HAP I Recent site activity teeffendi
Hukum Acara Pidana
Tolib Effendi
File bisa diunduh di http://te-effendi.blogspot.com
Kontrak Perkuliahan
1. Toleransi keterlambatan;
2. Absensi minimal 80%;
3. Tidak hadir dengan menggunakan ijin dianggap
masuk, maksimal dua kali berturut-turut;
4. Sepatu;
5. Paperless;
6. Tidak ada ujian susulan kecuali alasan
kemanusiaan;
7. Bawa KUHAP
Komponen Penilaian
1. Tugas I (10%)
2. UTS (25%)
3. Tugas II (15%)
4. UAS (35%)
5. Kehadiran (5%)
6. Aktivitas di Kelas (10%)
Pokok Bahasan
1. Pendahuluan
2. Asas-asas Hukum Acara Pidana
3. Pihak dalam Hukum Acara Pidana I
4. Pihak dalam Hukum Acara Pidana II
5. Penyelidikan dan Penyidikan I
6. Penyidikan II
Pokok Bahasan (lanjutan)
7. Penuntutan
8. Pemeriksaan Persidangan
9. Pembuktian
10.Alat Bukti
11.Putusan Hakim
12.Upaya Hukum
13.Pelaksanaan Putusan Hakim
14.Pembaruan Hukum Acara Pidana
Pendahuluan
Sejarah Hukum Acara Pidana
Indonesia
Sejarah Hukum Acara Pidana di Indonesia
sepanjang sejarah tentang bangsa Indonesia.
Hukum Acara Pidana sudah dikenal jauh sebelum
masa kolonial, terlebih pada masa kolonial,
termasuk masa pendudukan Jepang dan akhirnya
pada masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan.
Sebelum Kolonial
1. Berlaku hukum adat yang terpisah dari satu
adat dengan adat yang lain;
2. Tidak ada pembedaan hukum publik dan hukum
privat;
3. Telah terdapat lembaga-lembaga seperti polisi,
jaksa, hakim dll
4. Telah terdapat sistem pembuktian dan sanksi
(Lihat Andi Hamzah, 1996: 46)
Pada Masa Kolonial
1. Tahun 1747 VOC merencanakan membuat
peraturan organisasi peradilan pribumi;
2. Tahun 1846 diundangkan AB, RO, BW, WvK;
3. Tahun 1848 diundangkan IR;
4. Tahun 1927 diberlakukan RBG;
5. IR diganti dengan HIR tahun 1941;
(Lihat Andi Hamzah, 1996: 52)
Pada Masa Pendudukan Jepang
Pada era pendudukan Jepang tidak banyak struktur
peraturan perundang-undangan yang diubah
kecuali nama yang dipergunakan.
1.HIR dan RBG tetap berlaku;
2.Penghapusan pengadilan untuk golongan Eropa;
(Lihat Andi Hamzah, 1996: 55)
Setelah Kemerdekaan
1. Terjadi Unifikasi Hukum Acara Pidana dengan
diberlakukannya UU Nomor 1 (drt) 1951;
2. Berlaku HIR untuk wilayah Jawa dan Madura,
sedangkan di luar itu berlaku RBG;
3. Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)
(Lihat Andi Hamzah, 1996: 55)
Istilah KUHAP
Sebutan kitab tidak ditujukan pada undangundangnya melainkan ditujukan pada sifat
kodifikasinya. Di dalam KUHAP secara lengkap
meliputi pengertian keseluruhan acara pidana dari
tingkat penyidikan sampai pelaksanaan putusan
hakim, bahkan sampai peninjauan kembali
(herziening).
(Lihat Pontang Moerad, 2005: 173)
Definisi Hukum Acara Pidana
menurut Van Bemellen
• Kumpulan ketentuan hukum yang mengatur
negara terhadap adanya dugaan terjadinya
pelanggaran pidana;
• Untuk mencari kebenaran melalui alat-alatnya;
• Dengan diperiksa di persidangan; dan diputus
oleh hakim;
• Dijalankan putusan tersebut;
(Lihat Waluyadi, 1999: 10)
Menurut Van Apeldoorn
Peraturan yang mengatur cara bagaimana
pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan
hukum pidana materiil
(Lihat van Apeldoorn, 2005: 335)
Menurut Bambang Poernomo
• Dalam arti sempit, kumpulan peraturan tentang
proses pelaksanaan hukum acara pidana;
• Dalam arti luas, kumpulan peraturan
pelaksanaan hukum acara pidana ditambah
dengan peraturan lain yang berkaitan dengan
itu;
• Dalam arti sangat luas, ditambah dengan
peraturan tentang alternatif jenis pidana.
(Lihat Waluyadi, 1999: 11)
Fungsi Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana sebagai salah satu instrumen
dalam sistem peradilan pidana pada pokoknya
memiliki fungsi utama yaitu:
1.Mencari dan menemukan kebenaran;
2.Pengambilan keputusan oleh hakim, dan
3.Pelaksanaan daripada putusan yang telah
diambil itu.
(Lihat R. Achmad S. Soema Di Pradja, 1981: 4)
Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan Hukum Acara Pidana untuk Mencari dan
menemukan kebenaran materiil
Kebenaran materiil yaitu kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan hukum acara
pidana secara jujur dan tepat.
Kedudukan Hukum Acara Pidana
dalam Ilmu Hukum
Daftar Bacaan
1. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,
1996
2. Bambang Poernomo, Pokok-pokok Tata Acara
Peradilan Pidana Indonesia dalam UndangUndang RI No. 8 Tahun 1981, 1993
3. E. Utrecht, disadur dan direvisi Moh. Saleh
Djindang, Pengantar dalam Hukum Indonesia,
1989
4. LJ. Van Apeldoorn, diterjemahkan oleh Oetarid
Sadino, Pengantar Ilmu Hukum, 2008
Daftar Bacaan (lanjutan)
1. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,
1996
2. Bambang Poernomo, Pokok-pokok Tata Acara
Peradilan Pidana Indonesia dalam UndangUndang RI No. 8 Tahun 1981, 1993
3. E. Utrecht, disadur dan direvisi Moh. Saleh
Djindang, Pengantar dalam Hukum Indonesia,
1989
4. LJ. Van Apeldoorn, diterjemahkan oleh Oetarid
Sadino, Pengantar Ilmu Hukum, 2008
Daftar Bacaan (lanjutan)
5. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan
dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan
Penuntutan, 2008
6. Pontang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui
Putusan Pengadilan dalam Perkara Pidana,
2005
7. R. Achmad S. Soema Di Pradja, Pokok-Pokok
Hukum Acara Pidana Indonesia, 1981
8. Waluyadi, Pengetahuan Dasar Acara Pidana
(Sebuah Catatan Khusus), 1999
Tolib Effendi
File bisa diunduh di http://te-effendi.blogspot.com
Kontrak Perkuliahan
1. Toleransi keterlambatan;
2. Absensi minimal 80%;
3. Tidak hadir dengan menggunakan ijin dianggap
masuk, maksimal dua kali berturut-turut;
4. Sepatu;
5. Paperless;
6. Tidak ada ujian susulan kecuali alasan
kemanusiaan;
7. Bawa KUHAP
Komponen Penilaian
1. Tugas I (10%)
2. UTS (25%)
3. Tugas II (15%)
4. UAS (35%)
5. Kehadiran (5%)
6. Aktivitas di Kelas (10%)
Pokok Bahasan
1. Pendahuluan
2. Asas-asas Hukum Acara Pidana
3. Pihak dalam Hukum Acara Pidana I
4. Pihak dalam Hukum Acara Pidana II
5. Penyelidikan dan Penyidikan I
6. Penyidikan II
Pokok Bahasan (lanjutan)
7. Penuntutan
8. Pemeriksaan Persidangan
9. Pembuktian
10.Alat Bukti
11.Putusan Hakim
12.Upaya Hukum
13.Pelaksanaan Putusan Hakim
14.Pembaruan Hukum Acara Pidana
Pendahuluan
Sejarah Hukum Acara Pidana
Indonesia
Sejarah Hukum Acara Pidana di Indonesia
sepanjang sejarah tentang bangsa Indonesia.
Hukum Acara Pidana sudah dikenal jauh sebelum
masa kolonial, terlebih pada masa kolonial,
termasuk masa pendudukan Jepang dan akhirnya
pada masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan.
Sebelum Kolonial
1. Berlaku hukum adat yang terpisah dari satu
adat dengan adat yang lain;
2. Tidak ada pembedaan hukum publik dan hukum
privat;
3. Telah terdapat lembaga-lembaga seperti polisi,
jaksa, hakim dll
4. Telah terdapat sistem pembuktian dan sanksi
(Lihat Andi Hamzah, 1996: 46)
Pada Masa Kolonial
1. Tahun 1747 VOC merencanakan membuat
peraturan organisasi peradilan pribumi;
2. Tahun 1846 diundangkan AB, RO, BW, WvK;
3. Tahun 1848 diundangkan IR;
4. Tahun 1927 diberlakukan RBG;
5. IR diganti dengan HIR tahun 1941;
(Lihat Andi Hamzah, 1996: 52)
Pada Masa Pendudukan Jepang
Pada era pendudukan Jepang tidak banyak struktur
peraturan perundang-undangan yang diubah
kecuali nama yang dipergunakan.
1.HIR dan RBG tetap berlaku;
2.Penghapusan pengadilan untuk golongan Eropa;
(Lihat Andi Hamzah, 1996: 55)
Setelah Kemerdekaan
1. Terjadi Unifikasi Hukum Acara Pidana dengan
diberlakukannya UU Nomor 1 (drt) 1951;
2. Berlaku HIR untuk wilayah Jawa dan Madura,
sedangkan di luar itu berlaku RBG;
3. Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)
(Lihat Andi Hamzah, 1996: 55)
Istilah KUHAP
Sebutan kitab tidak ditujukan pada undangundangnya melainkan ditujukan pada sifat
kodifikasinya. Di dalam KUHAP secara lengkap
meliputi pengertian keseluruhan acara pidana dari
tingkat penyidikan sampai pelaksanaan putusan
hakim, bahkan sampai peninjauan kembali
(herziening).
(Lihat Pontang Moerad, 2005: 173)
Definisi Hukum Acara Pidana
menurut Van Bemellen
• Kumpulan ketentuan hukum yang mengatur
negara terhadap adanya dugaan terjadinya
pelanggaran pidana;
• Untuk mencari kebenaran melalui alat-alatnya;
• Dengan diperiksa di persidangan; dan diputus
oleh hakim;
• Dijalankan putusan tersebut;
(Lihat Waluyadi, 1999: 10)
Menurut Van Apeldoorn
Peraturan yang mengatur cara bagaimana
pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan
hukum pidana materiil
(Lihat van Apeldoorn, 2005: 335)
Menurut Bambang Poernomo
• Dalam arti sempit, kumpulan peraturan tentang
proses pelaksanaan hukum acara pidana;
• Dalam arti luas, kumpulan peraturan
pelaksanaan hukum acara pidana ditambah
dengan peraturan lain yang berkaitan dengan
itu;
• Dalam arti sangat luas, ditambah dengan
peraturan tentang alternatif jenis pidana.
(Lihat Waluyadi, 1999: 11)
Fungsi Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana sebagai salah satu instrumen
dalam sistem peradilan pidana pada pokoknya
memiliki fungsi utama yaitu:
1.Mencari dan menemukan kebenaran;
2.Pengambilan keputusan oleh hakim, dan
3.Pelaksanaan daripada putusan yang telah
diambil itu.
(Lihat R. Achmad S. Soema Di Pradja, 1981: 4)
Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan Hukum Acara Pidana untuk Mencari dan
menemukan kebenaran materiil
Kebenaran materiil yaitu kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan hukum acara
pidana secara jujur dan tepat.
Kedudukan Hukum Acara Pidana
dalam Ilmu Hukum
Daftar Bacaan
1. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,
1996
2. Bambang Poernomo, Pokok-pokok Tata Acara
Peradilan Pidana Indonesia dalam UndangUndang RI No. 8 Tahun 1981, 1993
3. E. Utrecht, disadur dan direvisi Moh. Saleh
Djindang, Pengantar dalam Hukum Indonesia,
1989
4. LJ. Van Apeldoorn, diterjemahkan oleh Oetarid
Sadino, Pengantar Ilmu Hukum, 2008
Daftar Bacaan (lanjutan)
1. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,
1996
2. Bambang Poernomo, Pokok-pokok Tata Acara
Peradilan Pidana Indonesia dalam UndangUndang RI No. 8 Tahun 1981, 1993
3. E. Utrecht, disadur dan direvisi Moh. Saleh
Djindang, Pengantar dalam Hukum Indonesia,
1989
4. LJ. Van Apeldoorn, diterjemahkan oleh Oetarid
Sadino, Pengantar Ilmu Hukum, 2008
Daftar Bacaan (lanjutan)
5. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan
dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan
Penuntutan, 2008
6. Pontang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui
Putusan Pengadilan dalam Perkara Pidana,
2005
7. R. Achmad S. Soema Di Pradja, Pokok-Pokok
Hukum Acara Pidana Indonesia, 1981
8. Waluyadi, Pengetahuan Dasar Acara Pidana
(Sebuah Catatan Khusus), 1999