Identifikasi Osteoporosis melalui Bone Radiograph Menggunakan Evolving Multilayer Perceptron

6

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1

Osteoporosis

Osteoporosis adalah kelainan tulang yang dikarakterisasikan dengan densitas massa
tulang yang rendah dan deteriorisasi jaringan tulang, dengan subsekuensi kerapuhan
tulang dan mengakibatkan tulang menjadi rawan patah (Bartl & Frisch, 2009).
2.1.1 Patofisiologi
Pada wanita yang memasuki fase menopause dan pasca menopause, proses
osteoporosis yaitu penurunan densitas massa tulang akan terjadi secara berlanjut dan
bertahap. Sementara pada pria osteoporosis terjadi lebih lambat, namun seperti halnya
dengan wanita, hal ini disebabkan karena meningkatnya proses resorpsi sel osteoclast
yang merupakan akibat langsung dari penurunan hormone steroid, seperti pada
penderita hypogonadism (Bartl & Frisch, 2009).
Penurunan hormon steroid ini juga memiliki dampak langsung terhadap sel-sel
yang memiliki reseptor estrogen alpha atau beta, seperti pada sel-sel mesenchymal

progenitor di sumsum tulang yang memproduksi sel osteoblast (sel pembangun

tulang) dan sel adipocytes (sel lemak). Hormon estrogen lah yang akan
mempromosikan perubahan osteoblastogenic menjadi osteoblast, dan juga akan
menghambat proses adipogenesis (pembentukan lemak). Oleh karena itu, pada usia
lanjut proses pembentukan sel-sel tulang akan menurun karena dampak langsung dari
pergeseran keseimbangan proses produksi sel tulang dan sel lemak di sumsum tulang,
yang mana akan lebih banyak proses pembentukan sel adiposit (Bartl & Frisch, 2009).
2.1.2 Jenis-jenis osteoporosis

Osteoporosis pada awalnya dikategorikan sebagai osteoporosis primer atau sekunder.
Osteoporosis primer terjadi bersama-sama dengan dan sebagai akibat dari kondisi
fisiologis yang menurun akibat dari proses penuaan. Osteoporosis sekunder terjadi
akibat dari efek patofisiologis pada tulang-tulang kerangka oleh berbagai gangguan

Universitas Sumatera Utara

7

dan penyakit dari organ lain di tubuh (penyakit ginjal, tumor, dll). Osteoporosis dapat

dibagi atas beberapa jenis berdasarkan penyebaran, umur, jenis kelamin, dan histology
(Bartl & Frisch, 2009).
A. Penyebaran
Osteoporosis dapat terlokalisir pada satu tulang atau satu bagian tubuh, yaitu
osteoporosis focal atau osteoporosis regional, berbeda dari osteoporosis pada yang
bersifat sistemik atau diseluruh tubuh. Faktor-faktor penyebab utama proses
osteoporosis adalah (Bartl & Frisch, 2009) :


Kurangnya aktifitas tubuh
Contohnya adalah osteoporosis regional yang terjadi pada satu tulang setelah
mengalami patah tulang atau cedera syaraf motorik. Kurangnya pergerakan pada
bagian tubuh tersebut akan menyebabkan peningkatan proses osteoplastic
resorption yang mana jika terjadi secara ekstensif, akan menyebabkan komplikasi

pada ginjal (hypercalciuria dan hyperphospaturia ). Dan jika aktivitas pergerakan
pada bagian tubuh tersebut dimulai kembali, proses osteoporosis ini dapat
berhenti dan tulang dapat menjadi normal kembali, khususnya pada anak-anak



dan remaja.
Penyakit

Complex

regional

pain

syndrome

(CRPS,

Sudeck’s

disease,

algodystrophy, symphatetic reflex dystrophy)

Penyakit-penyakit ini biasanya terjadi pada bagian tangan, lutut, pergelangan kaki

dan dikarakteristikkan dengan pembengkakan dan rasa sakit. Kondisi ini akan
berakhir pada terjadinya proses osteoporosis pada tulang-tulang bagian tubuh


yang terlibat.
Osteoporosis sementara
Pada awalnya hal ini ditemukan pada tulang pinggul wanita hamil yang mana
tulang akan kembali normal setelah proses hamil dan melahirkan terlewati.Telah
ditemukan juga suatu penyakit osteoporosis sementara pada tulang-tulang sendi
lutut dan pergelangan kaki terutama pada laki-laki dan perempuan muda.
Rasa sakit kelihatannya muncul secara spontan tanpa ada trauma sebelumnya.
Diagnosa dilakukan dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI),
yang menunjukkan oedema dari sumsum tulang tersebut. Biasanya proses ini

Universitas Sumatera Utara

8

terbatas hanya dalam kurun waktu 1 tahun dan akan sembuh dengan sendirinya.
Bersamaan dengan CRPS gangguan ini sekarang dinamakan sebagai “bone



marrow oedema syndrome”.

Penyakit osteolytic lainnya
Proses osteoporosis dapat terjadi akibat penyakit osteolytic, seperti infeksi, tumor,
trauma dan juga penyakit metabolic, vascular , congenital serta perubahan



genetik.
Osteoporosis sistemik
Penyakit ini lebih sering muncul dibandingkan osteoporosis regional. Terlepas
dari namanya, osteoporosis sistemik bukan berarti osteoporosis yang terjadi pada
seluruh tulang kerangka di tubuh dalam satu waktu, namun mempunyai distribusi
yang simetris (kanan dan kiri). Juvenile dan Postmenopausalosteoporosis
umumnya mempengaruhi tulang kerangka axial (tulang belakang), sementara
yang osteoporosis primer akan mengenai tulang tubular, khususnya laki-laki.
Akibatnya, adanya densitas massa tulang yang normal pada tulang-tulang tubular,
bukan berarti tulang axial tidak mungkin mengalami osteoporosis. Hal ini penting

untuk diperhatikan dalam evaluasi pengukuran Bone Mineral Density (BMD )
yang dilakukan lokal akan hanya mewakili tulang yang diukur saja, dan tidak
dapat diekstrapolasi ke tulang-tulang lainnya.

B. Umur dan jenis kelamin



Idiopathic Juvenile Osteoporosis

Osteoporosis ini biasanya terjadi pada anak-anak atau remaja di antara usia 8
sampai 18 tahun. Diagnosa penyakit ini meliputi osteogenesis imperfecta , cushing
syndrome dan penyakit-penyakit sumsum tulang yang didiagnosa dari analisis



darah, sumsum tulang, dan biopsi tulang.
Idiopathic Osteoporosis di dewasa muda

Osteoporosis ini umumnya terjadi pada laki-laki di usia antara 30 sampai 50 tahun

dan juga di cirikan dengan retak di bagian vertebrae. Parameter biokimia dan
biopsi tulang menampilkan meningkatnya bone resorption. Seringkali pasienpasien yang menderita penyakit ini adalah perokok berat.

Universitas Sumatera Utara

9


Postmenopausal (type I) osteoporosis

Osteoporosis ini adalah osteoporosis yang paling umum ditemukan pada wanita
pada umur di antara 51 sampai 75 tahun akibat dari postmenopause. Hilangnya
densitas tulang sebenarnya dimulai tahun-tahun sebelumnya dan bertambah parah
seiring waktu dengan menopause (perimenopausal). Sekitar 30% dari semua
wanita akan terkena osteoporosis setelah menopause. Berkurangnya produksi
hormone estrogen pada wanita menopause akan meningkatkan proses
penghancuran tulang yang tidak mampu diimbangi oleh proses pembentukannya,
terutama pada tulang-tulang kompak yang rentan seperti tulang vertebrae dan
tulang panggul yang dapat berakhir pada patah tulang. Hal yang sama dapat juga
terjadi pada pria dikarenakan berkurangnya hormone testosterone namun tidak

secepat dan sehebat menurunnya hormone estrogen pada wanita.

C. Nilai densitas tulang
Di dalam praktik klinis, degree of severity (tingkat keparahan) dari penyakit tulang
harus ditentukan secara akurat sebelum keputusan diambil untuk strategi terapi. Pada
wanita, osteoporosis bisa didiagnosa jika nilai densitas tulang (BMD) sebesar 2.5 SD
(standar deviasi) di bawah rata-rata dengan referensi populasi muda. Kategori
diagnosa adalah sebagai berikut (Bartl & Frisch, 2009):
 Normal : nilai densitas tulang yang lebih tinggi 1 SD dibawah rata-rata nilai
wanita muda ( nilai T lebih tinggi atau sama dengan -1 SD)

 Osteopenia (densitas rendah) : nilai densitas tulang lebih tinggi 1 SD dibawah
rata-rata wanita muda, namun kurang dari 2.5 SD dari nilai normal (nilai T -2.5 SD)

 Osteoporosis: nilai densitas tulang 2.5 SD atau lebih daripada nilai rata-rata
wanita muda (nilai T kurang dari atau sama dengan -2.5 SD)

 Osteoporosis berat: nilai densitas 2.5 SD atau lebih dibawah nilai rata-rata
wanita muda disertai dengan terdapatnya patah tulang yang diakibatkan
osteoporosis.

Nilai-nilai diatas tersebut berdasarkan nilai T yang dihiutng dengan menggunakan
X-ray absoptiometry (DXA) pada tulang panggul, dan nilai-nilai tersebut ditentukan

Universitas Sumatera Utara

10

setelah dilakukan pemantaun secara mendalam terhadap perbedaan densitas tulang
berdasarkan usia, jenis kelamin, dan ras.
D. Histologi
Ketebalan tulang dapat diperiksa secara mikroskopis, dimana pada tulang panggul
normal sebesar 20-25%, dan jika nilai tersebut turun hingga 16% maka dapat
dikatakan bahwa penipisan tulang sudah terjadi (Bartl & Frisch, 2009).
2.1.3

Faktor resiko

Banyak faktor resiko yang dihubungkan dengan terjadinya osteoporosis pada
pria. Hampir setengah dari seluruh faktor adalah akibat genetik atau usia, dengan
sisanya akibat terhadap variabel yang dapat dimodifikasi. Bakhireva dkk secara

prospektif meneliti prediktor dari kehilangan massa tulang pada usia tua (usia 45
sampai 92 tahun) dan menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi massa tulang:






usia >75 tahun
rendahnya indeks massa tubuh ( 5% selama 4 tahun
merokok
kurangnya aktifitas fisik

Pada kelompok tersebut kejadian hilangnya massa tulang lebih besar pada leher
femur dan vertebra lumbar dibanding dengan yang aktif secara fisik. Resiko fraktur
osteoporosis akan meningkat, tidak hanya dengan BMD yang rendah (EthrOR NodeTarget is not active :
AddNode()
ELSE
Change_connetion_weight


Gambar 2.8 PseudoCode SeCOS

Ketika sebuah node ditambahkan, bobot vektor masukan diberi
inisialisasi sesuai dengan input vector I dan bobot vektor keluarnya
diinisialisasi sesuai dengan desired output vector O d (Kasabov, 2007).
Modifikasi bobot masuk pada winning node j dilakukan dengan cara
seperti berikut:

di mana:








= �, � + �

�, � +

� − �, �

� , � merupakan bobot masuk , pada saat � .

�, � +

merupakan bobot masuk , pada saat � +

.

.

� merupakan learning rate 1.

� merupakan komponen ke-i pada input vector I.

Sedangkan modifikasi bobot keluar dari node j dilakukan dengan cara
seperti berikut:
� ,� � +

= � ,� � + � (� ×

�)

.

Universitas Sumatera Utara

25

di mana:


� ,� � merupakan bobot keluar , � pada saat �



� ,� � +



merupakan bobot masuk , � pada saat � +

� merupakan learning rate 2



� merupakan nilai aktivasi dari node j



� merupakan

error pada saat p yang dihitung berdasarkan

Persamaan 2.17.


di mana:






=



− ��

.

merupakan nilai aktivasi dari keluaran o.

�� merupakan nilai aktivasi hasil perhitungan dari o.

2.7 Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan osteoporosis antara lain:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No

Nama Peneliti

1.

Ken

2.

Zheng

Tahun
dan 2016

Hasil
Tercapai akurasi 79.3% dan

Sokratis

AUC

Makrogiannis

Bayes Classifier

Yang

Menggunakan Fisher Encoding of

Song, 2014

81%

Weidong Cai, Fan

Local

Zhang,

Heng

peningkatan

Huang,

Yun

Zhong,

David

Dagan Feng

menggunakan

Descriptors,

tercapai

sensitivity

dan

specifity sebesar 16% dan 13%

dibandingkan
menggunakan

dengan
model

Bag-of-

Visual (BoW)

Universitas Sumatera Utara

26

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No

Nama Peneliti

Tahun

Hasil

3.

Florian Yger

2014

Tercapai
dan

sensitivity

specificity sebesar

62%

dan

66%

menggunakan
metode MarginalHaar
4.

Kavya R, Joshi 2015

Menggunakan

Manisha

Feed

Forward

Shivaram

Neural

Network

Classifier ,

tercapai
sensitivity sebesar
95%
5.

Khaled
Latifa

Harrar, 2013
Hamami,

Eric Lespesailles,
Rachid Jennane

Sensitivity 100%
dari p-WhE untuk
diagnosis
osteoporosis
dicapai pada Hi =
0.7871
dan
specificity 100%
pada Hi = 0.7804

Universitas Sumatera Utara