Efek Infusa Daun Katuk (Sauropus androgynous Merr.) Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Pada Tikus Wistar Betina.

(1)

vii

ABSTRAK

EFEK INFUSA DAUN KATUK (Sauropus androgynous Merr.) TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN

PADA TIKUS WISTAR BETINA

Andy Pratama Saputra, 2015

Pembimbing 1 : Dr. Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes. Pembimbing 2 : Lisawati Sadeli, dr.,M.kes

Latar belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di dunia. Penyebab anemia yang paling sering adalah kurangnya jumlah zat besi yang di konsumsi. Daun katuk telah di kenal luas oleh masyarakat memiliki kandungan zat besi.

Tujuan penelitian Untuk menilai efek daun katuk terhadap kadar Hemoglobin dengan hewan coba tikus Wistar betina.

Metode penelitian Penelitian eksperimental dengan rancangan pre-post test design dengan dua puluh tujuh ekor tikus Wistar betina diberikan infusa daun katuk 10% dengan dosis 0,27 mg/2,5 ml setiap hari secara peroral dengan sonde oral selama 28 hari. Kadar hemoglobin diukur dengan metode sahli. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p.

Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan kadar Hemoglobin pada tikus Winstar betina dengan semula rata -rata 10,96 g% menjadi rata-rata 13,01 g%. Pemberian daun katuk (Sauropus androgynous Merr) pada tikus Wistar betina dapat meningkatkan kadar Hb dengan hasil sangat bermakna (p=0,000)

Simpulan Daun katuk meningkatkan kadar Hemoglobin tikus Wistar betina. Kata kunci : daun katuk, hemoglobin, anemia


(2)

viii ABSTRACT

THE EFFECT OF KATUK LEAVES INFUSION

(Sauropus androgynous Merr.) ON IMPROVEMENT HEMOGLOBIN LEVEL IN FEMALE RATS WISTAR

Andy Pratama Saputra, 2015,

1st Tutor : Dr. Diana K. Jasaputra,dr., M.Kes.

2nd Tutor : Lisawati Sadeli, dr.,M.kes

Background Anemia is a health problem that is most often found in the world. The most frequent cause of anemia is the lack of iron in the consumption. Katuk leaves has been recognized by the community have also contains iron.

Aim This study aims to determinethe effects of katuk leaves infusion on the improvement of hemoglobin level in female rats wistar.

Method of the study was quasi experimental with pre and post test design Twenty seven female rats Wistar were given 10% katuk leaves infusion at a dose of 0.27 mg / 2.5 ml each day orally for 28 days. Hemoglobin levels were measured by the Sahli method. Data analysis using the Wilcoxon Signed Rank test with significance determined based on the value of p.

Result of the analysis indicated that improvement on the average of Hemoglobin level female rats Wistar before 10,96 g% become 13,01 g%. The hemoglobin level before and after administration of Katuks leaves are highly significantly (p=0.000).

Conclusion of the study is katuk leaves infusion can improvement hemoglobin level in female rats Wistar


(3)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .. iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Maksud dan Tujuan ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 4

1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 5

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Fisiologi sel darah merah ... 6

2.1.1. Struktur Membran Eritosit ... 7

2.1.2. Pembentukan Sel Darah Merah dan Hemoglobin... 8

2.1.3. Ontogeni Eritropoiesis ... 12

2.1.4. Reaksi Hemoglobin... 15

2.1.5. Destruksi Hemoglobin ... 16

2.1.6. Metabolisme Besi ... 16

2.1.7. Penyerapan Zat Besi ... 18

2.1.8. Transport Besi ... 19

2.1.9. Destruksi Sel Darah Merah ... 20


(4)

x

2.2. Anemia ... 21

2.2.1. Definisi... 21

2.2.2. Etiologi... 22

2.2.3. Patogenesis... 23

2.2.4. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi ... 24

2.2.5. Kebutuhan Zat Besi ... 25

2.2.6. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi ... 26

2.2.7. Parameter Laboratorium pada Anemia Defisiensi Besi ... 26

2.2.7.1. Hemoglobin dan Hematokrit ... 27

2.2.7.2. Indek Entrosit ... 27

2.2.7.3. Red Blood Cell Dstribution Widths (RDW) ... 27

2.2.7.4. Retikulosit ... 28

2.2.8. Pemeriksaan Biokimia untuk Anemia Defisiensi Besi ... 28

2.2.8.1. Feritin Serum ... 28

2.2.8.2. Total Iron Binding Capacity (TIBC) ... 29

2.2.8.3. Saturasi Transferin ... 29

2.2.8.4. Zinc Protoporphyn (ZPP)... 29

2.2.8.5. Soluble Transferin Reseptor (sTfR) ... 30

2.2.8.6. Pemeriksaan Penunjang Lain ... 31

2.2.9. Terapi ... 32

2.2.9.1. Terapi Kausal ... 33

2.2.9.2. Terapi Besi Oral ... 33

2.2.9.3. Terapi Besi Parenteral ... 33

2.2.9.4. Pengobatan Lain yang Diberikan ... 34

2.3. Pemeriksaan Hemoglobin (Metode Sahli)... 34

2.3.1. Prinsip ... 34

2.3.2. Bahan Pemeriksan ... 35

2.3.3. Reagen ... 35

2.4. Daun Katuk ... 36

2.4.1. Taksonomi dan Morfologi Daun Katuk ... 36


(5)

xi

2.4.3. Manfaat Daun Katuk ... 37

2.4.4 .Dampak Negatif Penggunaan Daun Katuk ... 38

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1. Alat dan Bahan ... 40

3.1.1. Alat ... 40

3.1.2. Bahan ... 40

3.2. Hewan Coba ... 40

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.4. Metode Penelitian ... 41

3.4.1. Desain penelitian... 41

3.4.2. Variabel Penelitian ... 41

3.4.3. Definisi Operational Variabel ... 42

3.4.4 Perhitungan Sampel ... 42

3.5. Prosedur Kerja ... 43

3.5.1. Pengumpulan Bahan ... 43

3.5.2. Persiapan Bahan Uji ... 43

3.5.3. Pelaksanaan Penelitian ... 43

3.6. Metode Analisis ... 44

3.6.1. Hipotesis Statistik ... 44

3.6.2. Kriteria Uji ... 44

3.7. Aspek Etik Penelitian ... 44

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Hasil Penelitian ... 45

4.2. Pembahasan ... 46

4.3. Uji Hipotesis ... 46

BAB V: KESIMPULAN ... 48

5.1. Simpulan ... 48

5.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 51


(6)

xii

DAFTAR TABEL

2.1. Kebutuhan Besi per Hari menurut Jenis Kelamin dan Usia... 26

2.2. Pemeriksaan Hematologi untuk Anemia Defisiensi Besi... 30

2.3. Komposisi Daun Katuk... 37


(7)

xiii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Struktur Hemoglobin... 8

2.2 Eritropoiesis... 9

2.3 Keseimbangan Erythropoesis... 10

2.4 Sintesis Heme... 11

2.5 Ontgeni Eritropoiesis... 13

2.6. Skema Metabolisme Besi... 18

2.7. Skema Transpor Besi dari Intestinal... 20

2.8 Distribusi Besi Dalam Tubuh... 21

2.9 Defisiensi Besi pada Sumsum Tulang... 30

2.10 Anemia Defisiensi Besi pada Sumsum Tulang... 31

2.11 Haemometer Sahli... 35


(8)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persetujuan Etik... 51

Lampiran 2. Perhitungan Dosis... 52

Lampiran 3. Hasil Tes Statistik... 53


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia sebagian besar hidup di daerah tropis. Pada tahun 2002 anemia defisiensi besi dikatakan memiliki kontribusi terpenting untuk beban penyakit global (Bhakta, 2006).

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit atau massa hemoglobin tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (Bhakta , 2006).

Batasan anemia menurut kriteria WHO, yang digunakan di Indonesia adalah Hemoglobin < 10 g/dl, Hematokrit < 30%, dan Eritrosit < 2,8 juta mm3 (De Benoist et al, 2008).

Secara global, prevelensi anemia dari tahun 1993-2005 yang dilakukan oleh WHO mencapai 1,62 milyar orang. Prevalensi tertinggi pada anak-anak sebelum sekolah (47,4%) dan terendah pada pria (12,7%). Di Indonesia sendiri, pada tahun 2006, dilaporkan angka anemia terjadi pada 9.608 orang (De Benoist et al, 2008).

Saat ini anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja. Sebagai perbandingan menurut Zloktin (2003) anak-anak yang belum sekolah di Kanada mencapai 4-5% sedangkan prevelensi di negara berkembang mencapai 50% terkena anemia defisiensi terutama pada anak-anak berusia 1 tahun (Zloktin, 2003).

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan tubuh. Penyebab anemia yang paling sering adalah kurangnya jumlah zat besi yang dikonsumsi dan tidak


(10)

2

sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya anemia defisiensi besi, seperti konsumsi zat-zat atau obat-obatan yang menghambat absoprsi besi yaitu teh, antibiotik, aspirin, sulfonamide, obat malaria, dan kebiasaan merokok. Anemia juga dapat disebabkan oleh perdarahan saluran cerna, luka bakar, diare, dan gangguan fungsi ginjal (Bakta, 2006).

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (deplated iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Kelainan ini ditandai oleh besi serum yang menurun, Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat, saturasi transferrin menurun, ferritin serum menurun, dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi (Dian Anindita Lubis, 2013).

Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan mudah lelah, kram saat berjalan, kedinginan, memiliki kebiasan memakan makanan yang tidak lazim (pica), daya tahan tubuh yang kurang baik. Anemia defisiensi besi pada anak juga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental dan fisik (Emedicine,2014).

Salah satu pengobatan anemia defisiensi besi adalah dengan pemberian tablet tambah darah yang berupa tablet Fe. Namun pemakaian besi yang dimakan tidak hanya untuk memperbaiki anemia tetapi untuk menambah cadangan zat besi sehingga pemakaian tablet Fe harus membutuhkan periode waktu 6-12 bulan. Pemakaian tablet Fe juga memiliki efek samping seperti nyeri perut, mual, muntah dan konstipasi (Dian Anindita Lubis, 2013).

Banyak tanaman Indonesia yang saat ini telah digunakan secara luas untuk berbagai tujuan pengobatan salah satunya adalah daun katuk (Kristanty Yunitasari,2013).

Saat ini daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Pada tahun 2000 telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk yang beredar di Indonesia. Ekstrak daun katuk juga telah digunakan sebagai produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui, memperlancar, dan meningkatkan produksi ASI. Daun katuk telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai sayur, di samping daun katuk memiliki efek laktagogum (pelancar asi) , daun katuk juga memiliki kandungan kalsium 185 mg, zat besi 3,1


(11)

3

mg ,dan mengandung serat 1,2 gram. Kadar zat besi pada daun katuk dapat menjadi alternatif untuk pengobatan anemia defisiensi besi. Daun katuk juga tidak memiliki efek samping yang menganggu percernaan sehingga daun katuk dinilai lebih aman dari pengobatan menggunakan tablet Fe (Kristanty Yunitasari,2013).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah adalah efek infusa daun katuk meningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud Penelitian adalah untuk memperoleh sediaan suportif dalam hal ini efek infusa daun katuk terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efek infusa daun katuk terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat akademis adalah untuk menambah pengetahuan, memperkenalkan dan membuktikan efek infusa daun katuk terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina.

Manfaat praktis adalah memberikan informasi pada masyarakat luas terhadap manfaat lain infusa daun katuk setelah diuji klinis.


(12)

4

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Anemia defisiensi besi merupakan anemia tersering yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Bakta, 2006).

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan antara lain karena rendahnya asupan besi selama kehamilan, gangguan absorbsi, berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006).

Anemia defisiensi besi dapat mengenai siapapun terutama pada anak-anak, remaja, wanita dewasa, dan ibu hamil. Anemia pada anak-anak dan remaja dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental , sedangkan pada wanita dewasa dan ibu hamil dapat menyebabnya berkurangnya produktifitas hidup dan mengganggu pertumbuhan janin, bahkan dapat menimbulkan keguguran. Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi maka perlu kiranya perhatian yang cukup dan pengobatan yang baik (Bakta, 2006).

Daun katuk (Sauropus androgynous Merr) kaya vitamin K, selain provitamin A (beta-karotena), vitamin B, dan vitamin C. Mineral yang terkandung pada daun katuk adalah kalsium hingga 2,8%, besi, kalium, fosfor, dan magnesium. Daun katuk memiliki kandungan besi berkisar 3,1 mg diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pengobatan pada anemia defisiensi besi (Syahrial Mayus , 2013).

Besi yang diabsorbsi dari usus halus, segera berikatan dengan protein apoferitin untuk membentuk ferritin yang digunakan sebagai pembentuk hemoglobin. Hemoglobin dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah (Rodak, George, Elaine. 2012)


(13)

5

1.5.2 Hipotesis Penelitian

Pemberian infusa daun katuk meningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina.


(14)

48 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan yang didapatkan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :

Daun Katuk (Sauropus androgynous Merr.) meningkatkan kadar

hemoglobin tikus Wistar betina.

5.2 Saran

 Penelitian menggunakan daun katuk dalam bentuk lain seperti ekstrak atau

pulvis.


(15)

vii

ABSTRAK

EFEK INFUSA DAUN KATUK (Sauropus androgynous Merr.)

TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA TIKUS WISTAR BETINA

Andy Pratama Saputra, 2015

Pembimbing 1 : Dr. Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes. Pembimbing 2 : Lisawati Sadeli, dr.,M.kes

Latar belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di dunia. Penyebab anemia yang paling sering adalah kurangnya jumlah zat besi yang di konsumsi. Daun katuk telah di kenal luas oleh masyarakat memiliki kandungan zat besi.

Tujuan penelitian Untuk menilai efek daun katuk terhadap kadar Hemoglobin dengan hewan coba tikus Wistar betina.

Metode penelitian Penelitian eksperimental dengan rancangan pre-post test design dengan dua puluh tujuh ekor tikus Wistar betina diberikan infusa daun katuk 10% dengan dosis 0,27 mg/2,5 ml setiap hari secara peroral dengan sonde oral selama 28 hari. Kadar hemoglobin diukur dengan metode sahli. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p.

Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan kadar Hemoglobin pada tikus Winstar betina dengan semula rata -rata 10,96 g% menjadi rata-rata 13,01 g%. Pemberian daun katuk (Sauropus androgynous Merr) pada tikus Wistar betina dapat meningkatkan kadar Hb dengan hasil sangat bermakna (p=0,000)

Simpulan Daun katuk meningkatkan kadar Hemoglobin tikus Wistar betina. Kata kunci : daun katuk, hemoglobin, anemia


(16)

8 ABSTRACT

THE EFFECT OF KATUK LEAVES INFUSION

(Sauropus androgynous Merr.) ON IMPROVEMENT HEMOGLOBIN LEVEL IN FEMALE RATS WISTAR

Andy Pratama Saputra, 2015,

1st Tutor : Dr. Diana K. Jasaputra,dr., M.Kes. 2nd Tutor : Lisawati Sadeli, dr.,M.kes

Background Anemia is a health problem that is most often found in the world. The most frequent cause of anemia is the lack of iron in the consumption. Katuk leaves has been recognized by the community have also contains iron.

Aim This study aims to determinethe effects of katuk leaves infusion on the improvement of hemoglobin level in female rats wistar.

Method of the study was quasi experimental with pre and post test design Twenty seven female rats Wistar were given 10% katuk leaves infusion at a dose of 0.27 mg / 2.5 ml each day orally for 28 days. Hemoglobin levels were measured by the Sahli method. Data analysis using the Wilcoxon Signed Rank test with significance determined based on the value of p.

Result of the analysis indicated that improvement on the average of Hemoglobin level female rats Wistar before 10,96 g% become 13,01 g%. The hemoglobin level before and after administration of Katuks leaves are highly significantly (p=0.000).

Conclusion of the study is katukleaves infusioncan improvement hemoglobin level in female rats Wistar

Keywords : Katuk leaves, Hemoglobin, anemia

PENDAHULUAN Anemia merupakan masalah kesehatan

yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia sebagian besar hidup di daerah tropis. Pada tahun 2002 anemia defisiensi besi dikatakan memiliki kontribusi terpenting untuk beban penyakit global (Bhakta, 2006).

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit atau massa hemoglobin tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (Bhakta , 2006).

Batasan anemia menurut kriteria WHO, yang digunakan di Indonesia adalah Hemoglobin < 10 g/dl, Hematokrit < 30%, dan Eritrosit < 2,8 juta mm3 (De Benoist et al, 2008).

Secara global, prevelensi anemia dari tahun 1993-2005 yang dilakukan oleh WHO

mencapai 1,62 milyar orang. Prevalensi tertinggi pada anak-anak sebelum sekolah (47,4%) dan terendah pada pria (12,7%). Di Indonesia sendiri, pada tahun 2006, dilaporkan angka anemia terjadi pada 9.608 orang (De Benoist et al, 2008).

Saat ini anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja. Sebagai perbandingan menurut Zloktin (2003) anak-anak yang belum sekolah di Kanada mencapai 4-5% sedangkan prevelensi di negara berkembang mencapai 50% terkena anemia defisiensi terutama pada anak-anak berusia 1 tahun (Zloktin, 2003).

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan tubuh. Penyebab anemia yang paling sering adalah kurangnya jumlah zat


(17)

9 besi yang dikonsumsi dan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya anemia defisiensi besi, seperti konsumsi zat-zat atau obat-obatan yang menghambat absoprsi besi yaitu teh, antibiotik, aspirin, sulfonamide, obat malaria, dan kebiasaan merokok. Anemia juga dapat disebabkan oleh perdarahan saluran cerna, luka bakar, diare, dan gangguan fungsi ginjal (Bakta, 2006).

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (deplated iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Kelainan ini ditandai oleh besi serum yang menurun, Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat, saturasi transferrin menurun, ferritin serum menurun, dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi (Dian Anindita Lubis, 2013).

Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan mudah lelah, kram saat berjalan, kedinginan, memiliki kebiasan memakan makanan yang tidak lazim (pica), daya tahan tubuh yang kurang baik. Anemia defisiensi besi pada anak juga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental dan fisik (Emedicine,2014).

Salah satu pengobatan anemia defisiensi besi adalah dengan pemberian tablet tambah darah yang berupa tablet Fe. Namun pemakaian besi yang dimakan tidak hanya untuk memperbaiki anemia tetapi untuk menambah cadangan zat besi sehingga pemakaian tablet Fe harus membutuhkan

periode waktu 6-12 bulan. Pemakaian tablet Fe juga memiliki efek samping seperti nyeri perut, mual, muntah dan konstipasi (Dian Anindita Lubis, 2013).

Banyak tanaman Indonesia yang saat ini telah digunakan secara luas untuk berbagai tujuan pengobatan salah satunya adalah daun katuk (Kristanty Yunitasari,2013).

Saat ini daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Pada tahun 2000 telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk yang beredar di Indonesia. Ekstrak daun katuk juga telah digunakan sebagai produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui, memperlancar, dan meningkatkan produksi ASI. Daun katuk telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai sayur, di samping daun katuk memiliki efek laktagogum (pelancar asi) , daun katuk juga memiliki kandungan kalsium 185 mg, zat besi 3,1 mg ,dan mengandung serat 1,2 gram. Kadar zat besi pada daun katuk dapat menjadi alternatif untuk pengobatan anemia defisiensi besi. Daun katuk juga tidak memiliki efek samping yang menganggu percernaan sehingga daun katuk dinilai lebih aman dari pengobatan menggunakan tablet Fe (Kristanty Yunitasari,2013).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efek infusa daun katuk terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina.

METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian

Alat

 Timbangan mencit  Pipa kapiler

 Tabung dengan antikoagulan  Haemoglobinometer Sahli  Kandang tikus dengan botol

minum  Sonde  Kapas  Spuit 5cc

 Sonde  Panci infusa .

Bahan

Aquades  HCl 0,1 N  Alkohol 70%

 EDTA


(18)

10 Dua puluh tujuh ekor tikus galur Wistar betina berumur 6 minggu, dengan berat badan 200 gram. Hewan coba diperoleh dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung.

Prosedur Kerja

1. Tikus sebanyak dua puluh tujuh ekor ,diambil darah untuk uji pretes hemoglobin pada tikus percobaan dengan metode sahli. 2. Tikus dipelihara dan diberikan

perlakuan sesuai desain penelitian, diberikan 0,27 mg/2,5

ml infusa daun katuk per oral dengan sonde oral selama 28 hari. 3. Setelah 28 hari ,dilakukan uji

posttest dengan pengambilan darah tikus, dan diperiksa kadar hemoglobin dengan metode Sahli Analisis Data

Analisis data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan α = 0,05 menggunakan program komputer dan kemaknaan berdasarkan p < 0,05

menggunakan program komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata kadar hemoglobin sebelum

pemberian daun katuk (Sauropus androgynous) adalah 10,96 g% dengan standar deviasi 1,022 dan rata-rata kadar hemoglobin setelah perlakuan pemberian daun katuk (Sauropus androgynous) adalah 13,01 g% dengan standar deviasi 0,971.

Pada uji normalitas di dapatkan hasil yang tidak normal yaitu pada post test di dapat kan hasil p<0,005 , sehingga dilanjutkan dengan uji non parametic Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan hasil sangat bermakna (p=0,000)

Tabel 1 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Pemberian Infusa Daun Katuk

Pada penelitian ini, pemberian infusa daun katuk (Sauropus androgynous Merr) dapat meningkatkan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina. Pada penelitian daun

katuk yang lain seperti penelitian Ronal Wila Pradikta, Osfar Sofjan, dan Irfan H Djunaidi menunjukkan daun katuk meningkatkan profil darah kelinci New Test Statisticsa

Postest - Pretests

Z -3.999b

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on negative ranks.


(19)

11 Zealand White menyusui, terutama peningkatan sel darah merah kelinci. Salah satu perbedaan antara penelitian Ronal Wila Pradikta, Osfar Sofjan, dan Irfan H Djunaidi dengan penelitian ini adalah cara pemberian daun katuk. Pada penelitian Ronal Wila Pradikta, Osfar Sofjan, dan Irfan H Djunaidi, mereka mencampur pakan dengan daun katuk sedangkan penelitian ini menggunakan infusa daun katuk yang di sonde secara oral sehingga penyerapan daun katuk lebih cepat di bandingkan penelitian

Ronal Wila Pradikta, Osfar Sofjan, dan Irfan H Djunaidi. Dengan demikian penelitian ini membuktikan bahwa infusa daun katuk dapat meningkatkan kadar Hemoglobin dan menjadi alternatif sayuran untuk meningkatkan kadar hemoglobin.

SIMPULAN

Daun Katuk (Sauropus androgynous) meningkatkan kadar hemoglobin tikus Wistar betina.

DAFTAR PUSTAKA

1.

2. Adamson, J. W. (2008). Iron

Deficiency and other

hypoproliferative Anemias. In F. D. A.S., 17th Harrison’s Principles of Internal Medicine (pp. 628-631). New York: Mc Grawhill.

3. Anjani, N. (2014). Pemeriksaan Hemoglobin Metode Sahli. Denpasar: Politeknik Kesehatan Denpasar.

4. Barret, K., Barman, S. M., Boitano, S., & Brooks, H. L. (2010). Ganong's Review of Medical Physiology (23rd ed.). New York: McGraw-Hill.

5. Bhakta, I. (2006). Pendekatan terhadap Pasien Anemia. In A. Sudoyo, B. Setiyohadi, & I. Alwi (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 6. De Benoist, B., McLean, E., &

Egli, I. (2008). Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005. Retrieved from World Health

Organization, WHO Global

Database on Anaemia:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10 665/43894/1/9789241596657_eng. pdf

7. Dian, A. L. (2013). Anemia Defisiensi Besi. Usu respiratory.

8. Hall, J. E. (2010). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier.

9. Harmening, D. (2008). Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis (5th ed.). Philadelphia, PA: F.A. Davis Company.

10. Harper, J. L. (2013). Emedicine. Retrieved from Medscape: www.Emedicine.medscape.com 11. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta

12. Kristanty, Y. (2013). Makalah botani. Retrieved from scribd: www.scribd.com

13. Murray, Bender, Botham,

Kennelly, Rodwell, & Weil. (2009). Harper's Illustrated Biochemistry (28th ed.). New York: McGraw-Hill.

14. Rodak, B., Fritsma, G., & Keohane, E. (2012). Rodak's Hematology: Clinical Principles and Applications (4th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier.

15. Sudarmanto, H., Sofjan, O., & Djunaidi, I. H. (2013). Pengaruh Pemberian Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus (l). Merr)


(20)

12 Dalam Pakan Terhadap Profil Darah dan Respon Imun Induk Kelinci Menyusui. fapet.ub.ac.id.

16. Zlotkin, S. H. (2006). Iron deficiency in Canada. The Governor General of Canada.


(21)

49

DAFTAR PUSTAKA

Adamson, J. W. (2008). Iron Deficiency and other hypoproliferative Anemias. In F. D. A.S., 17th Harrison’s Principles of Internal Medicine (pp. 628-631). New York: Mc Grawhill.

Anjani, N. (2014). Pemeriksaan Hemoglobin Metode Sahli. Denpasar: Politeknik Kesehatan Denpasar.

Barret, K., Barman, S. M., Boitano, S., & Brooks, H. L. (2010). Ganong's Review of Medical Physiology (23rd ed.). New York: McGraw-Hill.

Bhakta, I. (2006). Pendekatan terhadap Pasien Anemia. In A. Sudoyo, B. Setiyohadi, & I. Alwi (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

De Benoist, B., McLean, E., & Egli, I. (2008). Worldwide prevalence of anaemia

1993-2005. Retrieved from World Health Organization, WHO Global

Database on Anaemia:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/43894/1/9789241596657_eng.pdf Dian, A. L. (2013). Anemia Defisiensi Besi. Usu respiratory.

Hall, J. E. (2010). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier.

Harmening, D. (2008). Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis

(5th ed.). Philadelphia, PA: F.A. Davis Company. Harper, J. L. (2013). Emedicine. Retrieved from Medscape:

www.Emedicine.medscape.com

Kristanty, Y. (2013). Makalah botani. Retrieved from scribd: www.scribd.com Murray, Bender, Botham, Kennelly, Rodwell, & Weil. (2009). Harper's

Illustrated Biochemistry (28th ed.). New York: McGraw-Hill.

Rodak, B., Fritsma, G., & Keohane, E. (2012). Rodak's Hematology: Clinical Principles and Applications (4th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier.

Santoso, u. (2000). Mengenal daun katuk . In Poultry Indonesia (pp. 59-60). Sudarmanto, H., Sofjan, O., & Djunaidi, I. H. (2013). Pengaruh Pemberian

Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus (l). Merr) Dalam Pakan Terhadap Profil Darah dan Respon Imun Induk Kelinci Menyusui.


(22)

50

Zlotkin, S. H. (2006). Iron deficiency in Canada. The Governor General of Canada.


(1)

9

besi yang dikonsumsi dan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya anemia defisiensi besi, seperti konsumsi zat-zat atau obat-obatan yang menghambat absoprsi besi yaitu teh, antibiotik, aspirin, sulfonamide, obat malaria, dan kebiasaan merokok. Anemia juga dapat disebabkan oleh perdarahan saluran cerna, luka bakar, diare, dan gangguan fungsi ginjal (Bakta, 2006).

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (deplated iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Kelainan ini ditandai oleh besi serum yang menurun, Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat, saturasi transferrin menurun, ferritin serum menurun, dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi (Dian Anindita Lubis, 2013).

Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan mudah lelah, kram saat berjalan, kedinginan, memiliki kebiasan memakan makanan yang tidak lazim (pica), daya tahan tubuh yang kurang baik. Anemia defisiensi besi pada anak juga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental dan fisik (Emedicine,2014).

Salah satu pengobatan anemia defisiensi besi adalah dengan pemberian tablet tambah darah yang berupa tablet Fe. Namun pemakaian besi yang dimakan tidak hanya untuk memperbaiki anemia tetapi untuk menambah cadangan zat besi sehingga pemakaian tablet Fe harus membutuhkan

periode waktu 6-12 bulan. Pemakaian tablet Fe juga memiliki efek samping seperti nyeri perut, mual, muntah dan konstipasi (Dian Anindita Lubis, 2013).

Banyak tanaman Indonesia yang saat ini telah digunakan secara luas untuk berbagai tujuan pengobatan salah satunya adalah daun katuk (Kristanty Yunitasari,2013).

Saat ini daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Pada tahun 2000 telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk yang beredar di Indonesia. Ekstrak daun katuk juga telah digunakan sebagai produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui, memperlancar, dan meningkatkan produksi ASI. Daun katuk telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai sayur, di samping daun katuk memiliki efek laktagogum (pelancar asi) , daun katuk juga memiliki kandungan kalsium 185 mg, zat besi 3,1 mg ,dan mengandung serat 1,2 gram. Kadar zat besi pada daun katuk dapat menjadi alternatif untuk pengobatan anemia defisiensi besi. Daun katuk juga tidak memiliki efek samping yang menganggu percernaan sehingga daun katuk dinilai lebih aman dari pengobatan menggunakan tablet Fe (Kristanty Yunitasari,2013).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efek infusa daun katuk terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina.

METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian

Alat

 Timbangan mencit

 Pipa kapiler

 Tabung dengan antikoagulan

 Haemoglobinometer Sahli

 Kandang tikus dengan botol minum

 Sonde

 Kapas

 Spuit 5cc

 Sonde

Panci infusa .

Bahan

Aquades  HCl 0,1 N

 Alkohol 70%

EDTA


(2)

10

Dua puluh tujuh ekor tikus galur Wistar betina berumur 6 minggu, dengan berat badan 200 gram. Hewan coba diperoleh dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung.

Prosedur Kerja

1. Tikus sebanyak dua puluh tujuh ekor ,diambil darah untuk uji pretes hemoglobin pada tikus percobaan dengan metode sahli. 2. Tikus dipelihara dan diberikan

perlakuan sesuai desain penelitian, diberikan 0,27 mg/2,5

ml infusa daun katuk per oral dengan sonde oral selama 28 hari. 3. Setelah 28 hari ,dilakukan uji

posttest dengan pengambilan darah tikus, dan diperiksa kadar hemoglobin dengan metode Sahli

Analisis Data

Analisis data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan α = 0,05

menggunakan program komputer dan kemaknaan berdasarkan p < 0,05 menggunakan program komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata kadar hemoglobin sebelum

pemberian daun katuk (Sauropus androgynous) adalah 10,96 g% dengan standar deviasi 1,022 dan rata-rata kadar hemoglobin setelah perlakuan pemberian daun katuk (Sauropus androgynous) adalah 13,01 g% dengan standar deviasi 0,971.

Pada uji normalitas di dapatkan hasil yang tidak normal yaitu pada post test di dapat kan hasil p<0,005 , sehingga dilanjutkan dengan uji non parametic

Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan hasil sangat bermakna (p=0,000)

Tabel 1 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Pemberian Infusa Daun Katuk

Pada penelitian ini, pemberian infusa daun katuk (Sauropus androgynous Merr)

dapat meningkatkan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina. Pada penelitian daun

katuk yang lain seperti penelitian Ronal Wila Pradikta, Osfar Sofjan, dan Irfan H Djunaidi menunjukkan daun katuk meningkatkan profil darah kelinci New

Test Statisticsa

Postest - Pretests

Z -3.999b

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Wilcoxon Signed Ranks Test


(3)

11

Zealand White menyusui, terutama peningkatan sel darah merah kelinci. Salah satu perbedaan antara penelitian Ronal Wila Pradikta, Osfar Sofjan, dan Irfan H Djunaidi dengan penelitian ini adalah cara pemberian daun katuk. Pada penelitian Ronal Wila Pradikta, Osfar Sofjan, dan Irfan H Djunaidi, mereka mencampur pakan dengan daun katuk sedangkan penelitian ini menggunakan infusa daun katuk yang di sonde secara oral sehingga penyerapan daun katuk lebih cepat di bandingkan penelitian

Ronal Wila Pradikta, Osfar Sofjan, dan Irfan H Djunaidi. Dengan demikian penelitian ini membuktikan bahwa infusa daun katuk dapat meningkatkan kadar Hemoglobin dan menjadi alternatif sayuran untuk meningkatkan kadar hemoglobin.

SIMPULAN

Daun Katuk (Sauropus androgynous) meningkatkan kadar hemoglobin tikus Wistar betina.

DAFTAR PUSTAKA

1.

2. Adamson, J. W. (2008). Iron Deficiency and other hypoproliferative Anemias. In F. D. A.S., 17th Harrison’s Principles of

Internal Medicine (pp. 628-631). New York: Mc Grawhill.

3. Anjani, N. (2014). Pemeriksaan Hemoglobin Metode Sahli.

Denpasar: Politeknik Kesehatan Denpasar.

4. Barret, K., Barman, S. M., Boitano, S., & Brooks, H. L. (2010).

Ganong's Review of Medical Physiology (23rd ed.). New York: McGraw-Hill.

5. Bhakta, I. (2006). Pendekatan terhadap Pasien Anemia. In A. Sudoyo, B. Setiyohadi, & I. Alwi (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 6. De Benoist, B., McLean, E., &

Egli, I. (2008). Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005.

Retrieved from World Health Organization, WHO Global Database on Anaemia: http://apps.who.int/iris/bitstream/10 665/43894/1/9789241596657_eng. pdf

7. Dian, A. L. (2013). Anemia Defisiensi Besi. Usu respiratory.

8. Hall, J. E. (2010). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology

(12th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier.

9. Harmening, D. (2008). Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis (5th ed.). Philadelphia, PA: F.A. Davis Company.

10. Harper, J. L. (2013). Emedicine. Retrieved from Medscape: www.Emedicine.medscape.com 11. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta

12. Kristanty, Y. (2013). Makalah botani. Retrieved from scribd: www.scribd.com

13. Murray, Bender, Botham, Kennelly, Rodwell, & Weil. (2009).

Harper's Illustrated Biochemistry

(28th ed.). New York: McGraw-Hill.

14. Rodak, B., Fritsma, G., & Keohane, E. (2012). Rodak's Hematology: Clinical Principles and Applications (4th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier.

15. Sudarmanto, H., Sofjan, O., & Djunaidi, I. H. (2013). Pengaruh Pemberian Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus (l). Merr)


(4)

12

Dalam Pakan Terhadap Profil Darah dan Respon Imun Induk Kelinci Menyusui. fapet.ub.ac.id.

16. Zlotkin, S. H. (2006). Iron deficiency in Canada. The Governor General of Canada.


(5)

49

DAFTAR PUSTAKA

Adamson, J. W. (2008). Iron Deficiency and other hypoproliferative Anemias. In

F. D. A.S.,

17th Harrison’s Principles of Internal Medicine

(pp. 628-631).

New York: Mc Grawhill.

Anjani, N. (2014).

Pemeriksaan Hemoglobin Metode Sahli.

Denpasar: Politeknik

Kesehatan Denpasar.

Barret, K., Barman, S. M., Boitano, S., & Brooks, H. L. (2010).

Ganong's Review

of Medical Physiology

(23rd ed.). New York: McGraw-Hill.

Bhakta, I. (2006). Pendekatan terhadap Pasien Anemia. In A. Sudoyo, B.

Setiyohadi, & I. Alwi (Eds.),

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

De Benoist, B., McLean, E., & Egli, I. (2008).

Worldwide prevalence of anaemia

1993-2005.

Retrieved from World Health Organization, WHO Global

Database on Anaemia:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/43894/1/9789241596657_eng.pdf

Dian, A. L. (2013). Anemia Defisiensi Besi.

Usu respiratory

.

Hall, J. E. (2010).

Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology

(12th ed.).

Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier.

Harmening, D. (2008).

Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis

(5th ed.). Philadelphia, PA: F.A. Davis Company.

Harper, J. L. (2013).

Emedicine

. Retrieved from Medscape:

www.Emedicine.medscape.com

Kristanty, Y. (2013).

Makalah botani

. Retrieved from scribd: www.scribd.com

Murray, Bender, Botham, Kennelly, Rodwell, & Weil. (2009).

Harper's

Illustrated Biochemistry

(28th ed.). New York: McGraw-Hill.

Rodak, B., Fritsma, G., & Keohane, E. (2012).

Rodak's Hematology: Clinical

Principles and Applications

(4th ed.). Philadelphia, PA:

Saunders-Elsevier.

Santoso, u. (2000). Mengenal daun katuk . In

Poultry Indonesia

(pp. 59-60).

Sudarmanto, H., Sofjan, O., & Djunaidi, I. H. (2013). Pengaruh Pemberian

Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus (l). Merr) Dalam Pakan

Terhadap Profil Darah dan Respon Imun Induk Kelinci Menyusui.


(6)

50

Zlotkin, S. H. (2006). Iron deficiency in Canada.

The Governor General of