Kualitas Repair Welding Menggunakan Metodelas Oksi-Asetilin Dengan Perlakuan Preheating Danpost Weld Heat Treatment Padacast Wheel Aluminium JURNAL

(1)

commit to user

ANALISIS KUALITAS REPAIR WELDING CAST WHEEL ALUMINIUM MENGGUNAKAN METODE PENGELASAN OKSI-ASETILIN DENGAN

PERLAKUAN PREHEATING DAN POST WELD HEAT TREATMENT

Aftoni Heri Septian Pamungkas1)Budhi Harjanto2)Indah Widiastuti3) Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret, Surakarta Email:Septyan22@gmail.com

ABSTRAK

The weld repaired of an aluminum cast wheel should have similar performance as before repairing. The aims of this research are to evaluate the effect of preheating andpost weld heat treatment on the chemical composition, micro structure, hardness level, and the strength impact for aluminum welded cast wheel. Those data were analyzed using comparative descriptive method. The equipments used for measuring the chemical composition, microstructure, the hardness level, and the strength impact are as following: Spectrometer Metal Scan, Olympus Metallurgy Microscope, Vikers Hardness Tester and Charpy Tester. Based on the experiment results, it can be concluded that the chemical composition of the main constituent of cast wheel aluminum is 7,41% Si, which can be categorized in the aluminum alloy AA4343 series. The experiment results showed a decrease in the extent of the microstructure of primary Si phase after welding. Si primary phase were spread well around the surface of -Al but the

result Si after oxy-acetylene welding process with preheating and PWHT indicates that the primary Si phase is reducing so that the α -Al phase is dominating. The hardness level on the welding result decreased from raw material amounted to 103.381 kgf/mm2 be 40.112 kgf/mm2 in the welding area and 44.378 kgf/mm2 in area Heat Affected Zone (HAZ). The strength impact number on welding area showed a slight increase from the raw material areas of 0.055 joules/mm2to the welding of 0.058 joule/mm2.

Keywords: oxy-acetylene welding, Al-7,41% Si alloys, cast wheels aluminum, preheating andPWHT


(2)

commit to user

ABSTRAK

Hasil sebelum dan sesudah repair welding pada cast wheel aluminium seharusnya mempunyai nilai yang sama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi kimia, struktur mikro, nilai kekerasan, dan kekuatan impak pada cast wheel aluminium sebelum dan sesudah pengelasan menggunakan metode las oksi-asetilin dengan perlakuan preheating dan Post Weld Heat

Treatment(PWHT). Teknik analisa data yang digunakan yaitu deskriptif

komparatif. Alat yang digunakan untuk uji komposisi kimia, uji struktur mikro, uji kekerasan dan uji impak adalah Spectrometer Metal Scan, Olympus Metallurgycal

Microscope, Vikers Hardness Tester dan Charpy Tester. Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa komposisi utama penyusun cast wheel alumunium adalah Si, yaitu 7,41% yang termasuk kedalam paduan aluminium seri AA4343. Hasil uji struktur mikro menunjukkan penurunan luasan fasa Si primer setelah pengelasan. Pada raw material, fasa Si primer terlihat menyebar mengelilingi permukaan fasa -Al akan tetapi pada hasil pengelasan dengan

treatment menunjukkan bahwa fasa Si primer berkurang sehingga fasa -Al sangat mendominasi. Nilai kekerasan pada hasil pengelasan mengalami penurunan dari raw material sebesar 103,381 kgf/mm2 menjadi 40,112 kgf/mm2 pada daerah lasan dan sebesar 44,378 kgf/mm2 pada daerah Heat Affected Zone

(HAZ). Kekuatan impak menunjukkan sedikit kenaikan, dari sebesar 0,055

joule/mm2 pada raw material menjadi sebesar 0,058 joule/mm2 pada hasil pengelasan

Kata Kunci: Pengelasan oksi-asetilin, cast wheel aluminium Al-7,41%Si, preheating

danPWHT

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah kendaraan bermotor berbanding lurus dengan peningkatan jumlah komponen pengganti (spare part). Komponen pengganti diperlukan untuk mengganti bagian kendaraan yang sudah tidak layak pakai atau rusak. Oleh karena itu, suatu Industri produsen kendaraan bermotor juga memproduksi komponen pengganti yang dibutuhkan agar masa pakai kendaraan lebih lama.

Salah satu komponen kendaraan yang berpeluang mengalami kerusakan dan perlu diganti adalah cast

wheel atau biasa disebut velg. Velg

merupakan bagian kendaraan yang berfungsi menopang roda agar dapat berputar dan juga sebagai penopang berat kendaraan. Kerusakan yang biasa terjadi pada velg kendaraan disebabkan adanya benturan saat kecelakaan maupun benturan pada jalan-jalan yang berlubang


(3)

commit to user Untuk menanggulangi

rusaknya velg maka bisa dilakukan perbaikan dengan proses pengelasan. Proses pengelasan tersebut memungkinkan apabila nilai ketangguhan pada hasil pengelasan mendekati dengan nilai ketangguhan semula.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi kimia, struktur mikto, nilai kekerasan dan kekuatan impak pada

cast wheel aluminium sebelum dan

sesudah dilakukan pengelasan menggunakan metode pengelasan Oksi-asetilin dengan perlakuan

preheating dan Post Weld Heat

Treatment (PWHT).

Pengelasan oksi-asetilin merupakan pengelasan dengan gas yang dilakukan dengan cara membakar bahan bakar gas dengan O2 sehingga menimbulkan nyala api. Nyala api pada las oksi-asetilin ini menimbulkan suhu yang dapat mencairkan logam induk dan logam pengisi (Wiryosumarto dan Okumura, 2010: 33).

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat tahan korosi, mempunyai daya hantar listrik yang baik. Dengan penambahan Cu,

Mg, Si, Mn, Zn maka akan menambah kekuatan mekaniknya. Berdasarkan unsur penambah tersebut maka

Aluminum Association menggolongkan

aluminium menjadi tujuh bagian, yaitu: 1. Al Murni, 2. Cu, 3. Mn, 4. Al-Si, 5. Al-Mg, 6. Al-Mg-Si dan 7. Al-Zn (Surdia, T. & Saito, S: 1992).

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen merupakan metode untuk mencari hubungan sebab akibat dengan cara menganalisa kelompok yang diberi perlakuan dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan

Populasi yang digunakan adalah cast wheel aluminium Isuzu Panther, sedangkan sampel penelitiannya dapat dilihat pada gambar 1. berikut:

Gambar 1. Cast Wheel Aluminium Isuzu Panther

A


(4)

commit to user Keterangan:

A: Daerah Pengambilan Sampel untuk Pengujian Impak

B: Daerah Pengambilan Sampel untuk Pengujian Komposisi Kimia, Pengujian Struktur Mikro dan Pengujian Kekerasan

Dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif komparatif. Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan cara mendeskripsikan hasil pengamatan kekuatan spesimen dari penelitian yang telah dilakukan kemudian

membandingkan hasil pengamatan antara kedua specimen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini meliputi: hasil uji komposisi kimia, pengamatan struktur mikro, hasil uji kekerasan dan hasil uji impak.

1. Uji Komposisi Kimia

Dari uji komposisi kimia maka dapat disimpulkan bahwa cast wheel yang digunkan termasuk kedalam paduan aluminium seri AA4343 seperti tabel 1. Berikut ini

Tabel 1. Perbandingan Komposisi Kimia Cast Wheel Aluminium dengan Paduan Aluminium seri AA4343

No. Unsur

Kandungan Kimia Cast

Wheel

Aluminium (%)

Komposisi Paduan Alumunium seri AA4343 (%)

Keterangan

1 Al 91,47 90.3–93.2 Sesuai

2 Si 7,41 6.8–8.2 Sesuai

3 Fe 0,235 <= 0.80 Sesuai

4 Cu 0,155 <= 0.25 Sesuai

5 Mn <0,0200 <= 0.10 Sesuai

6 Zn 0,272 <= 0.20 Kurang Sesuai,

Selisih 0,07%

2. Uji Struktur Mikro

Uji struktur mikro bertujuan untuk mengetahui bentuk, susunan, dan ukuran butir pada bahan. Pada pengujian ini pengamatan dilakukan pada permukaan spesimen yang telah dipoles dengan autosol dan dietsa

dengan menggunakan nitrid acid (HNO3) 2,5 ml, HF 1,5 ml. HCl 1,5 ml dan 0,5 ml aquades selama 5-10 detik dengan mikroskop optic pembesaran 50 dan 100 kali. Pengamatan dilakukan pada bagian tanpa las, bagian las, HAZ dan juga pada base material.


(5)

commit to user

a). Raw Material b). HAZ

c). Las d). Las, HAZ dan Base Material

Gambar 2. Struktur Mikro Spesimen Raw Material dan Spesimen Las Hipoeutektik Al-7wt%Si dengan Perlakuan Preheating dan PWHT Perbesaran

50x

Dari gambar 2. diatas dapat kita lihat bentuk-bentuk fasa α +Al dan juga fasa Si primer. Pada daerah raw

fasa α +Al (berwarna putih

keabu-abuan) terlihat menggumpal besar dengan rongga Si primer (hitam gelap) didalamnya (Zeren: 2011).

Dari gambar 2. tersebut dapat dilihihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada perubahan luasan fasa. Luasan fasa α +Al yang paling besar pada daerah las dan yang terkecil pada daerah raw. Luasan fasa Si primer terbesar pada daerah raw

Las ui

HAZ ui

Base Material

ui ui

Si primer ui

β -AlFeSi ui

Si primer ui

β -AlFeSi

ui ui Si primer


(6)

commit to user

material dan terkecil pada daerah las.

Hal ini berarti antara fasa α +Al dan fasa Si primer berlawanan. Perbedaan luasan fasa disebabkan oleh panas yang diterima oleh daerah spesimen. Semakin besar panas yang diterima oleh daerah spesimen semakin besar pula fasa α +Al dan semakin kecil fasa Si primernya yang terbentuk.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa fasa Si primer yang terbentuk pada raw material lebih besar dan menyebar rata daripada fasa Si primer pada pada spesimen yang dilakukan pengelasan oksi-asetilin dengan preheating dan post weld heat

treatment. Berdasarkan perbedaan

tersebut maka diketahui bahwa raw

material memiliki nilai ketangguhan

dan kekerasan yang lebih tinggi daripada spesimen yang dilakukan pengelasan oksi-asetilin dengan

preheating dan post weld heat

treatment.

3. Uji Kekerasan

Uji kekerasan dilakukan dengan metode vicker.Beban yang digunakan ketika pengujia sebesar 100 g dengan pembesaran 200 kali dan load time yang diterapkan adalah 15 s.Pengujian dilakukan di daerah las, HAZ, base

material dan cast wheel sebelum

pengelasan

Tabel 2. Data Hasil Pengujian Kekerasan Vikers

Jenis Spesimen Titik Spes Diagonal Injakan (µm) Rata-rata Diagonal (µm) Beban (Kg) Load Time (s) Harga Kekerasan Vikers (VHN) Harga Kekerasan Vikers Rata-rata (VHN) d1 d2 Raw Material

1 41 42 41,5 0,1 15 107,790

103,381

2 40 38 39 0,1 15 121,893

3 45 51 48 0,1 15 80,460

Base Material

1 66,5 66,5 66,5 0,1 15 42,631

39,167

2 72 72 72 0,1 15 35,791

3 71,5 70 70,75 0,1 15 37,080

HAZ

1 66 66 66 0,1 15 42,621

44,378

2 62,5 61,5 62 0,1 15 48,281

3 67,5 65 66,25 0,1 15 42,232

Daerah Las

1 70,5 64,5 67,5 0,1 15 40,659

40,112

2 68,5 70,5 69,5 0,1 15 38,385


(7)

commit to user

Gambar 3. Diagram Batang Harga Rata-rata Kekerasan Vikers

Dari data hasil pengujian kekerasan vikers pada Tabel 2. dan Gambar 3. diatas dapat dilihat bahwa daerah yang mempunyai kekerasan tertinggi adalah raw material dengan kekerasan 103,81 VHN. Pada spesimen dengan mengalami penurunan harga kekerasan yang signifikan yaitu: pada daerah HAZ 44,378 VHN, sedangkan

base material 39,167 VHN Penurunan

kekerasan spesimen yang mengalami perlakuan preheating dan post weld

heat treatment dikarenakan aluminium

AA4343 termasuk jenis paduan aluminium yang tidak mempunyai kemampuan heat-treatable. Selain itu, penurunan kekerasan juga dapat terjadi karena munculnya fasa intermetalik.

Fasa intermetalik timbul karena sifat unsur Fe yang mempunyai sifat susah padu dengan Al sehingga membentuk bagian sendiri. Fe yang tidak mencair bersama Al tersebut menimbulkan porositas dan mudah terkorosi (Taylor: 2012).

4. Uji Impak

Uji impak dilakukan dengan metode impak tipe charpy. Pengujian dilakukan dengan menggunakan beban pendulum sebesar 150 J dan panjang lengan pendulum 83 cm sudut awal

sebelum pembebanan (α ) sebesar 156°.

Pengujian dilakukan terhadap cast wheel aluminium sebelum dan sesudah


(8)

commit to user Tabel 3. Data Hasil Pengujian Kekuatan Impak Jenis

Spes.

No. Spes.

Sudut Sudut Usaha (J)

Luas (mm2)

Harga Impak (J/mm2)

Harga Rata-rata Impak Charpy

(J/mm2) Tanpa

Las

1. 156 151 4,73 80 0,059

0,055

2. 156 151,5 4,23 80 0,053

3. 156 152 3,73 72 0,052

Las

1. 156 149 6,97 80 0,087

0,058

2. 156 152 3,73 76 0,049

3. 156 153 2,74 72 0,038

Gambar 4. Harga Rata-rata Kekuatan Impak

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 4.5. terdapat perbedaan nilai impak spesimen raw

material dengan spesimen hasil lasan

dengan preheating dan post weld heat

treatment. Pada raw material sebesar

0,055 J/mm2 dan pada spesimen hasil lasan dengan preheating dan post weld

heat treatment 0,058 J/mm2.

Ketangguhan impak ini sedikit mengalami kenaikan karena perbedaan perlakuan saat pengelasan dan treatment. Ketangguhan impak hasil lasan dengan preheating dan post

weld heat treatment ini akan lebih

meningkat apabila spesimen uji merupakan logam heat-treatable.

Berdasarkan penelitian Isadare, et al (2012) menunjukkan adanya hubungan


(9)

commit to user antara nilai kekerasan dan kekuatan

impak. Dalam beberapa pengujian menunjukkan, apabila spesimen mengalami kenaikan nilai kekerasan maka akan diikuti dengan penurunan kekuatan impak, dan apabila nilai kekerasan menurun maka kekuatan impak akan mengalami penurunan.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan PWHT yang diberlakukan pada spesimen hasil pengelasan tidak mampu mengembalikan nilai kekerasan pada spesimen mendekati nilai kekerasan dari cast wheel utuh.

SIMPULAN

1. Berdasar komposisi penyusun, cast

wheel yang digunakan termasuk paduan Al-Si seri AA4343 yang memiliki sifat non heat-treatable. 2. Dari pengamatan struktur mikro

pada spesimen raw material dan pada spesimen hasil repair welding (daerah base, HAZ, dan daerah las) terjadi perbedaan karena pengaruh panas yang diterima oleh tiap daerah. Peristiwa tersebut menyebabkan fasa-fasa α +Al

semakin menyebar, rapat dan dominan sedangkan fasa-fasa Si

primer tetap mengelilingi fasa α +Al

akan tetapi dengan bentuk yang kecil memanjang.

3. Terdapat perbedaan nilai kekerasan (VHN) yang signifikan antara spesimen raw material dan spesimen hasil repair welding

karena berkurangnya fasa Si primer pada raw material. Selain itu

perbedaan nilai kekerasan karena timbulnya fasa intermetalik (β -AlFeSi) yang terbentuk karena unsur Fe yang tidak larut dalam Al sehingga unsur Fe mempengaruhi terbentuknya korosi dan porositas pada paduan Al-Si seri AA4343 tersebut.

4. Terdapat perbedaan nilai impak

charpy yang tidak signifikan antara

spesimen raw material (0,055 J/mm2) dan spesimen hasil repair

welding (0,058 J/mm2) karena perlakuan panas yang dilakukan mengurangi tegangan sisa akibat proses pengelasan. Nilai impak akan lebih meningkat apabila spesimen yang digunakan merupakan logam


(10)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

ASM International.(2012), Aluminium

and aluminiun alloy.

AWS. (2006). Structural Welding Code-Steel D1.1/D1.1

Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta:

Pradnya Paramita.

Taylor, J.A. (2012). Iron-containing

intermetallic phases in Al-Si based casting Alloys. Journal of

Procedia Materials Science, 1: 19

– 33. Diperoleh pada 29 Juni

2016, dari

www.sciencedirect.com

Surdia, T. & Saito, S. 1992.

Pengetahuan Bahan Teknik.

Jakarta: Pradnya Paramita.

Wiryosumarto, H. Okumura, T. (2010).

Teknologi Pengelasan Logam.

Jakarta: Pradnya Paramita.

Zeren, M., Karakulak, E., & Gumus, S. (2011). Influence of Cu Addition

on Microstructure and Hardness of Near-eutectic Al-Si-xCu-alloys. The Scientific Research

Project at Kocaeli Univercity, 6326 (11) 60917-5. Diperoleh pada 29 Juni 2016, dari www.sciencedirect.com


(1)

commit to user

a). Raw Material b). HAZ

c). Las d). Las, HAZ dan Base Material Gambar 2. Struktur Mikro Spesimen Raw Material dan Spesimen Las

Hipoeutektik Al-7wt%Si dengan Perlakuan Preheating dan PWHT Perbesaran 50x

Dari gambar 2. diatas dapat kita lihat bentuk-bentuk fasa α +Al dan juga fasa Si primer. Pada daerah raw

fasa α +Al (berwarna putih

keabu-abuan) terlihat menggumpal besar dengan rongga Si primer (hitam gelap) didalamnya (Zeren: 2011).

Dari gambar 2. tersebut dapat dilihihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada perubahan luasan fasa. Luasan fasa α +Al yang paling besar pada daerah las dan yang terkecil pada daerah raw. Luasan fasa Si primer terbesar pada daerah raw

Las

ui

HAZ

ui

Base Material

ui ui

Si primer

ui

β -AlFeSi ui

Si primer

ui

β -AlFeSi

ui ui Si primer


(2)

commit to user material dan terkecil pada daerah las.

Hal ini berarti antara fasa α +Al dan fasa Si primer berlawanan. Perbedaan luasan fasa disebabkan oleh panas yang diterima oleh daerah spesimen. Semakin besar panas yang diterima oleh daerah spesimen semakin besar pula fasa α +Al dan semakin kecil fasa Si primernya yang terbentuk.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa fasa Si primer yang terbentuk pada raw material lebih besar dan menyebar rata daripada fasa Si primer pada pada spesimen yang dilakukan pengelasan oksi-asetilin dengan preheating dan post weld heat treatment. Berdasarkan perbedaan

tersebut maka diketahui bahwa raw material memiliki nilai ketangguhan dan kekerasan yang lebih tinggi daripada spesimen yang dilakukan pengelasan oksi-asetilin dengan preheating dan post weld heat treatment.

3. Uji Kekerasan

Uji kekerasan dilakukan dengan metode vicker.Beban yang digunakan ketika pengujia sebesar 100 g dengan pembesaran 200 kali dan load time yang diterapkan adalah 15 s.Pengujian dilakukan di daerah las, HAZ, base material dan cast wheel sebelum pengelasan

Tabel 2. Data Hasil Pengujian Kekerasan Vikers

Jenis Spesimen Titik Spes Diagonal Injakan (µm) Rata-rata Diagonal (µm) Beban (Kg) Load Time (s) Harga Kekerasan Vikers (VHN) Harga Kekerasan Vikers Rata-rata (VHN) d1 d2 Raw Material

1 41 42 41,5 0,1 15 107,790

103,381

2 40 38 39 0,1 15 121,893

3 45 51 48 0,1 15 80,460

Base Material

1 66,5 66,5 66,5 0,1 15 42,631

39,167

2 72 72 72 0,1 15 35,791

3 71,5 70 70,75 0,1 15 37,080

HAZ

1 66 66 66 0,1 15 42,621

44,378

2 62,5 61,5 62 0,1 15 48,281

3 67,5 65 66,25 0,1 15 42,232

Daerah Las

1 70,5 64,5 67,5 0,1 15 40,659

40,112 2 68,5 70,5 69,5 0,1 15 38,385


(3)

commit to user

Gambar 3. Diagram Batang Harga Rata-rata Kekerasan Vikers

Dari data hasil pengujian kekerasan vikers pada Tabel 2. dan Gambar 3. diatas dapat dilihat bahwa daerah yang mempunyai kekerasan tertinggi adalah raw material dengan kekerasan 103,81 VHN. Pada spesimen dengan mengalami penurunan harga kekerasan yang signifikan yaitu: pada daerah HAZ 44,378 VHN, sedangkan base material 39,167 VHN Penurunan kekerasan spesimen yang mengalami perlakuan preheating dan post weld heat treatment dikarenakan aluminium AA4343 termasuk jenis paduan aluminium yang tidak mempunyai kemampuan heat-treatable. Selain itu, penurunan kekerasan juga dapat terjadi karena munculnya fasa intermetalik.

Fasa intermetalik timbul karena sifat unsur Fe yang mempunyai sifat susah padu dengan Al sehingga membentuk bagian sendiri. Fe yang tidak mencair bersama Al tersebut menimbulkan porositas dan mudah terkorosi (Taylor: 2012).

4. Uji Impak

Uji impak dilakukan dengan metode impak tipe charpy. Pengujian dilakukan dengan menggunakan beban pendulum sebesar 150 J dan panjang lengan pendulum 83 cm sudut awal sebelum pembebanan (α ) sebesar 156°. Pengujian dilakukan terhadap cast wheel aluminium sebelum dan sesudah dilakukan pengelasan.


(4)

commit to user Tabel 3. Data Hasil Pengujian Kekuatan Impak Jenis

Spes.

No. Spes.

Sudut Sudut Usaha (J)

Luas (mm2)

Harga Impak (J/mm2)

Harga Rata-rata Impak Charpy

(J/mm2) Tanpa

Las

1. 156 151 4,73 80 0,059

0,055 2. 156 151,5 4,23 80 0,053

3. 156 152 3,73 72 0,052

Las

1. 156 149 6,97 80 0,087

0,058

2. 156 152 3,73 76 0,049

3. 156 153 2,74 72 0,038

Gambar 4. Harga Rata-rata Kekuatan Impak

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 4.5. terdapat perbedaan nilai impak spesimen raw material dengan spesimen hasil lasan dengan preheating dan post weld heat treatment. Pada raw material sebesar 0,055 J/mm2 dan pada spesimen hasil lasan dengan preheating dan post weld heat treatment 0,058 J/mm2.

Ketangguhan impak ini sedikit mengalami kenaikan karena perbedaan perlakuan saat pengelasan dan treatment. Ketangguhan impak hasil lasan dengan preheating dan post weld heat treatment ini akan lebih meningkat apabila spesimen uji merupakan logam heat-treatable. Berdasarkan penelitian Isadare, et al (2012) menunjukkan adanya hubungan


(5)

commit to user antara nilai kekerasan dan kekuatan

impak. Dalam beberapa pengujian menunjukkan, apabila spesimen mengalami kenaikan nilai kekerasan maka akan diikuti dengan penurunan kekuatan impak, dan apabila nilai kekerasan menurun maka kekuatan impak akan mengalami penurunan.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan PWHT yang diberlakukan pada spesimen hasil pengelasan tidak mampu mengembalikan nilai kekerasan pada spesimen mendekati nilai kekerasan dari cast wheel utuh.

SIMPULAN

1. Berdasar komposisi penyusun, cast wheel yang digunakan termasuk paduan Al-Si seri AA4343 yang memiliki sifat non heat-treatable. 2. Dari pengamatan struktur mikro

pada spesimen raw material dan pada spesimen hasil repair welding (daerah base, HAZ, dan daerah las) terjadi perbedaan karena pengaruh panas yang diterima oleh tiap daerah. Peristiwa tersebut menyebabkan fasa-fasa α +Al semakin menyebar, rapat dan dominan sedangkan fasa-fasa Si

primer tetap mengelilingi fasa α +Al akan tetapi dengan bentuk yang kecil memanjang.

3. Terdapat perbedaan nilai kekerasan (VHN) yang signifikan antara spesimen raw material dan spesimen hasil repair welding karena berkurangnya fasa Si primer pada raw material. Selain itu perbedaan nilai kekerasan karena timbulnya fasa intermetalik (β -AlFeSi) yang terbentuk karena unsur Fe yang tidak larut dalam Al sehingga unsur Fe mempengaruhi terbentuknya korosi dan porositas pada paduan Al-Si seri AA4343 tersebut.

4. Terdapat perbedaan nilai impak charpy yang tidak signifikan antara spesimen raw material (0,055 J/mm2) dan spesimen hasil repair welding (0,058 J/mm2) karena perlakuan panas yang dilakukan mengurangi tegangan sisa akibat proses pengelasan. Nilai impak akan lebih meningkat apabila spesimen yang digunakan merupakan logam heat-treatable.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

ASM International.(2012), Aluminium and aluminiun alloy.

AWS. (2006). Structural Welding Code-Steel D1.1/D1.1

Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita.

Taylor, J.A. (2012). Iron-containing intermetallic phases in Al-Si based casting Alloys. Journal of Procedia Materials Science, 1: 19 – 33. Diperoleh pada 29 Juni

2016, dari

www.sciencedirect.com

Surdia, T. & Saito, S. 1992. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita.

Wiryosumarto, H. Okumura, T. (2010). Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita.

Zeren, M., Karakulak, E., & Gumus, S. (2011). Influence of Cu Addition on Microstructure and Hardness of Near-eutectic Al-Si-xCu-alloys. The Scientific Research Project at Kocaeli Univercity, 6326 (11) 60917-5. Diperoleh pada 29 Juni 2016, dari www.sciencedirect.com


Dokumen yang terkait

Kualitas Repair Welding Menggunakan Metode Pengelasan MIG dengan Perlakuan Preheating dan Post Weld Heat Treatment pada Cast Wheel Aluminium.

0 0 17

ANALISIS KUALITAS HASIL REPAIR WELDING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA CAST WHEEL ALUMINIUM DENGAN METODE PENGELASAN OKSI-ASETILIN.

0 0 18

ANALISIS KUALITAS HASIL REPAIR WELDING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA CAST WHEEL ALUMINIUM DENGAN METODE PENGELASAN OKSI-ASETILIN.

0 1 8

STUDI TENTANG KUALITAS HASIL REPAIR WELDING PADA CAST WHEELS ALUMINIUM DENGAN METODE PENGELASAN OKSI ASETILIN, TIG DAN MIG TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS.

0 0 10

STUDI KUALITAS REPAIR WELDING DENGAN METODE PENGELASAN TIG DENGAN PERLAKUAN PWHT PADA CAST WHEEL ALUMINIUM.

0 1 17

DEWI RIMA RATRI SIWI K2512027

0 3 11

Kualitas repair welding metode mig dengan perlakuan preheating pada cast wheel aluminium sebagai suplemen materi mata kuliah teknik pengelasan Jurnal ku

0 0 7

STUDI KUALITAS REPAIR WELDING PADA PENGELASAN METAL INERT GAS (MIG) MENGGUNAKAN METODE POST WELD HEAT TREATMENT (PWHT) PADA CAST WHEEL ALUMINIUM | Sudibyo | Jurnal Nosel 8136 17058 1 SM

0 0 7

KUALITAS REPAIR WELDING METODE MIG DENGAN PERLAKUAN PREHEATING PADA CAST WHEEL ALUMINIUM SEBAGAI SUPLEMEN MATERI MATA KULIAH TEKNIK PENGELASAN | Prihonggo | Jurnal Nosel 8191 17167 1 SM

0 0 7

KUALITAS REPAIR WELDING DENGAN METODE OKSI-ASETILIN DAN PERLAKUAN PREHEATING PADA CAST WHEEL ALUMUNIUM SEBAGAI SUPLEMEN MATERI MATA KULIAH TEKNIK PENGELASAN | Anggoro | Jurnal Nosel 8188 17161 1 SM

0 0 13