SPP 1&2 Recent site activity teeffendi
Sistem Peradilan Pidana
Tolib Effendi
Pendekatan Sistem dalam
Sistem Peradilan Pidana
Manusia dan Sistem
Manusia terlahir berada dalam lingkaran sistem,
bahkan manusia itu sendiri adalah sistem bagi
subsistem dalam dirinya.
Perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh
sistem yang dia kenal dalam dirinya dan
lingkungannya, bahkan manusia telah memilih
sistem yang sesuai dengan dirinya.
Manusia tidak dapat terlepas dari lingkaran sistem,
sistem apapun dalam dirinya, termasuk diantaranya
adalah sistem hukum dan sistem peradilan pidana
(Lihat J.W. LaPatra, 1978: 85)
Pendekatan Sistem dalam Sistem Peradilan
Pidana
Pendekatan sistem dalam dunia ilmu pengetahuan
bukanlah pendekatan baru. Merenius Agrippa,
pada masa kejayan Romawi, telah menggunakan
pendekatan itu untuk menjelaskan esensi suatu
Negara. Menurut Agrippa, Negara, seperti tubuh
manusia, adalah keseluruhan dan hanya bagian
dari tubuh yang saling berubungan dan
membutuhkan satu dengan yang lainnya, dengan
berbagai macam lapisan sosial.
(Lihat Anthon F. Susanto, 2004: 71)
Hakikat Pembangunan Sistem
Hal terpenting bagi suatu proses sistem adalah
keseimbangan potensi dan fungsi masing-masing
komponennya. Kerusakan salah satu komponen
dapat merusak keseimbangan global dan
karenanya juga akan berpengaruh terhadap
perwujudan tujuan sistem itu. Hakikat dari
pembangunan sistem adalah pembangunan
terhadap komponen-komponennya.
Komponen dalam Sistem Hukum
Lawrence Friedman yang mengemukakan, bahwa
komponen dalam sistem hukum adalah: substansi
hukum; struktur hukum dan budaya hukum
Di dalam konteks sistem hukum, Menurut Lili
Rasjidi, komponen-komponen tersebut antara lain
adalah masyarakat hukum; budaya hukum; filsafat
hukum; ilmu/ pendidikan hukum; konsep hukum;
pembentukan hukum; bentuk hukum; penerapan
hukum dan evaluasi hukum.
(Lihat Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, 2003: 152)
Sistem Peradilan Pidana adalah Komponen
dalam Sistem Hukum
Baik menurut Friedman maupun menurut Lili
Rasjidi, sistem peradilan pidana merupakan salah
satu komponen dalam sistem, yaitu komponen
struktur hukum atau dalam kata lain komponen
penerapan hukum.
Peradilan adalah lembaga untuk menguji
berlakunya hukum (baca undang-undang) dan
bagaimana penerapannya di masyarakat.
Sistem Peradilan Pidana adalah Komponen
dalam Sistem Hukum
Di dalam pendekatan sistem, semua
komponen adalah satu kesatuan. Salah satu
subsistem dalam sebuah sistem bisa
menjadi sistem utuh bagi subsistem lainnya.
Sistem peradilan pidana merupakan
subsistem dalam sistem hukum, namun di
sisi lain, sistem peradilan pidana
merupakan sistem dari subsistem-subsistem
di dalamnya.
Sejarah Ilmu Sistem
Peradilan Pidana
Ilmu Sistem Peradilan Pidana dan
perkembangannya
Ilmu tentang administrasi peradilan pidana meminjam
banyak sekali dari disiplin ilmu seperti hukum,
sosiologi, ilmu politik, psikologi, antropologi dan
sejarah. Sistem peradilan pidana untuk kali pertama
diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan para ahli
dalam sistem peradilan pidana Amerika Serikat
sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme
kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegak
hukum. Ketidakpuasan ini terbukti dari meningkatnya
kriminalitas di Amerika Serikat pada tahun 1960-an.
(Lihat Yesmil Anwar dan Adang, 2009:33)
Ilmu Sistem Peradilan Pidana dan
perkembangannya (Lanjutan)
Frank Remington adalah orang pertama di Amerika Serikat
yang memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan
pidana melalui pendekatan sistem (system approach) dan
gagasan mengenai sistem ini terdapat pada laporan pilot
proyek tahun 1958. Gagasan ini kemudian diletakkan pada
mekanisme administrasi peradilan pidana dan diberi nama
Criminal Justice System dan istilah ini kemudian
diperkenalkan secara luas oleh The President’s Crime
Commission. Dalam kurun waktu akhir tahun 1960-an
sampai dengan awal tahun 1970-an, Criminal Justice
System sebagai disiplin ilmu tersendiri telah muncul
menggantikan istilah Law Enforcement atau Police
Studies.
Pengertian Sistem Peradilan
Pidana
Menurut Black Law Dictionary
Criminal Justice System is the collective institutions through
which an accused offender passes until the accusations have
been disposed of or the assessed punishment concluded. The
system typically has have three components: law enforcement
(police, sheriffs, marshals), the judicial process (judges,
prosecutors, defense lawyers) and corrections (prison officials,
probation officers and parole officers
(sistem peradilan pidana adalah institusi kolektif, dimana
seorang pelaku tindak pidana melalui suatu proses sampai
tuntutan ditetapkan atau penjatuhan hukuman telah
diputuskan. Sistem ini memiliki tiga komponen, penegak hukum
(kepolisian), proses persidangan (hakim, jaksa dan advokat) dan
lembaga pemasyarakatan (petugas pemasyarakatan, dan
petugas lembaga pembinaan)
Menurut Mardjono Reksodiputro
Sistem peradilan pidana adalah sistem
pengendalian kejahatan yang terdiri atas
lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan pemasayarakatan terpidana.
(Lihat Mardjono Reksodiputro, 1993: 1)
Menurut Romli Atmasasmita
Sistem peradilan pidana sebagai suatu istilah yang
menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan
kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem.
Pendapat Romli Atmasasmita ini senada dengan pendapat
Remington dan Ohlin yang mengemukakan sebagai berikut:
Criminal Justice System dapat diartikan sebagai pemakaian
pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi
peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem
merupakan hasil interaksi antara peraturan perundangundangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku
sosial.
(Lihat Romli Atmasasmita, 1996: 16)
Criminal Justice System dan Criminal Justice
Process
Hagan mengemukakan, bahwa dibedakan antara sistem
peradilan pidana dan proses peradilan pidana.
Sistem peradilan pidana berbicara tentang interkoneksi
antar keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam
proses peradilan pidana, sedangkan proses peradilan
pidana adalah setiap tahap dari suatu putusan yang
menghadapkan seorang tersangka ke dalam proses yang
membawanya pada penentuan pidana.
(Lihat Romli Atmasasmita, 2010: 2)
Fungsi Sistem Peradilan
Pidana
Tujuan Sistem Peradilan Pidana
Sistem peradilan pidana memiliki dua tujuan besar, yaitu melindungi
masyarakat dan menegakkan hukum.
Fungsi lain dari sistem peradilan pidana adalah:
• Mencegah kejahatan;
• Menindak pelaku tindak pidana dengan memberikan pengertian
terhadap pelaku tindak pidana dimana pencegahan tidak efektif;
• Peninjauan ulang terhadap legalitas ukuran pencegahan dan
penindakan;
• Putusan pengadilan untuk menentukan bersalah atau tidak bersalah
terhadap orang yang ditahan;
• Disposisi yang sesuai terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah;
• Lembaga koreksi oleh alat-alat negara yang disetujui oleh
masyarakat terhadap perilaku mereka yang telah melanggar hukum
pidana
(Lihat Robert D. Pursley, 1977: 7)
Daftar Bacaan
1. Anthon F. Susanto, Wajah Peradilan Kita: Konstruksi Sosial tentang
Penyimpangan, Mekanisme Kontrol dan Akuntabilitas Peradilan Pidana,
2004
2. J.W. LaPatra, Analizing the Criminal Justice System, 1978
3. Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective,
1975
4. Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, 2003
5. Mardjono Reksodiputro, “Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat
kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi”,
1993
6. Robert D. Pursley, Introduction to Criminal Justice: Second Edition,
1977
7. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana: Perspektif
Eksistensialisme dan Abolisionalisme, 1996
8. Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana: Konsep, Komponen
& Pelaksanaanya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, 2009
Tolib Effendi
Pendekatan Sistem dalam
Sistem Peradilan Pidana
Manusia dan Sistem
Manusia terlahir berada dalam lingkaran sistem,
bahkan manusia itu sendiri adalah sistem bagi
subsistem dalam dirinya.
Perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh
sistem yang dia kenal dalam dirinya dan
lingkungannya, bahkan manusia telah memilih
sistem yang sesuai dengan dirinya.
Manusia tidak dapat terlepas dari lingkaran sistem,
sistem apapun dalam dirinya, termasuk diantaranya
adalah sistem hukum dan sistem peradilan pidana
(Lihat J.W. LaPatra, 1978: 85)
Pendekatan Sistem dalam Sistem Peradilan
Pidana
Pendekatan sistem dalam dunia ilmu pengetahuan
bukanlah pendekatan baru. Merenius Agrippa,
pada masa kejayan Romawi, telah menggunakan
pendekatan itu untuk menjelaskan esensi suatu
Negara. Menurut Agrippa, Negara, seperti tubuh
manusia, adalah keseluruhan dan hanya bagian
dari tubuh yang saling berubungan dan
membutuhkan satu dengan yang lainnya, dengan
berbagai macam lapisan sosial.
(Lihat Anthon F. Susanto, 2004: 71)
Hakikat Pembangunan Sistem
Hal terpenting bagi suatu proses sistem adalah
keseimbangan potensi dan fungsi masing-masing
komponennya. Kerusakan salah satu komponen
dapat merusak keseimbangan global dan
karenanya juga akan berpengaruh terhadap
perwujudan tujuan sistem itu. Hakikat dari
pembangunan sistem adalah pembangunan
terhadap komponen-komponennya.
Komponen dalam Sistem Hukum
Lawrence Friedman yang mengemukakan, bahwa
komponen dalam sistem hukum adalah: substansi
hukum; struktur hukum dan budaya hukum
Di dalam konteks sistem hukum, Menurut Lili
Rasjidi, komponen-komponen tersebut antara lain
adalah masyarakat hukum; budaya hukum; filsafat
hukum; ilmu/ pendidikan hukum; konsep hukum;
pembentukan hukum; bentuk hukum; penerapan
hukum dan evaluasi hukum.
(Lihat Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, 2003: 152)
Sistem Peradilan Pidana adalah Komponen
dalam Sistem Hukum
Baik menurut Friedman maupun menurut Lili
Rasjidi, sistem peradilan pidana merupakan salah
satu komponen dalam sistem, yaitu komponen
struktur hukum atau dalam kata lain komponen
penerapan hukum.
Peradilan adalah lembaga untuk menguji
berlakunya hukum (baca undang-undang) dan
bagaimana penerapannya di masyarakat.
Sistem Peradilan Pidana adalah Komponen
dalam Sistem Hukum
Di dalam pendekatan sistem, semua
komponen adalah satu kesatuan. Salah satu
subsistem dalam sebuah sistem bisa
menjadi sistem utuh bagi subsistem lainnya.
Sistem peradilan pidana merupakan
subsistem dalam sistem hukum, namun di
sisi lain, sistem peradilan pidana
merupakan sistem dari subsistem-subsistem
di dalamnya.
Sejarah Ilmu Sistem
Peradilan Pidana
Ilmu Sistem Peradilan Pidana dan
perkembangannya
Ilmu tentang administrasi peradilan pidana meminjam
banyak sekali dari disiplin ilmu seperti hukum,
sosiologi, ilmu politik, psikologi, antropologi dan
sejarah. Sistem peradilan pidana untuk kali pertama
diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan para ahli
dalam sistem peradilan pidana Amerika Serikat
sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme
kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegak
hukum. Ketidakpuasan ini terbukti dari meningkatnya
kriminalitas di Amerika Serikat pada tahun 1960-an.
(Lihat Yesmil Anwar dan Adang, 2009:33)
Ilmu Sistem Peradilan Pidana dan
perkembangannya (Lanjutan)
Frank Remington adalah orang pertama di Amerika Serikat
yang memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan
pidana melalui pendekatan sistem (system approach) dan
gagasan mengenai sistem ini terdapat pada laporan pilot
proyek tahun 1958. Gagasan ini kemudian diletakkan pada
mekanisme administrasi peradilan pidana dan diberi nama
Criminal Justice System dan istilah ini kemudian
diperkenalkan secara luas oleh The President’s Crime
Commission. Dalam kurun waktu akhir tahun 1960-an
sampai dengan awal tahun 1970-an, Criminal Justice
System sebagai disiplin ilmu tersendiri telah muncul
menggantikan istilah Law Enforcement atau Police
Studies.
Pengertian Sistem Peradilan
Pidana
Menurut Black Law Dictionary
Criminal Justice System is the collective institutions through
which an accused offender passes until the accusations have
been disposed of or the assessed punishment concluded. The
system typically has have three components: law enforcement
(police, sheriffs, marshals), the judicial process (judges,
prosecutors, defense lawyers) and corrections (prison officials,
probation officers and parole officers
(sistem peradilan pidana adalah institusi kolektif, dimana
seorang pelaku tindak pidana melalui suatu proses sampai
tuntutan ditetapkan atau penjatuhan hukuman telah
diputuskan. Sistem ini memiliki tiga komponen, penegak hukum
(kepolisian), proses persidangan (hakim, jaksa dan advokat) dan
lembaga pemasyarakatan (petugas pemasyarakatan, dan
petugas lembaga pembinaan)
Menurut Mardjono Reksodiputro
Sistem peradilan pidana adalah sistem
pengendalian kejahatan yang terdiri atas
lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan pemasayarakatan terpidana.
(Lihat Mardjono Reksodiputro, 1993: 1)
Menurut Romli Atmasasmita
Sistem peradilan pidana sebagai suatu istilah yang
menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan
kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem.
Pendapat Romli Atmasasmita ini senada dengan pendapat
Remington dan Ohlin yang mengemukakan sebagai berikut:
Criminal Justice System dapat diartikan sebagai pemakaian
pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi
peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem
merupakan hasil interaksi antara peraturan perundangundangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku
sosial.
(Lihat Romli Atmasasmita, 1996: 16)
Criminal Justice System dan Criminal Justice
Process
Hagan mengemukakan, bahwa dibedakan antara sistem
peradilan pidana dan proses peradilan pidana.
Sistem peradilan pidana berbicara tentang interkoneksi
antar keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam
proses peradilan pidana, sedangkan proses peradilan
pidana adalah setiap tahap dari suatu putusan yang
menghadapkan seorang tersangka ke dalam proses yang
membawanya pada penentuan pidana.
(Lihat Romli Atmasasmita, 2010: 2)
Fungsi Sistem Peradilan
Pidana
Tujuan Sistem Peradilan Pidana
Sistem peradilan pidana memiliki dua tujuan besar, yaitu melindungi
masyarakat dan menegakkan hukum.
Fungsi lain dari sistem peradilan pidana adalah:
• Mencegah kejahatan;
• Menindak pelaku tindak pidana dengan memberikan pengertian
terhadap pelaku tindak pidana dimana pencegahan tidak efektif;
• Peninjauan ulang terhadap legalitas ukuran pencegahan dan
penindakan;
• Putusan pengadilan untuk menentukan bersalah atau tidak bersalah
terhadap orang yang ditahan;
• Disposisi yang sesuai terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah;
• Lembaga koreksi oleh alat-alat negara yang disetujui oleh
masyarakat terhadap perilaku mereka yang telah melanggar hukum
pidana
(Lihat Robert D. Pursley, 1977: 7)
Daftar Bacaan
1. Anthon F. Susanto, Wajah Peradilan Kita: Konstruksi Sosial tentang
Penyimpangan, Mekanisme Kontrol dan Akuntabilitas Peradilan Pidana,
2004
2. J.W. LaPatra, Analizing the Criminal Justice System, 1978
3. Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective,
1975
4. Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, 2003
5. Mardjono Reksodiputro, “Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat
kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi”,
1993
6. Robert D. Pursley, Introduction to Criminal Justice: Second Edition,
1977
7. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana: Perspektif
Eksistensialisme dan Abolisionalisme, 1996
8. Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana: Konsep, Komponen
& Pelaksanaanya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, 2009