Pages from PROSIDING AVOER 2011 27

Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011

ISBN : 979-587-395-4

K-3
PENGOLAHAN AIR LIMBAH PEWARNA SINTETIS DENGAN
MENGGUNAKAN REAGEN FENTON
Tuty E. Agustina1*, Enggal Nurisman1, Prasetyowati1, Nina Haryani1, Lia
Cundari1, Alien Novisa2 dan Oki Khristina2
1
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Jl. Raya Inderalaya
Km.32, Inderalaya
2
Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Univesitas Sriwijaya, Jl. Raya
Inderalaya Km. 32, Inderalaya
*
Koresponensi Pembicara. Phone: +62 711 580303, Fax: +62 711 580303
Email: tutycurtin@yahoo.com

ABSTRAK

Saat ini, pencemaran lingkungan akibat limbah industri sudah cukup memprihatinkan.
Salah satu limbah yang sangat mengganggu kelestarian lingkungan adalah air limbah
yang mengandung pewarna sintetis yang dihasilkan oleh industri tekstil skala besar
maupun Industri Kecil dan Menengah (IKM). Air limbah pewarna sintetis yang
bersumber dari pabrik tekstil maupun tenun dapat mengakibatkan perubahan warna
dan derajat keasaman badan penerima air. Limbah tersebut didominasi oleh
pencemaran karena penggunaan zat warna sintetis dalam proses produksinya. Limbah
ini dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Salah satu alternatif kemungkinan penanganan air limbah pewarna sintetis tekstil
adalah dengan menggunakan metode Proses Oksidasi Lanjutan. Dalam studi ini akan
diaplikasikan reagen Fenton, suatu senyawa Hydrogen peroksida dengan katalis besi,
yang merupakan salah satu dari metode Proses Oksidasi Lanjutan (Advanced
Oxidation Processes). Air limbah pewarna sintetis yang dijadikan model polutan
adalah zat warna Procion Blue MR (Reactive Blue 4) dan Procion Red MR (Reactive
Red 2) yang sering digunakan sebagai bahan pewarna dalam pembuatan kain
jumputan. Reagen Fenton dibuat dengan menggunakan konsentrasi Hydrogen
peroksida 80 mM dan konsentrasi Ferro Sulfat 4 mM. Konsentrasi Procion Blue MR
dan Procion Red MR yang digunakan antara 150 mg/L – 250 mg/L. Kecepatan
pengaduk divariasikan 100-250 rpm. Dalam semua eksperimen pH larutan diatur 3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan putaran pengaduk 200 rpm dan

konsentrasi zat warna sintetis masing-masing 150 mg/L, didapatkan penurunan zat warna Procion Blue
MR sebesar 89% dan Procion Red MR sebesar 98%, dalam waktu 30 menit.
Keywords: Proses Oksidasi Lanjutan, pengolahan air limbah, pewarna sintetis, Reagen Fenton.

1. PENDAHULUAN
Perkembangan industri tekstil khususnya IKM di Sumatera Selatan saat ini
mengalami kemajuan yang cukup berarti sehingga banyak menimbulkan dampak
positif terhadap perekonomian masyarakat. Akan tetapi disamping dampak positif,
kegiatan di bidang sandang ini juga memberikan dampat negatif terhadap lingkungan.
Saat ini penggunaan pewarna sintetis dalam industri tekstil sudah tidak dapat dihindari
lagi, mengingat harganya yang murah, warnanya lebih tahan lama, dan pilihan warna
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

260

Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011

ISBN : 979-587-395-4


yang lebih beragam jika dibandingkan dengan pewarna alami. Namun, pewarna
sintetis memiliki sifat yang sulit terurai di alam. Apalagi umumnya IKM maupun
home industry banyak terdapat di daerah yang dekat dengan Sungai Musi. Sehingga
apabila limbah tersebut dibuang ke badan air, maka akan mengakibatkan terjadinya
perubahan kualitas air.
Penurunan kualitas air, diantaranya ditunjukkan dengan meningkatnya kekeruhan
air yang disebabkan adanya polusi zat warna, akan menghalangi masuknya cahaya
matahari ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan proses fotosintesis,
ditambah lagi adanya efek mutagenik dan karsinogen dari zat warna tersebut,
membuatnya menjadi masalah yang serius. Selain itu air limbah pabrik tekstil di
Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi, 500 mg/l BOD, dan
750-1500 mg/l COD (http://one.indoskripsi.com). Nilai ini jauh melebihi standar baku
mutu lingkungan. Oleh karena itu air limbah ini harus diolah dengan baik sebelum
dibuang ke badan lingkungan.
Masalah yang dihadapi masyarakat yang tinggal didaerah sekitar kegiatan IKM di
Palembang seperti tenun, batik cap, songket, dan jumputan adalah tingkat pencemaran
air tanah dan sungai yang sudah sangat memprihatinkan. Pencemaran ini disebabkan
oleh air limbah hasil buangan industri yang tidak terkelola dengan baik. Masyarakat
yang tinggal di sekitar IKM umumnya menggunakan air sungai dan air tanah sebagai
sumber air untuk mencuci, mandi, memasak, bahkan air minum. Tentu saja hal ini

sangat membahayakan karena kondisi air, tanah, dan sungai yang tercemar sangat
membahayakan kesehatan masyarakat karena mengandung unsur-unsur kimia korosif,
polutan organik dan tingkat keasaman yang cukup tinggi. Salah satu contoh hasil
analisa air limbah kegiatan tekstil yang ada di Palembang dapat di lihat pada Tabel 1.
Adapun standar yang dipergunakan berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera
Selatan Nomor 18 tahun 2005 tentang Baku Mutu Limbah cair untuk Industri Tekstil.
Tabel 1
Hasil analisa air limbah pabrik batik cap khas Palembang (mg/L)
Parameter

Standar

pH
COD
Amoniak total
Fenol total
TSS
Sulfida
Chrom total
Besi (Fe)

Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Cadmium (Cd)
Timbal (Pb)

6- 9
150
8
0,5
50
0,3
1
-

Sampel Limbah Cair
Pencelupan Batik Cap
6
4.230,366
5,47
0,008

535
0,040
0,1385
2,0587
0,2696
54,7175
0,0063
0,2349

(Sumber : Tuty dan Herni, 2009)
Dari Tabel 1 dapat dilihat kadar COD dan TSS yang jauh melebihi baku mutu
limbah cair industri tekstil. Untuk itu perlu disiapkan teknologi pengolahan limbah
agar dampak pencemaran dapat dicegah dan dikendalikan. Beberapa teknologi
pengolahan air limbah dengan biaya relatif murah telah diteliti untuk mengatasi
permasalahan air limbah pewarna sintetis seperti adsorpsi dengan menggunakan
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

261

Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3

Palembang, 26-27 Oktober 2011

ISBN : 979-587-395-4

karbon aktif dari tempurung kelapa (Tuty, 2011), ataupun kombinasi filtrasi dan
adsorpsi (Tuty dan Herni, 2009). Beberapa metode lainnya dapat digunakan untuk
mengolah air limbah, seperti koagulasi dengan bahan kimia, ozonasi, lumpur aktif,
bioreaktor, semikonduktor fotokatalisis, maupun teknik peresapan alami. Namun,
seringkali teknologi tersebut membutuhkan biaya operasional yang sangat mahal, baik
dari segi pembelian bahan-bahan kimia, instalasi, dan penyediaan lahan, maupun dari
segi waktu proses yang relatif lama, contohnya ketika menggunakan bioreaktor. Tentu
saja hal ini kurang efisien diterapkan pada IKM karena biaya hasil produksi tidak
sebanding dengan biaya pengolahan limbahnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
akan digunakan reagen Fenton sebagai salah satu dari Proses Oksidasi Lanjutan
(Advanced Oxidation Process/AOPs) yang diharapkan dapat menghancurkan polutan
organik, menghilangkan warna, dan COD (Simon, 2004).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari penggunaan reagen Fenton dalam
pengolahan air limbah pewarna sintetis. Percobaan dilakukan pada berbagai
konsentrasi zat pewarna sintetis. Pada setiap eksperimen diukur perubahan warna
yang dicapai. Setelah didapatkan kondisi yang optimum, metode ini akan diterapkan

untuk mengolah air limbah kain jumputan.
2. BAHAN DAN ALAT
Penelitian ini bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung pewarna
sintetis yang dihasilkan dari industri tekstil dengan proses oksidasi lanjutan yaitu
menggunakan reagen Fenton. Reagen Fenton adalah Hydrogen peroksida yang diberi
katalis logam. Yang dijadikan model polutan adalah zat warna sintetis Procion Blue
MR dan Procion Red MR yang sering digunakan sebagai bahan pewarna dalam
pembuatan kain jumputan.
Limbah pewarna dintetis dibuat dengan melarutkan bahan pewarna dengan berat
tertentu ke dalam aquadest, dan diatur sampai pH 3 dengan menambahkan NaOH atau
H2SO4. Reagen Fenton dibuat dengan konsentrasi Hidrogen peroksida 80 mM dan
konsentrasi katalis FeSO4 7 H2O 4 mM. Konsentrasi zat pewarna sintetis divariasikan
150-250 mg/L. Kecepatan pengaduk divariasikan 100-250 rpm. Pengolahan limbah
sintetis dilakukan untuk setiap jenis zat pewarna selama 30 menit. Sampel diambil
selama selang waktu tertentu selanjutnya dianalisa degradasi warna untuk setiap run.
Alat yang digunakan adalah Jar Test yang dilengkapi dengan kontrol waktu dan
kecepatan pengadukan yang terdapat di Laboratorium Kesetimbangan Teknik Kimia,
jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Absorbansi diukur
dengan menggunakan Spektrofotometer.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel diambil secara periodik untuk dianalisa penurunan warnanya. Persentasi
degradasi warna dihitung dengan persamaan berikut ini :
% Degradasi warna = [1-(At/Ao)] x 100%
(1)
dimana Ao adalah absorbansi warna awal dan At adalah absorbansi warna pada waktu
tertentu.
Pada penelitian ini percobaan dilaksanakan dengan menggunakan pH yang
paling tepat untuk reaksi dengan reagen Fenton yaitu pH 3 (Gulkaya et al., 2006).
Sedangkan perbandingan antara katalis Fe dan Hidrogen peroksida yang digunakan
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

262

Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011

ISBN : 979-587-395-4

adalah 1:20 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusic et al. (2006) terhadap
air limbah yang mengandung zat pewarna.


Degradasi warna, %

100
80
60
150
40

200
250

20
0
0

10

20


30

waktu, menit

Gambar 1. Degradasi warna pada Procion Blue MR. Kondisi operasi : suhu 25 C,
waktu reaksi 30 menit, kecepatan pengaduk 200 rpm.

Degradasi warna, %

100

80
60
150
40

200

250

20
0
0

10
waktu, menit

20

30

Gambar 2. Degradasi warna pada Procion Red MR. Kondisi operasi : suhu 25 C,
waktu reaksi 30 menit, kecepatan pengaduk 200 rpm.
Pada Gambar 1 dan 2 dapat dilihat bahwa semakin bertambah waktu reaksi maka
akan semakin besar persen degradasi warna yang dicapai. Semakin kecil konsentrasi
zat warna yang dipakai, akan semakin besar persen degradasi warnanya, seperti
ditunjukkan dalam kedua gambar.

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

263

Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011

ISBN : 979-587-395-4

degradasi warna, %

100

150 ppm
200 ppm

90

250 ppm
80
70
60
0

100

200

300

kecepatan pengaduk, rpm

Gambar 3. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap persen degradasi warna
Procion Blue MR. Kondisi operasi : suhu 20 C, konsentrasi 150 ppm, waktu reaksi 30
menit.
Pada percobaan ini kecepatan pengaduk divariasikan dari 100-250 rpm. Dari hasil
analisa didapat bahwa degradasi warna tertinggi dicapai dengan menggunakan
kecepatan pengaduk 200 rpm, yaitu sebesar 89% untuk pewarna sintetis Procion Blue
MR dan sebesar 98% untuk pewarna sintetis Procion Red MR, dimana konsentrasi zat
pewarna yang digunakan adalah 150 ppm. Untuk kecepatan pengaduk yang sama (200
rpm), pada penggunaan konsentrasi Procion Blue MR 200 dan 250 ppm diperoleh
degradasi warna berturut-turut sebesar 81 dan 79%. Sedangkan pada penggunaan
konsentrasi Procion Red MR 200 dan 250 ppm diperoleh degradasi warna berturutturut sebesar 96 dan 94%. Dengan demikian pada putaran pengaduk yang sama,
penggunaan konsentrasi zat pewarna sintetis yang semakin kecil akan mengakibatkan
persen degradasi warna yang semakin besar. Atau dengan kata lain semakin besar
konsentrasi zat warna yang digunakan, semakin kecil persen degradasi warna yang
dicapai. Hal ini disebabkan dengan naiknya konsentrasi zat warna, maka jumlah
molekul zat pewarna semakin banyak sedangkan jumlah reagen pereaksi tetap,
sehingga kemampuan mendegradasikan warna akan turun. Hal serupa telah
dilaporkan oleh Marco & Jose (2006), dalam penelitian mereka terhadap decolorasi
azo dye Reactive Black 5 dengan menggunakan reagen Fenton.
Akan tetapi ketika kecepatan pengaduk dinaikkan dari 200 menjadi 250 rpm,
persen degradasi warna akan menurun, seperti diperlihatkan dalam Gambar 3 dan 4 di
bawah ini. Pada kecepatan pengadukan 250 rpm dan konsentrasi zat pewarna 150
ppm, persen degradasi warna Procion Blue MR turun dari 89% menjadi 86%.
Demikian pula pada kecepatan pengadukan 250 rpm dan konsentrasi zat pewarna 150
ppm persen degradasi warna Procion Red MR turun dari 98% menjadi 93%. Hal ini
menunjukkan bahwa kecepatan putaran pengaduk optimum adalah 200 rpm. Dimana
ketika kecepatan putaran pengaduk dinaikkan menjadi lebih cepat maka tidak terjadi
perpindahan massa yang maksimal sehingga reaksi yang terjadi tidak sebaik ketika
digunakan kecepatan pengaduk 200 rpm.

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

264

Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011

ISBN : 979-587-395-4

degradasi warna, %

100
90
80

150 ppm
200 ppm

70

250 ppm

60
0

100

200

300

kecepatan pengaduk, rpm

Gambar 4. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap persen degradasi warna
Procion Red MR. Kondisi operasi : suhu 20 C, konsentrasi 150 ppm, waktu reaksi 30
menit.
Selanjutnya reagen Fenton dengan konsentrasi yang sama diujikan pada air limbah
yang dihasilkan dari proses pembuatan kain jumputan. Kecepatan pengaduk yang
dipakai adalah 200 rpm. Setelah 30 menit hasil yang dicapai dapat dilihat pada Tabel
2 berikut.
Tabel 2
Hasil analisa air limbah kain jumputan sebelum dan
Fenton selama 30 menit
Sebelum
COD
622
pH
5
Absorbansi warna
1,293

setelah diolah dengan reagen
Setelah
385
7
1,609

Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai COD turun dari 622 menjadi 385 mg/L.
Persen degradasi warna yang dicapai sebesar 10%. Sedangkan pH yang dihasilkan
setelah proses adalah pH normal yaitu 7. Untuk nilai COD, penurunan sebesar 38%
cukup besar mengingat waktu kontak yang cukup singkat. Apabila diteruskan untuk
jangka waktu proses yang lebih lama, diharapkan persen penurunan COD akan
semakin besar. Adapun degradasi warna yang dicapai relatif kecil, hal ini disebabkan
panjang gelombang maksimal yang dipakai untuk mengukur absorbansi adalah
panjang gelombang Procion Red MR, mengingat warna air limbah didominasi oleh
warna merah. Seharusnya panjang gelombang maksimal yang dipakai adalah panjang
gelombang air limbah yang bersangkutan, sehingga hasil absorbansi lebih mewakili
nilai yang sebenarnya.
4. KESIMPULAN
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa reagen Fenton dapat diterapkan untuk
mengolah air limbah pewarna sintetis. Semakin kecil konsentrasi zat warna maka
persen degradasi warna akan semakin besar. Kondisi operasi optimal didapat pada
kecepatan pengaduk 200 rpm. Dengan menggunakan putaran pengaduk 200 rpm dan
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

265

Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011

ISBN : 979-587-395-4

konsentrasi zat warna sintetis masing-masing 150 mg/L, didapatkan penurunan zat
warna Procion Blue MR sebesar 89% dan Procion Red MR sebesar 98%, dalam
waktu 30 menit. Metode ini dapat diterapkan pada air limbah kain jumputan, dimana
dicapai penurunan COD sebesar 38% dan persen degradasi warna 10% dalam waktu
30 menit.
5. REFERENSI
Gulkaya I, Surucu Gulerman A, Dilek Filiz B. (2006). Importance of H2O2/Fe2+ ratio
in Fenton's treatment of a carpet dyeing wastewater. J. Hazard. Mater. 136: 763769.
http://one.indoskripsi.com, diunduh pada tanggal 13 Juni 2009
Kusic, H., A.L. Bozic, N. Koprivanac. (2007). Fenton type processes for minimization
of organic content in coloured wastewaters: Part I: Processes optimization. Dyes
and Pigments, 74: 380-387.
Marco, S.L & Jose A.P. (2006). Decolorization of the azo reactive black 5 by Fenton
and photo-Fenton oxidation, Dyes and Pigments, 71: 236-244.
Tuty, E.A., (2011). Pengolahan Air Limbah Pewarna Sintetis dengan Metode
Adsorpsi Menggunakan Carbon Aktif, Jurnal Rekayasa Sriwijaya, No. 1 Vol. 20,
Maret 2011, hal. 36-42
Tuty, E.A. & Herni, B. (2009). Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia
2009, Bandung 19-20 Oktober 2009
Simon, P. (2004). Advanced Oxidation Processes for Water and Wastewater
Treatment, IWA Publishing: UK.

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

266