Pemanfaatan Tumbuhan Air Dan Material Fisik Terhadap Penurunan Kadar Besi (Fe) Dan Mangan (Mn) Pada Air Sumur

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Air Sebagai Sumber Air Minum
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi yang

sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia.Sebagai sumber air
minum ketersediaan air harus memadai dari segi kuantitas dan kualitas, dalam hal
ini memenuhi syarat kebersihan dan kesehatan (Asmadi et al., 2011).Air bersih
yang digunakan untuk air minum juga harus tersedia secara kontinyu, menarik
secara visual dan dapat digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air minum.
Air minum adalah air yang di konsumsi oleh manusia. Agar air minum
tidak menyebabkan penyakit maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi
persyaratan-persyaratan kesehatan. Untuk lebih amannya, saat mengkonsumsi air
minum, sebaiknya air tersebut berasal dari perusahaan air minum yang telah
mendapatkan lisensi dari pemerintah (Alamsyah, 2007).

2.1.1


Siklus Air
Ketersediaan air dibumi secara terus menerus akan mengalami proses

penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air yang ada di
permukaan tanah dan laut akan menguap keudara dan kemudian menjadi awan.
Kumpulan awan diudara akan mengalami proses kondensasi dan akan jatuh
sebagai hujan atau salju. Awan yang akan jatuh ke permukaan bumi sebagian akan
menguap lagi ke udara dan sebagian akan turun berupa hujan. Hujan yang jatuh

9

ke permukaan bumi juga tidak seluruhnya sampai ke permukaan tanah. Sebagian
hujan akan tertahan oleh tumbuh – tumbuhan dan menguap, dan sebagian lagi
akan jatuh atau mengalir melalui daun – daun ke permukaan tanah (Sosrodarsono
et al. 1983).
Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan masuk kedalam
tanah (infiltrasi), dan sebagian lagi akan mengisi lekuk – lekuk permukaan tanah
untuk dialirkan ke daerah – daerah yang rendah, hingga ke laut. Proses perubahan
dan perpindahan air dari satu bentuk ke bentuk lain, dan dari satu tempat ke
tempat lain yang berlangsung hingga kini dinamakan siklus hidrologi.


Gambar 2.1.Siklus Hidrologi

2.1.2

Sumber Air Minum
Menurut Sutrisno (2000), jenis – jenis sumber air yang dapat dimanfaatkan

sebagai sumber air minumselain air laut dan air hujan adalah air permukaan dan
air tanah.

2.1.2.1 Air Tanah
Air tanah merupakan air yang berada dibawah permukaan tanah didalam
zona jenuh dengan tekanan hidrostatik yang sama atau lebih besar dari tekanan
atmosfer. Air tanah terbagi atas air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah
dangkal terjadi karena adanya daya proses peresapan air dari permukaan tanah.
Pada kedalaman 15 m2air tanah dangkal sebagai sumber air minum sudah
memiliki kualitas yang baik, tapi dari segi kuantitas tergantung pada musim.
Air tanah dalam diperoleh setelah lapisan rapat air yang pertama dengan
menggunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga kedalamannya

mencapai kedalaman antara 100 – 300 m2.Air tanah berasal dari air hujan yang
jatuh di permukaan tanah, dan sebagian besar meresap ke dalam tanah mengisi
rongga – rongga atau pori – pori didalam tanah (Suyono, 1993).
Air tanah memiliki persoalan yang identik dengan air permukaan, yaitu
menyangkut kuantitas dan kualitas dan dampak lain seperti terjadinya land
subsidence (Kodoatie dan Sjarief, 2010).Tantangan utama yang dihadapi dalam
pengelolaan air tanah di Indonesia adalah terbatasnya pasokan air dari sumber air
permukaan, ketergantungan air yang tinggi terhadap air tanah untuk penyediaan
pasokan air, dan maraknya pengambilan sumber air ini karena tuntutan kebutuhan
akan air yang terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat maupun pelayanan umum di pusat – pusat perkantoran,
perbelanjaan, industry, pertanian, pertambangan dan sector – sector lainnya
(Danaryanto, et al., 2008). Pelayanan air bersih yang dilakukan oleh Pemerintah

melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), belum dapat menjangkau
seluruh wilayah. Sedangkan wilayah yang masyarakatnya sudah dilayani PDAM,
belum semua kebutuhan akan air bersih terpenuhi, sehingga menyebabkan mereka
cenderung mencari cadangan sumber air lain.

2.1.2.2. Air Sumur Gali

Air Sumur merupakan air tanah yang disadap melalui lubang yang digali
vertikal dari permukaan hingga mencapai lapisan air tanah/akuifer. Menurut
Kusnaedi (2000), sumur air minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke
permukaan yang digali lebih dalam lagi atau dibawah muka air tanah.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1997), sumur gali adalah salah satu
sarana penyediaan air bersih dengan cara menggali tanah sampai mendapatkan
lapisan air dengan kedalaman tertentu yang terdiri dari bibir sumur, dinding
sumur, lantai sumur, saluran air limbah dan dilengkapi dengan kerekan timba
dengan gulungannya atau pompa. Sumur gali yang dipakai dikalangan masyarakat
sebagian besar berupa sumur gali terbuka. Ditinjau dari segi kesehatan sumur gali
ini memang kurang baik bila cara-cara pembuatannya tidak pernah diperhatikan
karena mempunyai kemampuan besar akan tercemar oleh mikroba ataupun zat
kimia dari lingkungan sekitarnya.
Sumur gali merupakan salah satu sumber air. Keberadaan sumber air ini
harus dilindungi dari aktivitas manusia ataupun hal lain yang dapat mencemari air.
Sumber air ini harus memiliki tempat (lokasi) dan konstruksi yang terlindungi dari
drainase permukaan dan banjir. Bila sarana air bersih ini dibuat dengan memenuhi

persyaratan kesehatan, maka diharapkan pencemaran dapat dikurangi, sehingga
kualitas air yang diperoleh menjadi lebih baik (Waluyo, 2009: 137).

Menurut Joko (2010: 86), Tipe sumur gali ada dua macam, yaitu: Tipe I:
dipilih apabila keadaan tanah tidak menunjukkan gejala mudah retak atau
runtuh. Dinding atas dibuat dari pasangan bata/batako/batu belah dengan tinggi 80
cm dari permukaan lantai, dinding bawah dari bahan yang sama atau pipa beton
sedalam minimal 300 cm dari permukaan lantai. Tipe II: dipilih apabila keadaan
tanah menunjuukkan gejala mudah retak dan rutuh, dinding atas terbuat dari
pasangan bata/batako/batu belah setinggi 80 cm dari permukaan lantai. Dinding
bawah sampai kedalaman sumur dari pipa beton minimal sedalam 300 cm dari
permukaan lantai dari pipa beton kedap air dan sisanya dari pipa beton berlubang.

2.1.3

Kualitas air yang diperuntukkan untuk air minum
Kualitas air sumur juga dipengaruhi secara langsung ataupun tidak

langsung oleh proses mikrobiologi, yang mentransformasikan zat-zat anorganik
dan organik dalam air. Transformasi biologis ini biasanya mempengaruhi proses
kimia

tanah


(Chapelle,

1993).

Matthess

(1982)

menambahkan

bahwa

mikroorganisme menggunakan material terlarut atau yang tersuspensi dalam air
untuk proses metabolismenya, dan kemudian mereka melepas kembali produk
metaboliknya ke dalam air.
Semua senyawa organik merupakan sumber energi potensial untuk
organisme.Sebagian besar organisme membutuhkan oksigen untuk respirasi
(respirasi aerobik) dan pemecahan zat organik, tetapi ketika konsentrasi oksigen


tidak memadai beberapa bakteri dapat menggunakan beberapa alternatif seperti
nitrat, sulfat, dan karbon dioksida (respirasi anaerobik) (Chapman, 2000).
Menurut Sutrisno (1987), air minum harus memenuhi beberapa
persyaratan dari segi kualitasnya, yaitu:
a. Syarat Fisik:Air yang baik untuk diminum adalah air yang tidak berwarna,
tidak berasa, tidak berbau, jernih, dan suhunya sebaiknya ± 25ºC..
b. Syarat Kimia:Air minum yang baik adalah air minum yang tidak
mengandung racun, dan zat - zat kimia tertentu dalam jumlah yang
melampaui batas yang telah ditentukan.
c. Syarat bakteriologik:Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakeri
penyakit (pathogen) sama sekali dan tidak boleh mengandung bakteribakteri golongan coli melebihi batas-batas yang ditentukannya yaitu 1
Coli/100 ml air. Air yang mengandung golongan coli dianggap telah
berkontaminasi

dengan

kotoran

manusia.Dengan


demikian

dalam

pemeriksaan bakteriologik, tidak langsung diperiksa apakah air itu
mengandung bakteri pathogen, tetapi diperiksa dengan indikator bakteri
golongan coli.Pengelolaan kualitas air harus terus dilakukan dalam upaya
memelihara dan mengelola airuntuk mencapai kualitas air yang diinginkan
sesuai peruntukannya, dan untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiah (Fardiaz, 1992).
Menurut Said (2008), berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian

pencemaran air pada pasal 8 menyatakan klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4
(empat) kelas yaitu:
a. Kelas satu, air yang peruntukannya digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas


dua,

air

yang

peruntukannya

dapat

digunakan

untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan air untuk peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengang kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan

tersebut.
d. Kelas empat, air yang peruntukannya digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.2

Logam Berat Besi (Fe) dan Mangan (Mn)

Pada dasarnya mahluk hidup termasuk manusia memerlukan zat besi
sebagai nutrisi dalam mempertahankan kehidupannya, tetapi sebaiknya tidak
jumlahkadar yang berlebihan karena akan menimbulkan pengaruh yang kurang
baik bagi tubuh (Palar. H, 2008). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
492/Menkes/PER/IV/2010 tentang Air minum, konsentrasi zat besi dan mangan

dalam air minum/air bersih maksimum 0,3 mg/l dan mangan 0,4 mg/l. Pada air
tanah kandungan zat besi relative bervariasi dari 1 – 10 mg/l, berbeda dengan air
permukaan yang biasanya hanya mengandung zat besi tidak lebih dari 1 mg/l.
Konsentrasi besi yang tinggi pada air menyebabkan warna air menjadi merah
kecokelatan, berbau dan warna kuning pada dinding dan bak kamar mandi serta

pakaian (Hendrawati et al. 2013).

Gambar 2.2 Kondisi visual air sumur yang akan diteliti
Mangan dioksida sebagai pirolusit digunakan sebagai depolarizer dan sel
kering baterai dan untuk menghilangkan warna hijau pada gelas yang disebabkan
oleh

pengotor

besi.Mangan

sendiri

memberi

warna

lembayung

pada

kaca.Dioksidanya berguna untuk pembuatan oksigen dan khlorin, dan dalam
pengeringan cat hitam.Senyawa permanganat adalah oksidator yang kuat dan
digunakan dalam analisis kuantitatf serta pengobatan.Mangan banyak tersebar
didalam tubuh dan merupakan unsure yang penting untuk penggunaan vitamin B1
(Slamet, 1994).

2.2.1

Sumber Besi dan Mangan

Kandungan besi (Fe) di bumi terdapat sekitar 6,22 %, ditanah sekitar 0,5 –
4,3 %, disungai sekitar 0,7 mg/L, di air tanah sekitar 0,1 – 10 mg/L, di air laut
sekitar 1 – 3 ppb, dan pada air minum tidak lebih dari 200 ppb.
Pada air permukaan kandungan besinya biasa relative rendah dibawah 1
mg/L, sedangkan konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dari 0,01 mg/L
sampai dengan ± 25 mg/L. Zat besi di alam biasanya banyak terdapat didalam biji
besi hematite, magnetite, taconite, limonite goethite, siderite dan pyrite (FeS),
sedangkan di dalam air umumnya dalam bentuk terlarut garam ferri (Fe3+) atau
garam ferro (Fe2+), tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1mm) atau lebih
besar seperti Fe(OH)3, serta tergabung dengan zat organic atau zat padat yang
anorganik (seperti tanah liat dan partikel halus terdispersi).
Senyawa ferro dalam air yang sering dijumpai adalah FeO,FeSO4,
FeSO4.7H2O, FeCO3, Fe(OH)2, FeCl2 sedangkan senyawa ferri yang sering
dijumpai yaitu FePO4, Fe2O3, FeCl3, Fe(OH)3. (Eaton et al. 2005 ; Said, 2008).
Keberadaan kandungan mangan di bumi sekitar 1060 ppm, di tanah sekitar 61 –
1010 ppm, di sungai sekitar 7 mg/L, di laut sekitar 10 ppm, dan air tanah sekitar <
0,1 0,1 mg/L. Unsur mangan pada air permukaan berupa ion bervalensi empat
dalam bentuk organic. Unsur mangan pada air permukaan berupa ion bervalensi
empat dalam bentuk organic kompleks. Mangan banyak terdapat dalam pyrolusite
(MnO2), braunite, (Mn2+Mn3+)(SiO2), psilomelane (BaH2O)2Mn5O10 dan
rhodochrosite (MnCO3) (Said, 2008 dan Waton et al. 2005).

2.2.2 Bahaya Pencemaran besi dan mangan

Berdasarkan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

492/Menkes/PER/IV/2010 tentang air mnum, konsentrasi zat besi dalam air
minum / air bersih maksimum 0,3 mg/L dan mangan 0,4 mg/L. Zat besi dan
mangan memiliki sifat – sifat yang hampir sama, sehingga pengaruh yang
ditimbulkan dari keduanya hampir sama, meskipun nilai ambang batasnya
berbeda. Pengaruh yang ditimbulkan oleh zat besi dan mangan didalam air
menyebabkan penyumbatan pada pipa, bau dan rasa yang tidak enak, warna air
yang keruh dan kuning kecokelatan sehingga menimbulkan noda pada pakaian
dan kamar mandi serta perlatan lainnya. Zat besi juga menimbulkan perkaratan
(korosive) yang disebabkan oleh bakteri golongan crenothric dan clonothrix
(Oktiawan et al., Saifuddin 2000).
Bahaya yang ditimbulkan akibat dari akumulasi zat besi adalah keracunan
yang diawali dengan terjadinya muntah, kerusakan usus, penuaan dini hingga
kematian mendadak, mudah marah, radang sendi, cacat lahir, gusi berdarah,
kanker, cardiomyopathies, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah
lelah, kulit kehitam – hitaman, sakit kepala, gagal hati, hepatitis, mudah emosi,
hiper aktif, hipertensi, infeksi, insomnia, sakit liver, masalah mental, rasa logam di
mulut, myasthenia gravis, nausea, nevi, mudah gelisah dan iritasi, parkinson,
rematik, sikropenia, sariawan perut, stickle-cell anemia, keras kepala, strabismus,
gangguan penyerapan vitamin dan mineral serta hemkromatis (Parulian, 2009 dan
Paul C.Eck et al., 1989).

Kelebihan zat mangan dapat terjadi bila lingkungan terkontaminasi oleh
zat tersebut.Pekerja tambang yang mengisap mangan dari debu tambang dalam
waktu lama, menunjukkan gejala – gejala kelainan otak yang disertai penampilan
dan tingkah laku abnormal (Almatsier, 2004).Endapan MnO2 menimbulkan noda
pada bahan / benda yang berwarna putih.Adanya unsure ini dapat menimbulkan
bau dan rasa pada minuman (Sutrisno, 1991). Pada kadar tertentu mangan dalam
air minum akan mengakibatkan korosi pipa penyalur dan terjadi presipitasi yang
hitam sebagai tempat perekembangbiakan bakteri sehingga air lebih keruh,
berwarna dan mengalami perubahan rasa (Sitepoe, 1977).

2.3

Pengolahan air untuk menghilangkan zat besi dan mangan
Pengolahan air untuk menghilangkan zat besi dan mangan pada umumnya

terdiri atas 3 (tiga) cara yaitu pengolahan fisika, pengolahan kimia, dan
pengolahan secara biologi, atau kombinasi dari masing – masing metode tersebut.
Penentuan proses pengolahan yang akan digunakan, biasanya berdasarkan
besarnya konsentrasi zat besi atau mangan serta kondisi air baku yang digunakan
(Said,2008).

2.3.1

Pengolahan air secara Fisika
Pengolahanair untuk menghilangkan zat besi dan mangan secara fisika

dapat dilakukan antara lain dengan caraaerasi - filtrasi, presipitasi, elektrolitik,
pertukaran ion (ion exchange), adsorpsi dan sebagainya.Beberapa cara oksidasi
besi atau mangan yang paling sering digunakan didalam industri pengolahan air

minum antara lain proses aerasi filtrasi, proses khlorinasi filtrasi dan proses
oksidasi zeolit (manganese greensand) (Wong, 1994). Proses lain seperti
pertukaran ion, proses filtrasi dengan penambahan chlorine dioxide, proses
pengaturan pH, proses filtrasi dengan katalis dengan media yang sesuai serta
proses oksidasi dengan ozone, jarang digunakan karena alasan biaya dan
operasional (Asmadi et al,2011, Said, 2008).
Proses aerasi filtrasi peruntukannya pada umumnya untuk pengolahan air
dengan konsentrasi zat besi yang tinggi (5 mg/l),dan juga untuk menghemat biaya
penggunaan bahan kimia. Proses khlorinasi filtrasi untuk konsentrasi zat besi
kurang dari 2 mg/l, sedangkan proses filtrasi penambahan kalium permanganate
direkomendasikan untuk

penghilangan zat besi dengan konsentrasi 0-3 mg/l

(Asmadi et al. 2011, Said, 2008).

2.3.2

Pengolahan air secara Kimia
Pengolahan air dengan carakimia dapat dilakukan dengan pembubuhan

senyawa khlor, permanganat, kapursoda, ozon, polyphosphat, koagulan, flokulan,
dan sebagainya. Pengolahan dengan cara fisika dan cara kimia untuk
menghilangkan bahan pencemar (polutan), selain memerlukan biaya yang mahal
juga menghasilkan residu sisa pengolahanyang dikhawatirkan bisa menimbulkan
resiko pencemaran yang baru, sehingga diperlukan suatu pengolahan alternative
yang lebih murah dan ramah lingkungan (Mangkoediharjo,2005).
Menurut Said (2008) dan Asmadi et al. (2011), proses aerasi filtrasi
bertujuan untuk mengontakkan oksigen dari udara dengan air atau zat besi dan

mangan yang ada di dalam air, agar zat besi dan mangan yang ada didalam air
bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa ferri (Fe3+) serta mangan oksida
yang relative tidak larut dalam air. Pada proses aerasi filtrasi biasanya aerator
yang sering digunakan adalah aerator Baki (tray aerator), cascade aerator,
submerged aerator, spray aerator dan buble aerator.

2.3.3

Pengolahan air secara Biologi
Pengolahan airsecara biologi yang dilakukan dengan menggunakan tanaman

disebut

fitoremediasi.fitoremediasi

adalah

pemanfaatan

tanaman

atau

mikroorganisme untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi bahan pencemar,
karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap logam-logam berat dan
mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fotochelator (Udiharto,
1992). Konsep fitoremediasi yang memanfaatkan tumbuhan dan mikroorganisme
untuk memulihkan dan meremediasi tanah yang terkontaminasi bahan pencemar
merupakanpengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah. Fitoremediasi
dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik dan juga unsur logam
arsen (As), cadmium (Cd), kromium (Cr), Hidrargium (Hg), timah (Pb), seng
(Zn), nikel (Ni) dan cuprum (Cu) dalam bentuk padat, cair dan gas (Salt et al.,
1998).
Menurut Salt et al., (1998), mekanisme fisiologi fitoremediasi terbagi :
1. Fitoekstraksi: pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi bahan pencemar
untuk memindahkan logam berat atau senyawa organik dari tanah dengan
cara mengakumulasikannya di bagian tumbuhan yang dapat dipanen.
2. Fitodegradasi: pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme untuk
mendegradasi senyawa organik.
3. Rhizofiltrasi: pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap bahan
pencemar terutama logam berat dari air dan aliran limbah.

4. Fitostabilisasi: pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi bahan pencemar
dalam lingkungan.
5. Fitovolatilisasi:

pemanfaatan

tumbuhan

untuk

menguapkan

bahanpencemar, atau memindahkan bahan pencemar ke udara.
Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan terbagi
menjadi tiga proses yang bersinambungan, yaitu penyerapan logam oleh akar,
translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada
bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan
tersebut (Connel dan Miller,1995). Selain mempunyai kemampuan menyerap
logam berat, tumbuhan juga memiliki kemampuan menyerap dan mendegradasi
zat organik serta unsur hara.Kemampuan ini dimanfaatkan untuk mngendalikan
dan memulihkan lingkungan yang tercemar dengan menggabungkan berbagai
jenis tumbuhan mengingat keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing jenis
tumbuhan (Khan et al., 2000).
Pemilihan jenis tanaman yang toleran dan mampu mengolah limbah
dilakukan untuk mengetahui tingkat toleransi tanaman terhadap limbah, maka
perlu diketahui konsentrasi nutrisi dalam limbah. Kemampuan tanaman dalam
mengolah limbah meliputi kapasitas filtrasi dan efisiensi serapan nutrisi (Salt et
al.,1998). Salah satu contoh tanaman yang digunakan pada proses fitoremediasi
lahan perairan adalah tumbuhan timbul dan tumbuhan mengapung seperti Scirpus
californicus, Zizaniopsis miliaceae,Panicum helitomom, Pontederia cordata,
Sagittaria lancifolia, dan Typha latifolia merupakan tanaman – tanaman yang bisa

digunakan pada ekosistim perairan untuk mengolah limbah (Corseuil dan Moreno,
2000).
Jenis tumbuhan mengapung digunakan karena tingkat pertumbuhannya
yang tinggi dan kemampuannya untuk langsung menyerap unsure hara langsung
dari kolom air (Pandjaitan, 2008). Akarnya menjadi tempat filtrasi dan adsorpsi
padatan tersuspensi dan pertumbuhan mikroba yang menghilangkan unsur-unsur
hara dari kolom air.Pemilihan dan pemanfaatan tumbuhan sebagai agen
pemulihan lingkungan tercemar, memiliki beberapa persyaratan seperti yang
dikemukakan oleh Baker (1999) yaitu, memiliki laju akumulasi yang tinggi,
mempunyai kemampuan mengakumulasi beberapa macam logam, mempunyai
kemampuan tumbuh yang cepat, produksi biomassa yang tinggi, dan tanaman
harus tahan terhadap hama penyakit.
Tumbuhan air lainnya yang sering digunakan sebagai agen fitoremediasi
antara lain eceng gondok (E.crasssipes), H.verticillata, P. stratiotes oleh Puspita
et al (2011), S.molesta dengan kombinasi H.verticillataoleh Fuad et al.(2013) dan
genjer (L.flava) dalam menyerap logam Fe dan Mn oleh Priyanti dan Yunita
(2013). Jenis tumbuhan air diatas banyak dijumpai disungai, pantai, rawa dan
danau.Sudibyo (1989) menjelaskan, bahwa eceng gondok dapat digunakan untuk
menghilangkan polutan, karena fungsinya sebagai sistem filtrasi biologis,
menghilangkan nutrient mineral seperti cuprum, aurum, cobalt, strontium, timah,
cadmium dan nikel.

Xia dan Ma (2005), juga menjelaskan bahwa eceng gondok memiliki
kemampuan

sebagai

fitodegradasi

terhadap

ethion

(komponen

pestisida).Kecepatan dalam melakukan metabolisme ethion adalah 55 – 91% di
pucuk, 74 – 81% di akar, dalam waktu satu minggu.Tumbuhan floating plant
lainnya yang juga sering digunakan untuk alternative pengolahan air
terkontaminasi

logam

berat

adalah

tumbuhankiambang

(Salvinia

molesta).Kiambang(S.molesta) juga merupakan salah satu tanaman yang
berpotensi sebagai fitoremediator logam berat untuk pengolahan limbah dan air
buangan.Pemilihan kiambang (Salvinia molesta)sebagai fitoremediator pada
penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kiambang juga merupakan
tumbuhan air yang banyak terdapat di perairan dekat permukiman serta memiliki
bentuk morfologi yang aktif dalam menyerap polutan, dan tidak menghalangi
penetrasi cahaya ke dalam perairan (Widiarso,2011).
Fitoremediasi sebagai suatu teknologi yang sedang berkembang, telah
menarik perhatian banyak pihak termasuk peneliti dan pengusaha.Kemajuan
industri di Indonesia mengakibatkan banyaknya masalah pencemaran yang
memerlukan usaha remediasi dan pencegahan pencemaran yang aman dan
berkelanjutan.Fitoremediasi diharapkan dapat memberikan solusi yang nyata dan
efektif bagi upaya pemulihan dan perbaikan kualitas lingkungan.

Eceng gondok
(E.crassipes)

Kiambang (S.molesta)

Gambar 2.3. Tumbuhan Air

Sirih gading (E.pinnatum)

2.4.

Prospek fitoremediasi

Teknologi fitoremediasi saat ini masih dalam tahap perkembangan dan
masih memerlukan penerapan yang lebih banyak lagi untuk menjawab
permasalahan- permasalahan lingkungan yang ada (Darliana).

Penerapan

teknologi fitoremediasi untuk pemulihan lingkungan merupakan alternatif terbaik
saat ini, karena selain berbiaya murah,

bahan – bahannya juga tersedia di

lingkungan sekitar, dibanding dengan pengolahan yang menggunakan teknologi
fisika dan kimia.
Tumbuh – tumbuhan yang biasa digunakan sebagai hiperakumuator dalam
menyerap logam – logam berat yang ada di air limbah dan lingkungan, seperti
eceng gondok, kiambang, jerangau, dan sebagainya saat ini juga sudah banyak
diberdayakan untuk kerajinan tangan, pupuk kompos dan obat - obatan. Eceng
gondok sebagai salah satu bahan penyerap tumbuhan air yang digunakan dalam
penelitian ini, selain sebagai bahan penyerap polutan juga dapat digunakan
sebagai bahan tas wanita, topi, keranjang, dan jenis kerajinan tangan lainnya
seperti pada gambar 2.4. (Pusat Kerajinan Tangan Eceng Gondok, Pangururan –
Samosir).

Gambar 2.4. Bahan kerajinan yang berasal dari bahan dasar eceng gondok