Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

25

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)
Kelapa sawit merupakan salah satu minyak nabati yang populer di dunia dan

konsumsinya yang terus meningkat [6]. Tingginya peningkatan permintaan biofuel
maka terjadi peningkatan produksi minyak kelapa sawit sehingga peningkatan
limbah dari pengolahan tersebut juga meningkat [14]. Pabrik minyak kelapa sawit
dalam mengolah setiap ton tandan buah segar akan menghasilkan rata-rata 120-200
kg minyak kelapa sawit mentah, 230-250 kg tandan kosong kelapa sawit, 130-150 kg
serat/fiber, 60-65 kg cangkang, 55-60 kg kernel, dan 0,7 m3 LCPKS [4]. Limbah
pabrik kelapa sawit mentah yang terdiri dari materi senyawa organik kompleks yang
tebal, berwarna kecoklatan, berbentuk bubur koloid dari air, minyak dan padatan
termasuk sekitar 2% padatan tersuspensi yang berasal terutama dari sisa-sisa
komponen selulosa [5]. Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit merupakan suspensi
koloid yang mengandung 95-96% air, 0,6-0,7% minyak dan 4-5% total padatan
termasuk 2-4% padatan tersuspensi [15]. COD yang tinggi pada LCPKS karena

memiliki jumlah karbon rendah (8-20) dari asam amino dan asam lemak yang
terlarut [6].
Karakteristik LCPKS dapat berbeda untuk operasi yang berbeda setiap harinya
dari pabrik-pabrik industri kelapa sawit, tergantung pada teknik pengolahan, usia
atau jenis buah, iklim dan kondisi pengolahan kelapa sawit [17]. Pengolahan secara
konvensional ini membutuhkan waktu yang lama dan lahan yang luas, sedangkan
LCPKS merupakan sumber pencemar potensial yang dapat memberikan dampak
serius bagi lingkungan, sehingga pabrik kelapa sawit dituntut untuk menangani
limbah ini melalui peningkatan teknologi pengolahan [4]. LCPKS terdiri dari sisasisa buah kelapa sawit yang dihasilkan dari tiga sumber utama yaitu pada sterilizer,
separator dan hydrocyclone [15] dengan perbandingan sekitar 0,9 : 1,5 : 0,1 m3 [2].

25
Universitas Sumatera Utara

26

Adapun diagram alir proses ekstraksi minyak sawit pada industri kelapa sawit,
dilengkapi dengan limbah yang dihasilkan beserta sumber limbahnya dapat dilihat
pada Gambar 2.1.


Gambar 2.1 Diagram Alir Dihasilkannya Minyak Sawit dan LCPKS [2]
Komposisi dan konsentrasi dari protein, komponen nitrogen, lemak, dan
mineral ditemukan dalam LCPKS. Lemak adalah satu dari polutan organik utama
yang terdapat dalam LCPKS. Adapun potensi biogas yang dihasilkan oleh beberapa
substrat yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Potensi biogas yang dihasilkan oleh beberapa substrat [16]
omponen
Lemak

(%)

C50H90O6 + 24,5 H2O → 34,75 CH4 + 15,25 CO2

1,425

69,5

C6H10O5 + H2O → 3 CH4 + 3 CO2

0,830


50,0

0,921

68,8

arbohidrat
Protein

ogas (lg-1)

Reaksi Metanogenik

24O5N4

+ 14,5 H2O → 8,25 CH4 + 3,75 CO2 + 4NH4+ +
4HCO3-

26

Universitas Sumatera Utara

27

Adapun karateristik berupa parameter-parameter yang terkandung di dalam
LCPKS dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Parameter LCPKS
Parameter
pH
Temperatur
Chemical Oxygen Demand (COD)
Biologycal Oxygen Demand (BOD)
Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD)
Total Solid (TS)
Total Volatile Solid (TVS)
Total Suspended Solid (TSS)
Total Dissolved Solid (TDS)
Minyak dan Lemak
Total nitrogen
Volatile Fatty Acid (VFA)

Karbon

Satuan
o
C
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
g/l
%

Referensi
Jumlah
3,4-5,2

[2]
80-90
[2]
45.500-65.000
[17]
20.500-24.500
[17]
21.500-28.500
[17]
33.790-37.230
[17]
27.300-30.150
[17]
15.660-23.560
[17]
15.500-29.000
[17]
1.077-7.582
[17]
500-800

[17]
1900
[16]
0,69±0,01
[5]

Adapun karateristik berupa unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam
LCPKS dapat dilihat Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Unsur-Unsur Kimia yang Terkandung di dalam LCPKS
Nama Unsur
Fosfor (Phosphorus)
Kalium (Potassium)
Magnesium
Kalsium (Calsium)
Mangan (Manganese)
Besi (Iron)
Seng (Zinc)
Tembaga (Copper)
Krom (Chromium)
Kobal (Cobalt)

Kadmium (Cadmium)
Timah (Lead)

Satuan
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Ppm

Jumlah
94-131
1.281-1.928

254-344
276-405
2,1-4,4
75-164
1,2-1,8
0,8-1,6
0,05-0,43
0,04-0,06
0,01-0,02
1,70±0,01

Referensi
[2]
[2]
[2]
[2]
[2]
[2]
[2]
[2]

[2]
[2]
[2]
[5]

Kementerian Negara Lingkungan Hidup secara khusus telah menerbitkan 2
Keputusan Menteri yang menyangkut pemanfaatan air limbah Pabrik Minyak Kelapa
Sawit (PMKS) yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun
2003 tentang pedoman teknis pengkajian pemanfaatan air limbah dari industri
minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit dan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2003 tentang pedoman dan tata cara perizinan

27
Universitas Sumatera Utara

28

pemanfaatan air limbah industri minyak kelapa sawit pada tanah di perkebunan
kelapa sawit [18].
Adapun karakteristik baku mutu yang dikeluarkan oleh Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup terhadap LCPKS dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Baku Mutu LCPKS Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup [19]
Kabar Maksimum
Beban Pencernaan
Parameter
(mg/L)
Maksimum (kg/ton)
BOD5
250
1,5
COD
500
3,0
TSS
300
1,8
Minyak dan Lemak
30
0,18
Amonia Total (sebagai NH3-N)
20
0,12
pH
6,0-9,0
Debit Limbah Maksimum
6 m3 ton bahan baku
Manfaat penggunaan LCPKS tanpa pretreatment, perlakuan fisik ataupun
kimia adalah penggunaan bahan kimia akan dapat berkurang sehingga proses lebih
ramah lingkungan sedangkan tanpa perlakuan fisik dapat memberikan keuntungan
lebih cepat dalam pengolahan serta tidak membutuhkan perawatan mesin dan
keuntungan yang kedua adalah sisa-sisa minyak dan padatan tersuspensi dapat
digunakan sebagai sumber nutrisi bagi mikroba [14].

2.2

BIOGAS
Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh penguraian biologis bahan organik

seperti tanaman mati, hewan, kotoran hewan, dan sampah dapur tanpa adanya
oksigen [8]. Bahan organik dalam proses fermentasi anaerob diurai oleh aktivitas
mikroorganisme menjadi biogas [4].
Biogas adalah bahan bakar terbarukan, sehingga memenuhi syarat untuk energi
alternatif di beberapa negara. Biogas juga dapat dimurnikan dan ditingkatkan dengan
standar gas alam ketika menjadi metan. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar
untuk tujuan pemanasan, seperti memasak, listrik dan ketika terkompresi seperti gas
alam dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan untuk daya kendaraan
bermotor [8]. Biogas merupakan sumber energi terbarukan serbaguna yang dapat
digunakan untuk penggantian bahan bakar fosil dan dapat digunakan juga sebagai
bahan bakar kendaraan. Biogas yang kaya metana dapat menggantikan gas alam

28
Universitas Sumatera Utara

29

sebagai bahan baku dalam produksi bahan kimia. Salah satu cara yang paling banyak
untuk mendapatkan sumber energi alternatif dari sumber daya dan energi dari aliran
limbah melalui proses biokonversi [20].
Produksi biogas menawarkan keuntungan lain, seperti mengontrol sampah
organik, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan memproduksi pupuk ekonomis lain.
Biogas yang diproduksi selama proses pencernaan

(Anaerobic digestion) dapat

digunakan sebagai sumber serbaguna energi untuk menghasilkan panas dan listrik,
baik yang terpisah atau gabungan, dan untuk kendaraan [21].
Komponen biogas adalah gas metana (CH4), gas karbon dioksida (CO2), gas
nitrogen (N2), gas hidrogen (H2), oksigen (O2), dan hidrogen disulfida (H2S) [9].
Asetat ditemukan dalam air limbah, stoikiometrinya membentuk metana dan karbon
dioksida dalam jumlah yang sama [20]. Adapun komposisi yang terkandung di dalam
biogas dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Komposisi Biogas [22]
Komponen Biogas
Metana
Karbon dioksida
Nitrogen
Hidrogen
Oksigen
Hidrogen Sulfida

Rumus
CH4
CO2
N2
H2
O2
H2 S

Persentase (%)
55-75 %
25-45 %
0-0,3 %
1-5 %
0-3 %
0,1-0,5 %

29
Universitas Sumatera Utara

30

Adapun pengaruh komponen-komponen yang terkandung di dalam biogas
dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Komponen-Komponen dalam Biogas dan Pengaruhnya [23]
Kompenen

Kandungan

Pengaruh

CH4
CO2

50-75 (%volume)
25-50 (%volume)

H2S

0,005 – 0,5 mgS/m3

NH3

0-1 (%volume)

Uap air

1-5 (%volume)

Debu

>5 mikrometer

N2

0-5 (%volume)

Siloxane

0-50 mg/m3

Komponen yang mudah terbakar pada biogas
Mengurangi nilai bahan bakar, meningkatkan
anti-ketukan sifat motor, menyebabkan
korosi (karbonat asam lemah) dan jika gas
juga lembap itu kerusakan sel bahan bakar
alkali
Korosif pada agregat dan pipa, timbul emisi
SO2
setelah
pembakaran
H2 S
jika
pembakaran tidak sempurna, keracunan
katalis
Emisi NOx setelah pembakaran berbahaya
untuk sel bahan bakar dan meningkatkan
anti-ketuk sifat motor
Berkontribusi terhadap korosi dalam agregat
dan pipa, kondensat akan menyebabkan
kerusakan instrumen dan agregat, dapat
menyebabkan pipa dan ventilasi membeku
pada suhu beku
Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel bahan
bakar
Mengurangi nilai bahan bakar dan
meningkatkan sifat anti–ketuk motor
Hanya dalam bentuk limbah dan gas TPA
dari kosmetik, cuci bubuk, tinta cetak dll,
bertindak sebagai media grinding kuarsa dan
kerusakan motor

Karena biogas terutama mengandung metana dan karbon dioksida bagian ini
difokuskan pada karakteristik fisik masing-masing (Tabel 2.7). Karena komponen
lain (nitrogen, hidrogen sulfida, komponen organik) relatif jumlah kecil tidak
diperhitungkan dalam tabel. Besarnya CH4 dan CO2 sangat bervariasi dan tergantung
pada komposisi bahan organik dalam air limbah [20]
Metana murni pada suhu dan tekanan standar memiliki nilai kalor 912
BTU/ft3 (34 kJ/L). Biogas yang menghasilkan 65% metana memiliki nilai kalor
sekitar 600 BTU/ft3 (22,36 kJ/L) karena hanya ada metana akan terbakar [20].

30
Universitas Sumatera Utara

31

Adapun perbandingan gas metan yang dihasilkan dari biogas dengan bahan
bakar lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Perbandingan Gas Metana dari Biogas dengan Bahan Bakar Lainnya [20]
Biogas dari methane 65% (1000 L)
600 L dari gas alam
25,0 L dari propana
22,3 L dari Butana
17,79 L dari bensin
16,28 L daridiesel
Anaerobic digestion adalah degradasi biologis oleh mikroba dengan substrat
organik dan anorganik yang terkadang tanpa adanya suatu sumber organik [24].
Digestasi

merupakan teknologi yang banyak digunakan untuk pengolahan limbah cair

organik maupun limbah padat organik [25]. Proses digestasi adalah proses biologis

alami dimana sebuah aktifitas bakteri yang bekerja sama untuk mendapatkan proses
fermentasi yang stabil dan otomatis diatur melalui asimilasi, transformasi dan
dekomposisi bahan organik sisa dalam limbah dan air limbah menjadi biogas [20].
Efluen dari proses digestasi umumnya sudah lebih mudah diolah [26]. Pada
limbah digestasi terdiri baik dari biogas dan limbah cair, yang masing-masing yang
berguna sebagai sumber energi dan pupuk [22].
Proses digestasi anaerobik diklasifikasikan menjadi

digestasi cair (Liquid

Anaerobic digestion) dan digestasi padat (Solid-State Anaerobic digestion)
berdasarkan isi padatan. Liquid Anaerobic digestion beroperasi pada total padatan
(TS) isi kurang dari 15%, sedangkan Solid-State Anaerobic digestion umumnya
disebut untuk konten TS lebih tinggi dari 15% [26]. Pada digestasi anaerobik dapat
digunakann dua tahap, yaitu tahap pertama proses asigogenesis dan dilanjutkan tahap
kedua yaitu metanogenesis. Pada sistem

ini terdapat dua kelompok besar

mikroorganisme yang bekerja yaitu bakteri pembentuk asam dan bakteri pembentuk
metan [28]. Adapun diagram alir reaktor digestasi dua tahap dengan proses kontinu
dapat dilihat pada Gambar 2.2.

31
Universitas Sumatera Utara

32

Gambar 2.2 Diagram Alir Reaktor Digestasi Dua Tahap Proses Kontinu [10]
Banyak konfigurasi reaktor yang digunakan untuk pengolahan

air limbah

industri. Adapun jenis-jenis reaktor yang banyak digunakan dapat dilihat pada
Gambar 2.3

Gambar 2.3 Jenis Reaktor yang Paling Banyak digunakan yaitu: (A) Completely
mixed anaerobic digester, (B) UASB reactor, (C) AFB reactor, (D) Upflow AF
reactor [20]
2.3

PROSES DIGESTASI ANAEROBIK
Proses digestasi anaerobik terdiri dari empat tahap, yaitu hidrolisis,

asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis. Degradasi anaerob dari bahan organik
yang kompleks dilakukan oleh kelompok-kelompok bakteri yang berbeda, interaksi
terkoordinasi antara bakteri ini semua proses mungkin gagal jika salah satu tahap

32
Universitas Sumatera Utara

33

terhambat [20]. Adapun proses penguraian bahan organik menjadi gas dapat dilihat
pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Proses Penguraian Bahan Organik Menjadi Gas Metana [15]
2.3.1 Hidrolisis
Tahap yang pertama disebut hidrolisis terdiri dalam transformasi bahan
organik kompleks seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi produk yang
larut sederhana menjadi seperti gula, rantai panjang asam lemak, asam amino
dan gliserin [15, 20].
Adapun reaksi hidrolisis lemak, polisakarida dan protein dapat dilihat
pada Gambar 2.5 sebagai berikut :
enzim lipase
Lemak    → asam lemak, gliserol
enzim selulosa, selobiase, xilanase, amilase
Polisakarida                
→ monosakarida
enzim protease
Protein     → asam amino

Gambar 2.5 Reaksi Hidrolisis [29]

33
Universitas Sumatera Utara

34

2.3.2 Asidogenesis
Pada langkah kedua, tahap asidogenesis menggunakan produk hidrolisis
dikonversi membentuk senyawa seperti asam organik, termasuk Volatile Fatty
Acid (VFA). Pada proses asidognesis, VFA merupakan produk utama yang
ingin dihasilkan. Komposisi dari VFA mempengaruhi keberlangsungan proses
digestasi anaerobik. Gula sederhana, asam amino dan asam lemak yang
terdegradasi menjadi asetat, karbon dioksida dan hidrogen (70%) serta menjadi
asam lemak volatile (VFA) dan alkohol (30%) [10, 20].

2.3.3 Asetogenesis
Produk dari asidogenesis yang tidak dapat langsung diubah menjadi
metana oleh bakteri metanogen sehingga harus diubah menjadi substrat
metanogen selama asetogenesis. VFA dan alkohol diurai menjadi substrat
metanogen seperti asetat, hidrogen dan karbon dioksida. Asetogenesis dan
metanogenesis biasanya berjalan parallel sebagai simbiosis dari dua kelompok
bakteri [20, 29]

2.3.4 Metanogenesis
Tahap akhirnya yaitu pada tahap keempat, baik asam asetat dan hidrogen
merupakan bahan baku untuk pertumbuhan bakteri metanogen, mengkonversi
asam asetat dan hidrogen untuk produk biogas yang terdiri dari metana, karbon
dioksida dan hidrogen sulfit. Asetat, H2 dan CO2 adalah substrat utama untuk
metanogenesis. Pada Chemical Oxygen Demand (COD) dasar sekitar 72% dari
produksi metana berasal dari dekarboksilasi dari asetat, sedangkan sisanya
berasal dari pengurangan CO2 [20].
Sekitar 70% dari metana yang terbentuk berasal dari asetat, sedangkan
sisanya 30% dihasilkan dari konversi hidrogen (H) dan karbon dioksida (CO2).
Adapun reaksi metanogenesis asam asetat dan hidrogen dapat dilihat pada
Gambar 2.6 sebagai berikut :
Bakteri metanogen
Asam Asetat       
→ Metana + Karbon dioksida
Bakteri Metanogen
Hidrogen + Karbon dioksida       
→ Metana + Air

Gambar 2.6 Reaksi Metanogenesis [29]

34
Universitas Sumatera Utara

35

2.4

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIGESTASI
ANAEROBIK
2.4.1 Temperatur
Proses digestasi

dapat dioperasikan pada temperatur yang berbeda.

Temperatur dapat dibagi dalam 3 range yaitu psycrophilic (dibawah 25oC),
mesophilic (25oC - 45oC) dan thermophilic (45oC - 70oC) [29].
Adapun pengaruh penambahan suhu yang meningkatkan laju produksi
metana dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Laju Peningkatan Metana [29]
Pada temperatur psychrophiles pertumbuhan bakteri metanogen sekitar
20 %, pada temperatur mesophiles pertumbuhan bakteri metanogen sekitar 40
% dan pada temperatur thermophiles pertumbuhan bakteri metanogen sekitar
100 % [29]. Pada suhu termofilik, gas metana yang dihasilkan lebih besar
dibandingkan dengan suhu mesofilik dalam kondisi yang sama [30]. Dalam
prakteknya, temperatur operasi dipilih dengan mempertimbangkan bahan baku
yang digunakan dan temperatur proses yang diperlukan dapat disediakan oleh
ruangan atau menggunakan sistem pemanas pada digester [29].

2.4.2 pH
Derajat keasaman (pH) menunjukan sifat asam atau basa pada suatu
bahan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter elektrik.
Derajat keasaman merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen,
[H+] yang besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion
hidrogen.
pH = - log [H+]

(2.1)

35
Universitas Sumatera Utara

36

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tahap dalam dekomposisi bahan
organik adalah tahap asidogenesis dan metanogenesis. Pada tahap ini terbentuk
asam lemak volatil yang akan menurunkan pH dalam reaktor. Pada akhirnya
kondisi ini dapat menghambat perolehan gas metan [31]. Pembentukan metana
berlangsung pada kisaran pH 5,5-8,5 dengan pH optimum untuk metanogenik
adalah 7,0-8,0 [29]. Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan
mikroorganisme adalah 6,8-7,8. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana
akan baik bila pH bahan berada pada keadaan (basa) yaitu 6,5 sampai 7. Nilai
pH terbaik untuk suatu digester yaitu sekitar 7,0. Apabila nilai pH di bawah
6,5, maka aktivitas bakteri metanogen akan menurun dan apabila pH di bawah
5,0, maka fermentasi akan terhenti [31].

2.4.3 Alkalinitas
Alkalinitas adalah ukuran kapasitas penyangga medium kultur dalam
daerah pH netral. Alkalinitas bikarbonat yang dibutuhkan untuk menjaga pH
rata-rata 7,0 tergantung pada kandungan karbon dioksida dalam digester gas
(biogas). Dengan gas CO2 sebesar 25%, diperlukan alkalinitas bikarbonat
sebanyak 2.000 mg/L. Kebutuhan alkalinitas akan menjadi 4.000 mg/L, jika
konsentrasi karbon dioksida dari 50% sampai 53%. Adanya alkalinitas dalam
reaktor dengan konsentrasi tertentu dapat menjadi penyangga pH (buffer)
terhadap tingkat keasaman dengan adanya alkalinitas sebagai reaksi adanya
komponen bikarbonat dan hidroksida dalam reaktor [28].

2.4.4 Nutrisi
Kurangnya elemen khusus yang diperlukan untuk pertumbuhan
mikroorganisme akan membatasi produksi biogas. Nutrisi ditandai dengan
rasio karbon dan nitrogen [31]. Rasio C/N yang ideal untuk

biodigester

berkisar anatar 20:1 dan 30:1, tetapi rasio ini akan bervariasi untuk bahan baku
yang berbeda dan terkadang untuk bahan baku yang sama. Unsur C didapat
dari COD, unsur N didapar dari [CO(NH2)2], dan unsur P didapat dari KH2PO4
[32]. Selama proses mikroorganisme membutuhkan nutrisi untuk menghasilkan
hasil yang optimal. Beberapa nutrisi termasuk kalium, natrium, magnesium,

36
Universitas Sumatera Utara

37

kalsium, zat besi, kadmium, kromium, nitrogen dan lain-lain diperlukan untuk
kinerja yang efektif. Nutrisi limbah cair minyak kelapa sawit dan bahan
penghambat lainnya menyebabkan kegagalan pertumbuhan mikroba untuk
beradaptasi /menyesuaikan diri selama proses penguraian [7].

2.4.5 Volatile Fatty Acids (VFA)
VFA merupakan hasil biokonversi senyawa polimer organik menjadi
monomer pada proses asidogenesis [26]. Stabilitas proses digestasi tercermin
dari konsentrasi produk intermediate seperti asam lemak bebas (VFA). Asam
lemak bebas merupakan senyawa intermediate (asetat, propionat, butirat,
laktat), dihasilkan selama asidogenesis, dengan rantai karbon hingga enam
atom. Dalam kebanyakan kasus, ketidakstabilan proses pencernaan

akan

menyebabkan akumulasi VFA di dalam digester, yang dapat menyebabkan
selanjutnya untuk penurunan nilai pH. Namun, akumulasi VFA tidak akan
selalu diungkapkan oleh penurunan nilai pH, karena kapasitas penyangga
digester, melalui jenis biomassa yang terkandung di dalamnya [29].
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kristina W. Golub et.al.,
2012 [33] jenis-jenis asam yang terdapat apa VFA adalah asam asetat, asam
propionat, asam butirat, asam valerat, asam caproat dan asam heptanoat.

2.4.6 Pengadukan
Dengan agitasi kondisi substrat menjadi homogen dan kontak dengan
substrat menjadi lebih merata, sehingga proses pertubuhan mikroba bekerja
lebih optimum. Agitasi dapat meningkatkan intensitas kontak antara organisme
dan substrat, dibandingkan tanpa agitasi. Pengadukan dimaksudkan agar
kontak antara limbah segar dan bakteri perombak lebih baik, dan menghindari
padatan terbang atau mengendap. Pengadukan atau agitasi 100 rpm dapat
meningkatkan produksi biogas [4]. Pengadukan juga berfungsi agar tidak
terbentuk kerak pada permukaan, agar tidak terjadi pengendapan dibawah
permukaan, memastikan suhu yang homogen dalam digester dan distribusi
homogen pada penyebaran nutrisi [9]

37
Universitas Sumatera Utara

38

2.4.7 Zat Racun (Toxic)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme adalah
kehadiran dari komponen senyawa racun. Racun dapat terbawa ke dalam
sistem digestasi bersamaan dengan umpan atau dihasilkan selama proses
berlangsung. Aplikasi untuk menetukan nilai komponen racun sangat sulit. Di
satu sisi karena banyak komponen material yang terikat dengan proses kimia,
dan disisi lain karena kapasitas dari mikroorganisme

untuk beradaptasi,

dengan beberapa batas untuk menghubungkan kondisi untuk kehadiran
komponen racun [29].

2.4.8 Organic Loading Rate (OLR)
Tingkat beban organik (OLR) adalah jumlah bahan organik yang
dimasukkan ke dalam digester selama periode waktu. Organic Load
merupakan parameter operasional yang penting dan mengindikasikan berapa
banyak bahan organik yang dapat diumpankan ke dalam digester. Per volume
dan unit waktu. Dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
OLR = m * c / VR

(2.2)

Dimana :
BR = Organic Load (kg/hari m3)
m

= Massa umpan substrat per unit waktu (kg/hari)

c

= Konsentrasi bahan organik (%)

VR = Volume digester (m3) [29]

2.4.9 Hydraulic Retention Time (HRT)
Parameter yang penting untuk ukuran dari digester biogas adalah waktu
tinggal (HRT). HRT adalah interval waktu rata-rata selama substrat tinggal di
dalam tangki digester [29]. HRT adalah korelasi dari volume digester dan
volume umpan substrat per unit waktu yang dituliskan dalam persamaan
berikut :
HRT = V/Q

(2.3)

Dimana :
HRT = Waktu tinggal hidraulik (hari)

38
Universitas Sumatera Utara

39

Q

= Laju alir influent (L)

V

= Volume reaktor (L/ hari) [34]
Laju pertumbuhan dari bakteri selalu 10 hari atau lebih. Waktu tinggal

yang rendah memberikan laju substrat yang baik, tetapi nilai (yield) gas yang
rendah. Oleh karena itu, perlu untuk menyesuaikan HRT untuk laju
dekomposisi spesifik dari penggunaan substrat. Perlu diketahui target waktu
tinggal dari umpan yang masuk setiap hari, laju dekomposisi substrat, itu
mungkin untuk menghitung volume digester yang sesuai [29].

2.5

ANALISA EKONOMI
Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi terhadap VFA yang dihasilkan

pada proses asidogenesis LPCKS pada temperatur 45oC yang kemudian akan
dikonversi menjadi biogas. Sehingga pada penelitian ini akan ditinjau jumlah VFA
yang dihasilkan untuk dikonversi menjadi biogas. Berikut ini ada beberapa penelitian
yang berhasil menghitung volume biogas dari VFA yang ditunjukan pada Tabel 2.8
dibawah ini.
Tabel 2.8 Volume Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk
Peneliti
Wanna Choorit and Pornpan
Wisarnwan, 2007 [30]

Total VFA (mg/L)
1.722,9
6.318,6
8.154,3

Volume Biogas (L/L·hari)
2,81
3,36
3,73

Pada penelitian ini, total pembentukan VFA tertinggi diperoleh pada variasi
laju pengadukan 150 rpm dengan jumlah 4.994,773 mg/L. Melalui Tabel 2.9 dapat
digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut :

39
Universitas Sumatera Utara

Produksi Biogas (L/L Hari)

40

4,0
y = 0,00009x + 2,552

3,5
3,0

Produksi Biogas
2,5

Linear (Produksi Biogas)

2,0
0

2000

4000
6000
Total VFA (mg/L)

8000

10000

Gambar 2.8 Konversi Total VFA menjadi Biogas [30]

Gambar 2.8 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA
dengan persamaan garis lurus: y = 0,00009x + 2,552 dengan y merupakan produksi
biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka
jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini
adalah:
y = 0,00009x + 2,552
= (0,00009) (4.994,773) + 2,552
= 3,002 liter biogas/liter LCPKS hari = 3,002 m3 biogas/m3 LCPKS hari
Ekivalensi 1 m3 biogas terhadap Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah sebesar
0,465 kg. Sehingga :
=

,

×

,

= 1,396 kg LPG/m3 LCPKS

Harga LPG industri adalah Rp 11.767/kg [47] sehingga:
Harga biogas yang dihasilkan =

,

×

.

.

= Rp 16.423,334 /m3 LCPKS

40
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

3 61 86

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

4 65 95

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Termofilik

3 21 113

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

2 14 107

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 22

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 1 2

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 5

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 5

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 28

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 6