Efektifitas Proses Elektrokoagulasi Terhadap Penurunan Kadar Besi Air Sumur

(1)

EFEKTIFITAS PROSES ELEKTROKOAGULASI TERHADAP

PENURUNAN KADAR BESI AIR SUMUR

SKRIPSI

YESA YEMIMA BR SEMBIRING

100802073

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EFEKTIFITAS PROSES ELEKTROKOAGULASI TERHADAP

PENURUNAN KADAR BESI AIR SUMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

YESA YEMIMA BR SEMBIRING

100802073

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERSETUJUAN

Judul :Efektifitas Proses Elektrokoagulasi Terhadap

Penurunan Kadar Besi Air Sumur

Kategori :Seminar Hasil

Nama :Yesa Yemima Br Sembiring

Nomor Induk Mahasiswa :100802073

Program Studi :Sarjana (S1) Kimia

Departemen :Kimia

Fakultas :Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

:Disetujui di Medan, Mei 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc Dra.Saur Lumban Raja, M.Si

NIP. 195606241983031002 NIP. 195506231986012002

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

EFEKTIFITAS PROSES ELEKTROKOAGULASI TERHADAP

PENURUNAN KADAR BESI AIR SUMUR

SKRIPSI

S

aya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2015

YESA YEMIMA BR SEMBIRING 100802073


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya begitu besar sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Saur Lumban Raja, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc selaku pembimbing 2 yang telah banyak memberikan arahan selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Bapak Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc selaku Ketua Bidang Kimia Anorganik FMIPA USU dan Bapak Dr. Nimpan Bangun, M.Sc selaku Kepala Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU yang telah memberikan saran-saran kepada penulis. Terima kasih kepada ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan bapak Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU Medan dan seluruh dosen FMIPA-FMIPA-USU yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang tua saya Atasen Sembiring dan Sehtamalem br Bangun serta Ibu Tina Nainggolan dan Bapak Johnny Seragih yang telah mendoakan, memberikan semangat dan dukungan kepada penulis juga kepada adik-adikku Jusak Bin Berit Sembiring, Jeremia Sembiring dan Benyamin Sembiring. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Cell Group Leader dan seluruh teman-teman di Bethel dan Harvest serta seluruh teman-teman seperjuangan stambuk 2010.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan kiranya dapat memberikan manfaat terhadap kemajuan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang kimia.


(6)

EFEKTIFITAS PROSES ELEKTROKOAGULASI TERHADAP

PENURUNAN KADAR BESI AIR SUMUR

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dalam air sumur tentang efektifitas proses elektrokoagulasi terhadap penurunan kadar besi. Dalam penelitian ini penurunan kadar besi dilakukan dengan tiga tahap yaitu filtrasi, elektrokoagulasi dan elektrokoagulasi yang disertai dengan filtrasi, dimana proses elektrokoagulasi dilakukan dengan variasi waktu 15, 30, 45 dan 60 menit menggunakan elektroda aluminium. Filtratnya ditambahkan dengan asam nitrat yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengganggu yang terdapat dalam sampel dengan bantuan pemanas listrik. Logam Fe dianalisa dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hasil analisa diperoleh waktu elektrokoagulasi optimum adalah 45 menit, dengan persentasi penurunan kadar Fe yaitu 78,68% dengan kadar Fe : 0,2182 mg/L, selanjutnya proses elektrokoagulasi disertai dengan penyaringan dan diperoleh persentasi penurunan kadar Fe yaitu 85,02% dengan kadar Fe : 0,1533 mg/L. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa proses penyaringan (filtrasi) juga berpengaruh pada penurunan kadar logam Fe. Kadar besi yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut sudah memenuhi KEPMENKES RI No. 907/MENKES/VII/2002.

Kata kunci : Air Sumur, Elektrokoagulasi, Filtrasi


(7)

THE EFFECTIVENESS OF THE ELECTROCOAGULATION

PROCESS TO DECREASE THE IRON CONTENT OF

WATER WELL

ABSTRACT

Research in the well water on the effectiveness of the process of electrolysis to decrease iron levels. In this study, a decrease in the levels of iron carried out in three stages, namely filtration, electrocoagulation and electrocoagulation were accompanied by filtration, where the electrocoagulation process is done with the variation of time 15, 30, 45 and 60 minutes using aluminum electrodes. The filtrate was added with nitric acid which aims to eliminate nuisance substances contained in the sample with the aid of an electric heater. Fe was analyzed by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). The results of the analysis, the optimum electrolysis time is 45 minutes, with the percentage decrease in Fe content is 78.68% with Fe content: 0.2182 mg / L, further electrocoagulation process is accompanied by filtration and obtained the percentage reduction is 85.02% Fe content with content Fe: 0.1533 mg / L. From the results obtained that the screening process (filtration) also affects the reduction of Fe metal content. Iron content obtained from the results of these studies has met KEPMENKES RI No. 907/MENKES/VII/2002.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Lokasi Penelitian 4

1.7. Metodologi Penelitian 4

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air 5

2.2. Sumur Gali 6

2.3. Logam Besi (Fe) 7

2.3.1. Sifat Logam Besi 7

2.3.2. Logam Besi Dalam Air 7 2.3.3. Akibat Kelebihan Konsentrasi Besi Terlarut 9 2.4. Sel Elektrokimia 10

2.5. Potensial Elektroda 11

2.6. Elektrokoagulasi 13

2.6.1. Flokulasi 16 2.6.2. Koagulasi 17 2.6.3. Kelebihan Elektrokoagulasi 17

2.6.4. Kekurangan Elektrokoagulasi 18

2.7. Spektrofotometer Serapan Atom 18

2.7.1. Prinsip Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 19

2.7.2. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 19

2.7.3. Gangguan pada SSA dan Cara Mengatasinya 21

Bab 3. METODE PENELITIAN 3.1. Alat 22


(9)

3.3. Prosedur Penelitian 23

3.3.1. Pembuatan Larutan Standar 23

3.3.1.1. Pembuatan Larutan Standar Logam 23

Besi 100 mg/L 3.3.1.2. Pembuatan Larutan Standar Logam 23

Besi 10 mg/L 3.3.1.3. Pembuatan Larutan Standar Logam 23

Besi 1 mg/L 3.3.1.4. Pembuatan Larutan Seri Standar 23

Logam Besi 3.3.1.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Logam 24

Besi 3.3.2. Perlakuan Terhadap Sampel 24

3.4. Bagan Penelitian 26

3.4.1. Rangkaian Alat 26

3.4.2. Air Sumur Dengan Penyaringan 28

3.4.3. Elektrokoagulasi Air Sumur Tanpa Penyaringan 29

3.4.4. Elektrokoagulasi Air Sumur Dengan Penyaringan 30

Bab 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 31

4.1.1. Pengukuran Kadar Besi dari Hasil 31

Elektrokoagulasi Air Sumur 4.1.1.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 31

4.1.1.2. Menghitung Koefisien Korelasi (R) 33

4.1.1.3. Penentuan Konsentrasi Besi (Fe) 34

4.1.1.4. Penentuan Persentasi Penurunan Konsentrasi 34

Besi (Fe) 4.2. Pembahasan 37

Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN 41

5.1. Kesimpulan 41

5.2. Saran 41


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Potensial Reduksi Standar 12

4.1. Data Absorbansi dari Larutan Seri Standar Besi 31

4.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi untuk Penentuan 32 Konsentrasi Besi

4.3. Konsentrasi Awal Logam Besi di dalam Air Sumur 34

4.4. Konsentrasi dan Persentasi Penurunan Logam Besi Hasil 35 Filtrasi Air Sumur

4.5. Konsentrasi dan Persentasi Penurunan Logam Besi Hasil 35 Elektrokoagulasi Air Sumur dengan Variasi Waktu

4.6. Konsentrasi dan Persentasi Penurunan Logam Besi Hasil 36 Elektrokoagulasi dan Filtrasi Air Sumur dengan Variasi Waktu


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1. Prinsip dari Proses Elektrokoagulasi 13

2.2. Interaksi dalam Proses Elektrokoagulasi 14

2.3. Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom 19

3.4.1. Rangkaian Alat Elektrokoagulasi 26


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut 45

KEPMENKES RI No. 907 / MENKES / VII / 2002

2. Alat yang Digunakan Saat Proses Elektrokoagulasi 53

3. Air Sumur Sebelum dan Sesudah Proses Elektrokoagulasi 54


(13)

EFEKTIFITAS PROSES ELEKTROKOAGULASI TERHADAP

PENURUNAN KADAR BESI AIR SUMUR

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dalam air sumur tentang efektifitas proses elektrokoagulasi terhadap penurunan kadar besi. Dalam penelitian ini penurunan kadar besi dilakukan dengan tiga tahap yaitu filtrasi, elektrokoagulasi dan elektrokoagulasi yang disertai dengan filtrasi, dimana proses elektrokoagulasi dilakukan dengan variasi waktu 15, 30, 45 dan 60 menit menggunakan elektroda aluminium. Filtratnya ditambahkan dengan asam nitrat yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengganggu yang terdapat dalam sampel dengan bantuan pemanas listrik. Logam Fe dianalisa dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hasil analisa diperoleh waktu elektrokoagulasi optimum adalah 45 menit, dengan persentasi penurunan kadar Fe yaitu 78,68% dengan kadar Fe : 0,2182 mg/L, selanjutnya proses elektrokoagulasi disertai dengan penyaringan dan diperoleh persentasi penurunan kadar Fe yaitu 85,02% dengan kadar Fe : 0,1533 mg/L. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa proses penyaringan (filtrasi) juga berpengaruh pada penurunan kadar logam Fe. Kadar besi yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut sudah memenuhi KEPMENKES RI No. 907/MENKES/VII/2002.

Kata kunci : Air Sumur, Elektrokoagulasi, Filtrasi


(14)

THE EFFECTIVENESS OF THE ELECTROCOAGULATION

PROCESS TO DECREASE THE IRON CONTENT OF

WATER WELL

ABSTRACT

Research in the well water on the effectiveness of the process of electrolysis to decrease iron levels. In this study, a decrease in the levels of iron carried out in three stages, namely filtration, electrocoagulation and electrocoagulation were accompanied by filtration, where the electrocoagulation process is done with the variation of time 15, 30, 45 and 60 minutes using aluminum electrodes. The filtrate was added with nitric acid which aims to eliminate nuisance substances contained in the sample with the aid of an electric heater. Fe was analyzed by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). The results of the analysis, the optimum electrolysis time is 45 minutes, with the percentage decrease in Fe content is 78.68% with Fe content: 0.2182 mg / L, further electrocoagulation process is accompanied by filtration and obtained the percentage reduction is 85.02% Fe content with content Fe: 0.1533 mg / L. From the results obtained that the screening process (filtration) also affects the reduction of Fe metal content. Iron content obtained from the results of these studies has met KEPMENKES RI No. 907/MENKES/VII/2002.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi manusia, karena seluruh kegiatan manusia sangat berkaitan erat dengan ketersediaan air. Berkurangnya ketersediaan air bersih merupakan salah satu masalah yang dihadapi banyak negara termasuk Indonesia, seiring dengan pertambahan penduduk dan aktivitas manusia yang semakin beragam (Heriani,E., 2014).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 907/MENKES/SK/VII/2002, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia, dan radioaktif. Adapun beberapa parameter kadar maksimum yang diperbolehkan secara kimia anorganik : air raksa 0,001 mg/L, arsen 0,05 mg/L, besi 1,0 mg/L, fluorida 1,5 mg/L, kadnium 0,005 mg/L, kesadahan (CaCO3) 500 mg/L, selenium 0,01 mg/L, seng 15 mg/L, timbal 0,05 mg/L dan pH 6,5-9,0.

Belawan merupakan suatu kawasan industri dan sarana pelabuhan terbesar di Kota Medan (Juanta,P., 2014). Sebagian kecil masyarakat yang tinggal di Kecamatan Medan Belawan, masih ada menggunakan air sumur gali untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan air minum walaupun keadaan air sumur gali pada daerah tersebut memiliki warna yang keruh. Hal ini dikarenakan keberadaan sarana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) pada daerah tersebut masih terbatas hanya pada kelurahan tertentu.


(16)

Mineral yang sering berada dalam air dengan jumlah besar adalah kandungan Fe. Apabila Fe tersebut berada dalam jumlah yang banyak akan muncul berbagai gangguan lingkungan. Unsur besi (Fe) yang berlebih menimbulkan noda-noda pada peralatan dan bahan pakaian yang berwarna putih. Unsur Fe dapat menimbulkan bau, warna dan koloid pada air minum (Widowati,W dkk., 2008).

Menurunkan kadar Fe dalam air sumur dapat dilakukan dengan menggunakan metode elektrokoagulasi. Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan energi listrik. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sederhana dan mudah dioperasikan. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua penghantar listrik yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan elektrolit. Elektrokoagulasi bukan merupakan teknologi baru, dimana teknologi ini ditemukan lebih dari seratus tahun dan merupakan pengolahan air bersih yang cukup besar di London (Nainggolan,H., 2004).

Telah banyak dilakukan penelitian mengenai metode elektrokoagulasi ini, seperti; Muhammad Ridwan Harahap (2008) telah meneliti penurunan kadar logam seng pada air limbah PT. Industri Karet Nusantara, Sofia Novita (2012) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh variasi kuat arus listrik dan waktu pengadukan untuk penjernihan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dan M. Adib Fadli dkk (2011) melakukan penelitian mengenai penyisihan kadar COD, BOD dan warna pada limbah cair industri batik, menggunakan tiga plat elektroda yaitu aluminium (Al), besi (Fe), dan seng (Zn), yang paling efektif digunakan untuk menurunkan konsentrasi COD, BOD dan warna dalam limbah cair industri batik adalah plat elektroda aluminium.

Dalam hal ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengolahan air bersih khususnya penurunan kadar logam Fe dari air sumur dengan menggunakan metode elektrokoagulasi dimana plat elektoda yang digunakan berupa aluminium.


(17)

I.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh metode elektrokoagulasi dalam proses pengolahan air bersih khususnya penurunan kadar logam Fe pada air sumur tanpa penambahan zat koagulan.

I.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini objek masalah dibatasi sebagai berikut :

1. Air sumur yang digunakan berasal dari daerah Jl. Pulau Halmahera,

Lingkungan 10, Kec.Medan Belawan, KM 20.5.

2. Elektroda yang digunakan adalah elektroda aluminium. 3. Proses elektrokoagulasi dilakukan dengan variasi waktu.

4. Parameter yang di analisa merupakan kandungan kadar logam Fe.

5. Pengujian dilakukan sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi dengan variasi waktu.

I.4. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses pengolahan air bersih khususnya penurunan kadar logam Fe pada air sumur dengan menggunakan metode elektrokoagulasi.

2. Untuk mengetahui waktu optimum elektrokoagulasi yang digunakan, sehingga menghasilkan air dengan kadar Fe yang memenuhi syarat air bersih menurut KEPMENKES RI No. 907/MENKES/VII/2002.


(18)

I.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa metode elektrokoagulasi dapat digunakan sebagai pengolahan air bersih khususnya sebagai penurunan kadar logam Fe pada air sumur.

I.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analitik FMIPA Universitas Sumatera Utara. Analisis kadar logam dilakukan di Badan Riset dan Penelitian (BARISTAN) Medan.

Air sumur diambil dari Daerah Belawan, Kec.Medan Labuhan, Kel.Pekan Labuhan, KM 20.5

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. Sampel yang digunakan diambil dari air sumur Belawan. Dalam penelitian ini penurunan kadar besi dilakukan dengan tiga tahap yaitu filtrasi, elektrokoagulasi dan elektrokoagulasi yang disertai dengan filtrasi, dimana proses elektrokoagulasi dilakukan dengan variasi waktu 15, 30, 45 dan 60 menit menggunakan elektroda aluminium. Filtratnya ditambahkan dengan asam nitrat yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengganggu yang terdapat dalam sampel dengan bantuan pemanas listrik. Selanjutnya dianalisa kadar logam Fe dengan Spektrofotometri Serapa Atom (SSA).


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk kehidupan setiap mahluk hidup di bumi ini. Oleh sebab itu diperlukan sumber air yang mampu menyediakan air yang baik dari segi kualitas dan kuantitas. Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat, mengakibatkan sumber daya air di dunia menjadi salah satu kekayaan yang sangat penting. Air merupakan hal pokok bagi konsumsi dan sanitasi umat manusia, untuk produksi barang industri, serta untuk produksi makanan, kain dan sebagainya. Namun air tidak tersebar secara merata di atas permukaan bumi akan tetapi bervariasi (Suripin, M., 2001)

Air di permukaan bumi ini terdiri atas 97% air asin di lautan, 2% masih berupa es, 0,0009% berupa danau, 0,00009% merupakan air tawar di sungai dan sisanya merupakan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hiidup manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daratan. Oleh sebab itu, air merupakan barang langka yang paling dominan dibutuhkan di permukaan bumi ini (Nugroho,A., 2006).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.907/MEN.KES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Persyaratan kesehatan air minum yaitu meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik.


(20)

2.2. Sumur Gali

Sumur gali adalah satu sarana yang paling umum digunakan oleh masyarakat kecil untuk mengambil air tanah dangkal dan dipergunakan sebagai sumber air bersih. Air tanah dangkal adalah air yang paling mudah terkontaminansi oleh rembesan yang berasal dari sarana pembuangan air kotor, jamban dan kotoran hewan. Sumur gali umumnya dibuat untuk mengambil air tanah bebas sehingga sangat dipengaruhi oleh musim (Ompusunggu,H., 2009).

Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air (Entjang,I., 2000).

Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air sumur pun dapat merupakan sumber kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air dengan timba. Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang baik, bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam sumur (Entjang,I., 2000).

Cara pengambilan air tanah yang paling tua dan sederhana adalah dengan membuat sumur gali dengan kedalaman lebih rendah dari posisi permukaan air tanah. Jumlah air yang dapat diambil dari sumur gali biasanya terbatas, dan air yang diambil adalah air dangkal. Untuk pengambilan air yang lebih besar diperlukan luas dan kedalaman galian yang lebih besar. Kedalaman sumur gali tergantung lapisan tanah, ketinggian dari permukaan air laut, dan ada tidaknya air bebas di bawah lapisan tanah. Sumur gali biasanya dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5-8 meter di bawah permukaan tanah. Cara ini cocok untuk daerah pantai dimana air tanah berada di atas air asin (Gabriel,J.F., 2001).


(21)

2.3. Logam Besi (Fe)

2.3.1. Sifat-Sifat Logam Besi

Besi (Fe) merupakan logam transisi dan memiliki nomor atom 26. Bilangan oksidasi Fe adalah +3 dan +2. Fe memiliki berat atom 55,845 g/mol, titik leleh 1.5380 C, dan titik didih 2.8610 C. Fe menempati urutan sepuluh besar sebagai unsur di bumi. Fe menyusun 5-5,6 dari kerak bumi dan menyusun 35 % dari massa bumi. Konsentrasi tertinggi terdapat pada lapisan dalam dari inti bumi dan sejumlah kecil terdapat di lapisan terluar kerak bumi. Beberapa tempat di bumi bisa mengandung Fe mencapai 70%. Logam Fe ditemukan dalam inti bumi berupa hematit. Fe hampir tidak dapat ditemukan sebagai unsur bebas. Fe diperoleh dalam bentuk tidak murni sehingga harus melalui reaksi reduksi guna mendapatkan Fe murni. Fe ditemukan terutama sebagai mineral hematit (Fe2O3); magnetit (Fe3O4); mineral lain yang merupakan sumber Fe adalah limonit [FeO(OH)nH2O], siderit (FeCO3), dan takonit (Widowati,W dkk., 2008).

Logam besi memiliki warna putih keperakan, yang kukuh dan liat. Asam klorida encer atau pekat dan asam sulfat encer dapat melarutkan besi.

Fe(s) + 2HCl(aq)→ Fe2+(aq) + 2Cl-(aq) + H2↑(g)

2Fe(s) + 3H2SO4(aq) + 6H+(aq) → 2Fe3+(aq) + 3SO2↑(g) +6H2O(l)

Dengan asam nitrat encer dingin, terbentuk ion besi (II) dan amonia : 4Fe(s) + 10H+(aq) + NO-3(aq) → 4Fe2+(aq) + NH4+(aq) + 3H2O(l)

Asam nitrat pekat yang panas dapat melarutkan besi dengan membentuk gas nitrogen oksida dan ion besi (III) :

Fe(s) + HNO3(aq) + 3H+(aq) → Fe3+(aq) + NO↑(g) + 2H2O(l) (Svehla,G.,1979)

2.3.2. Logam Besi Dalam Air

Mineral yang sering berada dalam air dengan jumlah besar adalah kandungan Fe. Apabila Fe tersebut berada dalam jumlah yang banyak akan muncul berbagai gangguan lingkungan. Beberapa wilayah perairan Indonesia tercemar Fe karena


(22)

aktivitas industri. Besi dalam air tanah bisa berbentuk Fe(II) dan Fe(III) terlarut (Widowati,W dkk., 2008). Pada umumnya, besi yang ada di dalam air dapat bersifat :

a. terlarut sebagai Fe2+ (ferro) atau Fe3+ (ferri) ;

b. tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 mikrometer) atau lebih besar ;

c. tergabung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis (seperti tanah liat) (Nainggolan,H., 2011).

Perairan yang mengandung besi tidak diinginkan untuk keperluan rumah tangga, karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin dan alat-alat lainnya serta menimbulkan rasa yang tidak enak untuk air minum. Besi (II) sebagai ion berhidrat dapat larut, merupakan jenis besi yang terdapat dalam air tanah, karena air tanah tidak berhubungan dengan oksigen dari atmosfer, konsumsi oksigen bahan organik dalam media mikroorganisme akan menghasilkan keadaan reduksi dalam air tanah. Oleh karena itu, besi dengan bilangan oksidasi rendah yaitu Fe(II) umumnya ditemukan dalam air tanah dibandingkan Fe(III). Secara umum Fe(II) terdapat dalam air tanah berkisar antara 1,0-10 mg/L, dalam kondisi tidak ada oksigen air tanah mengandung Fe(II) jernih tetapi saat mengalami oksidasi oleh oksigen yang berasal dari atmosfer ion ferro akan berubah menjadi ion ferri (Effendi, 2003).

Kadar besi pada perairan yang mendapat cukup aerasi (aerob) hampir tidak pernah lebih dari 0,3 mg/l, kadar besi pada perairan alami berkisar 0,05-0,2 mg/l. Pada air tanah dengan kadar oksigen yang rendah, kadar besi dapat mencapai 10- 100 mg/l. Kadar besi >1,0 mg/l dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik. Air yang diperuntukkan untuk air minum sebaiknya memiliki kadar besi kurang dari 0,3 mg/l (Effendi, 2003).


(23)

2.3.3. Akibat Kelebihan Konsentrasi Besi Terlarut

Apabila kosentrasi besi terlarut dalam air melebihi batas, akan menyebabkan berbagai masalah, diantaranya :

1. Gangguan teknis

Endapan Fe(OH) bersifat korosif dapat mengendap pada saluran pipa, sehingga mengakibatkan clogging dan mengotori bak/wastafel/kloset.

2. Gangguan fisik

Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah timbulnya warna, bau dan rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi terlarutnya > 1,0 mg/L karena dapat menyebabkan air berbau seperti telur busuk.

3. Gangguan kesehatan

Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7–35 mg/hari yang sebagian diperoleh dari air.

Namun zat Fe yang berlebih pada tubuh dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan, beberapa diantaranya yaitu :

a. Air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual

apabila dikonsumsi.

b. Kadar Fe yang besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini.

c. Kadar Fe > 1 mg/L akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit.

d. Hemokromatesis primer besi akibat dari penyerapan Fe dalam jumlah berlebih di dalam tubuh. Feritin berada dalam keadaan jenuh akan besi sehingga kelebihan mineral ini akan disimpan dalam bentuk kompleks dengan mineral lain yaitu hemosiderin. Akibatnya terjadilah sirosis hati dan kerusakan pankreas sehingga menimbulkan diabetes (Widowati,W dkk., 2008).


(24)

2.4. Sel Elektrokimia

Sel elektrokimia adalah sel yang menghasilkan transfer bentuk energi listrik menjadi energi kimia atau sebaliknya, melalui saling interaksi antara arus listrik dan reaksi redoks (Hiskia,A.,1992).

Reaksi redoks merupakan akibat dari aliran arus listrik yang diberikan dan berlangsung pada bagian yang disebut elektroda. Pertemuan antara dua fase dengan komposisi yang berlainan akan menyebabkan perbedaaan potensial antara dua fase tersebut, sehingga terjadi pemisahan muatan listrik. Transfortasi muatan listrik antar fase dapat terjadi pada fase elektrolit dan fase elektroda. Elektroda adalah fase tempat muatan listrik dibawa oleh gerakan elektron. Sedangkan elektrolit adalah fase tempat muatan listrik dibawa oleh gerakan ion – ion (Hiskia,A.,1992).

Secara umum sel elektrokimia didefinisikan sebagai 2 elektroda yang dipisahkan oleh paling sedikit satu fase elektrolit. Elektroda tempat terjadinya oksidasi disebut anoda dan elektroda tempat terjadinya reduksi disebut katoda. Oksidasi yaitu suatu perubahan kimia, jika :

a.Suatu zat memberikan atau melepaskan elektron

b.Suatu unsur mengalami pertambahan bilangan oksidasi atau tingkat oksidasi c.Terjadi pada anoda atau elektroda positif suatu sel elektrokimia

Reduksi ialah suatu perubahan kimia, jika : a.Suatu zat menangkap atau menerima elektron

b.Suatu unsur mengalami pengurangan bilangan oksidasi atau tingkat oksidasi c.Terjadi pada katoda atau elektroda negatif suatu sel elektrokimia (Hiskia,A.,1992).


(25)

2.5. Potensial Elektroda

Suatu reaksi reduksi dapat menimbulkan potensial listrik tertentu yang disebut potensial elektroda (E0). Makin mudah suatu unsur mengalami reduksi, makin besar E0 yang ditimbulkannya. Terdapat perbedaan potensial antara dua elektroda pada kondisi ada arus ataupun tidak ada arus. Dengan membuat potensial elektroda lebih negatif, energi elektron akan meningkat dan akan mencapai tingkat yang cukup untuk mengisi keadaan kosong pada spesi dalam elektrolit. Dalam hal ini terjadi aliran elektron dari elektroda ke larutan sehingga menimbulkan arus reduksi. Sedangkan dengan membuat potensial elektroda lebih positif, energi elektroda dapat direndahkan. Beberapa titik elektron dalam larutan elektrolit akan mencari energi yang lebih sesuai pada elektroda dan menyebabkan terjadinya perpindahan elektron dari larutan elektrolit ke elektroda sehingga menimbulkan arus oksidasi (Putra,M., 2000).

Harga E0 yang dipakai adalah harga E0 relatif yang dibandingkan terhadap suatu elektroda standar sehingga disebut harga E0 yaitu potensial elektroda standar. Sebagai standar dalam menentukan E0 adalah elektroda hidrogen. Gas hidrogen murni dialirkan pada elektroda platina yang bersentuhan dengan larutan asam (H+). Pada permukaan platina terdapat kesetimbangan :

2H+ + 2e H2

Harga E0 pada reaksi ini ditetapkan 0 Volt. Harga E0 dari semua reaksi reduksi adalah harga yang dibandingkan terhadap E0 Hidrogen ( Putra,M., 2000).

Berdasarkan harga E0 yang tercantum dalam daftar, disusun suatu deret unsur yang disebut deret potensial logam (deret volta) mulai dari unsur-unsur yang memiliki E0 terkecil sampai kepada unsur yang memiliki E0 terbesar (Putra,M., 2000).

Reaksi katoda atau reduksi ditunjukkan dalam tabel 2.1. Dalam hal ini, apabila elektroda bertindak sebagai anoda dan menjalani oksidasi, maka reaksinya adalah kebalikan dari yang dalam tabel tersebut (Keenan,C.W., 1999).


(26)

Tabel 2.1. Potensial Reduksi Standar (Keenan,C.W., 1999)

Reaksi Katoda (Reduksi) E°(V)

F2(g) + 2 e– 2 F

(aq) + 2.87

H2O2(aq) + 2 H+(aq) + 2 e– 2 H2O() + 1.78 PbO2(s) + SO42–(aq) + 4 H+(aq) + 2 e– PbSO4(s) + 2 H2O() + 1.69 2 HCO(aq) + 2 H+(aq) + 2 e– C2(g) + 2 H2O() + 1.63 MnO4

(aq) + 8 H+(aq) + 5 e– Mn2+(aq) + 4 H2O() + 1.51

Au3+(aq) + 3 eAu(s) + 1.50

PbO2(s) + 4 H+(aq) + 2 e– Pb2+(aq) + 2 H2O() + 1.46 C2(g) + 2 e

2 C–

(aq) + 1.36

Cr2O72–(aq) + 14 H+(aq) + 6 e– 2 Cr3+(aq) + 7 H2O() + 1.33

O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e– 2 H2O() + 1.23

Br2() + 2 e– 2 Br

(aq) + 1.07

Ag+(aq) + eAg(s) + 0.80

Fe3+(aq) + e– Fe2+(aq) + 0.77

O2(g) + 2 H+(aq) + 2 e– H2O2(aq) + 0.68

I2(s) + 2 e– 2 I

(aq) + 0.54

O2(g) + 2 H2O() + 4 e –

4 OH–(aq) + 0.40

Cu2+(aq) + 2 e– Cu(s) + 0.34

2 H+(aq) + 2 eH

2(g) 0 .00

Pb2+(aq) + 2 e– Pb(s) – 0.13

Sn2+(aq) + 2 eSn(s) – 0.14

Ni2+(aq) + 2 e– Ni(s) – 0.25

Co2+(aq) + 2 e– Co(s) – 0.28

PbSO4(s) + 2 e– Pb(s) + SO42–(aq) – 0.36

Fe2+(aq) + 2 eFe(s) – 0.44

Zn2+(aq) + 2 e– Zn(s) – 0.76

2 H2O() + 2 e –

H2(g) + 2 OH –

(aq) – 0.83

Mn2+(aq) + 2 e– Mn(s) – 1.18

A3+

(aq) + 3 e– A(s) – 1.66

Mg2+(aq) + 2 e– Mg(s) – 2.37

Na+(aq) + eNa(s) – 2.71

Ca2+(aq) + 2 e– Ca(s) – 2.87

Ba2+(aq) + 2 eBa(s) – 2.90

K+(aq) + e– K(s) – 2.93


(27)

2.6. Elekrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan energi listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan limbah sebagai elektrolit.

Gambar 2.1 Prinsip dari Proses Elektrokoagulasi (Ni’am,M.F., 2007)

Apabila dalam suatu larutan elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang di reduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda danmenyerahkan elektron yang dioksidasi. Sehingga membentuk flok yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah (Sutrisno.T., 1987).

Elektrokoagulasi dikenal juga sebagai elektrolisis gelombang pendek. Elektrokoagulasi merupakan suatu proses yang melewatkan arus listrik ke dalam


(28)

air. Itu dapat digunakan menjadi sebuah uji nyata dengan proses yang sangat efektif untuk pemindahan bahan pengkontaminasi di dalam air. Proses ini dapat mengurangi lebih dari 99% kation logam berat. Pada dasarnya sebuah elektroda logam akan teroksidasi dari logam M menjadi kation (M+). Selanjutnya, air akan direduksi menjadi gas hidrogen dan ion hidroksil (OH). Elektrokoagulasi ini dikenal sebagai reaksi in situ kation logam (Holt,P.K. et al, 2006).

Gambar 2.2. Interaksi Dalam Proses Elektrokoagulasi (Holt,P.K. et al, 2006).

Interaksi yang terjadi dalam larutan :

a. Migrasi menuju muatan elektroda yang berlawanan (elektroporesis) dan netralisasi muatan.

b. Kation atau ion hidroksil membentuk sebuah endapan dengan pengotor.

c. Interaksi kation logam dengan OH- membentuk sebuah hidroksida, dengan sifat adsorpsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan pollutan (bridge coagulation).

d. Senyawa hidroksida yang terbentuk membentuk gumpalan (flok) yang lebih besar .


(29)

f. Sesudah flok terjadi, gas H2 membantu Flotasi dengan membawa polutan kelapisan buih flok di permukaan cairan (Holt,P.K. et al, 2006).

Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah : a. Reaksi pada Katoda

Reaksi pada katoda adalah reduksi terhadap kation, jadi yang diperhatikan hanya kation saja.

1.Jika larutan mengandung ion- ion logam alkali, ion – ion logam alkali tanah, ion Al3+ dan ion Mg2+, maka ion – ion logam ini tidak dapat direduksi larutan. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas hidrogen (H2) pada katoda. Reaksi yang terjadi di katoda tergantung pada pH air yang diolah. Pada kondisi netral atau basa, gas hidrogen terjadi dengan reaksi :

2H2O(l) + 2e− → 2OH−(aq) + H2(g) E0 = -0,83 V Dari daftar E0 diketahui bahwa reduksi terhadap air lebih mudah berlangsung dari pada reduksi terhadap ion – ion diatas.

2.Sedangkan pada kondisi asam, reaksi pembentukan gas hidrogen adalah sebagai berikut :

2H+(aq) + 2e−→ H2(g) E0 = 0,00 V

3.Jika larutan mengandung ion – ion lain, maka ion – ion logam ini akan direduksi menjadi masing – masing logamnya dan logam yang terbentuk itu diendapkan pada permukaan bidang katoda (Holt,P.K. et al, 2006).

Contoh :

Fe2+(aq) + 2e− → Fe(s) E0 = -0,44 V

Mn2+(aq) + 2e− → Mn(s) E0 = -1,18 V

b.Reaksi pada Anoda

Elektroda pada anoda, elektrodanya diketahui dioksidasi (bereaksi) diubah menjadi ionnya.

Contoh :

Al(s) → Al3+(aq) + 3e− E0 = +1,66 V


(30)

Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari aluminium, beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut :

Anoda :

Al(s) → Al3+(aq) + 3e− E0 = +1,66 V

Katoda :

2H2O(l) + 2e− → 2OH−(aq) + H2(g) E0 = -0,83 V

2H+(aq) + 2e− → H2(g) E0 = 0,00 V

O2(g) + 4H+(aq) + 4e− → 2H2O(l) E0 = +1,23V (Holt,P.K. et al, 2006).

2.6.1. Flokulasi

Flokulasi adalah penggabungan dari partikel-partikel hasil koagulasi menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar, dengan cara pengadukan lambat. Dalam hal ini proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah terendapkan atau transportasi partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi (Sutrisno,T., 1987).

Koloid yang tidak stabil cenderung untuk menggumpal, walaupun kecepatan penggumpalannya sangat lambat. Kecepatan penggumpalan ini ditentukan oleh banyaknya kontak antar partikel koloid dan efektifitas kontak yang terjadi karena:

a. Gerak Brown (perikinetik)

b. Gradien kecepatan dalam media suspensi (ortokinetik) yang bergantung pada temperatur, kecepatan aliran air, jumlah partikel koloid, konsentrasi dan ukuran partikel koloid (Nainggolan,H., 2011).


(31)

2.6.2. Koagulasi

Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel – partikel koloid. Partikel – partikel tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian diikuti dengan flokulasi. Zat – zat kimia yang digunakan untuk mendestabilkan partikel koloid disebut dengan koagulan. Koagulan yang paling umum dan paling sering digunakan adalah alum (aluminium sulfat) dan garam – garam besi. Karakteristik dari kation multivalensi adalah mempunyai kemampuan menarik koagulan ke muatan partikel koloid (Proste,R.L., 1997).

Pada dasarnya proses koagulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisika. Koagulasi cara kimia yaitu proses penjernihan air dilakukan dengan memberikan penambahan bahan kimia sebagai koagulan berbentuk garam (aluminium sulfat) untuk mempercepat terjadinya pembentukan flok yang dapat diendapkan. Sedangkan koagulasi secara fisika yang sering dinamakan dengan elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya aluminium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Holt,P.K. et al, 2006).

2.6.3. Kelebihan Elektrokoagulasi

Adapun kelebihan dari elektrokoagulasi yaitu :

a. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk dioperasikan.

b. Elektrokoagulasi lebih cepat mereduksi kandungan partikel-partikel koloid yang paling kecil, hal ini disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat pergerakan partikel-partikel koloid didalam air dengan demikian akan memudahkan proses.

c. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan.


(32)

d. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi, dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur.

e. Tidak diperlukan pengaturan pH.

f. Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan.

g. Endapan yang terbentuk dari proses elektrokoagulasi lebih mudah dipisahkan dari air.

h. Dapat memindahkan partikel – partikel koloid yang lebih kecil. I. Dapat diatur arus listriknya (Purwaningsih,I., 2008).

2.6.4. Kekurangan Elektrokoagulasi

Selain kelebihan, elektrokoagulasi juga memiliki beberapa kekurangan yaitu : a. Tidak dapat digunakan untuk mengolah cairan yang mempunyai sifat elektrolit

kuat dikarenakan akan terjadi hubungan singkat antar elektroda.

b. Besarnya reduksi logam berat dalam cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda.

c. Elektrodanya dapat terlarut sehingga dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi. d. Penggunaan listrik yang mungkin mahal.

e. Batangan anoda yang mudah mengalami korosi sehingga harus selalu diganti (Purwaningsih,I., 2008).

2.7. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) adalah spektrofotometri atom yang lebih melibatkan pada proses penyerapan panjang gelombang yang dipancarkan oleh suatu unsur atom yang dilewatkan melalui gas pembakar. Dalam beberapa tahun terakhir ini, SSA telah menjadi salah satu teknik analisis yang banyak digunakan. Pada kenyataannya, dapat kita katakan bahwa SSA digunakan untuk menganalisa unsur-unsur anorganik (Kennedy,J.H., 1990).


(33)

2.7.1. Prinsip Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Prinsip dasar spektrofotometer serapan atom dimana jika suatu larutan yang mengandung suatu senyawa logam dihembuskan kedalam suatu nyala (misalnya asitilena yang terbakar di udara), dapat terbentuk uap yang mengandung atom – atom logam itu. Beberapa atom logam dalam gas ini dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang cukup tinggi untuk memungkinkan pemancaran radiasi yang karakteristik dari logam tersebut. Tetapi jumlah jauh lebih besar dari atom logam bentuk gas itu normalnya tetap berada dalam keadaan tak tereksitasi atau dengan perkataan lain dalam keadaan dasar. Atom – atom kedaan dasar ini mampu menyerap energi cahaya yang panjang gelombang resonansinya khas untuknya, yang pada umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom – atom itu bila tereksitasi dari keadaan dasar. Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan nyala yang mengandung atom – atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap dan jauh penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam keadaan nyala (Mulja,J.C., 1991) .

2.7.2. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(34)

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (Rohman,A., 2007).

2. Tempat sampel

Dalam analisis, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom yang masih dalam keadaan atas. Ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi

b. Tanpa Nyala (Flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan system elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit.. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral. (Rohman,A., 2007).

3. Monokromator

Monokromator memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol intensitas dari radiasi energi yang mencapai detector.(Haswell,S.J., 1991).

4. Detektor

Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi yang akan datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT=Photo Multiplier Tube detektor) (Mulja,J.C., 1991).


(35)

5. Readout

Sistem pencatat yang digunakan pada instrument SSA berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima melalui bentuk digital, berarti system pencatat menengah atau mengurangi kesalahan dalam pembacaan skala dan sebagainya, serta menyeragamkan tampilnya data, yaitu dalam satuan absorbansi (Haswell,S.J., 1991).

2.7.3. Gangguan Pada SSA dan Cara Mengatasinya

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan ditentukan (Mulja,J.C., 1991).

Ada beberapa cara untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu:

1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi.

2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya, penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam, yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.

3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi. (Mulja,J.C., 1991).


(36)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

Gelas Beaker 1000 mL Pyrex

Gelas Ukur 50 mL Pyrex

Adaptor 3-13,8 V/10A Super

Kabel Tembaga Stowatch

Lempengan Aluminium

Hotplate Stirer Cimarec

Pipet Tetes Penjepit Buaya

Spektrofotometer Serapan Atom Varian AA 240 FS

Selang Infus

Labu Takar 100 mL Pyrex

pH meter

3.2. Bahan

Air Sumur Ijuk Kerikil Pasir

HNO3 (p) p.a. E’Merck


(37)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Standar Logam Besi

3.3.1.1. Pembuatan Larutan Standar Logam Besi 100 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk logam besi 1000 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis batas dan diaduk sampai homogen.

3.3.1.2. Pembuatan Larutan Standar Logam Besi 10 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk logam besi 100 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis batas dan diaduk sampai homogen.

3.3.1.3. Pembuatan Larutan Standar Logam Besi 1 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk logam besi 10 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis batas dan diaduk sampai homogen.

3.3.1.4. Pembuatan Larutaan Seri Standar Logam Besi

Sebanyak 25 mL; 50 mL; 75 mL; 100 mL; dan 125 mL larutan induk logam besi 1 mg/L dimasukkan ke dalam 5 buah labu takar 100 mL lalu kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan diaduk hingga homogen sehingga diperoleh larutan seri standar logam besi 0,25 mg/L; 0,50 mg/L; 0,75 mg/L; 1,00 mg/L; dan 1,25 mg/L.


(38)

3.3.1.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Logam Besi

Larutan seri standar logam besi 0,25 mg/L diukur absorbansinya pada panjang gelombang 248,3 nm. Perlakuan hal yang sama dilakukan terhadap larutan seri standar 0,50 mg/L; 0,75 mg/L; 1,00 mg/L; dan 1,25 mg/L. (SNI 06-6989-5-2004)

3.3.2. Perlakuan Terhadap Sampel

a. Sebanyak 1 L sampel dimasukkan ke dalam gelas Beaker, kemudian

dialirkan ke dalam wadah yang berisikan pasir, ijuk dan kerikil. Sebanyak 100 mL filtratnya dimasukkan kedalam gelas Beaker sebanyak 100 mL, ditambahkan 5 mL HNO3 (p) dan diuapkan hingga sampel hampir habis. Selanjutnya ditambahkan 50 mL aquadest dan dibuat pH sampai 3. Kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 mL. Lalu diencerkan dengan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan. Selanjutnya dianalisa logam Fe dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

b. Sebanyak 1 L sampel dimasukkan ke dalam gelas beaker,

dielektrokoagulasi selama 15 menit kemudian didiamkan selama ±30 menit lalu dimasukkan sebanyak 100 mL ke dalam gelas Beaker kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 (p) dan diuapkan hingga sampel hampir habis. Selanjutnya ditambahkan 50 mL aquadest dan dibuat pH sampai 3. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Lalu diencerkan dengan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan. Selanjutnya dianalisa logam Fe dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) . Hal yang sama dilakukan untuk variasi waktu 30, 45 dan 60 menit.


(39)

c. Sebanyak 1 L sampel dimasukkan ke dalam gelas Beaker, dilektrokoagulasi selama 15 menit kemudian didiamkan selama ±30 menit dan dialirkan ke dalam wadah yang berisikan pasir, ijuk dan kerikil. Sebanyak 100 mL filtratnya dimasukkan ke dalam gelas Beaker lalu ditambahkan 5 mL HNO3 (p) dan diuapkan hingga sampel hampir habis. Selanjutnya ditambahkan 50 mL aquadest dan dibuat pH sampai 3. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Lalu diencerkan dengan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan. Selanjutnya dianalisa logam Fe dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hal yang sama dilakukan untuk variasi waktu 30, 45 dan 60 menit.


(40)

3.4. Bagan Penelitian 3.4.1. Rangkaian Alat

Dihubungkan dengan kabel tembaga Dihubungkan dengan elektroda aluminium

Air

Gambar 3.4.1 Rangkaian alat elektrokoagulasi Rangkaian Alat


(41)

Keterangan:

1. Sumber tegangan 2. Kabel tembaga 3. Wadah + Air 4. Elektroda 5. Wadah 6. Selang 7. Pasir 8. Ijuk 9. Kerikil 10.Air bersih


(42)

3.4.2. Air Sumur dengan Penyaringan

Dialirkan ke dalam wadah yang berisikan pasir, ijuk dan kerikil

Dimasukkan kedalam gelas Beaker sebanyak 100 mL

Ditambahkan 5 mL HNO3 (p) Diuapkan hingga sampel hampir habis

Ditambahkan 50 mL aquadest Dibuat pH sampai 3

Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan aquadest hingga garis batas

Dihomogenkan

Dianalisa kadar logam Fe dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

1L Air Sumur

Filtrat Filtrat


(43)

3.4.3. Elektrokoagulasi Air Sumur tanpa Penyaringan

Dimasukkan ke dalam gelas Beaker Dielektrokoagulasi* selama 15 menit

Didiamkan selama ±30 menit

Dimasukkan kedalam gelas Beaker sebanyak 100 mL

Ditambahkan 5 mL HNO3 (p)

Diuapkan hingga sampel hampir habis Ditambahkan 50 mL aquadest

Dibuat pH sampai 3

Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan aquadest hingga garis batas

Dihomogenkan

Dianalisa kadar logam Fe dengan

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

*Catatan: dilakukan hal yang sama untuk variasi waktu 30, 45 dan 60 menit. 1L Air Sumur


(44)

3.4.4. Elektrokoagulasi Air Sumur dengan Penyaringan

Dimasukkan ke dalam gelas Beaker Dielektrokoagulasi* selama 15 menit Didiamkan selama ±30 menit

Dialirkan ke dalam wadah yang berisikan pasir, ijuk dan kerikil

Dimasukkan kedalam gelas Beaker sebanyak 100 mL

Ditambahkan 5 mL HNO3 (p) Diuapkan hingga sampel hampir habis

Ditambahkan 50 mL aquadest Dibuat pH sampai 3

Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan aquadest hingga garis batas

Dihomogenkan

Dianalisa kadar logam Fe dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

*Catatan: dilakukan hal yang sama untuk variasi waktu 30, 45 dan 60 menit. 1L Air Sumur

Residu Filtrat


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Pengukuran Kadar Besi dari Hasil Elektrokoagulasi Air Sumur

Kurva kalibrasi larutan standar untuk penentuan kandungan logam besi (Fe) dalam air sumur dilakukan dengan membuat larutan standar Fe dengan berbagai konsentrasi yaitu 0,25; 0,50; 0,75; 1,0; 1,25 mg/L dan diukur intensitasnya dengan alat SSA. Data intensitas untuk larutan standar Fe dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Data Absorbansi dari Larutan Seri Standar Besi

Konsentrasi (ppm) Absorbansi(nm)

0,2500 0,5000 0,7500 1,0000 1,2500

0,0212 0,0365 0,0517 0,0670 0,0822

4.1.1.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi

Hasil pengukuran absorbansi seri larutan standar besi pada tabel 4.1 diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear yang diturunkan dengan metode Least Square dengan perhitungan seperti tabel di bawah ini :


(46)

Tabel 4.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi untuk Penentuan Konsentrasi Besi No xi yi xi - x yi - y (xi–x)2 (yi – y)2 (xi – x)(yi – y)

1 0,25 0,0212 -0,50 -0,03052 0,2500 0,0009314704 0,015260

2 0,50 0,0365 -0,25 -0,01522 0,0625 0,0002316484 0,003805

3 0,75 0,0517 0,00 -0,00002 0,0000 0,0000000004 0,000000

4 1,00 0,0670 0,25 0,01528 0,0625 0,0002334784 0,003820

5 1,25 0,0822 0,50 0,03048 0,2500 0,0009290304 0,015240

Σ xi=3,75 yi=0,25860 0,00 0,00000 0,6250 0,0023256280 0,038125 x =0,75 y=0,05172

Keterangan : xi = konsentrasi yi = absorbansi

�̅ = x rata-rata

�� = y rata – rata

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

y = ax + b

Dimana : a = slope

b = intersept

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

a = ∑(xi−x�)(yi−y�)

∑(xi−x) 2

=0,038125

0,6250

= 0,061


(47)

Harga intersept (b) diperoleh melalui substitusi harga (a) ke persamaan berikut : y = ax + b

b = y� −ax�

b = 0,05172– (0,061)( 0,75) b = 0,05172 – 0,04575 b = 0,00597

b = 0,006

Sehingga diperoleh harga intersept (b) = 0,0034 Maka persamaan garis regresi adalah:

y = 0,061x + 0,006

4.1.1.2. Menghitung Koefisien Korelasi (R)

R = ∑(xi−x)�yi− y�

�∑(xi− x)2 . ∑�yi−y�2� 1

2

= 0,038125000

�(0,625000000 )(0,002325628 )

= 0,0381250000

√0,0014535175

=

0,0381250000

0,0381250245

= 0,999999357

Sehingga diperoleh harga koefisien korelasi (R) = 0,9999

Setelah diperoleh persamaan garis regresi dan koefisien relasi (R) pada pengukuran larutan standar maka absorbansi dari larutan standar Fe diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar Fe seperti pada gambar berikut.


(48)

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fe

4.1.1.3. Penentuan Konsentrasi Besi (Fe)

Konsentrasi Fe dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusikan nilai y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap garis regresi dan kurva kalibrasi y = 0,061x + 0,00597 sehingga diperoleh konsentrasi besi (Fe).

Tabel 4.3. Konsentrasi Awal Logam Besi di dalam Air Sumur

Absorbansi (nm) Konsentrasi (ppm)

0,0684 1,0235

4.1.1.4. Penentuan Persentasi Penurunan Konsentrasi Besi (Fe)

Persentasi penurunan konsentrasi logam besi (Fe) dapat ditentukan dengan formula berikut ini :

Konsentrasi awal logam Fe−Konsentrasi akhir logam Fe

Konsentrasi awal logam Fe ×100%

Penentuan persentasi penurunan konsentrasi besi (Fe) ini dilakukan dalam tiga variasi, yaitu penentuan besi (Fe) dari hasil filtrasi, penentuan besi (Fe) dari hasil elektrokoagulasi air sumur dan penentuan besi (Fe) dari hasil elektrokoagulasi dan filtrasi air sumur.

y = 0,061x + 0,00597 R² = 0,999

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

A

bs

or

ban

si

Konsentrasi Larutan Standar Fe


(49)

Hasil perhitungan dari persentasi penurunan konsentrasi logam besi (Fe) hasil filtrasi air sumur dapat dilihat pada Tabel 4.4. dibawah ini.

Tabel 4.4. Konsentrasi dan Persentasi Penurunan Logam Besi Hasil Filtrasi Air Sumur

Absorbansi (nm)

Konsentrasi (ppm)

Persentasi Penurunan

0,0627 0,9311 9,027%

Hasil perhitungan dari persentasi penurunan konsentrasi logam besi (Fe) hasil elektrokoagulasi air sumur dapat dilihat pada Tabel 4.5. dibawah ini.

Tabel 4.5. Konsentrasi dan Persentasi Penurunan Logam Besi Hasil Elektrokoagulasi Air Sumur dengan Variasi Waktu

Waktu (menit)

Absorbansi (nm)

Konsentrasi (ppm)

Persentasi Penurunan

15 0.0482 0.6924 32,30%

30 0.0412 0.5771 43,61%

45 0.0528 0.2182 78,68%


(50)

Tabel 4.6. Konsentrasi dan Persentasi Penurunan Logam Besi Hasil Elektrokoagulasi dan Filtrasi Air Sumur dengan Variasi Waktu Waktu

(menit)

Absorbansi (nm)

Konsentrasi (ppm)

Persentasi Penurunan

15 0.0445 0.6314 38,31%

30 0.0311 0.4131 59,63%

45 0.0153 0.1533 85,02%


(51)

4.2. Pembahasan

Pengolahan air sumur yang hanya dilakukan dengan elektrokoagulasi masih kurang efesien. Untuk itu perlu dilakukan elektrokoagulasi yang dibantu dengan penyaringan untuk mendapatkan hasil air yang jernih.

Prinsip dasar dari elektrokoagulasi ini merupakan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam suatu sel elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di elektroda (+) yaitu anoda dan sekaligus berfungsi sebagai koagulan, sedangkan reduksi dan pengendapan terjadi di elektroda (-) yaitu katoda. Yang terlibat reaksi dalam elektrokoagulasi selain elektroda adalah air yang diolah yang berfungsi sebagai larutan elektrolit.

Proses elektrokoagulasi ini dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yaitu elektroda berupa plat aluminium , yang tercelup dalam 1L air sumur sebagai elektrolit. Penelitian ini dilakukan menggunakan tegangan 12 V dan arus 10A.

Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi.

Menurut Holt, 2006 adapun reaksi yang terjadi apabila kedua elektroda merupakan plat aluminium adalah sebagai berikut :

1. Katoda yang berupa plat aluminium akan mereduksi air membentuk gas hidrogen sebagai gelembung – gelembung gas.

2H2O(l) + 2e− → 2OH−(aq) + H2(g) E0 = -0,83 V

2. Anoda yang berupa plat aluminium akan mengalami oksidasi menjadi ionnya Al(s) → Al3+(aq) + 3e− E0 = +1,66 V


(52)

Elektroda aluminium akan melarutkan ion Al3+ ke dalam air dan akan bereaksi dengan air (hidrolisa) sebelum terjadi prespitat Al(OH)3. Kemudian Al3+ akan membentuk hidroksida yang mempunyai sifat – sifat adsorpsi yang tinggi.

Al3+ + 3H2O → Al(OH)3 + 3H+

Dengan terbentuknya Al(OH)3 hasil hidrolisa dari Al3+ yang bermuatan positif maka koloid dari senyawa besi dan partikel lainnya yang bermuatan lebih rendah akan tertarik oleh ion Al3+ dan membentuk senyawa yang bersifat netral. Ini berarti proses destabilisasi muatan. Dalam kondisi ini presipitat Al(OH)3 akan berfungsi sebagai inti dari pembentukan flok dimana akan membentuk flok-flok yang lebih besar bersama dengan partikel koloid lainnya bersifat stabil dan mengandung lebih sedikit air yang terikat. Evolusi gas hidrogen membantu dalam pencampuran dan karenanya membantu flokulasi. Flok yang terbentuk akibat terjadinya destabilisasi partikel koloid akan mengalami flotasi, mengambang dan memadat di permukaan air oleh gelembung udara (gas H2) yang terbentuk pada plat elektroda.

2H2O(l) + 2e− → 2OH−(aq) + H2(g) E0 = -0,83 V Semakin lama waktu yang digunakan untuk mengaliri arus listrik dalam proses elektrokoagulasi, maka persentase penurunan kekeruhan juga menjadi semakin meningkat, sehingga air yang dihasilkan akan menjadi semakin jernih karena semakin besar waktu yang digunakan pada saat proses elektrokoagulasi, maka akan semakin banyak ion Alumunium (Al3+) yang dilepaskan. Pada prinsip kerjanya, ion – ion alumunium inilah yang berperan aktif sebagai koagulan yang mengikat partikel – partikel koloid dalam air. Setelah ion alumunium berikatan dengan partikel – partikel pengganggu tersebut, maka keduanya akan membentuk suatu flok. Semakin lama flok – flok tersebut akan bergabung dengan flok lainnya sehingga membentuk flok yang lebih besar. Pada air hasil elektrokoagulasi, terdapat dua jenis flok yang terbentuk. Flok pertama adalah flok yang mengendap pada dasar wadah dan flok kedua adalah flok yang berada pada permukaan air hasil penjernihan. Adapun flok yang mengendap pada dasar wadah merupakan flok – flok yang berukuran besar sehingga pada saat air di diamkan maka flok tersebut akan bersedimentasi pada dasar wadah. Sedangkan flok yang terdapat pada permukaan air disebabkan karena adanya gas hidrogen yang dilepaskan dari


(53)

katoda yang mengangkat flok yang masih melayang pada air menuju permukaan air. Adapun peristiwa ini dikenal dengan flotasi. Flotasi adalah peristiwa terangkatnya flok – flok yang terbentuk pada proses elektrokoagulasi oleh gas hydrogen yang dihasilkan katoda menuju permukaan air. Keberadaan kedua jenis flok yang terbentuk merupakan salah satu kelebihan dari penjernihan air dengan proses elektrokoagulasi, karena dengan adanya flok yang terdapat pada permukaan air akan mempermudah proses pemisahan air hasil penjernihan dengan flok yang terbentuk.

Selanjutnya, air hasil elektrokoagulasi ini dialirkan ke dalam bejana filtrasi. Hal ini dapat menurunkan konsentrasi logam, senyawa organik dan partikel lainnya didalam air sumur.

Penyaringan yang dilakukan setelah elektrokoagulasi dilakukan dari bawah ke atas dimaksudkan agar tekanan air pada waktu melewati bejana filtrasi sama diseluruh permukaannya. Dengan sistem penyaringan seperti ini diharapkan flok–flok yang halus akan benar-benar tertahan dan tertinggal dibawah. Tidak seperti penyaringan pada umumnya yang dilakukan dari atas ke bawah, tekanan di tempat jatuhnya air tentu akan lebih besar, hal ini bisa menyebabkan pecahnya flok yang telah terbentuk.

Pada penelitian ini dilakukan proses destruksi dengan HNO3 (p) terhadap air sumur hasil elektrokoagulasi yang bertujuan untuk memutuskan ikatan unsur logam dengan komponen lain di dalam air sehingga logam tersebut berada dalam keadaan bebas sehingga mudah untuk dianalisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa waktu optimum elektrokoagulasi dalam pengurangan kadar Fe selama 45 menit, dimana kadar besi yang di peroleh sudah memenuhi syarat air bersih KEPMENKES RI No. 907/MENKES/VII/2002, dengan persentasi penurunan kadar Fe yaitu 78,68% dengan kadar Fe : 0,2182 mg/L, selanjutnya proses elektrokoagulasi disertai dengan penyaringan dan diperoleh persentasi penurunan kadar Fe yaitu 85,02% dengan kadar Fe : 0,1533 mg/L.


(54)

Dari hasil tersebut diperoleh bahwa proses penyaringan (filtrasi) juga berpengaruh pada penurunan kadar logam Fe. Pada waktu 60 menit sebenarnya kadar Fe yang diperoleh semakin rendah, tetapi untuk menghemat penggunaan waktu dan arus listrik yang digunakan maka waktu optimum elektrokoagulasi selama 45 menit.

Hasil analisis Spektrofotometer Serapan Atom terhadap konsentrasi besi menunjukkan bahwa pada waktu optimum selama 45 menit elektrokoagulasi air sumur dengan penyaringan lebih baik dibandingkan dengan elektrokoagulasi tanpa penyaringan dengan masing – masing persentasi penurunan adalah 85,02% dan 78,68%. Hal ini dikarenakan penyaringan juga berpengaruh pada penurunan kadar logam.


(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Metode elektrokoagulasi dapat digunakan dalam proses pengolahan air bersih khususnya penurunan kadar logam Fe pada air sumur.

2. Waktu optimum elektrokoagulasi dalam penurunan kadar Fe di dapat selama 45 menit dimana kadar Fe yang diperoleh sudah memenuhi syarat air bersih menurut KEPMENKES RI No. 907/MENKES/VII/2002.

5.2. Saran

Diharapkan agar peneliti selanjutnya menguji parameter – parameter lain yang sesuai dengan persyaratan air bersih berdasarkan KEPMENKES RI No. 907/MENKES/VII/2002 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum/Air Bersih.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. F. 2011. Penyisihan Kadar COD, BOD Dan Warna Pada Limbah Cair Industri Batik Dengan Metode Elektrokoagulasi.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Kanisius. Yogyakarta.

Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT.Citra Adtya Bakti. Bandung. Gabriel, J.F. 2001. Fisika Lingkungan. Hipokrates. Jakarta.

Haswell, S.J. 1991. Atomic Absorption Spectrometry. Elsevier. Amsterdam. Heriani, E. 2014. Studi Pendahuluan Pengolahan Air Payau Menjadi Air Bersih

Dengan Metode Kombinasi Elektrokoagulasi Dan Adsorpsi Menggunakan Karbosil. Bandar Lampung

Hiskia, A. 1992. Kimia Unsur dan Radiokimia. Citra Aditya Bakti. Bandung Holt, P.K. Barton, G.W., and Mitchel, C.A. 2006. Electrocoagulation as a

Wastewater Treatment. The University of Sydney. New South Wales. Juanta, P. 2014. Pendeteksian Intrusi Air Laut dan Analisis Kandungan Air pada

Sumur Bor dengan Metode Konduktivitas Listrik di Daerah Belawan. [Skripsi]. Medan: Universitas Negeri Medan, Program Sarjana.

Keenan, C.W. 1999. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Edisi keenam. Erlangga. Jakarta.

Kennedy, J.H. 1990. Analytical Chemistry Principples. Second Edition. Saunders College Publishing. USA.

Mulja, J.C dan Miller, J.N. 1991. Statistika Untuk Kimia Analitik. Edisi kedua. Terjemahan Suroso. Bandung : Penerbit ITB.

Nainggolan, H. 2011. Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut menjadi Air Bersih. USU Press. Medan.

Ni’am, M.F. Othman, F., Sohaili, J., Fauzia, Z. 2007. Removal of COD And Turbidity to Improve Wastewater Quality Using Electrocoagulation Technique. The Malaysian Journal of Analytical Sciences. Volume 1. Pages 198 – 205.


(57)

Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta.

Novita, S. 2012. Pengaruh Variasi Kuat Arus Listrik dan Waktu Pengadukan pada Proses Elektrokoagulasi untuk Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara, Program Sarjana. Ompusunggu, H. 2009. Analisa Kandungan Nitrat Air Sumur Gali Masyarakat di

Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara, Program Sarjana.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2002. PERMENKES RI NO 907/MENKES/SK/VII/2002 Syarat – Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Proste, R.L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. John Wiley and Sons. New York.

Putra, M.H. 2000. Efektifitas Dan Efesiensi Proses Elektrokoagulasi Untuk Penurunan Kekeruhan Air Sumur Dangkal Guna Meningkatkan Kualitas Air Minum. [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara, Program Pasca Sarjana.

Purwaningsih, I. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CV. Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau dari Parameter Chemycal Oxygen Demand (COD) dan Warna. UII. Yogyakarta.

Ridwan, M.H. 2008. Penurunan Kadar Logam Seng Pada Air Limbah PT. Industri Karet Nusantara Dengan Metode Elektrokoagulasi. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Suripin, M. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi.

Yogyakarta.

Sutrisno, T. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Svehla, G. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.


(58)

Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R.R. 2008. Efek Toksik Logam. Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi Yogyakarta. Bandung.


(59)

Lampiran 1. Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut KEPMENKES RI No.907/MENKES / VII / 2002


(60)

(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

Lampiran 2. Alat yang Digunakan Saat Proses Elektrokoagulasi

Rangkaian Alat Elektrokoagulasi Rangkaian Alat Filtrasi


(68)

Lampiran 3. Air Gambut Sebelum dan Sesudah Proses Elektrokoagulasi

Air Sumur Sebelum di Elektrokoagulasi Air Sesudah di Elektrokoaguasi


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 2. Alat yang Digunakan Saat Proses Elektrokoagulasi

Rangkaian Alat Elektrokoagulasi Rangkaian Alat Filtrasi


(6)

Lampiran 3. Air Gambut Sebelum dan Sesudah Proses Elektrokoagulasi

Air Sumur Sebelum di Elektrokoagulasi Air Sesudah di Elektrokoaguasi