MAKALAH TEORI TEORI KEWARGANEGARAAN .

MAKALAH
TEORI-TEORI KEWARGANEGARAAN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar dan Konsep Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen :

Suroto, S.Pd. M.Pd.

OLEH :

KELOMPOK 3
Andya Agisa
Dyah Novita Purnamasari
M. Ihsanul Akbar
Putri Intan Sari
Raras Desy Ningrum

[1610112220003]
[1610112220008]
[1610112210015]
[1610112220019]

[1610112320017]

FAKULTAS KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
1

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluargaNya, para sahabatNya, dan seluruh
ummatNya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar dan Konsep
Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul “Teori-Teori Kewarganegaraan”.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, khususnya kepada bapak Suroto, S.Pd. M,Pd. selaku Dosen Dasar dan Konsep Pendidikan
Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami memperoleh banyak manfaat
setelah menyusun makalah ini.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan kami
semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.
Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada pembaca.

Banjarmasin, 16 Februari 2017

Kelompok 3

2

DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................2
Daftar Isi.......................................................................................................3
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang ..............................................................................4
B. Rumusan Masalah .........................................................................5
C. Tujuan Penulisan............................................................................5

D. Manfaat Penulisan..........................................................................5
BAB 2
Pembahasan
A. Warga Negara dan Kewarganegaraan............................................6
B. Tiga Arena Kewarganegaraan........................................................7
C. Pendidikan Kewarganegaraan........................................................8
D. Teori-Teori Kewarganegaraan........................................................8
BAB 3
Penutup
A. Kesimpulan..................................................................................16
B. Saran............................................................................................17
Daftar Pustaka...........................................................................................18

3

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam konsep kewarganegaraan merupakan salah satu bagian terpenting dalam tubuh
kewarganegaraan tersebut, tidak hanya sebagai komunitas biasa yang hanya asal ada dan datang di

tubuh masyarakat, komunitaspun mempunyai teori dan praktik untuk menjadi komunitas yang benar
dan tertuntun dalam konsep kewarganegaraan.
Terjadi perbedaan pendapat mengenai konsep kewarganegaraan sesuai dengan perspektifnya
para ahli masing-masing, diantaranya : 1) Pendapat Ronald Beiner dalam bukunya Theorizing
Citizenship (1995), mengemukakan adanya tiga teori kewarganegaraan, yakni Liberal,
Communitarian, dan Republican. 2) Herman Van Gunstreren dalam Sapriya (2006) mengemukakan
ada tiga teori dasar kewarganegaraan yang berkembang dan menjadi kajian ilmiah, yakni
Liberalsme, komunitarianisme dan republikanisme. 3) Derek Heater dalam bukunya A Brief History
of Citizenship (2004) menyatakan bahwa berdasar sejarah perkembangannya, teori kewarganegaraan
di bedakan antara Tradisi Republikan (the civic tradition) dengan Tradisi Liberal (liberal tradition).
Sejalan dengan pendapat umum, maka dapat disimpulkan bahwa teori kewarganegaraan
mencakup Liberal, Komunitarian, Republikan dan juga Demokrasi Radikal sebagai tambahan
pemahaman mengenai teori kewarganegaraan. Maka dari itu dibuatnya makalah ini, agar supaya
membuat pembaca maupun penulis lebih mengetahui tentang bagaimana cara berwarga dan
bernegara yang baik dan benar, khususnya terkait beberapa teori kewarganegaraan yang menjadi
pembahasan inti, juga mendalami supaya lebih tau terkait teori dan praktik kewarganegaraan.

4

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Warga Negara dan Kewarganegaraan?
2. Apa saja yang menjadi arena Kewarganegaraan?
3. Apa pengertian dari Pendidikan Kewarganegaraan?
4. Apa saja yang dimaksud dengan Teori-Teori Kewarganegaraan?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini ialah

- Tujuan Umum

: Sebagai media pembelajaran mahasiswa

- Tujuan Khusus

:

1. Agar mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Warga Negara dan
Kewarganegaraan.

2. Agar mahasiswa mengetahui apa saja yang yang menjadi arena Kewarganegaraan.

3. Agar mahasiswa mengetahui apa pengertian dari Pendidikan Kewarganegaraan.
4. Agar mahasiswa mengetahui apa saja yang dimaksud dengan Teori-Teori
Kewarganegaraan.

D. MANFAAT PENULISAN
-

Sarana membaca

-

Media pembelajaran

5

BAB 2
PEMBAHASAN
A. WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
Pengertian warga negara adakalanya dicampuradukkan dengan penduduk, masyarakat dan
rakyat sehigga menimbulkan kerancuan. Dalam penempatannya, warga negara dikaitkan dengan

kehidupan bernegara yang mempunyai peraturan perundangan tentang pengakuan terhadap
kewarganegaraan seseorang.
Aristoteles menyatakan bahwa penentuan tentang siapakah warga negara itu lebih tepat
didasarkan pada rezim konstitusi atau bentuk pemerintahannya. Jadi warga negara ditentukan oleh
bentuk pemerintahan. Konstitusi menentukan siapa yang menjadi warganegara. Warganegara dalam
oligarki belum tentu warganegara dalam demokrasi. Warga negara tidak ditentukan berdasar tempat
atau ketaatan pada hukum. Yang benar adalah warganegara adalah mereka yang berperan dalam
pemerintahan (share in the administration of justice and in the holding of office). Dalam pengertian
yang lebih tegas warga negara adalah one who shares in making decisions and holding office. Hal
ini khususnya yang berlaku dalam konstitusi dengansistem demokrasi. Orang – orang seperti inilah
yang seharusnya disebut warga negara.
Selanjutnya mengenai gagasan tentang kewarganegaraan (citizenship) sesungguhnya dapat
ditelusuri dari sejarah perkembangan kewarganegaraan yang bersumber dari peradaban Yunani
Kuno, republik Romawi sampai pada modernitas Barat. Pemikiran yang tumbuh di masa Yunani
Kuno telah memberi pijakan kuat bagi teorisasi kewarganegaraan khususnya pada kewarganegaraan
moderen. Salah satunya dari Aristoteles (384 -322 SM) seorang pemikir, ilmuwan, ahli logika dan
sekaligus filosof terkenal saat itu. Karyanya yang berjudul Politics telah memberikan informasi
penting mengenai Athena sebagai suatu negara kota (polis) di masa Yunani Kuno yang demokratis
beserta keberadaan warganya di polis tersebut (polites/politai). Istilah polis, polites dan politeia
(bahasa Greek) menjadi kata-kata kunci atau dikenal sebagai bagian dari Aristotle‟s term, yang

nantinya diterjemahkan sebagai state, citizen dan constitution. (bahasa Inggris). Ketiga istilah
tersebut tidak bisa dipisahkan dan untuk memahami satu hal, maka yang lain juga harus dipahami
pula. Kewarganegaraan(citizenship) adalah suatu bentuk dari identitas sosial politik (a form of
social political identity) seseorang yang keberadaannya berkaitan dengan waktu yang berkembang
6

(Derek Heater,2004).
Disisi lain, kewarganegaraan ternyata tidak hanya sebuah identitas, tetapi mencakup pula atribut
rights, obligations, active in public affairs, dan an acceptance of societal values (JJ Cogan &
Dericcot, 1998: 2-3). Oleh karena itu pula definisi kewarganegaraan termasuk pula definisi warga
tidaklah sama, mencakup banyak dimensi.
Menurut Aristoteles, definisi tentang warga ditentukan oleh bentuk pemerintahan atau ia sebut
bentuk konstitusinya. Pada buku Politics bagian III yang berbicara tentang The Teory of Citizenship
dan Constitutions, Aristoteles mengulas secara panjang lebar mengenai kewarganegaraan, warga dan
konstitusi. Sekali lagi bahwa ketiga konsep tersebut menurutnya tidak bisa dipisahkan. Bahwa untuk
memahami apa itu konstitusi, kita mesti mengetahui apa itu negara dan untuk mengetahui negara
sebagai tempat hidup warga kita perlu memperjelas apa itu kewarganegaraan.

B. TIGA ARENA KEWARGANEGARAAN
Prinsip dan konsep dasar kewarganegaraan dapat diterangkan dalam tiga arena yang luas,

yakni:
1. Kewarganegaraan sebagai prinsip politik berdemokrasi.
2. Kewarganegaraan sebagai status yuridis individu sebagai subjek hukum artinya memberikan
hak-hak serta kewajiban di dalamnya.
3. Kewarganegaraan sebagai bentuk keberanggotaan dalam suatu komunitas yang eksklusif
dengan basis ikatan sosial yang khas.
Kewarganegaraan sebagai prinsip berdemokrasi dikemukakan pertama-tama oleh Aristoteles
dan kemudian dikembangkan oleh pemikir republikanisme J.G.A Pocock. Dalam konsepsi ini,
kewarganegaraan dikonstruksi sebagai aktivitas atau tindakan untuk terlibat dalam proses
diperintah dan memerintah secara setara. Warga aktif dalam kehidupan publik, berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan serta yang utama, memperjuangkan keutamaan sebagai kerangka
bersama. Pandangan kewarganegaraan sebagai prinsip berdemmokrasi menekankan kesetaraan
politik dan partisipasi sebagai pusat dan karakter dasar kewarganegaraan.

7

C. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pendidikan merupakan upaya sadar suatu masyarakat dan juga negara untuk menjadikan dirinya
lebih berpengetahuan, lebih cakap dalam berketerampilan dan lebih beradab dalam tingkah laku.
Kewarganegaraan adalah segala hal yang menyangkut bangsa, negara dan hubungan antara negara

dengan warganya. Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan adalah upaya sadar bangsa dan
negara untuk memberikan pengetahuan mengenai hubungan antara konsep-konsep dalam paradigma
negara kepada seluruh warga negara.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah menjadikan warga negara Indonesia
yang cerdas, bermartabat dan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

D. TEORI TEORI KEWARGANEGARAAN
1. Teori Kewarganegaraan Liberal
a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Liberal
Teori Kewarganegaraan liberal memandang kebebasan individual yang memuat di dalamnya
sejumlah hak-hak dasar sebagai prinsip utama, seperti: hak hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Tokoh utama konsepsi kewarganegaraan liberalialah John Locke dan John Stuart Mill
(Schuck,2002:132-13).
b) Dasar Teori Kewarganegaraan Liberal
Teori ini bersumber dari ideologi individualisme yang berpahamkan kebebasan individu
terutama kebebasan dari campur tangan negara dan masyarakat. Teori ini juga berpendapat
bahwa

warganegara sebagai


Berdasarkan aksioma

teori

pemegang otoritas untuk menentukan
ini

memandang

pilihan

warganegara

dan hak.
secara

individual memaksimalkan keuntungan yang dimilikinya, yakni menentukan pilihan tindakan
yang akan mengantarkan pada hasil tertinggi dikalikan peluang situasi yang akan terjadi.
Perspektif ini bercirikan penekanan pada individu, dan kapasitas individu untuk mengubah
identitas kelompok atau kolektif, untuk menghancurkan belenggu identitas pasti (status sosial,
hirarkis, peran tradisional), untukmenentukan ulang tujuan seseorang. Teori kewarganegaraan
liberal menekankan pada konsep kewarganegaraan yang berbasis pada hak.

8

Teori ini juga berpendapat bahwa warganegara sebagai pemegang otoritas

untuk

menentukan pilihan dan hak. Teori kewarganegaraan liberal menekankan pada konsep
kewarganegaraan

yang berbasis

pada

hak.

Peter

H

Scuck dalam Liberal

Citizenship

(2002) menyatakan bahwa pengaruh besar dari teori ini diawali oleh penjelasan secara
sistematis melalui John Locke dan J.S Mill. Menurut Locke individu dianugerahi dan dihiasi
oleh Tuhan dengan hukum alam dan berupa hak-hak alamiah. Teori Locke tentang kepemilikian
(Locke’s

theory

of

property)

menyebutkan

ada tiga

elemen

sentral bagi kewarganegaraan liberal. Pertama,individu dapat menciptakan kekayaan atau kepe
milikan dan

menambah dominasi

terhadap kepemilikanmerupakan

kepemilikan itu
fungsi

utama

melalui

hukum

kerja. Kedua,

dan

perlidungan

pemerintahan dan Ketiga,

pelaksanaan yang sah menurut hukum atas hak-hak kepemilikan secara alamiah mengasilkan
ketidakmerataan yang adil.
Teori kewarganegaraan liberal muncul pada abad 17 dan 18 serta berkembang kuat pada
abad 19 dan 20. Teori ini tentang kewarganegaraan dimulai dari pandangan yang
bersifat individualistis. Teori ini

bersumber

dari

ideologi

individualisme yang

berpahamkan kebebasan individu terutama kebebasan dari campur tangan negara dan
masyarakat. Teori ini juga berpendapat bahwa warganegara sebagai pemegang otoritas untuk
menentukan pilihan dan hak. Berdasarkan aksioma teori ini memandang warganegara secara
individual memaksimalkan keuntungan yang dimilikinya, yakni menentukan pilihan tindakan
yang akan mengantarkan pada hasil tertinggi dikalikan peluang situasi yang akan terjadi.
Menurut Peter

H Suchuk

ada

5

Prinsip

Dasar

Teori Liberal

Klasik.

Pertama,

mengutamakan kebebasan individu yang dipahami sebagai kebebasan dari campur tangan
negara. Kedua, proteksi yang luas terhadap kebebasan berpikir, berbicara dan beribadah.
Ketiga, kecurigaan yang dalam terhadap kekuasaan negara dalam mengatasi individu. Keempat,
pembatasan kekuasaan negara pada bidang atau aktivitas individu dalam berhubungan dengan
yang lain, serta Kelima, anggapan yang kuat dapat dibantah mengenai kebaikan hati dalam hal
masalah pribadi seta bentuk lain yang mendukung pribadi.
Sedangkan

salah

satu Teori Liberal

Modern,

adalah yang

dikemukakan

oleh TH

Marshall dalam bukunya Citizenship and Social Class (1950), menurutnya kewarganegaraan
diartikan sebagai status yang dianugerahkan bagi mereka sebagai anggota komunitas yang
mencakup hak sipil, hak politik, dan hak sosial. Jadi kewarganegaraan di dasarkan atas elemen
hak dan berdasar ini terdapat bentuk kewarganegaraan sipil, kewarganegaraan politik dan
kewarganegaraan sosial. Kewarganegaraan sosial muncul di abad 19, misal hak mendapat
kesejahteraan dan keamanan. Hak sosial menjadi unsur yang penting untuk menggerakan hak
9

sipil dan politik bagi mereka yang dimarjinalkan dan dalam situasi yang tidak beruntung.
Menurut dia hak merupakan hal yang penting dan ketiadaan hak menjadikan warganegara tidak
dapat berperan aktif secara efektif. Baginya kewarganegaraan (hak) dapat memperbaiki konflik
dalam kelas di masyarakat.
2. Teori Kewarganegaraan Komunitarian
a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Komunitarian
Komunitarian adalah Teori Kewarganegaraan yang Menekankan pada kelompok etnis atau
kelompok budaya, solidaritas diantara orang-orang yang memiliki sejarah atau tradisi yang
sama, kapasitas kelompok tersebut untuk menghargai identitas orang-orang yang dibiarkan
“teratomisasi” oleh kecenderungan untuk menggali akar masyarakat liberal.
Teori kewarganegaraan Komunitarian sangat menekankan pada fakta bahwa setiap orang,
warganegara perlu memiliki sejarah perkembangan masyarakat. Individualitas yang dimiliki
warganegara berasal dan dibatasi oleh masyarakat (Sapriya, 2007). Hal itu berdasar keyakinan
teori ini bahwa individu dibentuk oleh masyarakat. Di masyarakat ada norma yang disepakati
sebagai code of conduct yang harus dipenuhi anggota karena dengan cara inilah eksistensi dan
keberlangsungan masyarakat terjamin.
Perspektif komunitarian menekankan pada kelompok etnis atau kelompok budaya,
solidaritas diantara orang-orang yang memiliki sejarah atau tradisi yang sama, kapasitas
kelompok tersebut untuk menghargai identitas orang-orang yang dibiarkan “teratomisasi” oleh
kecenderungan yang mengakar pada masyarakat liberal (Ronald Beiner, 1995).
bahwa

Dikatakan

Kommunitarian menekankan pada kebutuhan untuk menyeimbangkan hak-hak dan

kepentingan individu dengan kebutuhan komunitas sebagai kesatuan dan bahwa individu
terbentuk dari budaya dan nilai-nilai komunitas.
Ciri-ciri Utama Teori Kewarganegaraan ini adalah Individu dibentuk oleh masyarakat,
karena di masyarakat terdapat sistem norma yang disepakati sebagai rule of conduct., Tindakan
individu harus sesuai dengan batas-batas yang diterima masyarakat., Identitas dan stabilitas
individu WN akan terbentuk dengan baik ketika didukung oleh masyarakat., Masyarakat
merupakan hal sangat vital bagi adanya kewarganegaraan (tiada kewarganegaraan tanpa
masyarakat).
b) Dasar Teori Kewarganegaraan Komunitarian
Teori kewarganegaraan komunitarian muncul dan berkembang pada abad-20 sebagai reaksi
atas teori kewarganegaraan liberal. Berbeda dengan liberalisme klasik, yang memahami bahwa
komunitias berasal dari tindakan sukarela individu-individu dari masa pra-komunitas,
10

komunitarianisme menekankan peranan komunitas dalam mendefinisikan dan membentuk
individu. Kaum komuitarian percaya bahwa nilai komunitas tidak cukup diakui dalam teoriteori liberal tentang keadilan. Selain itu kemunculan teori ini berlandaskan pandangan bahwa
identitas dan karakter pribadi tidak mungkin terbentuk tanpa dukungan lingkungan masyarakat.
Berbeda dengan teori kewarganegaraan liberal dimana masyarakat terbentuk dari pilihan-pilihan
bebas individu, teori ini berpendapat justru masyarakatlah yang menentukan dan membentuk
individu baik karakternya, nilai dan keyakinan-keyakinannya.
Komunitarian menekankan pentingnya komunitas dan nilai sosial bersama. Negara yang
menganut teori kewarganegaraan ini dalam prakteknya memiliki Pokok-pokok

ajaran

komunitarianisme antara lain, adalah sebagai berikut:
-

Komunitas adalah abtirer dalam kehidupan bersama

-

Nilai-nilai sosial adalah kerangka moral kehidupan bersama

-

Nilai-nilai sosial tersebut pada gilirannya merupakan croos societal moral dialoge.
Adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah komunitas

tersebut diperlakukan sama oleh warga negara maupun negara.
Dapat dikatakan bahwa Teori Kewarganegaraan ini termasuk sebagai keberanggotaan dalam
suatu komunitas memberikan dimensi eksklusif bagi konsep mengenai warga. Dalam perspektif
ini, kewarganegaraan membentuk identitas dan ikatan khusus yang bersifat lebih tertutup dalam
suatu kelompok tertentu yang mana itu semua dipengaruhi oleh etnis, sejarah dan kebudayaan
yang sama.
Kaum komunitarian menolak negara netral. Mereka percaya bahwa negara netral seharusnya
ditinggalkan demi ’politik kebaikan bersama’ (the politics of common good).Pembedaan antara
‘politik netralitas’ dan ’politik kebaikan bersama’ dari komunitarianisme ini dapat menyesatkan.
Ada ’kebaikan bersama’ yang juga nampak dalam politik liberal, karena berbagai kebijaksanaan
negara liberal ditujukan untuk mempromosikan kepentingan-kepentingan berbagai anggota
masyarakat. Proses-proses politik dan ekonomi yang dengan ini berbagai preferensi individu
dipadukan dalam sebuah fungsi pilihan sosial merupakan cara kaum liberal menentukan
kebaikan bersama. Karena itu, menegaskan netralitas negara bukanlah menolak gagasan tentang
kebaikan bersama, melainkan memberikan sebuah interpretasi mengenainya. Dalam sebuah
masyarakat liberal, kebaikan bersama merupakan hasil dari sebuah proses memadukan berbagai
preferensi, yang semuanya dihitung secara sama (jika konsisten dengan prinsip-prinsip
keadilan). Semua preferensi memiliki bobot pengaruh yang sama ’bukan dalam arti bahwa
terdapat sebuah ukuran yang disepakati publik atas nilai intrinsik yang membuat semua konsepsi
11

ini menjadi sama, melainkan dalam arti bahwa berbagai preferensi itu sama sekali tidak
dievaluasi dari sudut pandang publik. Seperti yang sudah kita saksikan, penegasan antiperfeksionis pada netralitas negara ini mencerminkan kepercayaan bahwa kepentingan orang
dalam membawakan sebuah kehidupan yang baik tidak meningkat ketika masyarakat melakukan
diskriminasi terhadap proyek-proyek yang mereka percayai sebagai paling berharga bagi
mereka. Maka, kebaikan bersama dalam sebuah masyarakat liberal diatur agar sesuai dengan
pola berbagai preferensi dan konsepsi tentang kebaikan yang dipegang oleh individu.
Akan tetapi, dalam sebuah masyarakat komunitarian, kebaikan bersama diterima sebagai
sebuah konsepsi mendasar tentang kehidupan yang baik yang menentukan ’pandangan hidup’
komunitas. Kebaikan bersama ini, alih-alih menyesuaikan dirinya sendiri pada pola preferensi
orang, menyediakan ukuran untuk mengevaluasi berbagai preferensi itu. Pandangan hidup
masyarakat membentuk dasar bagi tata jenjang (rangking) publik mengenai berbagai konsepsi
tentang yang baik, dan bobot yang diberikan pada preferensi individu bergantung pada seberapa
besar ia menyesuikan dengan dan memberikan sumbangan pada kebaikan bersama ini.
Pencarian publik akan tujuan-tujuan yang dirasakan bersama yang menentukan pandangan
hidup komunitas, karena itu, tidak terhambat oleh persyaratan netralitas. Ia berada mendahului
klaim individu-individu terhadap sumberdaya dan kebebasan diperlukan untuk mengejar
konsepsi-konsepsi mereka sendiri akan kebaikan. Sebuah negara komunitarian dapat dan
seharusnya mendorong orang untuk menerima konsepsi-konsepsi tentang kebaikan yang sesuai
dengan pandangan hidup masyarakat, sementara mencegah berbagai konsepsi tentang kebaikan
yang bertentangan dengan pandangan hidup komunitas ini. Sebuah negara komunitarian, karena
itu, merupakan negara perfeksionis, karena melibatkan penjenjangan nilai publik dari berbagai
pandangan hidup yang berbeda. Namun, walaupun erfeksionis Marxis merangking pandangan
hidup menurut penilaian trans-historis atas kebaikan manusia, komunitarianism merangking
pandangan hidup itu menurut kesesuaiannya dengan praktek-praktek yang ada.
3. Teori Kewarganegaraan Republikan
a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Republikan
Kewarganegaraan republikan menekankan pada ikatan-ikatan sipil (civic bonds) suatu hal
yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal) ataupun ikatan kelompok (tradisi
komunitarian). Teori kewarganegaraan republikan baik yang klasik maupun yang humanis
merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang berpendapat, bahwa bentuk ideal dari suatu
negara didasarkan atas dua dukungan, yakni civic virtue wargannya dan pemerintahan
yang republik karena ini merupakan hak yang esensial, sehingga disebut civic republic. Jadi
12

kewarganegaraan

ini

menekankan

tanggun jawab (responsibility) dan civic

virtue

pentingnya kewajiban (duty),
(keutamaan kewarganegaraan)

dari

warganegaranya. Civic virtue dalam republic Romawi berarti kesediaan mendahulukan
kepentingan publik.
b) Dasar Teori Kewarganegaraan Republikan
Teori Kewarganegaraan Republikan berpendirian bahwa kebebasan individual hanya
mungkin ada dalam suatu jaminan keamanan negara yang berada dibawah rule of law dan
kebajikan warga negara (civic Virtues) untuk berpartisipasi didalamnya. Dari perspektif
republikan, kewarganegaraan memiliki dimensi etis dan legal (hukum). Status Hukum
warganegara akan berkaitan erat dengan kepemilikan privileges) yang memuat hak-hak dan
kewajiban terhadap kepentingan publik. Kewarganegaraan republikan memerlukan komitmen
aktif dalam urusan-urusan publik. (Dagger, 2002:147-149).
Teori ini berpendapat bahwa masyarakat sebagai komunitas politik adalah pusat
kehidupan politik (sapriya, 2006). Kewarganegaraan republikan menekankan pada ikatan-ikatan
sipil (civic bonds) suatu hal yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal)
ataupun ikatan kelompok (tradisi komunitarian). Sementara kewarganegaraan liberal lebih
menekankan pada hak (right), sedangkan kewarganegaraan republikan menekankan pada
kewajiban (duty) warganegara.
Kewarganegaraan Republikan merupakan bentuk kewarganegaraan yang paling tua dari pada
komunitarian, yang menyatakan pentingnya partisipasi warga dalam pengambilan keputusan di
wilayah republik, bukan hanya sebagai hak dan kewajiban tetapi sebagai esensi dari adanya
ikatan sipil. Ia menempatkan tanggung jawab sosial pada masyarakat daripada negara,
percaya bahwa tradisi budaya bukan negara yang dapat menguatkan civil society. Dalam tradisi
Yunani dan Romawi, masyarakat adalah negar itu sendiri sebagai lembaga publik. Warganegara
akan mempunyai arti jika mereka terlibat dalam kehidupan publik, kehidupan politik atau
kehidupan bernegara. Teori kewarganegaraan republikan baik
humanis

merupakan

bentuk ideal dari suatu

paham
negara

pemikiran

yang klasik maupun yang

kewarganegaraan

didasarkan atas

dua

dukungan,

yang berpendapat, bahwa
yakni

civic

virtue

wargannya dan pemerintahan yang republic karena ini merupakan hak yang esensial, sehingga
disebut civic republic. Jadi kewarganegaraan ini menekankan pentingnya kewajiban (duty),
tanggung

jawab (responsibility)

dan civic

virtue

(keutamaan

kewarganegaraan) dari

warganegaranya. Civic virtue dalam republik Romawi berarti kesediaan mendahulukan
kepentingan publik. Warganegara yang baik menurut Republik Klasik (Teori JJ Rousseau)
adalah yang mendahulukan kepentingan umum, jika ada warganegara yang mendahulukan
13

kepentingan

pribadinya diatas

korupsi. Kepentingan umum

kepentingan

(publik)

itu

umum

(publik)

diformulasikan

berarti

melalui

dia
apa

melakukan
yang

yang

dinamakan general will/volonte generale (kehendak umum). Negara yang ideal adalah negara
yang warganya tidak mementingkan dirinya sendiri, negara yang diatur oleh general
will/volonte generale. Di dalam kewarganegaraan republikan memiliki karakteristik etis
demikian

juga

status

legal/hukum.

Warganegara

dalam suatu

republik tidak

hanya

dilindungi oleh hukum, tetapi juga tunduk pada hukum. Kewarganegaraan mempunyai dimensi
etis yang dimunculkan dalam dua cara. Pertama, bahwa warganegara yang baik adalah yang
memiliki semangat publik (public spirit), yaitu menempatkan kepentingan umum diatas
kepentingan

pribadi,

Kedua komitmen pada masalah publik yang dimanivestasikan sebagai suatu komitmen
keterlibatan sipil. Warganegara yang baik akan mengambil tanggungjawab publik ketika muncul
tanpa harus menunggu yang lainnya, bahkan ia akan mengambil bagian yang aktif didalam
masalah publik. Warganegara republikan dapat mengambil bagian dengan berbagai bentuk
dalam masalah publik maupun untuk kepentingan umum. Secara nyata dapat melalui
pengorbanan/loyalitas warganegara,

misalnya ikut serta dalam pembelaan negara

(perang),

membayar pajak serta mentaati hukum yang berlaku.
4. Teori Kewarganegaraan Demokrasi Radikal
a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Demokrasi Radikal
-

Kewarganegaraan itu merupakan keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik
tertentu (secara khususnya ialah negara) yang dengannya membawa hak untuk
berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian
disebut warga negara (sesuai dengan Pasal 26 UUD 1945).

-

Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan
dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak. Karena perkataan demokrasi itu sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat) dan kratos/cratein(pemerintahan).
Maka, demokrasi itu secara harafiah berarti pemerintahan rakyat. Dan yang seperti
dikemukakan oleh Abraham Lincoln, bahwa demokrasi itu adalah “pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.”

-

Radikal itu merupakan pemikiran yang keras atau pemikiran yang sangat mendasar.
Radikal bisa diorientasikan pada pemikiran, sudut pandang atau paham tertentu tanpa
berpijak pada aturan yang berlaku di Negara Indonesia. Radikal itu juga hampir
mengenai ke konsep keotoriteran karena sifatnya yang keras, terlalu kaku dan tidak ada
14

toleransi terhadap orang lain sehingga tidak dapat menyesuaikan dengan kehidupan
berdemokrasi saat ini.
Berdasarkan pengertian di atas, jelaslah bahwa konsep demokrasi dan radikal itu sangat
berbenturan,

apalagi

jika

dikaitkan

singkatnya, kewarganegaraan itu

dengan

menitikberatkan

kewarganegaraan.

pada

konsep

Karena

secara

kewargaan, demokrasi itu

menitikberatkan pada konsep kebebasan untuk kepentingan rakyat, sedangkan radikal itu lebih
menitikberatkan pada konsep keras sehingga kemajuannya terhambat.
Secara teoritis, kewarganegaraan demokrasi radikal ini hanyalah merupakan pemahaman.
Karena jika konsep radikal ini diterapkan dalam kehidupan berdemokrasi seperti sekarang ini,
maka demokrasi yang ada akan kacau balau karena demokrasi tidak pernah sejalan dengan
konsep radikal.
Secara teori, bisa saja konsep demokrasi dan konsep radikal digabungkan karena kita
berbicara pada konsep teoritisnya. Namun, tidak begitu dengan prakteknya. Artinya, bahwa
secara praktek, konsep demokrasi dan konsep radikal jelas tidak bisa digabungkan karena
memang kedua konsep ini sungguh tidak sejalan dan sangat berbenturan.
Konsep demokrasi radikal ini memang banyak negara yang memahaminya (lebih kepada
tokoh-tokoh politik dalam negara itu), namun bukan berarti konsep demokrasi radikal ini dianut
oleh negara-negara itu (dalam hal penerapannya). Hanya saja konsep ini pernah terjadi di
Indonesia sewaktu kepemimpinan Soeharto, dimana kita dapat melihat kepemimpinan Presiden
Soeharto sangat cenderung ke arah otoriter dan keras.
Dalam chapter 11 Handbook of Citizenship oleh Claire Rasmussen and Michael Brown
Studies dijelaskan bahwa teori demokrasi radikal ini ada untuk menghidupkan kembali teori
politik. Dimana teori demokrasi radikal merupakan sebuah istilah yang diperoleh melalui kerja
Ernesto

Laclau

dan

Chantal

Mouffe,

mencoba

untuk

menghidupkan

sentralitas

kewarganegaraan, sebuah identitas yang dipercaya dapat melemahkan atau menghilangkan teori
Liberal dan Marxis lewat membatasi hubungan politik dengan bidang negara atau ekonomi.
Untuk mengembangkan pentingnya kewagarnegaraan, demokrasi radikal menurut chapter 11
Handbook of Citizenship oleh Claire Rasmussen and Michael Brown Studies maju sebagai
konsepsi

demokrasi

yang

merupakan

pandangan

hidup,

sebuah

perjanjian

yang

berkesinambungan bukan untuk komunitas ataupun negara tetapi lebih kepada pemikiran
mengenai politik sebagai sebuah tantangan yang tetap pada batasan politik itu sendiri. Jelaslah,
bahwa fokus utama demokrasi radikal terlihat dalam batasan praktek memperjuangkan politik
secara berkelanjutan. Dalam hal ini, kewarganegaraan dipahami sebagai perjuangan atau

15

perebutan untuk memperluas daerah kekuasaan politik dan berkemungkinan pula untuk dapat
berdemokrasi.

BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun beberapa teori-teori kewarganegaraan ialah
1. Teori Kewaganegaraan liberal
Teori ini berpendapat bahwa warganegara sebagai pemegang otoritas untuk menentukan
pilihan dan hak. Teori kewarganegaraan liberal menekankan pada konsep kewarganegaraan
yang berbasis pada hak. Peter H Scuck dalam Liberal Citizenship (2002) menyatakan bahwa
pengaruh besar dari teori ini diawali oleh penjelasan secara sistematis melalui John Locke
dan J.S Mill.
2. Teori Kewarganegaraan komunitarian
Fokus utama komunitarianisme dalam kajian kewarganegaraan ialah peran serta warga
negara dalam komunitas. Komunitarianisme bukanlah merupakan reaksi terhadap liberalism
Klasik, namun kepada kewarganegaraan yang berdasarkan Dimensi sosial, kewarganegaraan
(civic) dan politik dari komunitas Politik. Perspektif komunitarian menekankan pada
kelompok etnis atau kelompok budaya, solidaritas diantaranya orang-orang yang memiliki
sejarah

atau

tradisi

yang

sama,

kapasitas kelompok

tersebut untuk menghargai identitas orang-orang yang dibiarkan
teratomisasi oleh kecenderungan

yang mengakar

pada

masyarakat

liberal.

Teori

kewarganegaraan komunitarian sebagai reaksi dari teori kewarganegaraan liberal, kalau teori
kewarganegaraan liberal yang berpendapat bahwa masyarakat terbentuk dari pilihan-pilihan
bebas individu, sedangkan teori ini berpendapat justru masyarakatlah yang menentukan dan
membentuk individu baik karakternya, nilai keyakinan-keyakinannya. Komunitarianisme
menekankan pentingnya komunitas dan nilai sosial bersama.

16

3. Teori Kewarganegaraan Republikan
Kewarganegaraan republikan menekankan pada ikatan-ikatan sipil (civic bonds) suatu
hal yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal) ataupun ikatan kelompok
(tradisi komunitarian). Teori kewarganegaraan republikan baik yang klasik maupun yang
humanis merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang berpendapat, bahwa bentuk
ideal dari suatu negara didasarkan atas dua dukungan, yakni civic virtue wargannya dan
pemerintahan yang republik karena ini merupakan hak yang esensial, sehingga disebut civic
republic.

Jadi

kewarganegaraan

ini

tanggun jawab (responsibility) dan civic

menekankan
virtue

pentingnya kewajiban (duty),

(keutamaan kewarganegaraan)

dari

warganegaranya. Civic virtue dalam republic Romawi berarti kesediaan mendahulukan
kepentingan publik.
4. Teori Kewarganegaraan demokrasi radikal
Teori

demokrasi

radikal,

berusaha

untuk

menghidupkan

kembali

sentralitas

kewarganegaraan: sebuah identitas diyakini enervated atau dihilangkan di liberal dan Marxis
teori dengan membatasi hubungan politik dengan ranah negara atau perekonomian, akhirnya
mengurangi kewarganegaraan untuk tidak efisien bendera melambaikan, radikal demokrasi
berusaha mengedepankan konsepsi demokrasi sebagai jalan hidup, sebuah komitmen terus
menerus untuk tidak komunitas atau negara tapi ke politik dipahami sebagai tantangan
konstan untuk batas politik. Teori demokrasi radikal demokrasi untuk merangkul komitmen
untuk kesetaraan dan partisipasi tetapi mencakup radikalisasi politik melalui komitmen
untuk perubahan sosial yang konstan - dan tindakan seperti tampilan selimut melakukan
mengubah keadaan
Dengan demikian, dalam apa yang berikut radikal demokrasi ditempatkan baik dari segi
nya dasar-dasar teoritis dan empiris melalui praktek. Untuk memahami kedua commonalties
dan perbedaan antara radikal bentuk demokratis dan lainnya kewarganegaraan, kita
menelusuri sejarah dari tahap awal di mana ia berusaha untuk mendefinisikan kembali
kategori dari 'politik' untuk mendemokratisasikan kategori dari 'kewarganegaraan.'

B. SARAN
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan.
17

Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, penulis memohon maaf dan harap pembaca untuk
memaklumi hal tersebut.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Paradigma.
Sutoyo. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Winarno. (2015). “Dasar dan Konsep Pendidikan Kewarganegaraan Teori-Teori
Kewarganegaraan”. Pemikiran Aristoteles Tentang Kewarganegaraan dan
Konstitusi. HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN 1412-9418.
file:///F:/2.%20KULIAH/1.%20Mata%20Kuliah/SEMESTER%202/Dasar%20&
%20Konsep%20PKn/Bab%205.%20Teori-Teori
%20Kewarganegaraan/bahan/ipi364010_2.pdf
http://ahadhie.blogspot.co.id/2016/01/teori-kewarganegaraan-liberal-dan.html
http://riniismanan.blogspot.co.id/2015/11/teori-kewaganegaraan-liberal.html
http://wiwidariswoyo03.blogspot.co.id/2014/03/kewargaan-demokrasi-radikal.html

18