PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TAHUN 1980-2006.

Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si
NIP 196408031995121001
Sebagai Staf Pengajar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Lahir di Purwokerto, 3 Agustus 1964

FKI
P
3

Riwayat Pendidikan:
 S-1. IKIP Jakarta. 1990.
Bidang Ilmu: Geograf
 S-2. Pascasarjana UGM. 1994.
Bidang Ilmu: Geograf

 S-3. Pascasarjana UGM. 2010.
Bidang Ilmu: Geograf Kajian Khusus GIS for Urban Settlement

Judul Disertasi
INVOLMENT OF SLUM STTLEMENT IN SEMARANG 1980-2006
PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TAHUN 1980-2006

The increased number of population in
urban was not only influenced by the
natural increase of population but also
by the increase of migration, at the same
time the increase of the population
number was followed by the increase of
the demand of setlement. On the other
hand the area of uban did not expand,
the econimical consequence was the
price of land increased. The effect to the
poor urban people was that the low
ability in obtaining houses; another
effect was that the densifcation of
housing, resulting in the decrease of
housing quality, and the existence of
very unappropriate densed housing,
which was called as slum area.
This research was carried out in
Semarang. Whose objectives were to
fnd out : (1) the cause of the slum and

the spatial distribution in the periode of
1980- 2006;(2)the process of the change
of the slums and the influencing factors;
(3) the side effects during and afther the
existence of the slums. The method used
in this research was survey, the samples
takken in this research were from the
Central
Business
District
(Kel.Pekunden),
urban
fringe
(Kel.Mrican),
peripheral
of
hilling
(Jatingaleh), peripherial of low land

Menurut proyeksi World Population Data Sheet (2005),

Indonesia sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan
sangat cepat (1,5%-2% per tahun), peningkatan jumlah
penduduk yang tinggi ini akan berdampak pada aspek
kehidupan yang luas. Diantaranya adalah tuntutan
kebutuhan dasar manusia akan pangan dan papan.
Tuntutan kebutuhan dasar tersebut tidak lepas dari
ketersediaan akan lahan, lahan baik di perdesaan
maupun lahan di perkotaan. Peningkatan kebutuhan
akan lahan, khususnya di daerah perkotaan semakin
nampak terutama lahan sebagai wadah untuk
menampung kegiatan manusia maupun sebagai wadah
untuk bermukim. Peningkatan jumlah penduduk di
perkotaan tidak hanya dipengaruihi oleh pertumbuhan
penduduk alami semata, tetapi juga dipengaruhi oleh
banyaknya pendatang baru baik dari daerah perdesaan
maupun dari daerah perkotaan di sekitarnya, seiring
dengan pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh
faktor alamiah maupun adanya migarasi penduduk ke
daerah perkotaan, permintaan akan lahan untuk
permukiman juga semakin meningkat, sementara luas

lahan kota secara administratif tetap, konsekuensi
ekonomis yang harus disandang adalah harga lahan
semakin meningkat, akibat yang muncul terutama bagi
migran dan juga penduduk kota yang status
ekonominya lemah, adalah rendahnya kemampuan
untuk memiliki rumah. Dampak yang terjadi selanjutnya
adalah terjadinya pemadatan bangunan (densifikasi)
permukiman, yang berakibat menurunnya kualitas
permukiman, dengan demikian di daerah perkotaan
akan timbul daerah-daerah permukiman yang kurang
layak huni yang sangat padat, dan hal ini akan
membawa suatu akibat pada kondisi lingkungan
permukiman yang buruk, yang selanjutnya disebut
sebagai daerah kumuh (slum area).
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Semarang, dengan
tujuan: (1) Mengkaji pola perkembangan permukiman
kumuh dari penyebab perkembangan yang terjadi dan
sebaran spatialnya selama kurun waktu 1980-2006;(2)
Mengkaji proses perkembangan permukiman kumuh


(Kuburan Cina), peripherial of coastal
area
(Kel.Bandarharjo).
The
data
analisys used spatial analisys, which was
carried out by using Geographyc
Information System and quantitative and
qualitative method of SPSS.
The result of the research
showed that: (I) the essensial cause of
the evolvement of the slum in the
Central Business District (Pekunden)
was proximity, it still became important
cause in urban fringe (Mrican) though it
was not essensial. In the peripheral
hilling, social capital was considered as
the important cause, in the peripheral of
low land the avalaible wide area was the
essential cause, in the peripheral coastal

area the close social relationship was
essential cause;(2) the aging process
caused the demage of the building. The
densifcation process was categorised
into two models, that was the spatial
inflling process and the spatial inflling
process accretion, the frst occured in
Pekunden, Jatingaleh and Bandarharjo,
and the latter occured in Mrican and
Kuburan Cina. Innundation process
makes
the
settlement
having
taudifcation wich couses the slum
become death point, there are three
kinds of innundation society, namely,
high society model, midle society model,
and low soceity model;(3) the effect of
the evolvement of slum in spatial context

covered the extension of the slum, and
the deteriorism of the slum. While the
effect of the evolvment of slum in social
context covered outdoor personality,
extended family and fatalistic behavior.

dan faktor-faktor yang mempengaruhinya; dan (3)
Mengkaji dampak yang menyertai serta sesudah
adanya perkembangan permukiman kumuh. Penelitian
ini menggunakan metode survey, sampel penelitian di
lakukan di daerah pusat kota, selaput inti kota, dan
pinggiran kota perbukitan, pinggiran kota dataran
rendah dan pinggiran kota yang terletak di pantai.
Kelima daerah tersebut adalah Kelurahan Pekunden,
Kelurahan Mrican, Jatingaleh, Kuburan Cina, dan
Kelurahan Bandarharjo. Analsis menggunakan analisis
keruangan yang dibantu dengan menggunakan program
Geographyc Information System (GIS) dan SPSS
dengan metode analisis kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian ini menemukan, perkembangan permukiman

kumuh di Kota Semarang memperlihatkan kondisi
kualitas lingkungan yang semakin menurun atau terjadi
deteriorisasi, secara umum hal ini dapat diamati
berdasarkan hal sebagai berikut: (1) Fasilitas umum
yang kondisinya dari tahun ke tahun semakin berkurang
atau bahkan sudah tidak memadai lagi; (2) Kualitas
lingkungan yang semakin menurun, hal ini dicerminkan
dengan tingginya wabah penyakit serta tingginya
frekwensi wabah penyakit yang terjadi, umumnya
adalah DB (demam berdarah), diare, dan penyakit kulit;
(3) Sifat extended family pada sebagian besar pemukim
permukiman kumuh mengakibatkan dampak pada
pemanfaatan ruang yang sangat semrwut di dalam
rumah, untuk menampung penambahan jumlah anggota
keluarga maka dibuat penambahan-penambahan ruang
serta bangunan yang asal jadi, akibatnya kondisi rumah
secara fisik semakin terlihat awut-awutan; (4) Proses
penuaan memiliki dampak semakin terlihatnya
permukiman
kumuh

bertambah
kusam
dalam
performanya, hal ini nampak secara visual dari kondisi
partisi dinding bangunan yang ada serta atap yang
kualitasnya semakin menurun; (5) Di dalam proses
densifikasi di permukiman kumuh akan diikuti oleh
infilling process dan dampak selanjutnya akan terjadi
involusi permukiman, yakni permintaan lahan akan
permukiman yang semakin meningkat sementara
ketersediaan lahan yang cenderung tidak bertambah.
Meskipun pada proses ini terjadi pada lahan yang legal
secara hukum, namun lebih lanjut akan terjadi adanya
proses taudifikasi, yaitu seluruh proses yang mengarah
pada kekumuhan sehingga akan mengarah pada death
point, yakni titik dimana seluruh ruang sudah terisi oleh
permukiman dan tidak ada lagi ruang untuk berbagai
fasilitas lainnya; (6) Proses inundasi dalam proses
perkembangan permukiman kumuh di daerah penelitian
memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap

percepatan laju perkembangan permukiman kumuh,
dampak dari adanya inundasi memperlihatkan
fenomena yang sangat spesial, dampak ini dapat
diglongkan ke dalam dampak fisik dan sosial.