Analisis Keterkaitan Kebijakan dengan Pe

UTS Kebijakan Publik
Semester Ganjil 2013/2014
Analisis Keterkaitan Kebijakan dengan Pendekatan Metode Ilmiah
Nama
NIM
Kelas
Dosen Pengampu

: Mediyan Rahmad Saputra
: 125120500111008
: A.POL.3
: Wawan Edi Kuswandoro, S.Sos, M.Si
Abstrak

Dalam konteks kebijakan publik tentu tidak terlepas dari konteks demokrasi. Demokrasi yang
menjadi lahan subur bagi seluruh kesejahteraan dapat terlihat dari kebijakan-kebijakan yang
ada. Peran pemerintah sebagai decision making menjadi peran vital dalam perumusan
kebijakan. Tidak terkecuali masyarakat yang berperan sebagai penyokong aspirasi tidak dapat
terpisahkan karena masing-masing peran dapat dibedakan yakni masalah tanggungjawab.
Perbedaan yang bisa terlihat adalah dengan melakukan penelitian berupa pendekatan ilmiah
melalui metode dan model disiplin ilmu. Dengan analisa demikian, tentu akan timbul

jawaban atas pertanyaan yang sering timbul di masayarakat. Seperti dengan penelitian, maka
akan tahu seberapa besar pengaruh kelompok kepentingan hingga mengetahui dan
membandingkan hasil dari proses kebijakan tersebut. Tanpa penelitian, maka persepsi hanya
sebatas persepsi hingga menjadikan semua utopis atau hanya berangan-angan tanpa
mengetahu seluk beluk atau celah yang dapat dianalisa secara logis dan rasional.
Analisis dalam sebuah penelitian diperlukan untuk mencari suatu kebenaran. Meski
sebenarnya tidak ada kebenaran yang absolut, melainkan yang ada hanya kebenaran yang
mendekati kebenaran. Diharapkan dengan mengimplementasi metode-metode ilmiah yang
didasari oleh model empiris hingga epistimologi akan membuat suatu permasalahan tidak
selalu abu-abu, melainkan ada titik temu antara keterkaitan tersebut. Yang nantinya akan
berdampak pada implementasi selanjutnya dengan beberapa evaluasi dan antisipasi yang
direncanakan.
Kata Kunci: Kebijakan, Model, Pemerintah

1.

Jurnal 1 (Policy as Science)
Ilmu kebijakan sebagai ilmu pengetahuan harus didasari dengan menggunakan disiplin

ilmu yang terdapat pada ilmu. Pendekatan metode-metode yang ada pada ilmu pengetahuan.

Perumusan kebijakan yang dikembalikan lagi ke dalam disiplin ilmu akan melului beberapa
tahap, mulai dari metode, prasangka atau epitimologi, hingga ke penyesuaian sebagai
finishing terhadap semua proses yang dilewati. Sehingga menghasilkan kebijakan yang dapat
dipertanggungjawabkan karena bermula dari konsep disiplin ilmu melalui tahapan-tahapan
ilmiah. Dalam penelitian normatif itu untuk mengklarifikasi sedangkan empirik untuk
perluasan informasi. Ilmu pengetahuan melemparkan keraguan atas dasar empiris.1
Dalam beberapa tahapan proses, perlu disadari bahwa dalam metodelogi tidak bisa
terpisah dari asumsi teoritis. Artinya tidak selalu semua permasalahan dikembalikan dan
dipatokkan dengan teori yang ada. Melainkan ada hal yang perlu dipertimbangkan, seperti
persepsi atau peramalan terhadap suatu hal. Kritik yang diberikan oleh penjelasan pada jurnal
ini adalah bahwa kebenaran itu tidak serta merta berasal dari konsensus. Memang kebenaran
itu bermula dari kesepakatan universal dan dalam perihal jumlah bisa dikategorikan besar
atau mayoritas. Dalam penelitian ilmiah, tidak hanya ini yang menjadi patokan dasar. Karena
dalam ilmiah percaya bahwa evaluasi harusnya tidak fokus pada satu bidang, tetapi lebih
kepada evaluasi konsepsinya. Contoh Metode kuantitatif membutuhkan metode kualitatif
seperti peramalan. Dengan mengetaui kebijakan sebagai limu pengetahuan, diaharapkan akan
membantu dalam hal pemahaman pembelajaran serta mampu dalam mengkomparasi atau
mempunyai kemampuan untuk membandingkan suatu hal.2

2.


Jurnal 2 (Democracy and Policy)
Berbicara konteks demokrasi dan kebijakan, pada dasarnya demokrasi merupakan sistem

politik yang menghargai referensi dari masyarakat dengan model demokrasi yang berbeda
dan pengaplikasiannya tergantung pada model dan konsep dari demokrasi yang dibawa.
Seiring berkembangnya pemikiran manusia, model konfigurasi demokrasi kian variatif
dengan adanya dua model demokrasi yang berpihak pada preferensi reflektif, yakni
deliberatif demokrasi dan elitisme demokratis. Model elitisme demokrasi membuat elit
tampak manipulatif dengan akses istimewa ke informasi yang relevan dan dengan minat
dalam memimpin publik. Berbeda halnya dengan demokrasi deliberatif. Model ini
memberikan hak untuk berbicara sesuai dengan gilirannya, dalam arti diperpanjang atau
1
2

Ronald D. Brunner . 1982. The Policy Science as Science. Hlm. 130.
Verne W House. 2003. Models of Policy Making. Hlm. 244. Montana State University.

lainnya dan dalam keadaan seperti lingkup inilah kesempatan untuk dapat memanipulasi
cenderung kecil meskipun tidak terkecuali menimbulkan manipulasi seperti elitisme

demokrasi.3 Semua model berpeluang memanipulasi keadaan demi terbentuknya kebijakan
yang menguntungkan pihak pengusul.
Landasan kebijakan dalam demokrasi berdasar pada realita kehidupan bermasyarakat.
Pemahaman Anglo-Saxon memahami bahwa kebijakan publik merupakan turunan dari
politik-demokrasi.4 Demokrasi memberikan kesempatan untuk membentuk pola pikir dan
pembentukan refleksi kehidupan untuk mengadopsi pandangan jangka panjang. Dengan ini
maka akan memberikan keuntungan bagi kedua pihak, yakni masyarakat dan pemerintah.
Contohnya pada kasus pemilu, adanya rentang waktu pemilihan bisa jadi membuat pmilih
untuk membuat keputusan dengan berpikir, disisi lain pemerintah tidak mungkin
mempersingkat range pemilu.
Realita saat ini banyak ditemukan kebijakan yang dinilai tidak memberikan dampak
serius ke semua bagian kehidupan, melainkan ke golongan tertentu. Bisa jadi dalam proses
demokrasi ini masih saja terdapat paternalisme yang membudaya. Efek ini tentu bermula dan
kemungkinan akan terus ada meski cenderung surut. Mengapa tidak, demokrasi yang semula
berawal dari suara rakyat malah bergeser ke suara kepentingan lain dengan dalih “hormat”
atau kebutuhan. Jika dilihat dari kacamata prinsip model demokrasi, harusnya di antara
prinsip-prinsip mendasar dari demokrasi adalah adanya kebebasan, individualisme dan
individualitas, toleransi terhadap perbedaan-perbedaan, konflik-konflik, dan adanya
konsensus dalam proses politik; hukum yang adil dan beradab, dan prikemanusiaan. Dengan
terus berpacu dengan prinsip tersebut, maka kesejahteraanlah yang akan dicapai.


3.

Jurnal 3 (Policy Making Functions in Government)
Dasar-dasar pengelolaan sering diabaikan oleh setiap seperangkat orang, dibawah

samaran dari perencanaan mencoba untuk melakukan semuanya dan sebagai konsekuensinya,
proses tidak menjadi efektif sebagaimana harusnya. Tidak ada usaha untuk menegakkan
spesialisasi di dalam banyak organisasi agar lebih efisien. Delegasi tanggung jawab pada
proses pembuatan kebijakan sangat jelas adalah suatu kebutuhan untuk semua kecuali
organisasi terkecil. Maka dari itu perlu adanya tools dalam hal untuk memperoleh hasil
kebijakan yang maksimal, komponen penting dibutuhkan dalam proses pembuatan kebijakan
yakni perencanaan, analisis, penelitian, demonstrasi dan evaluasi.
3
4

Robert E Goodin. 1993. Democracy, Preferences, and Paternalism. Hlm. 241.
Qiqi Asmara. 2009. Evaluasi Implementasi Literatrur: Kebijakan Publik. Hlm. 10

Organisasi dalam konteks fungsi kepemerintahan dapat menyediakan pembuat keputusan

sebagai prinsip sebagaimana yang harus disediakan, dengan produk yang memadai terhadap
data dan kebutuhan dalam lapangan, yang layak dan tepat waktu, dan yang berantisipasi
daripada merespon keadaan.Tanpa ide yang pasti tentang apa yang dibutuhkan, tanpa
pengelolaan meskipun dengan kemampuan yang penuh, maka hasil yang diraih pun dapat
berbeda. Skemanya, pada dasarnya salah satu dari peran dan misi dirancang untuk membantu
pengelola dalam mencapai kesepahaman.
Integrasi dan fungsi dalam proses pemerintahan harus saling ada keterkaitan.5 Artinya,
integrasi yang kuat antara pembuat kebijakan dan penerima kebijakan akan tetap dalam
standar normal dan tidak ada keberpihakan. Sedangkan dengan mengetahui fungsi, maka
seluruh keputusan yang dibuat akan berdampak pada timbal balik dari penerima kebijakan
terhadap pembuat kebijakan dengan asumsi positif. Selain itu, untuk mengetahui perbedaan
yang signifikan antara satu dengan lainnya adalah dengan ketiga model pengambilan
keputusan, yang pertama model rasional tentang pembahasan sesuatu yang nyata tetapi masih
terbendung dengan keterbatasan manusia dalam menilai sudutpandang. Kedua, model
inkremental yakni bisa dikategorikan ke sebuah penawaran karena dalam menyelesaikan
masalah ditemukan melalui trial and error. Dan yang terakhir yakni model tong sampah yang
diartikan bahwa seakan-akan lupa akan tujuan awal.

4.


Jurnal 4 (Rationalisation Decision Making)
Dalam hal penentuan kebijakan dan pengambilan suatu keputusan dalam konsep

kebijakan ialah dengan cara meninjau prefensi masyarakat. Dalam proses ini terdapat ahli
yang menyediakan tim independen, informan yang obyektif dan bersifat non-partisan, dan
terdapat politisi yang mengevaluasi informasi.6 Secara umum dapat diterima bahwa
pendekatan ini bersifat rasionalitas publik cukup praktis karena pada dasarnya harus terdapat
suatu sifat selektif dalam menentukan suatu kebijakan. Meskipun saat ini rasionalitas lebih
diutamakan karena bisa dipertanggungjawabkan, ternyata masih banyak yang berpikir bahwa
rasionalitas itu memiliki tujuan yang sia-sia.
Proses mencari kebenaran dengan cara rasional dianggap sebuah ringkasan yang
tampaknya mengharuskan pembuat kebijakan mempertimbangkan semua dampak dari semua
alternatif pada semua pihak yang terkait. Lindblom mengatakan kepada kita bahwa, proses
5

James G Abert. 1974. Defining the Policy-Making Function in Goverment: An Organizational and
Management Approach. Hlm. 254.
6
Gershuny, J.I. 1978. Policymaking Rationality: A Reformulation. Hlm. 295.


pertimbangan terbatas. Lain halnya dengan Simon yang mengusulkan tiga prosedur untuk
memaksakan "penutupan". Dengan memasukkan ide-ide aneh kepada pemikiran yang
kemudian diterapkan, namun ada beberapa pemikirannya yang di anggap sepele. Pembuat
keputusan membuat suatu kebijakan hanya untuk mencari tujuan-tujuan yang belum
memenuhi kepuasan, dan dalam hal tersebut maka dibuat suatu alternatif untuk memenuhi
tujuan tersebut. Jadi, daripada mencari suatu kebijakan alternative yang optimal, lebih baik
untuk mencari bagian yang dibutuhkan untuk dicari alternatifnya.

5.

Jurnal 5 (Perspective Implementation)
Dalam konsep implementasi, kebijakan publik tidak dapat terlepas dengan berbagai

macam perspektif. Tentu dengan inilah, manfaat dan tujuan dari kebijakan publik akan terasa
karena dengan mengetahui perspektif maka akan mengetahui kondisi masyarakat yang ada.
Dalam pemahaman perspektif, semua gejala tentang segala kepentingan yang ada akan
menggambarkan dan memetakan konsep dan hasil akhir dari kebijakan publik itu sendiri.
Dalam penjelasan Jones, semua konsep kebijakan publik yang akan direalisasikan oleh
masyarakat hendaknya membawa keuntungan bagi masyarakat dan bagi masyarakat yang
mengaplikasikan kebijakan publik harus menguntungkan pemerintah pula. Dalam hal ini,

keterkaitan antara masyarakat dan pemerintah adalah soal tanggungjawab. Implementasi
inilah yang dimaksud oleh Jones.
Implementasi dalam kebijakan publik lebih mengarah kepada jalannya suatu putusan,
atau biasa dikenal dengan aplikasinya. Dalam hal pengaplikasian, kebijakan publik
membutuhkan persetujuan dan komitmen mengenai tata cara dan eksekusi atas kebijakan
yang akan diterapkan. Antara persetujuan dan komitmen disini yang dimaksud adalah tingkat
keobjektifitas dari decision making atau pembuat kebijakan. Di dua hal ini didasari oleh
beberapa perspektif atau pandangan mulai dari masyarakat hingga kelompok kepentingan
yang turut serta dalam pemutusan kebijakan. Praktis dan taktis dalam hal ini terus menerus
berdampingan seiring dengan berkembangnya perspektif di kalangan masyarakat.
Menurut Dror7, pengimplementasian dari rancangan perspektif juga perlu dimbangi
dengan evaluasi, misalnya dimulai dari isi kebijakan yang harus di nilai ulang, diartikan, dan
di susun kembali beberapa kali dengan perhatian untuk menjaga inti dari konsep pertama.
Evaluasi dalam hal ini tidak selalu dalam cakupan antisipasi, tetapi lebih menekankan kepada
pengawasan untuk pembelajaran mengenai sistem dan apa yang menjadi subjek dari

7

Bunker, Douglas R. 1972. Policy Science Perspectives on Implementation Processes. Hlm. 72.


pengantisipasi dan intervensi kebenaran. Inilah fungsi dari keberlanjutan perspektif dalam
cakupan konsep implementasi.

6.

Jurnal 6 (Interst-Group Participation in Policy Making)
Pengujian kelompok kepentingan bisa terlihat dalam proses pembuatan kebijakan.

Pengaruh yang ditimbulkan akan mudah ditemukan jika pencariannya lebih sepesifik seperti
respon terhadap kebijakan yang menyebabkan perubahan.8 Perubahan inilah yang menjadi
tolok ukur dari pengujian kelayakan kelompok kepentingan dalam perumusan kebijakan.
pengujian untuk menentukan bagaimana kelompok kepentingan tersebut berperan sebagai
pengganti publik, dapat terlihat dari bagaimana kelompok kepentingan tersebut dapat
mempengaruhi hasil dari kebijakan yang telah dibuat. Fokus yang mungkin dapat ditambah
yakni dengan mengetahui isu mengenai akses kelompok kepentingan, informasi pembuatan
aturan dan efektivitas kegiatannya. Artinya bermula dengan konsep yang matang, kemudian
hanya perlu satu alternatif pencarian informasi yakni melalui model sampel.
Organisasi atau kelompok kepentingan entah mengapa selalu dirasa penting atau bahkan
sebaliknya. Karena tidak dapat dipungkiri, bahwa tanpa mereka maka tak ada kendala dan
semua aka berjalan statis seperti hidup tanpa kehidupan. Disisi lain, dimungkinkan akan

banyak timbul permasalahan meskipun itulah yang memicu segelinitr orang untuk turut serta
hingga pemerintahpun turun berperan aktif. Kelompok kepentingan tanpa disadari selalu
membawa naluri bahwa selalu merasa partisipasi mereka dalam pembuatan peraturan adalah
penting dan komponen seluruh strategi yan berpengaruh. Partisipasi inilah yang menjadi
acuan dalam efektifitas kebijakan dan inilah yang menjadi bagian penting dalam perumusan
kebijakan.

8

Furlong, Scott R. and Cornelius M. Kerwin. 2004. Interest Group Participation in Rule Making: A
Decade of Change. Hlm. 362.

DAFTAR PUSTAKA

Abert, James G. 1974. Defining the Policy-Making Function in Goverment: An
Organizational and Management Approach. National Center for Resource Recovery,
Inc, Washington DC. Policy Science 5: 245-255.
Asmara, Qiqi. 2009. Evaluasi Implementasi Literatrur: Kebijakan Publik. FISIP UI.
Brunner, Ronald D. 1982. The Policy Science as Science. Center for Public Policy Research,
University of Colorado. Policy Science 15: 115-135.
Bunker, Douglas R. 1972. Policy Science Perspectives on Implementation Processes.
Dictoral Program in the Policy Science, State University of New York. Policy Science
3: 71-80.
Furlong, Scott R. and Cornelius M. Kerwin. 2004. Interest Group Participation in Rule
Making: A Decade of Change. Journal of Public Administration Research and Theory,
Vol. 15, No. 3. JPART 15: 353-370.
Gershuny, J.I. 1978. Policymaking Rationality: A Reformulation. Science Policy Research
Unit, University of Sussex. Policy Science 9: 295-316.
Goodin, Robert E. 1993. Democracy, Preferences, and Paternalism. Research School of
Social Science, Australian National University. Policy Science 26: 229-247.
House, Verne. 2003. Models of Policy Making. Montana State University.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Berburu dengan anjing terlatih_1

0 46 1

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5