Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris | Widyanta | Jurnal Pemikiran Sosiologi 30018 68529 1 PB

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No.2, November 2013

Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
Oleh

AB. Widyanta1

Abstrak
Berlatar gaduh ekonomi politik makro nasional, seputar renegosiasi kontrak tambang, tulisan ini hendak
mengusung wacana tanding dari sudut bidik diametral, yaitu di tataran mikro kehidupan sosio-kultural
warga seputar kawasan tambang. Upaya ini penting untuk memberikan kontra hegemoni atas diskursus
politik makro yang cenderung bias ekonomi dan abai terhadap kompleksitas kehidupan warga, kekuatan
politik riil, dengan segenap kontestasi kuasa multi-aktor di tingkat lokal. Berbasis pada systematisizing
of experiences dari riset di kawasan tambang, tulisan terpilah ke dalam empat bagian: pertama, paparan
akan mencuplik sekilas gaduh renegosiasi kontrak tambang termutakhir sebagai latar penjelas existing
situation regulasi pertambangan di Indonesia. Kedua, tulisan akan membabar lini masa (timeline) berikut
kronologi ringkas hadirnya Gold Mining Company GMC di Bumi Timur . Ketiga, tulisan akan
mendedahkan pembalikan gaya hidup dan laten konflik yang senantiasa membayangi kehidupan warga
seputar kawasan tambang. Keempat, tulisan akan menyajikan sejumlah refleksi kritis dan peta jalan
pembangunan perdamaian dan pembangunan berkelanjutan ke depan.
Kata kunci: konflik, industri ekstraktif, sumberdaya alam, dan sektor pertanian.

Abstract
Having the current debate about mining contract renegotiation that primarily using the angle of macro
perspective of national political economy, this paper promotes a micro perspective analysis, describing
socio-cultural life of people living around the mining site. This approach is important to balance the
discourse of macro political analysis that tend to be economic bias and to be ignorance to the complexity
of people life and the real political power with their multi-actor contest at the local level. Further, this
paper is a note of reflection of the writer about the findings of field research undertaken using the method
of in-depth interview with people living around gold mining site. Based on the result of systematization
of experiences, the paper is divided into four sections as follows: first, a brief description about the latest
debate on mining contract renegotiation as the background of the existing situation of the mining
regulation in Indonesia. Second, the paper explains the timeline and the sort chronology of the existence
of Gold Mining Company GMC in the Bumi Timur Eastern Land). Series of important events
happened at around the mining site is placed in the frame of the timeline. Third, the paper analyzes the
reversal of the life style and the latent conflict that always haunt the life of people living around the mining
site. Fourth, the paper presents critical reflections as inputs for the formulation of the road map of peace
building and the outline of possible sustainable development.
Keywords: conflict, extractive industry, natural resources, and agricultural sector, collapse.

1


AB. Widyanta, asisten dosen pada Jurusan Sosiologi Fisipol UGM dan asisten peneliti pada Pusat Studi Pedesaan
dan Kawasan (PSPK) UGM

87

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

kelas kakap . Sebagian diantaranya menggancam

A. Pendahuluan

dan berancang- ancang menyeret

Much of human history has consisted of unequal

pemerintah

Indonesia ke International Centre for Settlement of


conflicts between the haves and the have-nots. (Jared

Investment Dispute

Diamond, 1998:93)

(ICSID).2 Suka tidak

suka

renegosiasi kembali ditunda dan berlanjut lagi
paska Pilpres (Pemilu Presiden) 2014.
Freedom in the commons does not produce a stable

Berlatar gaduh ekonomi politik makro nasional,

prosperity. (Hardin, 1994:199)

tulisan ini hendak mengusung wacana tanding dari

sudut bidik diametral, yaitu di tataran mikro

Setidaknya ada dua isu besar nasional yang

kehidupan sosio-kultural warga seputar kawasan

mendominasi

media masa pada

tambang. Upaya ini penting untuk memberikan

kuartal pertama tahun 2014. Dua isu itu bisa

kontra hegemoni atas diskursus politik makro

diasosiasikan dengan demokrasi politik

dan


yang cenderung bias ekonomi dan abai terhadap

ekonomi. Isu pertama terperagakan

kompleksitas kehidupan warga, kekuatan politik

demokrasi

pemberitaan

dalam serangkaian perhelatan Pemilu Caleg (Pileg)

riil,

dengan segenap kontestasi multi-aktor di

April 2014, sedangkan isu kedua terejawantahkan

tingkat lokal. Sebagai antipode, tulisan ini akan


dalam serangkaian upaya penegakan kedaulatan

mendiskripsikan hasil refleksi penulis atas hasil

nasional atas sumberdaya alam , yaitu renegosiasi

temuan riset melalui metode indepth interview

kontrak tambang.

dengan warga seputar kawasan tambang.

Secara konseptual, kedua isu itu adalah abai

Selama hampir tiga dekade mengantongi kontrak

terhadap kompleksitas

karya, Gold Mining Company


kehidupan determinan

GMC —sebut saja

penting bagi penegakan warga,kekuatan politik riil,

demikian—telah sukses menyulap sebuah lanskap

dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di

masyarakat agraris menjadi lanskap masyarakat
metropolis

segenap kontestasi multi-aktor di tingkat negeri ini.
Sayang praktik demokrasi
antipode,

tulisan

ini


lokal.
akan

ekonomi

perbukitan

Sebagai

industrial
Bumi

di

Timur

sebuah

Indonesia.3


kawasan

Namun

kekarutmarutan tatakelola di masa lalu telah

tidak

menyebabkan metropolis

menunjukkan kemajuan mendiskripsikan hasil

mulai

kehilangan

menggembirakan.

pesonanya. Simptom-simptom sindrom kota hantu


Kebijakan hasil temuan riset melalui metode

(ghost town syndrome) nampak semakin eskalatif.

indepth renegosiasi kontrak tambang menuai

Terinspirasi

refleksi

penulis

atas

yang

pengalaman empiris

itu serta


provokasi efektif dari monografi kesohor We Eat

interview dengan warga seputar kawasan resistensi
kuat dari sekalangan perusahaan tambang-tambang

2http://finance.detik.com/read/2014/03/04/152328/2

3

Tulisan ini merupakan refleksi penulis atas hasil riset di
seputar kawasan pertambangan. Demi mengindahkan
kaidah/etika akademik, nama-nama orang dan tempat
yang sebenarnya sengaja dirahasiakan dalam tulisan ini

514972/1034/larang-ekspor-tambang-mentah-jepangmau-adukan-ri-ke-wto

88

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

the Mine, The Mine Eat Us 4 - tulisan ini memilih

negeri ini. Kedua, pelanggengan atas mentalitas dan

cara pandang

pembangkang

kultur politik oligarki, dinasti, klientilisme yang akan

antroposentrisme, bahwa di balik capaian gemilang

berakibat pada peningkatan laju disparitas dan

materialisme industri ekstraktif, sejak itu pula

eksklusi sosial bagi warga miskin. Dua preferensi

pesona solidaritas kehidupan bersama dan kualitas

politik itulah yang akan menggiring bangsa ini ke

ekologi masyarakat agraris mulai tercerabut, susut,

kancah, meminjam

dan redup. Banyak bukti empiris menunjukkan

unregulated

commons.

bahwa

sistematisasi

pengalaman

pesimistik,

a

berkawin-mawinnya

la

kelobaan

dan

tragedy

Hardin,

Melalui

8

of

the

metode

(systematisizing

of

teknologi-agresif niscaya memperanakkan petaka

experiences), pemaparan gagasan akan terpilah

industrial. Tanpa berpretensi mengglorifikasikan

kedalam empat bagian berikut: pertama, paparan

romantisme masa silam, seluruh gagasan di tulisan

akan mencuplik sekilas gaduh renegosiasi kontrak

ini lebih ditujukan untuk memformulasikan peta

tambang termutakhir sebagai latar penjelas kondisi

jalan menuju pemuliaan atas segenap berkah agar

terkini (existing situation) regulasi pertambangan di

tidak mudah berbalik menjadi kutuk. Berkat suara-

Indonesia. Kedua, tulisan akan membabar lini masa

suara warga Bumi Timur Indonesia itulah tulisan

(timeline)

ini mengada dan hadir di hadapan pembaca.5

hadirnya Gold Mining Company

Sesuara dengan para

neo-Gandhian

adalah

yang

warga seputar kawasan tambang. Keempat, tulisan
akan menyajikan sejumlah refleksi kritis yang bisa

tak

diracik dan diformulasikan menjadi peta jalan (road

terpalingkan selama kekuatan politik negeri ini
masih tersandera oleh dua preferensi

map) pembangunan perdamaian dan arah strategi

berikut.

pembangunan berkelanjutan ke depan.

Pertama, pembiaran atas beroperasinya paradigma
ilmu ekonomi kekerasan

(violence

GMC di Bumi

konflik yang senantiasa membayangi kehidupan

memproposisikan bahwa
keniscayaan

seputar

mendedahkan pembalikan gaya hidup dan laten

(2007), Diamond (2005), dan Brown (2011),

6

ringkas

penting akan diletakkan. Ketiga, tulisan akan

(1972), Hardin (1983), Ostrom (2003), Constansa

sampyuh

kronologi

Timur. Dalam bingkai lini masa inilah alur peristiwa

seperti

Soejatmoko (1983), Schumacher (1974), Meadows

tulisan ini hendak

berikut

economics)7

yang akan berdampak pada percepatan laju
pengurasan sumber-sumber alam tak terbaharui di

4

June C. Nash, We Eat the Mines and the Mines Eat Us:
Dependency and Exploitation in Bolivian Tin Mines. New
York: Columbia University Press, 1997.
5 Ucapan terimakasih sekaligus permohonan maaf penulis
haturkan kepada semua warga yang telah sudi berbagi
pada penulis perihal pembelajaran berharga ini meski
tidak berbuah balas, bahkan untuk sekedar pencantuman
nama sekalipun. Mea maxima culpa.
6 Secara harafiah, sampyuh berarti mati di kedua belah
pihak dalam pertempuran. Namun kata mati bisa
ditafsirkan secara luas sebagai kejatuhan, kerugian,

kegagalan, keruntuhan, kebangkrutan, kerobohan,
kelumpuhan, kehancuran, yang diakibatkan oleh relasi
kausalitas-resiprokal dari dua atau lebih pihak dalam
suatu kontestasi, kompetisi, dan konflik. Dalam tulisan ini,
sampyuh bisa diasosiasikan dengan collapse .
7 Barbara Wood, E.F.Schumacher, His Life and Thought;
New York: Harper & Row Publisher, 1989, hlm. 361.
8 Garrett Hardin, The Tragedy of the Unregulated
Commons dalam Trends in Ecology & Evolution Volume 9
issue 5 1994, hlm.199.

89

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

Di tengah teriknya suhu politik Pileg dan Pilpres

B. Gaduh Renegosiasi Kontrak Tambang

tahun 2014, gaduh akrobatik renegosiasi kontrak

Lima tahun sejak disahkannya UU No.4 Tahun 2009

tambang

tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba)—

Pokok

Karya

Pengusahaan

membangkitkan

nasionalisme

dan

nasional atas sumber daya alam di tahun politik

adalah muslihat prematur kaum petahana guna

2009, renegosiasi kontrak karya itu mestinya sudah

mendulang suara warga belaka.

rampung pada tahun 2010.9
Tim

semangat

menuai sinisme publik. Menggoreng isu kedaulatan

Jika mengacu amanat pasal 169 (b) UU No.4 Tahun

pembentukan

dan

kedaulatan, renegosiasi kontrak tambang justru

Pertambangan

Batubara (PKP2B), belum juga tuntas hingga saat ini.

Bahkan

nasionalisme

jalan buntu yang sepi antusiasme publik. Alih-alih

Pertambangan—

proses renegosiasi Kontrak Karya (KK) dan
Perjanjian

nama

kesejahteraan rakyat rupanya harus berakhir di

sebagai pangganti UU No.11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan

atas

Evaluasi

Ketidaksungguhan will to improve11—dalam artian

untuk

sesuai dengan cita-cita demokrasi ekonomi—

Penyesuaian KK dan PKP2B pun baru terjadi pada

terartikulasikan dalam serangkaian alibi banal yang

10 Januari 2012, yaitu sejak terbitnya Keppres No 3

menguras permakluman, kesabaran, dan kewarasan

tahun 2012. Selaku ketua Tim Evaluasi, Menko

publik. Simak saja busa-busa celotehan yang

Perekonomian, Hatta Rajasa, dan Mentri Energi dan

meluncur secara inkonsisten ini: Proses renegosiasi

Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, bertugas

diharapkan akan dapat berakhir dan selesai selesai

merenegosiasikan enam klausul berikut: luas

pada akhir

wilayah kerja, perpanjangan kontrak, penerimaan

.

12

Kalau saya menilai melakukan

renegosiasi tidak gampang.

negara baik pajak maupun royalti, kewajiban

13

Dari total

perusahaan, yang sudah selesai seluruhnya 25

divestasi, kewajiban pengolahan dan pemurnian di

perusahaan. Sisanya proses berjalan terus.

dalam negeri, serta kewajiban penggunaan barang

kita teken lagi, habis Pemilu.

dan jasa pertambangan dalam negeri.10

selesai di

.

16

15

14

Nanti

Saya optimis, proses

13http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/03/07/

9

Lihat Bab XXV Ketentuan Peralihan, Pasal 169 (b), UU
No. 4 Tahun 2009.
10 Baca opini Hiski Darmayana, Quo Vadis Renego-siasi
Kontrak
Pertambangan
dalam
http://www.berdikarionline.
com/opini/20140228/quo-vadis-renegosiasi-kontrak-pertambangan.html
11 Tania Murray Li, The Will to Improve: Governmentality, Development, and the Practice Politics, Duke
University Press, 2007, hlm.4-5.
12 h t t p : / / w w w . t a m b a n g n e w s . c o m / b e r i t
a / utama/3640-pemerintah-targetkan-renegosiasikontrak-karya-selesai-akhir-2013.html

menteri-esdm-renegosiasi-kontrak-tidak-gampang
14http://www.merdeka.com/uang/5-alibi-pemerintahsaat-gagal-paksa-freeport-renegosiasi.html
15http://bisnis.liputan6.com/read/2027893/usaipemilu-belasan-perusahaan-tambang-teken-renegosiasikontrak
16http://www.beritaheadline.com/jero-wacik-renegosiasi-kontrak-selesai-tahun-ini

90

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

renegosiasi

Di lain sisi, sebagai entitas privat bercredo profit-

berakhir dengan tangkapan teri . Sementara durasi

oriented, perusahaan sangat handal dan luwes

beradaptasi dengan perubahan kondisi sekitar.

Separoh

dekade

berlalu,

amanat

terkesan

diulur

dan

diperlonggar guna memperlebar celah dan peluang

memainkan peran mimikri yang setiap saat siaga

bagi

untuk

meraup

rente.

Sejauh tak mengusik credo, ia akan gesit berselancar

Memanfaatkan ketidakpastian dan ketidakstabilan

di antara kepungan gelombang regulasi yang

regulasi maupun aturan-aturan turunannya yang

fluktuatif sekalipun. Jika jebakan ekstrim tak lagi

panjang,

menjadi modus

tertanggungkan, barulah ia menggandalkan ilmu

operandi yang sudah sangat lazim.17 Perburuan

pamungkasnya: jurus langkah seribu . )tulah sebab,

perburuan

kakap

para

oligark

rumit,

melibatkan

dan

berbelit

ia begitu kesohor dengan julukan

multi (oknum?) aktor, agensi, dan

a footloose

industry dalam pengertian yang peyoratif.

jenjang struktural, mulai dari pemerintah pusat
hingga daerah. Daya jangkitnya pun menjalar di

Segundukan bukti empiris dari segenap penjuru

antara para pejabat, birokrat, aktor di sektor

negeri ini menunjukkan bahwa keseharian hidup

privat, hingga rakyat. Persis di dalam gulitanya

warga seputar tambang rentan terpapar beragam

labirin palung-palung renegosiasi itulah tujuan

persoalan seperti pencaplokan lahan, perusakan

mulia konstitusi gampang tersandera. Tragisnya,

lingkungan, deforestasi,

sejarah senantiasa berulang bahwa amanat acap

ketidakadilan, konflik,

eksklusi sosial, ketimpangan sosial,

berujung khianat.

degradasi

kultural, dan lain sebagainya. Melampui ciutnya

Apa yang absen dari kisruh renegosiasi kontrak

kepentingan ekonomi makro, pada basis prioritas

tambang adalah keseriusan pelibatan terhadap

itulah renegosiasi kontrak tambang mestinya

setiap perkara detil dan substil. Dalam regulasi

diletakkan.18

politik

makro

yang

gandrung

determinisme

Situasi itu mengingatkan kita tentang petitih purba

ekonomi, para aparatus negara di tingkat pusat

the devil’s in the details . Setiap ihwal terkecil dan

begitu piawai mengkalkulasi penerimaan fiskal dari

substil merupakan elemen penentu terpenting dari

pajak dan royalti tambang, seperti tercermin dalam

suatu mahakarya. Kealpaan kecil di permulaan

enam klausul renegosiasi, namun abai terhadap

adalah cilaka di paripurnanya. Bagaimanapun tata

kalkulasi yang detil dan substil atas karut marut
psiko-sosio-kultural-ekologis

warga

hidup bersama membutuhkan

seputar

yang mengindahkan pesan dari para bijak bestari:

kawasan tambang. Pemerintah daerah juga tak kalah
bengis

dalam

memperagakan

aparatus negara

Duc in Altum! Bertolaklah dari hal yang paling

neo-liberal

dalam. Tanpanya, tata hidup bersama akan mudah

governmentality yang sarat dengan budaya politik

tergelincir menjadi ajang pertarungan asimetris

oligarki, dinasti, dan klientilisme, hingga ingkar
terhadap hak-hak warga.

18

17 Menyoal keruwetan regulasi minerba, baca Faisal Basri,

Untuk paparan renegosiasi yang kontekstual baca
Ferdy Hasiman, Renegosiasi dan Kuasa Korporasi, Opini
Kompas, Jumat 14 Maret 2014

Akrobat Larangan Ekspor Mineral Mentah, Opini Kompas,
Senin 20 Januari 2014.

91

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

yang bengis antara mereka yang kaya dan yang

Pada periode pertama, latar kehidupan warga pada

melarat.19

periode ini, lanskap Bumi Timur masih berupa hutan
belantara dan sebagian lainnya merupakan lahan
pertanian

C. Lini Masa Industri Ekstraktif di Bumi Timur20

Selain

aktivitas

utamanya

bercocok tanam (padi dan palawija) di ladang tadah

Gold Mining Company (GMC) adalah perusahaan
yang

warga.

hujan, mayoritas warga adalah para peternak kuda

mayoritas sahamnya dimiliki oleh empat

dan sapi yang jumlahnya bisa mencapai belasan.

perusahaan dari Indonesia. Sedangkan operator

Luas

proyek

dua

memungkinkan warga memelihara ternak dengan

perusahaan raksasa dunia. Dua perusahaan inilah

cara melepas tanpa perlu kandang. Selain hemat

yang bertindak sebagai operator GMC di kawasan

tenaga, waktu luang bisa mereka gunakan untuk

utama lingkar tambang di wilayah perbukitan Bumi

berburu rusa, mencari madu hutan, daun dan akar

Timur. Luas lahan gabungan GMC sendiri mencapai

tanaman obat. Meski terbatas

kurang lebih 1 juta hektar.

melakukan aktivitas berburu dan meramu.

Secara umum tahapan usaha tambang bisa dirinci

Di kawasan ini, desa-desa terpencar berjauhan

dalam sejumlah tahapan berikut. Eksplorasi, studi

dengan tingkat kepadatan penduduk yang masih

kelayakan, persiapan penambangan (pembangunan

sangat rendah. Misalnya, salah satu desa tertua,

infrastruktur),

(eksploitasi),

sebut saja Malakas, hanya dihuni tidak lebih dari 120

pengolahan bahan galian, pengangkutan, dan

jiwa pada era 1970an. Dalam perjalanan waktu

pemasaran.

jumlah itu nantinya melonjak sebesar delapan kali

penambangan

ditangani

penambangan

Secara

pengembangan

kronologis,

GMC

di

Bumi

oleh

periodisasi
Timur

bisa

dan

suburnya

padang penggembalaan

warga masih

lipat menjadi 240 KK (±1000 jiwa) pada dekade

disederhanakan ke dalam tiga periode berikut.

1980an. Hingga di kemudian hari nanti populasi

Pertama, periode tahun 1980an, GMC melakukan

meledak menjadi 6.000 KK (± 24.000 jiwa) pada

penandatanganan kontrak karya pertambangan di

dekade 2000an.

wilayah Bumi Timur. Pada periode ini GMC

Berbekal surat izin dari pemerintah pusat dan

mengawali proses kajian awal, eksplorasi, dan studi

provinsi, GMC mulai melakukan proses eksplorasi

kelayakan. Kedua, periode 1990an, GMC masih

dan studi kelayakan. Selain mengkaji area-area

melanjutkan eksplorasi dan studi kelayakan dan

deposit mineral, GMC mulai melakukan pendekatan

kemudian masuk ke persiapan penambangan

kepada para warga desa sekitar kawasan yang akan

(pembangunan konstruksi). Ketiga, periode tahun
2000an,

GMC

(eksploitasi),

melakukan

pengolahan,

terdampak. Fragmentasi warga mulai terjadi.

penambangan

pengangkutan,

Respon warga terbelah setidaknya dalam tiga

dan

pemasaran.

19

20

Jared Diamond, Guns, Germs and Steel: A short history
of everybody for the last 13,000 years., Lon-don: Vintage,
1998, hlm.93.

Nama-nama perusahaan, tempat, wilayah, dan orang
yang disebut/digunakan dalam tulisan ini bukan nama
sebenarnya (alias)

92

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

kelompok berikut: kelompok yang mendukung,

Periode kedua, GMC mulai masuk ke tahapan

kelompok yang menolak, dan kelompok yang apatis.

persiapan

atau

pembangunan

infrastruktur. Latar kehidupan sosial pada tahapan

Pertama, kelompok warga yang mendukung proyek

ditandai dengan terjadi perubahan yang sangat

cenderung berpikiran praktis bahwa mereka akan

masif di seluruh kawasan. Memanasnya suhu politik

mendapat manfaat langsung dengan adanya proyek

makro nasional, pra dan paska reformasi 1998,

tersebut. Status ekonomi kelompok pendukung ini

menjadi latar penjelas atas absennya negara di

terdiri dari warga yang berasal dari kelas elit dan

seputar kawasan tambang.

menengah. Kedua, kelompok warga yang menolak

Ketiadaan intervensi

negara menyebabkan ketidakjelasan perencanaan,

proyek terkategorikan lagi kedalam dua varian yang
berbeda yaitu: 1). Kelompok yang

penambangan

arah sasaran, dan strategi pencapaian yang

berfikir

memadai.

tradisional dan merasa khawatir nilai-nilai sosial
dan lingkungan yang mereka miliki dan pelihara

Gegar budaya (cultural shock) menjadi keniscayaan.

selama ini akan rusak. Kelompok ini terdiri dari

Masuknya para buruh migran dari beragam suku,

warga dari kelas ekonomi bawah; dan 2). Kelompok

agama, ras, etnis berkontribusi pada potensi dan

yang merasa tidak mendapatkan akses atau manfaat

kerawanan konflik yang sewaktu-waktu siap

langsung dari proyek. Kelompok ini terdiri dari

meledak menjadi konflik terbuka. Konflik antara

warga

warga lokal dengan warga pendatang dan konflik

kelas ekonomi menengah yang merasa

menjadi tokoh. Kelompok ini relatif memiliki

antar

pengaruh dan kemampuan agitasi terhadap warga

penanda awal periode ini. Selain konflik sosial,

lainnya. Ketiga, kelompok yang apatis terhadap

permasalahan lain yang timbul pada periode ini

proyek terdiri dari warga yang menyadari bahwa

adalah tekanan pada lingkungan. Kebutuhan ruang

mereka tidak memiliki kemampuan bertindak dan

untuk tinggal, kebutuhan pasokan bahan pangan, air

hanya menerima/pasrah saja pada perubahan yang

bersih telah menjadi persoalan krusial. Untuk

mungkin akan terjadi. Kelompok ini terdiri dari

memenuhi berbagai kebutuhan itu, GMC menunjuk

warga kelas ekonomi bawah.

perusahaan-perusahaan

GMC

akhirnya

berhasil

menuntaskan

kelompok-kelompok pendatang menjadi

sub-kontraktor

memberikan layanan.

proses

negosiasi dengan warga. GMC berhasil membujuk

Ada satu catatan penting yang perlu diungkap di sini,

warga Desa Malakas (sejumlah 120 KK) untuk

para warga telah berandil besar dalam penyediaan

pindah ke pemukiman baru yang telah disiapkan.

pemukiman dengan secara mandiri tanpa adanya

Migrasi warga terjadi sebanyak tiga kali sebelum

stimulasi dana sama sekali dari GMC. Dengan cara

akhirnya benar-benar menetap di pemukiman yang

berhutang, para warga membangun kamar-kamar

saat ini mereka tempati.21

untuk disewakan kepada para buruh tambang.
Padahal

menurut

ketentuan,

pembangunan

pemukiman mestinya dilakukan oleh perusahaan

21

Wawancara warga (Habr), 2 November 2013

93

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

tambang, bukan oleh warga semacam itu. Hal itu

kekarutmarutan itu tidak mengalami perubahan

mengindikasikan

yang berarti hingga periode ketiga nanti.24

bahwa

para

warga

justru

mensubsidi GMC.22

Periode ketiga, latar kehidupan sosial pada tahap
dengan masuknya

penambangan (ekploitasi) ini sangatlah kompleks.

sejumlah perusahaan sub-kontraktor yang banyak

Tapi secara garis besar, meruyaknya beragam

membutuhkan tenaga kerja konstruksi. Mayoritas

persoalan sosial pada periode ini merupakan

warga

akumulasi persoalan masa

Periode ini

juga

terserap

ditandai

di

sektor

industri.

Hal

itu

sebelumnya

yang

menyebabkan berkurangnya tenaga kerja produktif

tidak terurus dan terkelola dengan baik. Selain

di sektor pertanian. Aktivitas pertanian tinggal

karena lumpuhnya kelembagaan pemerintah desa,

digeluti oleh mayoritas warga yang berusia di atas

hal itu juga disebabkan karena tidak adanya barrier

50 tahun. Disini terjadi diskontinuitasmasyarakat

kelembagaan sosial di tingkat lokal yang mampu

agraris, sebuah keterputusan generasi. Ketika itu

mengajukan koreksi-koreksi

GMC sudah melaksanakan program Corporate Social

jalannya pembangunan maupun berperan sebagai

Responsibility

bisa

jejaring pengaman sosial warga. Selain telah

diprioritaskan untuk menyangga kemerosotan di

terfragmentasi, segenap lembaga adat, kelompok

sektor pertanian. Sayang GMC banyak terjebak pada

tani, kelompok karangtaruna, dan kelompok sosial

program CSR yang elitis dan bersifat top down. Dana

lainnya berjalan nyaris tanpa visi.25

(CSR)

yang

sebenarnya

CSR disalurkan kepada kelompok-kelompok

elit

Tidak

dan menengah yang sebelumnya menjadi kelompok

adanya

benteng

kritis

terhadap

kelembagaan

lokal

menyebabkan problem sosial terus berlanjut dan

pendukung.23

semakin akut. Salah satu eksemplar riil adalah

Periode ini bisa dicatat pula sebagai awal terjadinya

semakin

praktik pembajakan kaum elit (elit capture) yang

tertama petani, ke wilayah pinggiran. Warga lokal

dilakukan secara berjenjang mulai dari aparat

yang tidak sanggup bertahan dalam kancah

pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan,

kompetisi

hingga desa, tanpa kecuali di tataran masyarakat

mengisolasi diri ke wilayah pinggiran (sekitar

sipil. Terjadi penyelewengan dana CSR yang cukup

kawasan hutan). Sebagian bahkan karitatif, top-

besar oleh praktik nepotisme dan kronisme di

down, bias-fisik, dan non-pemberdayaan semacam

Departemen Humas & Pembangunan Komunitas

itu banyak dipilih karena lebih menguntungkan bagi

GMC dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat

para kroni. Kebutuhan warga bukanlah prioritas

(lokal) di Bumi Timur. Berbagai skandal itu semakin

penting bagi kroni-kroni yang bercokol di sejumlah

memperparah dampak dan tekanan pada kehidupan

LSM bentukan GMC menjadi kelompok rentan di

warga

wilayahnya sendiri.26

seputar

kawasan

tambang.

Segenap

22

24

23

25

Wawancara warga (Sjrw), 1 November 2013
Program-program CSR yang bersifat benevolent,
Testimoniwarga (Sjrw & Hmz), 1 November 2013

terpinggirkannya

yang

bengis,

masyarakat

perlahan-lahan mulai

Wawancara warga (Hmz), 1 November 2013
Wawancara warga (Sjrw), 1 November 2013
26 Wawancara warga (Wgm), 3 November 2013.

94

lokal,

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

Lebih jauh, kultur kerja industrial menyebabkan

memicu

tekanan psikologis yang berlebih pada para

memblokir dan melumpuhkan jalur transportasi

karyawan perusahaan. Kondisi

publik

itu

membuka

demonstrasi

satu-satunya

besar-besaran

di

sisi timur

hingga

area

peluang ekonomi bagi para investor. Maka pada

pertambangan. Konflik

periode inilah sejumlah café dengan segenap paket

dikeluarnya Kebijakan Daftar Tunggu (rekruitmen)

hiburan yang lengkap (miras, perjudian, prostitusi)

dari GMC.29

mulai menjamur. Penolakan pun muncul dari warga

Penanda lain yang cukup penting pada periode ini

lokal, terutama kelompok kelas bawah yang sejak

adalah

awal menolak dan apatis terhadap tambang.

menyisakan teka-teki hingga kini. Bahkan kasus

memainkan tegangan sosial itu demi memburu

lain

telah terkubur oleh kasus termutakhir, yaitu kisruh

keamanan.27
yang

skandal nasional divestasi

Timur.30 Penanganan kasus tidak tuntas dan

berlangsung. Sementara aparat keamanan turut

Penanda

munculnya

yang turut menyeret pejabat tinggi kabupaten Bumi

Tegangan di antara kelas elit dan kelas bawah terus

rente dari bisnis

bisa diredam dengan

renegosiasi kontrak tambang, dimana tenggat

cukup

waktunya berakhir pada 12 Januari 2014 lalu.

menyolok adalah
mengakses

Ketidaktegasan Tim Evaluasi membuat renegosiasi

pekerjaan di sektor industri. Banyak warga telah

kontrak karya semakin enigmatik dan penuh

melego tanah pertanian ke makelar, sekadar

ketidakpastian.

meningkatnya kontestasi

dalam

menuruti keinginan anaknya bisa bekerja sebagai

Hingga tulisan ini dibuat, aktivitas penambangan

buruh perusahaan (subkontraktor, kontraktor,

merosot drastis. Selain menawarkan paket pensiun

GMC). Mereka yang memiliki banyak uang/koneksi

dini kepada para buruh, GMC juga mengurangi porsi

ke perusahaan pastilah akan mendapatkan akses

atau shift kerja setiap buruh dari yang semula 22

pekerjaan. Pendek kata, konflik ketenagakerjaan

hari kerja menjadi tinggal 4-8 hari kerja per bulan.

mengalami eskalasi yang menyolok. Serangkaian

Kebijakan itu berlaku hingga batas waktu yang tidak

demostrasi dan protes warga yang bermula sejak

ditentukan. Di satu sisi, merosotnya penghasilan

2009 mencapai titik kulminasinya pada tahun 2011.
Tidak

lolosnya

sejumlah

pemuda

tentu merupakan kebuntungan bagi mereka yang

Desa

biasa hidup mewah dan royal.31 Demi bertahan

Sengkengken28 dalam seleksi tenaga kerja GMC telah

hidup mereka kini terpaksa menjual barang-

27

Wawancara warga (Gun), 2 November 2013.
Desa Sengkengken adalah desa yang mayoritas be-sar
warganya merupakan warga asli/lokal. Ketidak-puasan
terbesar pada GMC berasal dari wilayah desa ini. Dari
sekitar 1000 KK di desa itu, sebanyak 500 warga bekerja
di GMC maupun perusahan-perusa-haan subkontraktor
dan kontraktornya.
29 Mayoritas warga berkeyakinan bahwa pekatny
kronisme dalam manajemen GMC berkontribusi besar
pada ketidakjelasan rekruitmen tenaga kerja. Kebijakan
Daftar Tunggu tetap tidak bisa bekerja efektif, ketika GMC
hanya bertindak seperti laiknya pemadam kebakaran

tanpa ada upaya sistematis, transparan, dan berkeadilan
dalam rekruitmen tenaga kerja.
30 Tak adanya regulasi tentang divestasi telah mengakibatkan potensi kerugian Indonesia mencapai Rp.8,8
Trilyun.
31 Diperkirakan hanya 10 persen dari seluruh warga lokal
(buruh tambang) yang mampu mengelola dan
mengembangan pendapatan mereka untuk usaha
produktif. Testimoni warga (Mrn), 12 Februrari 2014
Mayoritas warga berkeyakinan kuat bahwa perbaikan
konstalasi politik nasional paska Pilpres 2014 akan
berdampak pula pada pulihnya segenap aktivitas
pertambangan di Bumi Timur.

28

95

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

berharga yang masih tersisa, sembari

faktor produksi di sektor pertanian menjadi

menanti kembalinya nasib baik paska Pilpres 2014

tersingkir dan marjinal. Merosotnya kuantitas dan

mendatang.32 Di lain sisi, sebagian warga bisa

kualitas lahan pertanian, berkurangnya jumlah

menyikapinya

secara

sembari

petani, rendahnya peran kaum muda di sektor

mengkalkulasi

berbagai

untuk

pertanian menjadi konsekuensi logis yang sulit

barang

lebih

realistis,

peluang

lain

ditampik.

penghidupan mereka ke depan. Identifikasi potensi
tertuju kembali ke sektor pertanian dan peternakan,

Perubahan pola kerja agraris ke industrial juga

budidaya tanaman Sisal (Agave sisalana Parrine),

telah mengubah relasi sosial masyarakat. Tuntutan

atau merintis sektor jasa pariwisata pantai.33

kedisiplinan dan profesionalitas kerja di sektor
industri telah mencerabut kaum muda produktif
dari desa. Jadwal kerja yang berlangsung dari pukul

D. Antipode: Pembalikan Gaya Hidup

05.00 hingga pukul 17.00 membuat tenaga muda
Terjadinya perubahan budaya dan gaya hidup warga
tidak bisa dipisahkan dari
berikut

dua

faktor

produktif kehilangan peluang untuk terlibat dalam

utama

pembangunan desa. Proses depolitisasi kaum muda

ini: pertama, merangseknya ekspansi

mengakibatkan desa mengalami kevakuman (brain

ekonomi kapitalistik (ekonomi pasar/ekonomi

drain) gagasan, inisiatif, dan tenaga produktif bagi

uang) dan kedua, persilangan budaya yang dibawa
para

warga

berkelindannya

pendatang
dua

(migran).

faktor

tersebut

pembangunan.34

BerkelitDikomparasikan

telah

pertanian,

membuka peluang yang luas bagi tenaga produktif

seperti: budaya kerja, konsumerisme, poligami,
merosotnya

sektor

beragamnya lapangan kerja baru di sektor industri

mengubah secara drastis kehidupan sosial warga,

perilaku berisiko,

dengan

untuk mengakses pekerjaan dan pendapatan

gotong-

ekonomi yang jauh lebih tinggi. Hanya saja,

royong/solidaritas sosial, dll. Tilikan atas itu bisa

peningkatan pendapatan tidak selalu berkorelasi

disimak dalam paparan berikut.

dengan
Hempasan gelombang ekonomi kapitalistik yang

perbaikan

kesejahteraan.Peningkatan

pendapatan ternyata telah menstimulasi kesadaran

terepresentasikan dalam ekonomi pasar/uang telah

warga untuk menggeser makna dan

mengubah hampir seluruh aspek kehidupan warga.

tentang

Mekanisme pasar yang volatil (mudah goyah,

pendapatan

labil) kian merongrong pondasi perekonomian

kebutuhan
telah

konsepsi

itu sendiri. Peningkatan
mendongkrak

tingkat

konsumerisme warga. Hal itu bisa dicermati pada

desa. Dalam hitungan satu setengah dekade saja,

berbagai kasus kepemilikan kendaraan bermotor

ekonomi pasar telah merobohkan sistem ekonomi

(sepeda motor dan mobil), alat-alat elektronik, dan

subsisten. Berbagai sistem kelembagaan, alat, dan

32

33Wawancara

Mayoritas warga berkeyakinan kuat bahwa perbaikan
konstalasi politik nasional paska Pilpres 2014 akan
berdampak pula pada pulihnya segenap aktivitas
pertambangan di Bumi Timur.

34

96

warga (Hmz), 11 Februari 2014
Wawancara warga (Habr), 2 November 2013

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

barang-barang konsumtif lainnya yang cenderung

warga, terutama yang bekerja di GMC. Suami

melampaui batas guna. Cara warga berpakaian yang

memiliki 2 hingga 3 istri merupakan hal yang sudah

sangat

adalah

sangat umum. Tidak jarang para perempuan yang

manifestasi lainnya.35 Lebih celaka lagi, mayoritas

dimadu itu berasal dari satu wilayah desa yang

buruh perusahaan membelanjakan uangnya di

sama. Mereka hanya bisa bersikap pasrah.40 Praktek

mal-mal kota besar di luar pulau Bumi Timur. Baik

poligami ini terjadi karena lemahnya posisi tawar

mineral

kaum perempuan dihadapan kaum laki-laki yang

demonstratif

tambang

terekstraksi

ke

dan

menyolok

maupun peredaran uang

luar

pulau.

Maka

memonopoli basis-basis material keluarga.

tidak

mengherankan jika perekonomian lokal tidak bisa

Lebih jauh, berbagai bentuk perilaku yang berisiko

berkembang dengan baik.36

juga menjadi fenomena yang dominan pada periode

Perbedaan tingkat konsumsi antara kelas atas dan

awal hingga pertengahan tahun 2000an. Migrasi

kelas bawah itulah yang menjadi salah satu pemicu

besar-besaran para buruh pertambangan telah

kecemburuan sosial

sosio-

melahirkan persoalan sosial yang kompleks di desa-

ekonomi warga, antara yang bekerja dan yang

desa seputar kawasan tambang. Konsumsi minuman

tidak

tambang

keras, narkoba, perjudian, kriminalitas, prostitusi,

(subkontraktor/kontraktor/GMC) terlalu menyolok

aktivitas seksual yang berisiko menimbilkan gejolak

dan terjadi di semua desa seputar kawasan

sosial dan keresahan warga. Persoalan sosial yang

tambang.37 Ekspansi ekonomi pasar memposisikan

paling mengkhawatirkan pada periode ini adalah

para warga yang berdaya beli rendah sebagai kaum

ancaman

yang tidak teruntungkan dan bahkan semakin

(PMS) dan HIV/AIDs. Beragam perilaku sosial

mengalami deprivasi ekonomi dan sosial di

urbanomic tersebut telah

masyarakat. Ketika para penjual ikan dan sayuran

culture shock bagi warga desa seputar tambang.

datang ke desa, misalnya, kaum kaya biasanya tidak

Terhitung sejak 2007, berbagai persoalan sosial itu

pernah menawar karena daya

bisa disolusikan dengan baik, berkat keseriusan dan

bekerja

warga.

di

Disparitas

perusahaan

belinya

tinggi.

penularan penyakit menular seksual

menimbulkan

penanganan intensif dari mutli-stakholder.41

Mekanisme pasar semacam itu jelas membuat
buntung warga yang berdaya beli rendah.38

Perilaku atomistis, individualis, dan pragmatis yang

Kasus lain tentang perubahan gaya hidup para

terkonstruksikan melalui kultur kerja industrial

buruh di sektor industri ekstraktif adalah soal

semacam

poligami.39 Kasus ini meningkat pada periode ketiga

menggerogoti bangunan kohesi sosial masyarakat.

(tahun 2000an).

telah

Sebagian besar warga menegaskan bahwa tingkat

memicu terjadinya praktek poligami di kalangan

kegotongroyongan sudah mulai luntur. Sangat sulit

35

Conceptual and Methodological Advanc-es, Cheltenham:
Edward Elgar, 2003, hlm. 81-82.
39 Wawancara warga (Habr), 2 November 2013.
40 Wawancara warga (Mcw), 30 Oktober 2013
41 Wawancara warga (Shbd), 2 November 2013.

Tingginya penghasilan

Wawancara warga (Mrn), 2 November 2013
Wawancara warga (Hmz), 31 Oktober 2013
37 Wawancara warga (Kds), 3 November 2013.
38 Bandingkan Henk A. Becker and Frank Vanclay, The
International Handbook of Social Impact Assessment:
36

97

itu

secara

tidak

langsung

telah

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

untuk mengumpulkan atau meminta bantuan

dan keenam, pertambangan rakyat dan konflik

warga.42 Kasus paling menyolok terjadi di Desa

sumberdaya.44

Malakas. Terkonsentrasinya mayoritas

besar

Keenam persoalan tersebut mengemuka sebagai

pendatang di Desa Malakas turut berimbas pada
melemahnya

kegotongroyongan

warga

fenomena sosial yang kompleks dan saling berkelit

dalam

berkelindan. Jika ditilik menurut anatomi konflik45,

menjaga kebersihan lingkungan. Tidak sedikit warga

keenam isu tersebut sesungguhnya hanyalah

yang beranggapan bahwa kebersihan lingkungan
bukanlah

tanggungjawab

warga

pemicu konflik saja. Sementara

melainkan

konflik

sesungguhnya terletak pada lemahnya tatakelola

tanggungjawab GMC. Kian melemahnya tingkat
kegotongroyongan warga disebabkan pula

akar

bersama

oleh

di

antara

multi-stakeholder terkait

terhadap sumber daya alam

pemerintah desa yang tidak proaktif. Alih-alih

sumber

menjadi pelayan dan penggerak warga, mayoritas

maupun

sumber-

ekonomi produktif di seputar kawasan

tambang yang sesungguhnya terbatas. Untuk

besar aparat desa justru disibukkan urusan

anatomi konflik di seputar kawasan tambang bisa

bisnisnya sendiri.43

disimak pada bagan berikut.

E. Peta Laten Konflik
Tulisan berikut hendak mengupas konflik sosial
warga seputar kawasan tambang. Karena peta
konflik secara implisit telah tersaji pada paparan lini
masa (timeline) industri ekstraktif, maka tulisan ini
sebatas mempertajam dalam sejumlah simpulan
pendek. Secara utuh, paparan tentang konflik akan
menghampiri enam isu berikut: pertama, konflik
sosial antara warga asli dan warga pendatang;
kedua,

kompetisi

warga

dalam

mengakses

pekerjaan, infrastruktur dan sumber daya alam;
ketiga, perasaan warga atas ketidaksetaraan dalam
perlakuan; keempat, perbedaan penghasilan dan
akumulasi kesejahteraan warga; kelima, persaingan
dan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat;

42

Wawancara warga (Slmd), 1 November 2013
Wawancara warga (Drap), 31 Oktober 2013
44 Konflik berbau SARA sengaja tidak diulas di ini, karena
kasusnya yang sangat minor. Kasus terjadi di salah satu
desa di dekat pelabuhan, sebut saja Desa Bandana ,

dimana warga lokal melarang pemeluk agama minoritas
melakukan peribadatan di wilayahnya karena dianggap
tidak memiliki ijin.
45 Paul Wehr, Conflict Regulation; Boulder: Westview
Press,1979, hlm. 18-22.

43

98

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

Gambar Skema Anatomi Konflik Seputar Kawasan
Tambang

Pertama, bibit konflik antara warga asli dan warga

Kedua,

pendatang mulai terjadi sejak awal berlangsungnya

kompetisi

warga

dalam

mengakses

pekerjaan, infrastruktur dan sumber daya alam

proyek konstruksi (akhir tahun 1990an). Kendati

terjadi hampir di seluruh desa seputar kawasan

proses adaptasi dan pembauran antar kelompok

tambang. Maraknya protes/demonstrasi warga

warga berlangsung relatif baik sejak tahun 2000an,

sejak 2010 merupakan cerminan dari peliknya

namun isu ini selalu menjadi laten konflik yang

persoalan ini.47 Pekatnya modus kolusi,

siap menjadi konflik terbuka. Seiring menurunnya

nepotisme (KKN) yang dilakukan para oknum, baik

aktivitas penambangan yang dipicu ketidakjelasan

di

regulasi, UU Minerba, indikasi konflik terbuka di

perusahaan

sub

kontraktor,

perusahaan

kontraktor, maupun di dalam GMC sendiri, telah

Desa Malakas kembali meningkat pada tahun

menyebakan rekruitmen tenaga kerja yang tidak

2011.46

46

kolusi,

47

Wawancara warga (Abdr), 3 November 2013

99

Wawancara warga (Sjrw), 1 November 2013.

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

transparan, tidak adil, dan tidak merata.48 Hal itu

warga. Mayoritas warga desa seputar kawasan

turut pula memicu persaingan usaha yang tidak

tambang

sehat di antara kalangan kontraktor (nasional dan

ketimpangan kesejahteraan yang menyolok antara

lokal) GMC, subkontraktor, dan supplier. Dalam

wara pendatang dan warga lokal. Kasus disparitas

ketidaktranspranan, pola kompetisi liberal yang

paling menyolok terjadi di enam wilayah desa yang

berlangsung selama empat tahun terakhir benar-

menjadi sentra buruh

benar telah menyingkirkan para subkontraktor

Malakas. Muncul kecenderungan kuat Desa Malakas

lokal.

menjadi vacuum area yang nyaris tanpa hadirnya

Rendahnya

kapasitas

pendanaan

mengamini

bahwa

migran,

telah

terutama

terjadi

Desa

intervensi negara maupun sektor privat. Di satu

subkontraktor lokal tidak jarang menjadi ajang bagi
para oknum untuk memainkan proses mediasi

sisi, pihak pemerintah beranggapan bahwa Desa

demi memburu rente. Segala sesuatunya bisa diatur

Malakas sudah ditangani oleh intervensi program

dan dipermainkan, hingga tercipta persaingan

CSR-GMC. Di lain sisi, pihak sektor privat, GMC,

ekonomi yang tidak sehat dan berbiaya tinggi.49

beranggapan bahwa mayoritas warga Desa Malakas
adalah warga pendatang dan bukan lagi warga asli,

Ketiga, perasaan warga atas ketidaksetaraan dalam

sehingga tidak perlu lagi diprioritaskan.52

perlakuan. Baik warga asli dan warga pendatang
sama-sama

mengklaim

bahwa

mereka

Kelima, persaingan dan kecemburuan sosial di

tidak

diperlakukan secara adil dan setara. Warga asli

kalangan

mengungkapkan bahwa Saya warga asli sini, saya

sosial terjadi merata hampir di seluruh desa seputar

berhak mencicipi, maka saya harus bekerja di sini.

kawasan tambang. Kecemburuan sosial umumnya

Kenapa orang lain bisa bekerja di sini, sementara

terjadi dari kalangan warga lokal terhadap warga

warga lokal tidak.

Di lain pihak, warga pendatang

pendatang. Kendati demikian, sentimen sosial itu

merasa diperlakukan tidak adil ketika beredar

tidak menimbulkan gejolak sosial yang mengancam

surat edaran Bupati yang mengharuskan kalangan

kehidupan bersama. Pada kasus tertentu, sejumlah

perusahaan untuk mengurangi jumlah karyawan

warga lokal yang tingkatan ekonominya rendah

yang sudah bekerja di atas sepuluh tahun (terutama

biasanya merasa inferior sehingga tergerak untuk

warga pendatang) dan menggantikannya dengan

menghindar dan mengelompokkan diri sesuai

para karyawan muda yang sama sekali belum

dengan kelas sosial mereka. Mereka menjual

pernah mengenyam pekerjaan (terutaman warga

tanahnya yang di pusat desa dengan harga tinggi dan

asli). Kendati berprestasi, beretos kerja baik, dan

kemudian membeli tanah di pinggiran desa yang

tidak pernah memiliki catatan negatif, namun para

lebih murah.53 Manifestasi lainnya terartikulasikan

buruh pendatang ini tetap diberhentikan oleh
perusahaan dan digantikan dari warga lokal.51

dalam rasanan

Keempat, perbedaan dan akumulasi kesejahteraan

biasa

48

51

49

52

50

masyarakat.Fenomena

pergunjingan)

kecemburuan

pada

saat

berlangsungnya kerja gotong-royong. Warga asli

Wawancarawarga (Hmz), 31 Oktober 2013.
Wawancara warga (Sjrw), 1 November 2013
50 Wawancara warga (Ttn), 31 Oktober 2013

mempergunjingkan

warga

pendatang

Wawancara warga (Abdr), 3 November 2013.
Wawancara warga (Hmz), 31 Oktober 2013
53 Testimoni warga (Ern), 3 November 2013.

100

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

F. Epilog: Mengkalkulasi Ulang “Will to Improve”

(kaya) yang tidak pernah hadir dalam kerja bakti
tapi hanya menyumbangkan uang dengan nominal

Sebelum refleksi kritis tersajikan sebagai penutup

tertentu.54
Keenam,

tulisan, paparan berikut akan
pertambangan

rakyat

dan

menarik

konflik

benang

merah

terlebih

persoalan

dulu
terkait

sumberdaya. Pertambangan rakyat merupakan

pembalikan gaya hidup dan laten konflik warga

aktivitas penambangan emas yang dilakukan warga

seputar kawasan tambang. Setidaknya ada delapan

di sejumlah area milik pribadi seperti ladang, kebun,

catatan penting yang dipetik disini. Pertama,

sawah, ataupun lahan milik negara di daerah

gelombang besar ekonomi pasar telah memicu

perbukitan. Aktivitas pertambangan oleh warga ini

pertumbuhan budaya konsumerisme, disparitas

memang telah memicu polemik dan kontroversi

ekonomi, ketimpangan sosial, dan kecemburuan

yang termanifestasikan dalam beragam istilah

sosial . Kedua, seiring hempasan gelombang

tentangnya beserta latar cara pandang/perspektif

ekonomi pasar itu, tuntuan profesionalitas di dalam

seturut basis kepentingan

kultur industrial secara tidak langsung

masing-masing.55

telah

Ditilik dari perspektif konflik, munculnya tiga

menyemai

terminologi itu bisa dibaca sebagai manifestasi

buruh, sehingga mendorong terjadinya perubahan

ketegangan sosial yang laten dan benang kusut

radikal atas sistem dan struktur sosio-kultural

persoalan

masyarakat agraris.

yang

diakibatkan

lemahnya

peran

pemerintah dalam penegakan regulasi. Regulasi

bibit-bibit individualisme di kalangan

Ketiga, peningkatan pendapatan di kalangan buruh

yang tidak ditopang oleh konsistensi penegakan

secara

hukum hanya akan menciptakan kekarutmarutan.

tidak

langsung

telah

menstimulasi

kebutuhan baru , poligami, di kalangan buruh

Ditambah dengan praktik pembiaran—boleh jadi

laki-laki.

pemanfaatan—oleh aparat negara, persoalan tentu

Maraknya

merepresentasikan

saja menjadi semakin kompleks dan rumit untuk

ketidakberdayaan

diurai.56

praktek

poligami

kompleksitas

ini

persoalan

kaum perempuan di ranah

domestik maupun publik. Keempat, menguatnya
ekonomi pasar telah menstimulasi munculnya
diversifikasi sumber ekonomi produktif, terutama
sektor jasa, yang menyedot tenaga kerja migran
secara masif beserta kompleksitas persoalan
sosialnya

seperti konsumsi

miras, narkoba,

kriminalitas, prostitusi, dll. Kelima, heterogenitas
54

Testimoni warga (Ern), 3 November 2013.
Setidaknya ada tiga perspektif atas itu. Pertama,
kalangan yang relatif netral menyebutnya sebagai
pertambangan informal . (al itu merujuk pada
pengertian penambangan yang tidak resmi (infor-mal), di
luar aturan formal pemerintah. Kedua, ke-lompok warga
penambang
mendefiniskan
dirinya
sebagai
pertambangan rakyat karena kegiatan itu dilakukan
55

101

secara berkelompok di lahan mereka send-iri. Ketiga,
kalangan pemerintah mengistilahkan ak-tivitas warga
semacam itu sebagai praktik pertam-bangan liar atau
pertambangan ilegal yang dinilai menimbulkan
pencemaran dan kerusakan lingkun-gan. Dalam
perkembangannya, pemerintah mengge-ser terminologi
itu dengan pertambangan tanpa ijin PET) .
56 Wawancara warga (Mktr), 30 Oktober 2013

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 2, 2013
Sampyuh: Genealogi Konflik Industri Ekstraktif di Lanskap Masyarakat Agraris
AB. Widyanta

warga yang tidak dikelola dengan baik telah

ekonomi

memicu persoalan baru yang menggerogoti kohesi

berlangsung nyaris tanpa penghalang karena

sosial. Merosotnya modal sosio-kultural, gotong-

berbagai aktor dan egensi kelembagaan lokal telah

royong, adalah potret lain dari perubahan gaya

terfragmentasi. Sehingga

hidup warga seputar kawasan tambang.

masyarakat agraris semakin tergusur ke tepian

Keenam, multifaset konflik (seperti konflik warga

jurang kehancuran. Katalog persoalan itu seakan

ketidaksetaraan

dalam

yang menegaskan bahwa

adekuat

58

Di sini, ilustrasi

itu bisa pula ditranslasikan Sampyuh bukan lagi

tambang. Akar konflik yang sesungguhnya adalah
yang

The death of our

possibility; it is the road we’re on.

pucuk gunung es persoalan di seputar kawasan
tatakelola

dan lanskap

civilization is no longer a theory or an academic

warga, kecemburuan sosial) hanyalah fenomena

adanya

kultur

kreatif

Goldmark, mantan presiden Rockefeller Foundation,

perlakuan,

ketimpangan tingkat penghasilan dan kesejahteran

tidak

Penghancuran

menjadi rujukan representatif dari ilustrasi Peter

asli dan pendatang, persaingan dalam pencarian
kerja,

ekstraktif.

sekadar suatu kemungkinan akademik ataupun

bagi

warga.57 Ketujuh, beragam rupa tatakelola yang

teori, melainkan jalan yang kita tengah tapaki ini.

buruk seperti: intransparansi kebijakan, korupsi,

fenomena konflik sosial dan sampyuh dalam lini

kolusi, nepotisme, diskriminasi, dan ketidakadilan

masa kesekarangan

terciptanya

kerja bermartabat

merepresentasikan

absennya

untuk seluruh

nowness) merupakan tugas

atas

akademik yang perlu ditempuh. Selain memantik

pengelolaan berbagai sumber daya alam dan

kewarasan befikir, hal itu bisa memberi pelajaran

sumber- sumber ekonomi produktif di seputar

berharga bahwa59: pertama, konflik sosial itu

kawasan tambang yang semakin merosot daya

menjadi pemicu berbagai prakarsa perubahan

topangnya. Ked