Penerapan Algoritme Support Vector Machine (SVM) Pada Pengklasifikasian Penyakit Kucing

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
Vol. 2, No. 10, Oktober 2018, hlm. 3648-3654

e-ISSN: 2548-964X
http://j-ptiik.ub.ac.id

Penerapan Algoritme Support Vector Machine (SVM) Pada
Pengklasifikasian Penyakit Kucing
Jumerlyanti Mase1, Muhammad Tanzil Furqon2, Bayu Rahayudi3
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Email: 1jumerlyanti24@gmail.com, 2m.tanzil.furqon@ub.ac.id, 3ubay1@ub.ac.id
Abstrak
Kucing merupakan hewan peliharaan yang sering ditemukan di masyarakat. Pemeliharaan kucing
memerlukan perhatian yang besar agar kucing tidak terserang penyakit yang dapat membahayakan
kucing, pemiliknya ataupun orang yang melakukan interaksi langsung dengan kucing tersebut. Penyakit
pada kucing biasanya disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. Kemiripan gejala yang muncul pada
penyakit kucing membuat masyarakat umum sulit mendeteksi penyakit yang menyerang kucing
tersebut. Sehingga dibutuhkan sistem yang dapat membantu pengklasifikasian terhadap gejala penyakit
yang timbul pada kucing untuk mendiagnosis penyakitnya dengan tepat. Sistem yang digunakan untuk
pengklasifikasian penyakit kucing ini mengunakan algoritme Support Vector Machine (SVM) dengan
menerapkan strategi One-Against-All untuk permasalahan multi class. Penelitian ini menggunakan 220

data dengan 9 hasil klasifikasi yaitu Scabies, Gastritis, Helminthiasis, Rhinitis, Dermatitis,
Dermaphytosis, Otitis, Enteritis dan kucing sehat. Hasil akurasi yang dihasilkan oleh sistem ini dengan
menggunakan perbandingan rasio data 90%: 10% dan kernel RBF adalah 80,2%. Dengan hasil akurasi
yang baik, maka penelitian ini dapat diterapkan untuk membantu melakukan pengklasifikasian penyakit
kucing dengan menggunakan algoritme Support Vector Machine (SVM).
Kata kunci: One-Against-All, Penyakit Kucing, SVM

Abstract
Cats are usual pets in the community. Taking care of cat needs a great attention to avoid it from disease
that will endanger the cat itself, its owner or the person who interact directly with it. Cat diseases are
usually caused by viruses, bacteria, or fungal. Cat diseases that have similar symptoms can make it
difficult for common people to diagnose the disease. So we need a system that capable to classify the
symptoms of cat diseases in order to diagnose the disease properly. This cat diseases classification
system used the Support Vector Machine (SVM) algorithm by applying the One-Against-All strategy for
multi-class problems. This research used 220 data which is divided into 9 classification (Scabies,
Gastritis, helminthiasis, rhinitis, dermatitis, Dermaphytosis, otitis, enteritis and healthy cat). The
accuracy result obtained by thi systems (data rate ratio of 90%: 10% and using RBF kernel) are 80,2%.
With good accuracy results, this research can be applied to help cat diseases classification by using the
Support Vector Machine (SVM) algorithm.
Keywords: Cats Disease, One-Against-All, SVM


Missouri, memelihara kucing dapat membantu
mengurangi gejala penyakit autisme jika
penderita autisme sering berinteraksi dengan
kucing. Selain itu memelihara kucing dapat
mengurangi resiko penyakit jantung (Sufyan,
2016). Melihat manfaat dari memelihara kucing
bagi manusia cukup besar, maka diperlukan
perhatiaan yang baik untuk kucing. Ketika
kucing telah menimbulkan gejala-gejala
penyakit maka perlu adanya penanganan secara

1. PENDAHULUAN
Kucing merupakan golongan famili
Felidae, yaitu golongan kucing domestik dan
kucing liar (Slattery & O’Brien, 1998) dan salah
satu hewan peliharaan yang sering dipelihara
oleh kebanyakan orang. Sekitar 600 juta rumah
yang ada di dunia memiliki hewan peliharaan
yaitu kucing (Rahman, 2008). Berdasarkan

penelitian yang pernah dilakukan di University
Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya

3648

3649

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

dini untuk mencegah penyakit kucing agar tidak
semakin parah. Tetapi pengetahuan dari pemilik
kucing atau masyarakat umum tentang penyakit
pada kucing yang terbatas membuat penanganan
secara dini sulit dilakukan. Maka diperlukan
adanya
sebuah
sistem
yang
mampu

mengklasifikasikan
penyakit
kucing
berdasarkan dari gejala yang muncul. Dengan
adanya sistem cerdas untuk mendiagnosis
penyakit kucing ini nantinya diharapkan bisa
membantu dalam mendiagnosis penyakit kucing
dengan cepat dan tepat.
Salah satu metode untuk melakukan
klasifikasi adalah Support Vector Machine
(SVM). Metode SVM pada dasarnya digunakan
untuk mengklasifikasikan data yang linier,
namun telah dikembangkan untuk digunakan
dalam bentuk data yang non-linier dengan
menarapkan kernel trick. Metode ini memiliki
kelebihan, salah satunya adalah menggunakan
support vector untuk menentukan jarak agar
komputasi yang didapatkan lebih cepat
(Octaviani, et al., 2014). Berdasarkan dari
permasalahan yang ada dan penelitian yang telah

dijelaskan diatas, maka penulis ingin melakukan
penelitian dengan objek penyakit kucing yang
akan diklasifikasikan menggunakan algoritme
Support Vector Machine. Sehingga dari
penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan
sebuah sistem yang mampu mendiagnosis
penyakit kucing dengan menggunakan algoritme
Support Vector Machine berdasarkan dari
gejala-gejala penyakit yang muncul pada kucing.
2. PENYAKIT KUCING
Kucing merupakan hewan mamalia
karnivora yang diketahui berasal dari keturunan
Felidae yang sering disebut dengan kucing
rumah yang dalam bahasa ilmiah dikenal dengan
Felis Silvestris Catus atau Felis Catus (Anonim,
2016). Dalam penelitian ini, sistem hanya dapat
melakukan pengklasifikasian terhadap 8
penyakit kucing. Berikut penyakit kucing yang
dapat di klasifikasi dalam sistem ini: Scabies,
Gastritis, Helminthiasis, Rhinitis, Dermatitis,

Dermaphytosis, Otitis dan Enteritis.
3. SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM)
Support Vector Machine merupakan sebuah
algoritme yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan
permasalahan
untuk
pengklasifikasian (Pratama, et al., 2017).
Metode dari SVM biasanya digunakan untuk
melakukan klasifikasi dengan masalah yang
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

linier, namun dalam perkembangannya metode
SVM dapat digunakan untuk permasalahan yang
non-linier dengan cara mencari hyperplane yang
digunakan untuk jarak yang maksimal antar
kelas data (Octaviani, et al., 2014). Permasalah
yang ada dalam penelitian ini menggunakan data
yang non-linier.
3.1. SVM Non-Linier

Permasalah dalam pengklasifikasian untuk
data yang non-linier diselesaikan dengan fungsi
kernel (Pratama, et al., 2017). Fungsi kernel
dalam metode ini sering disebut dengan kernel
trick. Kernel trick adalah fungsi yang
mengelompokkan data dari dimensi rendah ke
dimensi tinggi (Prasetyo, 2012). Ada beberapa
pilihan fungsi kernel yang dipakai pada sebuah
aplikasi untuk mengatasi masalah metode SVM
non-linier yang akan ditunjukan dalam Tabel 1:
Tabel 1 Fungsi Kernel
Nama Kernel
Linear
Polynomial
Gaussian RBF
Sigmoid
Invers
Multikuadrik

Fungsi Kernel

𝐾(π‘₯, 𝑦) = π‘₯. 𝑦
𝐾(π‘₯, 𝑦) = (π‘₯. 𝑦 + 𝑐)𝑑
βˆ’||π‘₯ βˆ’ 𝑦||2
𝐾(π‘₯, 𝑦) = 𝑒π‘₯𝑝 (
)
2. 𝜎 2
𝐾(π‘₯, 𝑦) = tanh⁑(𝜎(π‘₯. 𝑦) + 𝑐)
1
𝐾(π‘₯, 𝑦) =
√||π‘₯ βˆ’ 𝑦||2 + 𝑐 2

Penggunaan fungsi kernel merupakan cara
untuk mendapatkan hasil dari klasifikasi terbaik.
Dalam penelitian pengklasifikasian penyakit
pada kucing ini fungsi kernel yang dipakai
adalah kernel RBF. Kernel RBF adalah sebuah
kernel yang memiliki performa yang baik
dengan parameter tertentu yang hasil dari
pelatihannya tidak menghasilkan kesalahan yang
besar (Sangeetha & Kalpana, 2011).

3.2. Sequential Training SVM
Sequential Training SVM adalah salah satu
algoritme yang digunakan untuk melakukan
proses training. Selain algoritme Sequential
Training dalam metode SVM, terdapat algoritme
lain seperti proses Quadratic Programming juga
proses Sequential Minimal Optimization (SMO).
Untuk algoritme Sequential Training sendiri
mempunyai kelebihan dari algoritme yang lain
yaitu konsep dari Sequential Training mudah
dimengerti dan dapat meminimalkan waktu.
Algoritme yang ada pada Sequential Training
SVM akan ditunjukan dalam langkah-langkah
berikut (Vijayakumar & Wu, 1999):
1. Melakukan inialisasi setiap parameter yang
ada. Seperti nilai parameter C,Ξ»,Ξ³,Ξ΅.

3650

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer


2.

3.

Melakukan proses perhitungan nilai matriks
hessian dengan rumus:
(1)
𝐷𝑖𝑗 = ⁑ 𝑦𝑖 𝑦𝑗 (𝐾(π‘₯𝑖 π‘₯𝑗 ) + πœ†2
Keterangan :
π‘₯𝑖 = Data yang ke-i
π‘₯𝑗 = Data yang ke-j
𝑦𝑖 = Kelas yang ada pada data ke-i
𝑦𝑗 = Kelas yang ada pada data ke-j
𝑛 = Jumlah data
𝐾(π‘₯𝑖 , π‘₯𝑗 )= Hasil dari nilai kernel
Mengulangi tahap ketiga sampai nilai
iterasi memenuhi batas iterasi yang
maksimum atau mencapai pada nilai max
(|δα_i |)< Ρ (epsilon).

(2)
πœ π’Š = βˆ‘πŸπ’‹=𝟏 π›‚π’Š π‘«π’Šπ’‹

πœΉπœΆπ’Š = 𝐦𝐒𝐧⁑{𝐦𝐚𝐱[𝜸(𝟏 βˆ’ π‘¬π’Š ), βˆ’β‘πœΆπ’Š ] , π‘ͺ βˆ’
β‘πœΆπ’Š }(3)
πœΆπ’Š = πœΆπ’Š + πœΉπœΆπ’Š

4.

Kelas 4

Bukan kelas 4

𝑓 4 (π‘₯) = (𝑀 4 )π‘₯ + ⁑ 𝑏 4

3.4. Proses Support Vector Machine

Langkah pertama yang ada dalam proses
Support Vector Machine (SVM) yaitu
menginputkan data penyakit kucing. Langkah
kedua setelah data didapatkan adalah
menghitung kernel SVM, kernel yang digunakan
adalah kernel RBF. Setelah nilai kernel
didapatkan maka proses perhitungan selanjutnya
yaitu mencari nilai matriks Hessian, kemudian
melakukan proses perhitungan Sequential
Training SVM, proses testing SVM dan langkah
akhir dari proses SVM adalah evaluasi dari
klasifikasinya. Dalam Gambar 1 akan dijelaskan
alur dari proses Support Vector Machine.

(4)

Keterangan :
𝛼𝑖 = Nilai parameter alpha
𝐷𝑖𝑗 = Hasil nilai matriks Hessian
𝐢 = nilai untuk parameter C
𝛿𝛼𝑖 = Parameter delta alfa untuk ke-i
Tahapan terakhir yaitu setelah mengetahui
nilai Support Vector (SV), SV = (𝛼𝑖 >
TresholdSV). Nilai TresholdSV dilakukan
berulang kali untuk mendapatkan nilai
TresholdSV, biasanya nilai TresholdSV
yang digunakan adalah TresholdSV β‰₯ 0.

3.3. One-Against-All
One-Against-All (OAA) merupakan sebuah
pendekatan untuk menjawab permasalahan pada
multi-class yang ada dalam metode Support
Vector Machine. Selain pendekatan OAA,
pendekatan yang dapat digunakan untuk
permasalah multi-class SVM adalah pendekatan
One-Against-One. Dalam penelitian ini
pendekatan yang digunakan adalah OAA.
Pendekatan OAA ini bekerja dengan cara
menjadikan kelas dari data ke-i bernilai positif
dan untuk data yang tidak berasal dari kelas ke-i
bernilai negatif. Pada Tabel 2 akan dijelaskan
contoh permasalahan klasifikasi dengan
menggunakan empat kelas (Sembiring, 2007).

Tabel 2 Contoh SVM Pendekatan One-Against-All
π’šπ’Š = 𝟏
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3

π’šπ’‹ = βˆ’πŸ
Bukan kelas 1
Bukan kelas 2
Bukan kelas 3

Hipotesis Kernel
𝑓1 (π‘₯) = (𝑀1 )π‘₯ + ⁑ 𝑏1
𝑓 2 (π‘₯) = (𝑀 2 )π‘₯ + ⁑ 𝑏 2
𝑓 3 (π‘₯) = (𝑀 3 )π‘₯ + ⁑ 𝑏 3

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Gambar 1. Alur Proses Support Vector Machine

4. PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada penelitian mengenai penyakit kucing
ini dilakukan proses pengujian terhadap sistem
yang telah dibangun untuk mengetahui hasil
yang diberikan. Pengujian yang dilakukan
adalah pengujian rasio data, pengujian dari
kernel yang digunakan, pengujian terhadap
parameter yang ada yaitu nilai lambda, gamma,
sigma, complexity dan jumlah iterasinya.
4.1. Pengujian Rasio Data
Pengujian rasio dilakukan untuk melihat
perbedaan nilai akurasi yang dihasilkan dari
rasio data yang akan digunakan. Data yang ada

3651

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

dalam penelitian ini sebanyak 220 data yang
akan dibagi kedalam data latih dan data ujinya.
Nilai rasio dalam pengujian ini menggunakan
perbandingan rasio 90%:10%, 80%:20%,
70%:30%, 60%:40%, 50%:50%, 40%:60%,
30%:70%, 20%:80%, dan 10%:90%. Untuk
pengujian ini parameter yang digunakan adalah
iterasi = 30, πœ† = 0.1, Οƒ = 2, C = 1, 𝛾 = 0.01, Ξ΅ =
1.10-5 dengan jenis kernel RBF.
Analisis yang dilakukan pada pengujian
rasio data dilihat dari nilai akurasi yang
diperoleh dan nilai akurasi yang didapatkan
ditunjukkan pada Gambar 2.

ditunjukkan pada Gambar 3. Berdasarkan dari
Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa penggunaan
jenis kernel terbaik ada pada penggunaan kernel
RBF yang menghasilkan nilai akurasi sebesar
72%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kernel
yang lebih baik untuk melakukan pengklasifikasi
penyakit pada kucing adalah kernel RBF.
Menurut Hsu dan Lin kernel RBF sangat cocok
pada data yang non-linier, meskipun kernel ini
untuk fitur yang besar mengalami ketidak
cocokan (Hsu & Lin, 2008).

Gambar 3. Hasil Pengujian Jenis Kernel
Gambar 2. Hasil Pengujian Rasio

Berdasarkan dari Gambar 2 didapatkan nilai
akurasi terbaik pada perbandingan rasio data
90%:10% yang nilai akurasinya adalah 74,6%.
Data latih dan data ujinya didapatkan secara
random dari sistem. Data latih dan juga data uji
yang diambil mewakili setiap kelas penyakit
yang ada. Sehingga dari hasil yang didapatkan
berupa pembagian data latih dan data uji dengan
rasio 90% : 10% menunjukkan bahwa
banyaknya data latih yang digunakan maka
memberikan hasil akurasi tinggi, walaupun
terjadi ketidakstabilan dalam nilai akurasi karena
pemilihan datanya yang dilakukan secara
random.

4.3. Pengujian Iterasi
Pengujian selanjutnya adalah pengujian
terhadap jumlah iterasi yang digunakan.
Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh
jumlah iterasi terhadap hasil nilai akurasi yang
didapatkan. Jumlah iterasi yang diujikan adalah
2, 5, 10, 50, 75, 100, 200, 500 dan 1000. Untuk
pengujian ini nilai parameter yang digunakan
adalah πœ† = 0.1, Οƒ = 2, C = 1, 𝛾 = 0.01 dengan
menggunakan rasio data terbaik pada pengujian
pertama yaitu 90% : 10% dan menggunakan
jenis kernel Radical Basic Funtion.

4.2. Pengujian Jenis Kernel
Pengujian jenis kernel dilakukan untuk
melihat perbedaan nilai akurasi yang dihasilkan
berdasarkan dari penggunaan jenis kernel.
Pegujian jenis kernel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kernel linier, kernel
polynomial, dan kernel RBF. Nilai parameter
yang digunakan untuk pengujian ini adalah
iterasi = 30, πœ† = 0.1, Οƒ = 2, C = 1, 𝛾 = 0.01, Ξ΅ =
1.10-5 dengan perbandingan datanya adalah
80%:20%.
Analisis yang dilakukan pada pengujian
jenis kernel dilihat dari nilai akurasi yang
diperoleh dan nilai akurasi yang didapatkan
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Gambar 4. Hasil Pengujian Jumlah Iterasi

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa akurasi
tertinggi ada pada penggunaan jumlah iterasi =
500 dengan nilai akurasinya adalah 70%. Jumlah
iterasi dapat mempengaruhi perubahan dari nilai
alpha, karena dalam pengujiannya terdapat
sebuah kondisi dimana nilai jumlah iterasi akan
berhenti sebelum sampai pada nilai iterasi
maximumnya. Ketika kondisi tersebut terjadi

3652

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

maka nilai dari alpha yang didapatkan telah
mencapai nilai yang konvergen. Jumlah iterasi
bertambah membuat support vector berjalan
dengan seimbang dan posisi datanya tidak jauh
dari
bidang
pemisahnya
(hyperpelane)
(Puspitasari, et al., 2018).
4.4. Pengujian Lambda
Pengujian berikutnya adalah menguji nilai
parameter lambda. Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui nilai akurasi terbaik
berdasarkan dari nilai parameter lambda yang
diujikan. Nilai lambda yang diujikan adalah 0.1,
0.5, 1, 10, 50, 100, 500 dan untuk pengujian ini
nilai parameter yang digunakan adalah iterasi =
500, Οƒ = 2, C = 1, 𝛾 = 0.01, Ξ΅ = 1.10-5 dengan
menggunakan rasio data terbaik pada pengujian
pertama yaitu 90% : 10% dan jenis kernel yang
dipakai adalah kernel RBF.
Analisis yang dilakukan pada pengujian
nilai parameter lambda dilihat dari nilai akurasi
yang diperoleh berdasarkan dari Gambar 5.

Gambar 6. Hasil Pengujian Gamma

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai
akurasi tertinggi dalam pengujian gamma ada
pada nilai gamma = 0,01 dengan hasil
akurasinya sebesar 77,4%. Berdasarkan hasil
yang ditunjukan dalam Gambar 6 disimpulkan
bahwa semakin besar nilai parameter gamma
maka nilai learning rate akan semakin besar dan
nilai akurasi yang dihasilkan akan tidak stabil.
Learning rate adalah proses laju pembelajaran,
dimana jika nilai learning rate semakin besar
maka proses laju pembelajarannya akan semakin
cepat, namun hasil ketelitian pada sistem yang
didapatkan akan semakin berkurang begitupun
sebaliknya.
4.6. Pengujian Sigma

Gambar 5. Hasil Pengujian Lambda

Pada penelitian sebelumnya mengatakan
nilai parameter lambda memiliki pengaruh
terhadap jarak margin agar nilai hyperplane
yang didapatkan menghasilkan nilai yang baik
(Hasanah, et al., 2016), sehingga jika nilai
parameter Ξ» bernilai kecil maka jarak margin
akan mengecil dan membuat nilai hyperplane
semakin baik karena perpotongan antar margin
berpengaruh terhadap garis hyperplane.

Untuk pengujian sigma ini dilakukan untuk
melihat hasil akurasi tertinggi didapatkan dari
nilai skenario parameter gamma yang ada dalam
pengujian ini. Nilai parameter yang digunakan
pada pengujian ini adalah iterasi = 500, πœ† = 0.1,
C = 1, 𝛾 = 0.01, Ξ΅ = 1.10-5 dengan menggunakan
rasio data terbaik pada pengujian pertama yaitu
90% : 10% dan kernel yang dipakai adalah
kernel RBF. Untuk nilai parameter sigma yang
diujikan adalah 0.01, 0.1, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, 3 dan
5.

4.5. Pengujian Gamma
Pengujian selanjutnya adalah pengujian
parameter gamma. Uji gamma dilakukan untuk
mengetahui nilai skenario gamma dapat
mempengaruhi nilai akurasi yang didapatkan.
Nilai gamma yang diujikan adalah 0.0001,
0.001, 0.01, 0.1, 0.5, 1, 5, 10 dan untuk
pengujian ini nilai parameter yang digunakan
adalah iterasi = 500, πœ† = 0.1, Οƒ = 1, C = 1, Ξ΅ =
1.10-5 dengan menggunakan rasio data terbaik
pada pengujian pertama yaitu 90% : 10% dan
kernel yang dipakai adalah kernel RBF.

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Gambar 7. Hasil Pengujian Sigma

Analisis yang dilakukan dalam pengujian
sigma dilihat dari hasil akurasi yang didapatkan
yang ditunjukkan dalam Gambar 7. Berdasarkan
gambar tersebut akurasi tertinggi ada pada
penggunaan nilai sigma = 1 dan hasil akurasinya
sebesar 82,2%. Parameter sigma pada kernel
RBF digunakan untuk menemukan nilai optimal
dalam setiap dataset (Diani, et al., 2017).

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

4.7. Pengujian Complexity
Pengujian terakhir dalam penelitian ini
adalah pengujian terhadap parameter complexity.
Pengujian ini dilakukan untuk melihat skenario
mana yang memberikan hasil akurasi terbaik.
Nilai parameter yang digunakan pada pengujian
terhadap nilai parameter C (complexity) adalah
iterasi = 500, πœ† = 0.1, Οƒ = 1, 𝛾 = 0.01, Ξ΅ = 1.10-5
dengan menggunakan rasio data terbaik pada
pengujian pertama yaitu 90% : 10% dan kernel
yang dipakai adalah kernel RBF. Untuk nilai
parameter complexity yang diujikan adalah 0.01,
0.1, 1, 5, 10, 30, 50, dan 100.

Gambar 8. Hasil Pengujian Complexity

Analisis yang dilakukan pada pengujian
complexity dilihat dari nilai akurasi yang
dihasilkan. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa
hasil nilai akurasi terbaik ada pada saat
penggunaan complexity = 10 yang memiliki hasil
akurasi sebesar 76,4%. Tujuan dari pengujian
nilai parameter C (complexity) ini adalah untuk
mengurangi nilai error. Nilai parameter
complexity memberikan pengaruh terhadap
waktu komputasinya, jika nilai complexity besar
maka akan memberikan waktu yang lama
terhadap proses komputasi yang ada dalam
perhitungan data training (Hasanah, et al., 2016).
5. KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa metode Support Vector
Machine mampu diimplementasikan dalam
permasalahan klasifikasi penyakit kucing
dengan menggunakan dataset yang masih
terbatas yaitu sebanyak 220 data yang dibagi
kedalam 9 kelas. Penyakit yang di klasifikasikan
dalam sistem yang dibangun adalah Scabies,
Gastritis, Helminthiasis, Rhinitis, Dermatitis,
Dermaphytosis, Otitis, Enteritis dan 1 kelas
sehat. Nilai akurasi terbaik dari penelitian ini
dihasilkan dengan menggunakan nilai parameter
iterasi = 500, πœ† = 0.1, Οƒ = 1, C = 10, 𝛾 = 0.01, Ξ΅
= 1.10-5, sehingga nilai tertinggi dari akurasi
yang didapatkan adalah 85% dan rerata dari nilai
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

3653

akurasinya adalah 80,2%.
6. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2016. Mania Kucing. [Online]
Available
at:
http://www.maniakucing.com/kucingadalah/# [Diakses 29 September 2017].
Diani, R., Wisesty, U. N. & Aditsania, A., 2017.
Analisis Pengaruh Kernel Support Vector
Machine (SVM) pada Klasifikasi Data
Microarray untuk Deteksi Kanker. Ind.
Journal On Computing, Volume 2.
Hasanah, U., M., L. R., Pratama, A. &
Cholissodin, I., 2016. Perbandingan
Metode SVM, Fuzzy-KNN dan BDTSVM Untuk Klasifikasi Detak Jantung
Hasil Elektrokardiografi.
Teknologi
Informasi dan Ilmu Komputer, Volume 3,
pp. 201-207.
Hsu, C.-W. & Lin, C.-J., 2008. A Comparison of
Methods for Multi-class Support Vector
Machines.
Octaviani, P. A., Wilandari, Y. & Inspriyanti, D.,
2014. Penerapan Metode Klasifikasi
Support Vector Machine (SVM) Pada
Data Akreditasi Sekolah Dasar (SD) di
Kabupaten Magelang. Gaussian, Volume
3, pp. 811-820.
Prasetyo, E., 2012. Data Mining KOnsep dan
Aplikasi
Menggunakan
MATLAB.
Yogyakarta: Andi Offset.
Pratama, A., Cahya, R. & Ratnawati, D. E.,
2017. Implementasi Algoritme Support
Vector Machine (SVM) untuk Prediksi
Ketepatan Waktu Kelulusan Mahasiswa.
Pengembangan Teknologi Informasi dan
Ilmu Komputer, Volume 2, pp. 17041708.
Puspitasari, A. M., Ratnawati, D. E. & Widodo,
A. W., 2018. Klasifikasi Penyakit Gigi
Dan Mulut Menggunakan Metode
Support Vector Machine. Pengembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer,
Volume 2.
Rahman, A., 2008. Morfogenetika Kucing
Rumah (Felis domesticus) di Desa
Jagobayo Kecamatan Lais Bengkulu
Utara Bengkulu. Exacta, Volume 6.
Sangeetha, R. & Kalpana, B., 2011. Performance
Evaluation of Kernels in Multiclass
Support Vector Machines. International
Journal of Soft Computing and
Engineering (IJSCE), 1(5).
Sembiring, K., 2007. Penerapan Teknik Support

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

Vector Machine untuk Pendeteksian
Intrusi pada Jaringan.
Slattery, J. P. & O’Brien, S. J., 1998. Patterns of
Y and X Chromosome DNA Sequence
Divergence During the Felidae Radiation.
Genetics Society of America.
Sufyan, M., 2016. Liputan6. [Online] Available
at:
http:
//health.liputan6.com/read/2516695/inimanfaat-memelihara-kucing-untukkesehatan [Diakses 29 September 2017].
Vijayakumar, S. & Wu, S., 1999. Sequential
Support
Vector
Classifiers
and
Regression.

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

3654