Siaran Pers Penyetan DAS 09

21 Juli 2009

Konferensi Pers dan Rumusan Hasil Workshop
“Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai ( DAS) : Saatnya Bertindak
Sekarang”

Jakarta. Pada tanggal 21 Juli 2009, Departemen Kehutanan didukung oleh
USAI D Environmental Services Program (ESP) mengadakan lokakarya selama
dua hari bertema “Membangun Kapasitas Para Pihak Untuk Penyelamatan
Daerah Aliran Sungai (DAS)” di Hotel Novotel, Bogor. Lokakarya ini dibuka oleh
Menteri Kehutanan MS Kaban dengan pembicara antara lain Pakar Lingkungan
Hidup Prof. Emil Salim, Japan Society for the Promotion of Science (JSPS)
Tadashi Tanaka, serta Pakar Sumber Air dan Hidrologi dari I nstitut Pertanian
Bogor Hidayat Parwitan.
Lokarya ini bertujuan untuk mengindentifikasi bagaimana meningkatkan
kapasitas para pihak dalam aspek-aspek sumber daya manusia, sarana
prasarana, penganggaran, kebijakan, dan kelembagaan untuk teknis pegelolaan
DAS yang lebih baik. Acara ini dihadiri oleh sekitar100 peserta yang terdiri dari
perwakilan instansi pemerintah terkait dengan pengelolaan DAS, akademisi,
kelompok masyarakat peduli lingkungan dari Jawa Tengah, dan staf Balai
Pengelolaan Daerah Alirah Sungai (BPDAS) seluruh I ndonesia ini.

Menteri Kehutanan MS Kaban mengatakan bahwa 60 DAS di I ndonesia
diidentifikasi mengalami degradasi sejak tahun 2000 karena berbagai faktor
seperti meluasnya lahan kritis, penebangan hutan dan perambahan kawasan
lindung. Untuk menyelamatkan DAS di I ndonesia Departemen Kehutanan telah
menetapkan 108 DAS sebagai prioritas utama untuk ditangani dalam kurun
waktu 5 tahun mendatang (2010-2014).
MS Kaban menambahkan, tantangan yang dihadapi dalam mengelola DAS antara
lain degradasi hutan dan lahan, pengadaan pangan energi, dan air, otonomi
daerah yang cenderung mementingkan ekonomi jangka pendek, dan juga isu
lingkungan global.
Pakar Lingkungan Hidup Prof. Emil Salim pada kesempatan ini menyatakan
pentingnya penerapan Pengelolaan DAS Terpadu pada DAS-DAS prioritas. Untuk

itu diperlukan adanya koordinasi antar stakeholder terkait termasuk peran serta
masyarakat.
Pada konferensi pers dalam kesempatan yang sama Direktur Kehutanan dan
Sumber Daya Air Bappenas Basah Hernowo mengungkapkan bahwa
pemanfaatan sumber daya air adalah bagian dari program nasional. Penataan
ruang kawasan hulu dan hilir harus dilakukan secara integratif antara kebijakan,
strategi, dan program dengan memperhatikan keseimbangan kemampuan hulu

sebagai sumber daya dan kawasan hilir sebagai pengguna.

Dalam lokakarya ini juga diperkenalkan informasi elektronik DAS dalam tampilan
peta dan data yang lebih mudah di analisa oeh para pengambil keputusan.
Prof. Tadashi Tanaka dari Japan Society for the Promotion of Science (JSPS)
memaparkan pengalaman Jepang dalam menyelamatkan DASnya melalui
konservasi tanah dengan restorasi hutan merupakan upaya jangka panjang multi
generasi. Yang penting untuk diketahui sekarang adalah tahapan rehabilitasi
yang harus dilalui oleh tiap generasi.
Pembicara lain, Prof. Hidayat Pawitan dari I nstitut Pertanian Bogor membawa
contoh pembangunan kapasitas untuk DAS Volta di Afrika yang meliputi enam
Negara dan HELP (Hydrology, Environment, and Life Program) UNESCO di Davao
City, Filipina yang memiliki pengelolaan DAS terintegrasi.
Dalam diskusi panel dibahas penguatan kebijakan yang selama ini masih bersifat
sektoral dan tidak terintegratif, dan disarankan menjadi satu usulan arahan
kebijakan yang lebih bersifat akomodatif terhadap kepentingan dan
keberlanjutan daerah aliran sungai itu sendiri bukan kepentingan institusi yang
mengaturnya.
Dephut saat ini sudah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait
dengan pengelolaan daerah aliran sungai yang juga menghasilkan "Kerangka

Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di I ndonesia". Kerangka kerja ini adalah
atas amanah instruksi Presiden No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program
ekonomi tahun 2008 - 2009, tentang strategi pengelolaan DAS serta upayaupaya pokok yang dapat dilakukan 20 tahun mendatang oleh departmendepartemen dan instansi pemerintah terkait.
Rumusan workshop adalah sebagai berikut:

1.

Daerah Aliran sungai (DAS) sebagai ekosistem yang utuh dari hulu sampai
hilir terdiri dari komponen fisik, biologis dan sumberdaya manusia yang

saling berinteraksi
berkelanjutan

memiliki

fungsi

penting

dalam


pembangunan

2.

Kondisi DAS
semakin memprihatinkan, banyak DAS yang mengalami
penurunan kualitas dengan indikasi luasnya lahan kritis, semakin seringnya
banjir, kekeringan, tanah longsor dan pencemaran air yang merugikan
kehidupan masyarakat dan lingkungan.

3.

Penurunan kualitas DAS disebabkan antara lain oleh: (a) Tekanan penduduk
yang meningkat: pembangunan industri, pemukimam, infrasturuktur,
sampah dan limbah industri ; (b) rendahnya kapasitas institusi yang
tugasnya mencegah dan merehabilitasi kerusakan sumberdaya, c) kegagalan
pasar, d) Kebijakan yang belum berpihak kepada pelestarian sumberdaya
alam (SDA), e) Koordinasi yang belum optimal antar stakeholder terkait ,
dan f) Kesadaran dan partisipasi berbagai pihak termasuk sebagian

masyarakat yang masih kurang dalam konteks pemanfaatan dan pelestarian
SDA.

4.

Pengelolaan DAS yang melibatkan multi pihak dan sering lintas wilayah
administrasi pemerintahan harus dilakukan secara terpadu dari hulu dan
hilir, tidak parsial atas dasar kepentingan sektor atau daerah pemerintahan.
Tantangan ke depan dalam pengelolaan DAS antar lain degradasi hutan dan
lahan, ketahanan pangan, air dan energi, isu lingkungan global seperti
keanekaragaman hayati (CBD), perubahan iklim global (FCCC) dan
pengendalian degradasi lahan dan kekeringan (CCD).

5.

Untuk mengimplementasikan pengelolaan DAS terpadu diperlukan kapasitas
parapihak yang terlibat dalam pengelolaan DAS mulai tingkat
komunitas/ masyarakat, kabupaten, provinsi sampai tingkat pusat.
Pembangunan kapasitas para pihak ini mungkin memerlukan investasi yang
mahal tetapi diharapkan akan memberikan manfaat yang sangat besar pada

jangka panjang sehingga biaya PDAS dalam jangka panjang menjadi murah.

6.

Untuk penyelamatan DAS diperlukan intervensi pemerintah yang
menyangkut aspek kebijakan, kelembagaan, pola dan teknis pengelolaan
dan pengaanggaran. Secara nasional pengelolaan DAS telah diarusutamakan
(mainstreaming) kedalam kebijakan dan program dalam RPJM (2010-2014),
Karena itu para pihak terkait dengan program ini harus menjabarkan dalam
bentuk kegiatan dengan locus DAS prioritas yang jelas dengan sistem
pendukung data, informasi dan penganggaran yang harus memadai.
Pendekatan teknis harus dikombinasikan dengan aspek ekonmi sosial
budaya dan lingkungan. Sangat penting menentukan indikator keberhasilan
dari setiap kegiatan/ program di setiap DAS prioritas.

7.

Pengalaman dan pembelajaran dalam pengelolaan DAS baik didalam dan
luar negeri telah dipresentasikan dan didiskusikan dalam workshop sebagai
pertimbangan dalam meningkatkan kapasitas para pihak dalam

penyelamatan DAS dengan penyesuaian dengan kondisi setempat.

8.

I nformasi elektronik DAS berfungsi untuk mengumpulkan, menampilkan
data dan sebagai salah satu alat untuk perencanaan dan monitoring
program dan kegiatan sehingga
sangat penting dan berguna dalam
mendukung tupoksi BPDAS. I mplementasi e DAS harus ditunjang oleh
sumber daya manusia yang memadai mulai dari pimpinan, web master, web
operator dan operator GI S, peralatan dan pendanaan. Disarankan e DAS
disosialisasikan di tingkat Ditjen RLPS dan ditindaklanjuti dengan pelatihan
dan pertemuan-pertemuan personil kunci yang menangani e DAS sehingga
bisa dimonitor kemajuan dan kinerjanya.

9.

Dalam diskusi kelompok telah diidentifikasi dan dikaji permasalahan dan
usulan pembangunan kapasitas para pihak untuk tingkat BPDAS, daerah dan
pusat untuk aspek-aspek kebijakan, kelembagaan, sumberdaya manusia,

sarana dan prasarana, teknis dan penganggaran (terlampir sebagai bagian
rumusan). Semua hasil diskusi tersebut dijadikan sebagai salah satu
masukan dalam merencanakan kegiatan di BPDAS, daerah dan pusat dalam
rangka peningkatan kinerja institusi BPDAS dan pihak lain dalam
penyelamatan DAS.

Demikian rumusan umum ini disusun untuk menjadi salah satu bahan
pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam rangka meningkatkan kapasitas
para pihak berkepentingan dalam penyelamatan DAS secara terpadu.

Tim Perumus,
1. Dr. Saeful Rachman
2. Dr. Syaiful Anwar
3. Dr. Kasdi Subagyono
* * * selesai * * *

Untuk informasi lebih lanjut hubungi
Dr. Silver Hutabarat
Direktur Pengelolaan DAS
Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial

Departemen Kehutanan

Lembar fakta
Sumber:
Hidayat Pawitan Ph.D
Professor Hidrologi Sumber Daya Air
Fakultas Matematika dan I lmu Pengetahuan Alam
I nstitut Pertanian Bogor

Pembelajaran dari pembangunan kapasitas untuk DAS Volta, Afrika
yang meliputi enam Negara dan HELP (Hydrology, Environment, and
Life Program) UNESCO di Davao City, Filipina dengan pengelolaan
DAS terintegrasi.

1. Manfaat bantuan teknis adalah menambah peningkatan dan
distribusi informasi (seperti peringatan bahaya banjir)
menimbulkan rasa kepercayaan.

serta


2. Penguatan kerjasama dan keterlibatan antar instansi (Pertanian,
Kehutanan, Lingkungan) yang dilakukan menciptakan rasa
kepemilikan nasional akan intervensi untuk memulihkan
ekosistem.

3. Kelompok-kelompok tani sebenarnya haus akan keterampilan dan
teknologi baru yang aman untuk sumber air.

4. Komunitas-komunitas akan terdorong untuk berpartisipasi apabila
mereka melihat bahwa tujuan akhir dari partisipasi tersebut terkait
dengan perbaikan kualitas kehidupan para komunitas yang
berpartisipasi.

5. Perencanaan dan implementasi antar sektor dan antar komunitas
bisa berhasil walaupun diaplikasikan secara lintas wilayah.
Bagaimanapun pendekatan ini berjalan lambat, memakan waktu
lama, dan mahal, namun dapat menyatukan pihak-pihak dari
kementrian, pemerintah daerah, LSM dan kelompok masyarakat.