% Ke 6% (Step 1)
97
8
96.5
Komposisi Bawah (%)
7
Komposisi Atas
96
95.5
95
6
5
94.5
94
4
0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
0
140
Profil Komposisi Atas Jika F Diubah Dari 18.23 Ke 19.23g/s (Step 1)
100
60
80
100
120
140
SSE=31.60
Gambar 7. Profil komposisi bawah (Y2) jika Set Point
Y2 diubah dari 5% ke 6%
P ro fil Ko mpo sisi Bawah Jika F Diubah Dari 18 .2 3 Ke 19 .2 3 g/s (Step 1)
25
98
20
Komposisi Bawah (%)
Komposisi Atas (%)
40
W aktu (menit)
SSE=6.4e-12
Gambar 6. Profil komposisi atas (Y1) jika Set Point Y2
diubah dari 5% ke 6%
96
94
92
15
10
5
90
88
20
0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
140
SSE = 0.13
Gambar 8. Profil komposisi atas (Y1) jika laju alir umpan
(F) diubah dari 18.23 ke 19.23 g/s
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
0
0
20
40
60
80
100
W aktu (menit)
120
140
SSE = 48.33
Gambar 9. Profil komposisi bawah (Y2) jika laju alir
umpan (F) diubah dari 18.23 ke 19.23 g/s
E-5.5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
Profil Komposisi Atas Jika Z Diubah Dari 50% Ke 51% (Step 1)
P rofil Kompo sisi Bawah Jika Z Diubah Dari 5 0% ke 51 % (Step 1)
25
100
20
Komposisi Bawah (%)
Komposisi Atas (%)
98
96
94
92
10
5
90
88
15
0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
120
0
140
SSE= 1887.55
Gambar 10. Profil komposisi atas (Y1) jika
komposisi umpan Z diubah dari 50% ke 51%
0
20
40
60
80
10 0
W aktu (menit)
12 0
14 0
SSE= 27262.90
Gambar 11. Profil komposisi bawah (Y2) jika komposisi
umpan (Z) diubah dari 50% ke 51% (step 1)
Gambar 12 s.d 19 menunjukkan performance komposisi atas dan bawah untuk perubahan set poit( Y1 &
Y2) maupun ketika terjadi gangguan pada laju alir umpan (F) dan komposisi umpan, dengan setting controller
Direct Synthesis.
P rofil kom posisi atas jika Y1sp dirubah dari kom posisi 95% menjadi 96%
98
P ro fil kom p osisi ba wah jika Y1 sp dirub ah da ri kom p osisi 95 % m enja di9 6 %
8
97.5
7
komposisi bawah (% )
kom posisi atas(% )
97
96.5
96
95.5
6
95
5
94.5
94
0
20
40
60
80
waktu (menit)
100
120
4
140
SSE: 16.40
Gambar 12. Profil komposisi atas (Y1) jika Y1sp diubah
dari komposisi 95% menjadi 96% (step 1).
Profil komposisi atas jika Y2sp dirubah dari komposisi 5% menjadi 6%
98
0
20
40
60
80
waktu (m e nit)
1 00
1 20
1 40
SSE : 3.52e-11
Gambar 13. Profil komposisi bawah (Y2) jika Y1sp
diubah dari komposisi 95% menjadi 96% (step 1).
Profil komposisi bawah jika Y2sp dirubah dari komposisi 5% menjadi 6%
8
97.5
7
komposisi bawah (%)
komposisi atas (%)
97
96.5
96
95.5
6
5
95
94.5
94
4
0
20
40
60
80
100
waktu (menit)
120
140
SSE : 1.43e-012
Gambar 14. Profil komposisi atas (Y1) jika Y2sp dirubah
dari komposisi 5% menjadi 6% (step 1).
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
0
20
40
60
80
waktu (menit)
100
120
140
SSE : 15.31
Gambar 15. Profil komposisi bawah (Y2) jika Y2sp
dirubah dari komposisi 5% menjadi 6% (step 1).
E-5.6
Profil komposisi atas jika F berubah dari 18.23 menjadi 19.23 g/s
95.5
Profil komposisi bawah jika F berubah dari 18.23 menjadi 19.23 g/s
25
95.3
20
komposisi bawah (%)
komposisi atas
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
95.1
94.9
15
10
94.7
94.5
5
0
20
40
60
80
100
waktu (menit)
120
0
140
SSE : 0.03
Gambar 16. Profil komposisi atas (Y1) jika F berubah
dari laju 18.23 menjadi19.23 g/s (step 1).
Profil komposisi atas jika Z berubah dari komposisi 50% menjadi 51%
100
40
60
80
100
waktu (menit)
120
140
Profil komposisi bawah jika Z berubah dari komposisi 50% menjadi 51%
25
20
komposisi bawah (%)
komposisi atas (%)
20
SSE : 0.30
Gambar 17. Profil komposisi bawah (Y2) jika F berubah
dari laju 18.23 menjadi19.23 g/s (step 1).
98
96
94
92
15
10
5
90
88
0
0
0
20
40
60
80
100
waktu (menit)
120
140
0
20
40
60
80
100
120
140
waktu (menit)
SSE : 339.25
Gambar 18. Profil komposisi atas (Y1) jika Z berubah
dari komposisi 50% menjadi51 % (step 1).
SSE : 7486.68
Gambar 19. Profil komposisi bawah (Y2) jika Z berubah
dari komposisi 50 % menjadi51 % (step 1).
Penelitian juga dilakukan untuk sistem pengendalian tanpa decoupler maupun sistem dengan static
decoupler. Ketiga sistem tersebut dibandingkan harga SSE nya baik untuk metode tuning Ziegler Nichols
maupun Direct Synthesis seperti ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Perubahan Step
Y2
F
Z
Tanpa
SSE Y1
63.82
14.89
9.66
4856.02
Decoupler
SSS Y2
112.93
43.64
45.16
31700.77
Static
SSE Y1
34.46
11.37
9.16
6605.34
Decoupler
SSE Y2
13.49
66.51
88.15
5615.39
Dynamic
SSE Y1
30.40
6.4e-12
0.13
1887.55
Decoupler
SSE Y2
1.4e-10
31.6
48.33
27262.9
Tabel 4. Perbandingan Nilai SSE antara Penggunaan Decoupler dan Tanpa Decoupler dengan Tuning
Metode Ziegler Nichols
Y1
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PROSES KIMIA 2002
ISSN 1410-9891
Perubahan Step
Y2
F
Z
Tanpa
SSE Y1
69.14
25.59
0.36
5671.96
Decoupler
SSS Y2
129.15
63.48
1.12
23766.5
Static
SSE Y1
19.39
3.50
0.12
909.58
Decoupler
SSE Y2
3.79
26.46
0.50
11356.4
Dynamic
SSE Y1
16.40
1.43.e-12
0.03
339.251
Decoupler
SSE Y2
3.52.e-11
15.31
0.30
7486.68
Tabel 4. Perbandingan Nilai SSE antara Penggunaan Decoupler dan Tanpa Decoupler dengan Tuning
Metode Direct Synthesis
Y1
5.
•
•
•
•
•
Kesimpulan
Dari penelitian pada sistem multivariable tanpa decoupling, teknik penyetelan pengendali Ziegler-Nichols
dan Direct Synthesis tidak bisa memberikan hasil yang maksimal.
Adanya interaksi mempersulit penyetelan pengendali. Penambahan decoupler memudahkan penyetelan
pengendali karena masing-masing loop dapat dianggap sebagai single loop.
Penggunaan complete decoupling tipe static decoupler memberikan unjuk kerja yang lebih baik daripada
tanpa decoupling, khususnya untuk set point tracking.
Penggunaan complete decoupling tipe dynamic decoupler, memberikan unjuk kerja yang lebih baik
daripada tipe static decoupler, khususnya untuk set point tracking.
Unjuk kerja yang diberikan decoupler untuk perubahan set point memuaskan namun untuk disturbance
rejection, unjuk kerja yang diberikan kurang memuaskan bila dibandingkan dengan perubahan set point. Hal
ini sesuai dengan yang dikatakan Luyben bahwa decoupling mungkin menurunkan kemampuan sistem
dalam menstabilisasi gangguan (disturbance rejection).
6.
Daftar Pustaka
1. Carlos A. Smith and Armando B. Corripio, (1985), “Principles and Practice of Automatic Process
Control", John Willey & Sons Inc., Chapter 6.
2. Dale E. Seborg, Thomas F. Edgar, and Duncan A. Mellichamp, (1989), ”Proses Dynamic and Control”,
John Willey & Sons Inc., Chapter 19.
3. George Stephanopoulos, (1984), “Chemical Process Control : an Introduction to Theory and Practice”,
Prentice-Hall International Edition, Chapter 24.
4. Shinskey F.G., (1988), “Process Control System Application, Design, and Tuning”, 3rd ed., McGraw-Hill
International Edition, Chapter 8 dan 13.
5. Willis M.J, “Propotional-Integral-Derivatif Contro”l, Dept. of Chemical and Process Engineering,
Universitas of Newcastle.
6. Rudy Agustriyanto, (2000), “Multivariabel Inferential Feedforward Control”, University of Newcastle,
Chapter 3.
INOVASI PRODUK BERKELANJUTAN
HOTEL SAHID JAYA JAKARTA, 27 MARET 2002
E-5.8