Konflik Tokoh Utama Dalam Film “The Sorcerer and The White Snake

(1)

BAB II

KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

Penelitian yang mengkaji tentang konflik tokoh utama dalam film yang berjudul The Sorcerer and The White Snake ini, disusun berdasarkan konsep, tinjauan pustakan, serta landasan teori sebagai berikut.

2.1. Konsep

Konsep merupakan rancangan ide yang akan dituangkan secara konkret melalui pemahaman dan pengertian dari para ahli. Konsep merupakan peta perencanaan untuk masa depan sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melangkah kedepan. Konsep biasanya dipakai untuk mendiskripsikan dunia empiris yang diamati oleh peneliti, baik merupakan gejala sosial tertentu yang sifatnya abstrak. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu :

2.1.1. Film

Film adalah salah satu bagian penting dari perkembangan kehidupan manusia untuk saat ini. Film adalah salah satu sarana visualisasi dari apa yang ada dalam pikiran manusia. Banyak hal dalam kehidupan manusia yang dituangkan dalam film, baik kisah hidup, gosip atau rumor, dan tidak jarang kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat.


(2)

Film, sejak kemunculan pertamanya memang telah menjadi fenomena yang menarik. Betapa tidak, seiring perkembangan teknologi dan penerapannya film dapat dimasukkan dalam disiplin seni (sebagai media/ kanal penyampaian pesan yang dipandang efektif), sejarah (dikaitkan dengan kemampuannya menangkap jejak sejarah perkembangan peradaban sebuah bangsa maupun dunia) dan masih banyak lagi kajian yang dapat diambil dari film. Mengkaji dunia perfilman dari kacamata disiplin komunikasi adalah usaha untuk melihat film dalam potensinya untuk dijadikan media komunikasi yang efektif karena kemampuannya memadukan setidaknya dua teknologi media sekaligus yaitu pandang dan dengar (audio dan visual). Oleh karena itu, munculnya film sebagai salah satu cabang kesenian makin meyakinkan banyak peneliti, bahwa ada banyak hal yang mereka bisa lakukan dengan mempelajari film (Said, 1991: 44).

Film sebagai media dapat dimaknai sebagai kanal pembebasan, mesin yang bisa dipakai untuk mengungkapkan berbagai rasa dari para pembuatnya. Disadari atau tidak, film adalah bahasa komunikasi yang paling cepat ditangkap oleh manusia. Proses produksinya harus merupakan hasil karya yang sempurna, dimana terdapat komunikasi yang mengalir (suara dan gambar), sehingga tak jarang film digunakan sebagai alat komunikasi massa yang bertujuan untuk hal yang kita inginkan.

Banyak aspek yang dapat disajikan dalam sebuah film, misalnya: alur, cerita, karakter tokoh atau pemain, gaya bahasa, kostum, ilustrasi musik, dan setting. Apapun jenis atau temanya, film selalu memiliki konflik dalam ceritanya. Penelitian ini mengambil film The Sorcerer and The White Snake sebagai objek


(3)

yang akan dikaji. Film ini diadaptasi dari cerita rakyat Tiongkok, yang diceritakan dari mulut ke mulut di kota Hangzhou, Zhejiang. Film ini disutradarai ole debutnya kala menyutradarai disuguhkan dengan efek CGI yang membuat sesuatu yang mustahil menjadi mungkin. Namun kekuatan dalam film yang diputar pertama kali di Festival Film Venice pada 3 September 2011 ini tidak terletak pada efek visualnya, melainkan pada cerita legenda di mana kisah film ini didasarkan.

2.1.2. Mitologi

Mitologi adalah ilmu tentang penjelasan orang tak ilmiah tentang apa yang kita sebut dengan “Otherworld”, yaitu dunia lain dengan penghuninya yang memiliki kebiasaan dan tindakan yang misterius (Japardi, 2008: 48). Mitos itu sendiri adalah sesuatu yang menyangkut keyakinan, bukan rasio atau akal. Dalam hal menciptakan anggapan, mitos terkadang melampaui batas-batas yang dapat dijangkau akal kita. Bahkan dalam masyarakat modern sekalipun, mitos dianggap sebagai faktor terkuat dalam memberikan sugesti terhadap perkiraan kita.

Mitos tidak selalu harus berhubungan dengan hal-hal gaib atau supranatural. Sebab secara umum, mitos adalah sesuatu yang turut serta membangun paradigma dan persepsi kita terhadap sesuatu. Mitos lahir dari anggapan umum yang semakin lama semakin banyak diyakini. Mitos tumbuh dari banyak atau tidaknya keyakinan dalam diri seseorang.


(4)

Cerita film The Sorcerer and The White Snake yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini merupakan adaptasi kisah legendaris dari negeri China yang bermula dari Dinasti Song bagian selatan; Legend of the White Snake, mengenai cinta terlarang antara seorang pria sederhana baik hati dengan siluman ular yang mengambil bentuk sebagai wanita cantik. Bagi penonton di negeri China, kisah ini setara dengan kisah Romeo and Juliet. Kisah legenda siluman ular putih dalam mitologi Cina merupakan sebuah kisah yang cukup populer, banyak versi cerita yang akhirnya memperkaya cerita ini. Di tanah air sendiri kisah siluman ular putih pernah ditayangkan dalam versi televisi dan sempat menjadi tontonan favorit pada tahun 1990-an. Film ini benar-benar mendeskripsikan sebuah dunia mitologi legenda kuno Cina dan dikemas dengan genre action fantasy. Beberapa detail kota dan pemandangan alam yang indah semakin membuat takjub dengan film ini.

2.1.3. Tokoh dan Penokohan

Salah satu unsur intrinsik yang mendukung keberhasilan karya sastra adalah tokoh dan penokohan. Tokoh adalah komponen yang penting dalam cerita. Apabila tokoh tidak ada, sulit menggolongkan sebuah karya sastra ke dalam karya sastra naratif karena tindakan para tokoh menyebabkan terjadinya konflik dan menjadi penentu perkembangan alur.

Tokoh adalah figur yang dikenai dan sekaligus mengenai tindakan psikologi, atau disebut “eksekutor” dalam sastra. Jutaan rasa akan hadir lewat tokoh. Dalam sebuah film atau drama tokoh memegang peranan yang sangat penting, namun tak lepas dari itu, tokoh dalam sebuah film memegang peranan


(5)

yang berbeda-beda. Ada tokoh yang penting ada pula tokoh tambahan. Seorang tokoh memiliki peranan penting dalam cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh pembantu, (Aminuddin dalam Wahyudi Siswanto, 2008: 152).

Relevansi tokoh dan penokohan harus dilihat dalam kaitannya dengan berbagai unsur yang lain dan peranannya dalam pengembangan keseluruhan cerita. Tokoh memang unsur yang terpenting dalam karya fiksi. Walau bagaimanapun, penokohan masih terikat oleh unsur-unsur yang lain. Jalinan dan bentuk keterkaitan ditinjau secara implisit. Jika tokoh cerita berkaitan dengan unsur-unsur lain dalam karya sastra dan membentuk keutuhan yang artistik, tokoh mempunyai bentuk relevansi dengan keseluruhan cerita.

Semi, Atar dalam Wicaksono (2014: 181) menyatakan bahwa tokoh dalam cerita ada bermacam-macam jika ditinjau dari keterlibatan dalam keseluruhan cerita, tokoh dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral (tokoh utama) dan tokoh periferal (tokoh tambahan). Dalam penelitan ini, tokoh yang akan dikaji adalah tokoh utama. Penokohan dalam sebuah cerita harus dapat digambarkan dengan jelas. Sehingga apa yang diucapkan, apa yang diperbuat, apa yang dipikirkan, dan apa yang dirasakan harus dapat betul-betul menggambarkan watak dari tokohnya.

2.1.4. Tokoh Utama

Perbedaan antara tokoh utama dan tambahan lebih bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat. Hal inilah yang mengakibatkan orang dapat


(6)

berbeda pendapat dalam menentukan tokoh-tokoh utama sebuah cerita fiksi. Tokoh utama adalah toko protagonis, yang wataknya disukai pengamatnya. Biasanya watak tokoh utama adalah baik dan positif, dermawan, jujur, rendah hati, cerdik, mandiri, dan setia.

Dalam kehidupan sehari-hari, jarang ada orang yang mempunyai watak seluruhnya baik. Selain kebaikan, orang mempunyai kelemahan. Oleh karena itu ada juga watak protagonis yang menggambarkan dua sisi kepribadian yang berbeda. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dan pusat sorotan dalam cerita. Adapun tokoh utama dalam film The Sorcerer and The White Snake yang akan menjadi sorotan dan fokus peneliti adalah tokoh Xu xu yang memiliki karakter penyayang, baik hati, dan rela berkorban, dan Xu xian yang memiliki karakter pemberani, pintar, dan setia, serta Fa Hai yang sangat teguh pada pendiriannya dan taat dalam beribadah.

2.1.5. Konflik

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi, perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik menurut Stephen. P. Robbins (2006) adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Konflik berlaku disebabkan perbedaan pendapat oleh idividu dalam interaksi.


(7)

Dalam film The Sorcerer and The White Snake, konflik yang dialami tokoh utama sangat menarik untuk dibahas. Pertemuan tokoh Xu Xu dan Xu Xian diawali saat Xu Xian bersama teman-temannya mencari bunga dan daun untuk dijadikan obat di pegunungan. Siluman ular hijau bernama Qing Qing (Charlene Choi) mengejutkan pemuda Xu Xian yang menyebabkannya jatuh ke sungai. Xu Xu yang berubah wujud jadi wanita cantik akhirnya menolong Xu Xian dan segera jatuh cinta kepada pemuda peramu obat-obatan tradisional itu. Peristiwa itu membuat tokoh Xu Xu dan Xu Xian saling jatuh cinta. Namun hal ini sangat ditentang oleh seorang biksu yang bernama Fa Hai (Jet Li) dan saat itulah konflik semakin memuncak.

2.2. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan oleh peneliti. Analisis sebelumnya telah dilakukan Rizqi Widiastuti (2009) dalam skripsinya yang membahas tentang perlawanan yang dilakukan oleh Bai She Zhuan(白蛇传)terhadap Fa Hai sebagai bentuk perlawanan terhadap paham feodal dan dampak yang ditimbulkan dari perlawanan tersebut dengan penambahan tentang keadaan sosial di masa Dinasti Song. Bentuk perlawanan tokoh utama yang dibahas dalam analisis diatas merupakan faktor pemicu konflik sehingga memberikan sumbangsih terhadap penelitian ini.

Putri Tamala (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Serial Televisi “Legenda Ular Putih (白蛇传)” Pengungkap Berbagai Mitos di Masyarakat Cina


(8)

juga memiliki persamaan dalam penelitian ini, yaitu penggunaan objek penelitian berupa film White Snake sedangkan perbedaan analisisnya dengan penelitian ini adalah analisis Putri Tamala membahas bahwa film White Snake sebagaipengungkap berbagai mitos di masyakat Tiongkok, sedangkan penelitian ini membahas mengenai konflik tokoh utamanya. Xiao Bo dan Gong Jiajia (2012), Yu Xifeng (2000) dalam penelitiannya juga memilih film The Sorcerer and The White Snake sebagai objek yang diteliti.

Ada juga beberapa penelitian yang meneliti dari sudut konflik dalam film lain atau karya sastra lainnya, seperti Tri Rasa Setyaning (2011) dalam skripsinya yang menganalisis konflik dalam naskah drama Stella, karya Wolfgang Von Goethe melalui pendekatan psikologi sastra. Muhammad Alfian dalam skripsinya yang menganalisis penokohan dan konflik naskah drama Laksamana Hang Tuah, karya Tenas Effendy.

2.3. Landasan Teori

Landasan teori merupakan dasar penulis untuk berpijak dalam sebuah penelitian. Dalam rangka mengkaji suatu karya sastra biasanya ada dua unsur yang digunakan, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik, karena kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarkan karya sastra pada umumnya (Nurgiyantoro 2010: 23).

Karya sastra memiliki banyak dimensi, aspek dan unsur, sehingga untuk memahaminya secara lengkap diperlukan teori dan metode yang sesuai dengan dimensi-dimensi tersebut. Dalam penelitian ini membutuhkan landasan teori yang


(9)

mendasari, karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan hendaknya mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Tennyson (1967: 14) menyatakan bahwa ada tiga jenis konflik berdasarkan konflik yang paling sering muncul, yaitu :

1. Konflik individu dengan orang lain;

2. Konflik individu dengan dirinya sendiri; dan

3. Konflik individu dengan kekuatan luar atau kelompok.

Konflik timbul dalam situasi dimana terdapat dua atau lebih kebutuhan, harapan, keinginan dan tujuan yang tidak bersesuaian saling bersaing dan menyebabkan suatu organisme merasa ditarik ke arah dua jurusan yang berbeda sekaligus, dan menimbulkan perasaan yang sangat tidak enak (Davidoff, 1991: 178). Konflik dapat terjadi di dalam diri individu (internal) dan di luar diri individu (eksternal). Dalam penelitian ini teori konflik merupakan teori yang mendasari karena penelitian ini mengkaji tentang konflik yang terjadi pada tokoh utama.


(1)

Cerita film The Sorcerer and The White Snake yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini merupakan adaptasi kisah legendaris dari negeri China yang bermula dari Dinasti Song bagian selatan; Legend of the White Snake, mengenai cinta terlarang antara seorang pria sederhana baik hati dengan siluman ular yang mengambil bentuk sebagai wanita cantik. Bagi penonton di negeri China, kisah ini setara dengan kisah Romeo and Juliet. Kisah legenda siluman ular putih dalam mitologi Cina merupakan sebuah kisah yang cukup populer, banyak versi cerita yang akhirnya memperkaya cerita ini. Di tanah air sendiri kisah siluman ular putih pernah ditayangkan dalam versi televisi dan sempat menjadi tontonan favorit pada tahun 1990-an. Film ini benar-benar mendeskripsikan sebuah dunia mitologi legenda kuno Cina dan dikemas dengan genre action fantasy. Beberapa detail kota dan pemandangan alam yang indah semakin membuat takjub dengan film ini.

2.1.3. Tokoh dan Penokohan

Salah satu unsur intrinsik yang mendukung keberhasilan karya sastra adalah tokoh dan penokohan. Tokoh adalah komponen yang penting dalam cerita. Apabila tokoh tidak ada, sulit menggolongkan sebuah karya sastra ke dalam karya sastra naratif karena tindakan para tokoh menyebabkan terjadinya konflik dan menjadi penentu perkembangan alur.

Tokoh adalah figur yang dikenai dan sekaligus mengenai tindakan psikologi, atau disebut “eksekutor” dalam sastra. Jutaan rasa akan hadir lewat tokoh. Dalam sebuah film atau drama tokoh memegang peranan yang sangat penting, namun tak lepas dari itu, tokoh dalam sebuah film memegang peranan


(2)

yang berbeda-beda. Ada tokoh yang penting ada pula tokoh tambahan. Seorang tokoh memiliki peranan penting dalam cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh pembantu, (Aminuddin dalam Wahyudi Siswanto, 2008: 152).

Relevansi tokoh dan penokohan harus dilihat dalam kaitannya dengan berbagai unsur yang lain dan peranannya dalam pengembangan keseluruhan cerita. Tokoh memang unsur yang terpenting dalam karya fiksi. Walau bagaimanapun, penokohan masih terikat oleh unsur-unsur yang lain. Jalinan dan bentuk keterkaitan ditinjau secara implisit. Jika tokoh cerita berkaitan dengan unsur-unsur lain dalam karya sastra dan membentuk keutuhan yang artistik, tokoh mempunyai bentuk relevansi dengan keseluruhan cerita.

Semi, Atar dalam Wicaksono (2014: 181) menyatakan bahwa tokoh dalam cerita ada bermacam-macam jika ditinjau dari keterlibatan dalam keseluruhan cerita, tokoh dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral (tokoh utama) dan tokoh periferal (tokoh tambahan). Dalam penelitan ini, tokoh yang akan dikaji adalah tokoh utama. Penokohan dalam sebuah cerita harus dapat digambarkan dengan jelas. Sehingga apa yang diucapkan, apa yang diperbuat, apa yang dipikirkan, dan apa yang dirasakan harus dapat betul-betul menggambarkan watak dari tokohnya.

2.1.4. Tokoh Utama

Perbedaan antara tokoh utama dan tambahan lebih bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat. Hal inilah yang mengakibatkan orang dapat


(3)

berbeda pendapat dalam menentukan tokoh-tokoh utama sebuah cerita fiksi. Tokoh utama adalah toko protagonis, yang wataknya disukai pengamatnya. Biasanya watak tokoh utama adalah baik dan positif, dermawan, jujur, rendah hati, cerdik, mandiri, dan setia.

Dalam kehidupan sehari-hari, jarang ada orang yang mempunyai watak seluruhnya baik. Selain kebaikan, orang mempunyai kelemahan. Oleh karena itu ada juga watak protagonis yang menggambarkan dua sisi kepribadian yang berbeda. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dan pusat sorotan dalam cerita. Adapun tokoh utama dalam film The Sorcerer and The White Snake yang akan menjadi sorotan dan fokus peneliti adalah tokoh Xu xu yang memiliki karakter penyayang, baik hati, dan rela berkorban, dan Xu xian yang memiliki karakter pemberani, pintar, dan setia, serta Fa Hai yang sangat teguh pada pendiriannya dan taat dalam beribadah.

2.1.5. Konflik

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi, perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik menurut Stephen. P. Robbins (2006) adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Konflik berlaku disebabkan perbedaan pendapat oleh idividu dalam interaksi.


(4)

Dalam film The Sorcerer and The White Snake, konflik yang dialami tokoh utama sangat menarik untuk dibahas. Pertemuan tokoh Xu Xu dan Xu Xian diawali saat Xu Xian bersama teman-temannya mencari bunga dan daun untuk dijadikan obat di pegunungan. Siluman ular hijau bernama Qing Qing (Charlene Choi) mengejutkan pemuda Xu Xian yang menyebabkannya jatuh ke sungai. Xu Xu yang berubah wujud jadi wanita cantik akhirnya menolong Xu Xian dan segera jatuh cinta kepada pemuda peramu obat-obatan tradisional itu. Peristiwa itu membuat tokoh Xu Xu dan Xu Xian saling jatuh cinta. Namun hal ini sangat ditentang oleh seorang biksu yang bernama Fa Hai (Jet Li) dan saat itulah konflik semakin memuncak.

2.2. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan oleh peneliti. Analisis sebelumnya telah dilakukan Rizqi Widiastuti (2009) dalam skripsinya yang membahas tentang perlawanan yang dilakukan oleh Bai She Zhuan(白蛇传)terhadap Fa Hai sebagai bentuk perlawanan terhadap paham feodal dan dampak yang ditimbulkan dari perlawanan tersebut dengan penambahan tentang keadaan sosial di masa Dinasti Song. Bentuk perlawanan tokoh utama yang dibahas dalam analisis diatas merupakan faktor pemicu konflik sehingga memberikan sumbangsih terhadap penelitian ini.

Putri Tamala (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Serial Televisi “Legenda Ular Putih (白蛇传)” Pengungkap Berbagai Mitos di Masyarakat Cina


(5)

juga memiliki persamaan dalam penelitian ini, yaitu penggunaan objek penelitian berupa film White Snake sedangkan perbedaan analisisnya dengan penelitian ini adalah analisis Putri Tamala membahas bahwa film White Snake sebagaipengungkap berbagai mitos di masyakat Tiongkok, sedangkan penelitian ini membahas mengenai konflik tokoh utamanya. Xiao Bo dan Gong Jiajia (2012), Yu Xifeng (2000) dalam penelitiannya juga memilih film The Sorcerer and The White Snake sebagai objek yang diteliti.

Ada juga beberapa penelitian yang meneliti dari sudut konflik dalam film lain atau karya sastra lainnya, seperti Tri Rasa Setyaning (2011) dalam skripsinya yang menganalisis konflik dalam naskah drama Stella, karya Wolfgang Von Goethe melalui pendekatan psikologi sastra. Muhammad Alfian dalam skripsinya yang menganalisis penokohan dan konflik naskah drama Laksamana Hang Tuah, karya Tenas Effendy.

2.3. Landasan Teori

Landasan teori merupakan dasar penulis untuk berpijak dalam sebuah penelitian. Dalam rangka mengkaji suatu karya sastra biasanya ada dua unsur yang digunakan, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik, karena kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarkan karya sastra pada umumnya (Nurgiyantoro 2010: 23).

Karya sastra memiliki banyak dimensi, aspek dan unsur, sehingga untuk memahaminya secara lengkap diperlukan teori dan metode yang sesuai dengan dimensi-dimensi tersebut. Dalam penelitian ini membutuhkan landasan teori yang


(6)

mendasari, karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan hendaknya mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Tennyson (1967: 14) menyatakan bahwa ada tiga jenis konflik berdasarkan konflik yang paling sering muncul, yaitu :

1. Konflik individu dengan orang lain;

2. Konflik individu dengan dirinya sendiri; dan

3. Konflik individu dengan kekuatan luar atau kelompok.

Konflik timbul dalam situasi dimana terdapat dua atau lebih kebutuhan, harapan, keinginan dan tujuan yang tidak bersesuaian saling bersaing dan menyebabkan suatu organisme merasa ditarik ke arah dua jurusan yang berbeda sekaligus, dan menimbulkan perasaan yang sangat tidak enak (Davidoff, 1991: 178). Konflik dapat terjadi di dalam diri individu (internal) dan di luar diri individu (eksternal). Dalam penelitian ini teori konflik merupakan teori yang mendasari karena penelitian ini mengkaji tentang konflik yang terjadi pada tokoh utama.