Tugas Makalah OPTIMALISASI AREAL PERTANI

Tugas Makalah
Agribisnis Tanaman Perkebunan

OPTIMALISASI AREAL PERTANIAN
KAKAO

DIRLAND JUNARDI
MUH. AKBAR PRATAMA
ASRIADI

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

KATA PENGANTAR
Kakao merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki peranan
yang cukup nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program
pembangunan per-tanian, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja,
pendorong pengembangan wilayah, peningkatan kesejahteraan


petani dan

peningkatan pendapatan/ devisa negara. Pengusahaan kakao di Indonesia sebagian
besar merupakan perkebunan rakyat. Dalam dua dasawarsa terakhir ini areal
kakao
Nasional terus menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi
kakao nasional juga menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi kakao
nasional juga meningkat seiring dengan peningkatan luas arealnya, namun
demikian produktivitasnya stabil bahkan menurun.
Teknologi akan bermanfaat apabila dapat menjangkau dan diterapkan oleh
pihak-pihak yang membutuhkan. Hasil-hasil penelitian kakao yang telah
dihasilkan oleh beberapa instansi penelitian telah dirangkum dalam makalah ini
dengan maksud untuk memperkenalkan tanaman kakao dan memberikan pedoman
kepada masyarakat cara budidaya, pasca panen dan produk usahataninya. Kami
menyampaikan penghargaan kepada tim penyusun yang telah bersusah payah
sehingga makalah ini dapat diterbitkan dan berharap semoga makalah ini dapat
menjadi acuan dalam mengembangkan usaha tani kakao.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao
paling luas di dunia dan termasuk Negara I penghasil kakao terbesar ketiga setelah
Ivory-Coast dan Ghana, yang nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton/thn.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, perkembangan luas areal perkebunan kakao
meningkat secara pesat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 8%/thn dan saat ini
mencapai 1.462.000 ha. Hampir 90% dari luasan tersebut merupakan perkebunan
rakyat. Tanaman kakao diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1560,
tepatnya di Sulawesi, Minahasa. Ekspor kakao diawali dari pelabuhan Manado ke
Manila tahun 1825-1838 dengan jumlah 92 ton, setelah itu menurun karena
adanya serangan hama. Hal ini yang membuat ekspor kakao terhenti setelah tahun
1928. Di Ambon pernah ditemukan 10.000 - 12.000 tanaman kakao dan telah
menghasilkan 11,6 ton tapi tanamannya hilang tanpa informasi lebih lanjut.
Penanaman di Jawa mulai dilakukan tahun 1980 ditengah-tengah perkebunan kopi
milik Belanda, karena tanaman kopi Arabika mengalami kerusakan akibat
serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix). Tahun 1888 puluhan semaian
kakao jenis baru didatangkan dari Venezuela, namun yang bertahan hanya satu
pohon. Biji-biji dari tanaman tersebut ditanam kembali dan menghasilkan
tanaman yang sehat dengan buah dan biji yang besar. Tanaman tersebutlah yang
menjadi cikal bakal kegiatan pemuliaan di Indonesia dan akhirnya di Jawa Timur

dan Sumatera.

Kakao Indonesia, khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasar
Internasional masih dihargai paling rendah karena citranya yang kurang baik
yakni didominasi oleh bijibiji
tanpa fermentasi, biji-biji dengan kadar kotoran tinggi serta terkontaminasi
serangga, jamur dan mitotoksin. Sebagai contoh, pemerintah Amerika serikat terus
meningkatkan diskonnya dari tahun ke tahun. Citra buruh inilah yang
menyebabkan ekspor kakao ke China atau negara lain harus melalui Malaysia atau
Singapura terlebih dahulu.
Kelompok negara Asia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan
konsumsi seiring dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini, sedikit saja
kenaikan tingkat konsumsi di Asia, akan meningkatkan serangan produk kakao di
Asia. Kapasitas produksi kakao di beberapa Negara Asia Pasifik lain seperti Papua
New Guinea, Vietnam dan Fhilipina masih jauh di bawah Indonesia baik dalam
hal luas areal maupun total produksi, oleh karena itu disbanding Negara lain,
Indonesia memiliki beberapa keunggulan dalam hal pengembangan kakao, antara
lain ketersediaan lahan yang cukup luas, biaya tenaga kerja relatif murah, potensi
pasar domestik yang besar dan sarana transportasi yang cukup baik.
Masalah klasik yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

produktivitas yang secara umum rataratanya 900 kg/ha. Faktor penyebabnya
adalah penggunaan bahan tanaman yang kurang baik, teknologi budidaya yang
kurang optimal, umur tanaman serta masalah serangan hama penyakit. Upaya
yang dapat ditempuh untuk Masalah klasik yang hingga kini sering dihadapi
adalah rendahnya produktivitas yang secara umum rataratanya 900 kg/ha. Faktor
penyebabnya adalah penggunaan bahan tanaman yang kurang baik, teknologi

budidaya yang kurang optimal, umur tanaman serta masalah serangan hama
penyakit.

TINJAUAN PUSTAKA
Perkebunan adalah salah satu lahan usaha pertanian yang luas, biasanya
terletak di daerah tropis atau subtropis, yang digunakan untuk menghasilkan
komoditi perdagangan (pertanian) dalam skala besar dan dipasarkan ke tempat
yang jauh, bukan untuk konsumsi lokalKakao merupakan salah satu komoditas
andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional.
2.1 Potensi Tanaman Kakao di Indonesia
Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao
lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara
dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh

perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Keberhasilan perluasan
areal telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao
Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri
sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading pada tahun
2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003.
2.2 Potensi Lahan
Jika luas areal meningkat maka dengan otomatis produktivitas juga ikut
meningkat akan tetapi produktivitas dan mutu menurun apabila disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya :


Menipisnya unsur hara tanah



Serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit Vascular
Streak Diebacks (VSD), Menurunnya kualitas kebun




Belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao.

Dari tahun 2000-2008 luas areal pertanian kakao terus mengalami
peningkatan. Areal meningkat mengakibatkan produksi juga ikut
meningkat.

2.3. Pengembangan usaha perkebunan kakao
Pengembangan usaha tersebut dapat tercapai apabila terpenuhi beberapa
syarat seperti:


ketersediaan lahan yang luas,



tenaga kerja yang cukup,



modal




sarana dan prasarana memadai
Indonesia memiliki lahan yang cukup luas, ,maka dari itu
Pengembangan agribisnis kakao ke depan lebih diprioritaskan pada upaya
rehabilitasi dan peremajaan untuk meningkatkan produktivitas kebun
kakao, di samping terus melakukan perluasan.

Hampir semua tempat di Indonesia cocok untuk komoditi kakao,
dan Irian Jaya (Papua) adalah Provinsi dengan luas lahan kakao terbesar di
Indonesia yakni seluas 2.443.853 Ha. Sedangkan di Sulawesi sendiri,
khususnya Sulawesi selatan hanya mempunyai luas lahan sebesar 52.856
Ha.

2.4 Potensi Sumberdaya Alam

Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan di Provinsi ini.
Pada tahun 2006, luas areal kakao mencapai 41.312,50 ha tersebar di
hampir seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Timur dengan

produksi mencapai 26.774 ton (produktivitas 1,02 ton/ha). Wilayah
Provinsi Kalimantan Timur yang luas berpotensi untuk dilakukannya
pengembangan kakao melalui perluasan areal tanam.
2.5 Pohon Produksi
 Biji kakao merupakan bahan baku produk pangan dan non pangan. Untuk
bahan baku pangan, diperlukan proses fermentasi agar dapat diperoleh cita
rasa yang baik, sedangkan Biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku
non pangan tidak memerlukan proses fermentasi.

 Biji kakao yang telah kering dipisahkan antara kulit (shell) dan liquor-nya.
Dari liquor akan diperoleh lemak (fat) dan cake. Dari kulit biji dan liquor
tersebut, lebih lanjut akan diperoleh bermacam-macam produk
 Pangsa pasar biji kakao di dalam negeri masih relatif kecill, hal ini
disebabkan oleh belum berkembangnya industri pengolahan biji kakao di
Indonesia.
2.6 Upaya Perbaikan
 Upaya rehabilitasi perlu dilakukan untuk meningkatkan potensi kebun
yang sudah ada melalui perbaikan bahan tanan dengan teknologi sambung
samping ataupun penyulaman dengan bibit unggul. Tetapi apabila upaya
rehabilitasi tidak memungkinkan, maka perbaikan potensi kebun dapat

dilakukan melalui peremajaan. Kedua kegiatan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas kebun-kebun kakao petani yang telah
dibangun.
 Upaya perluasan areal perlu didukung dengan penyediaan bibit unggul dan
dukungan teknologi budidaya maju, sehingga produktivitas kebun yang
berhasil dibangun cukup tinggi.
 Dengan melakukan berbagai upaya perbaikan tersebut maka perluasan
areal perkebunan kakao diharapkan terus berlanjut.
2.7 Arah pengembangan agribisnis kakao


Rehabilitasi kebun dengan menggunakan bibit unggul dengan teknik
sambung samping.



Peremajaan kebun tua/rusak dengan bibit unggul.




Perluasan areal pada lahan-lahan potensial dengan menggunakan bibit
unggul.



Peningkatan upaya pengendalian hama PBK.



Perbaikan mutu produksi sesuai dengan tuntutan pasar.



Pengembangan industri pengolahan hasil mulai dari hulu sampai hilir,
sesuai dengan kebutuhan.



Pengembangan sub sistem penunjang aggribisnis kakao yang meliputi:
bidang usaha pengadaan sarana produksi, kelembagaan petani dan

lembaga keuangan

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keberhasilan perluasan areal telah memberikan hasil nyata
bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan
dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao
terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading pada tahun 2002, walaupun
kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003. Hampir
semua tempat di Indonesia cocok untuk komoditi kakao, dan Irian Jaya
(Papua) adalah Provinsi dengan luas lahan kakao terbesar di Indonesia
yakni seluas 2.443.853 Ha. Sedangkan di Sulawesi sendiri, khususnya
Sulawesi selatan hanya mempunyai luas lahan sebesar 52.856 Ha.
3.2 Saran
Semoga makalah yang kami buat, dapat berguna dan bermanfaat bagi
semua para pembaca. Terutama untuk lebih mengetahui informasi mengenai cara
pembudidayaan tanaman Kakao. Serta dapat menjadi bahan acuan didalam
pembudidayaan tanaman kakao.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous,

1993,

Pengolahan

kakao,

Direktorat

Jenderal

Perkebunan

Departemen Pertanian RI.
Anonimus, 2004, Kakao (theobroma cacao L), Direktorat Jenderal Bina
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian RI.
Anonimous, 2007, Prospek dan Arah Pembangunan Agrisbisnis Kakao, Badan
Pengembangan dan Penelitian Pertanian (Indonesian Agency for
Agricultural Research and Development),
Departemen Pertanian RI Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2006,
Panduan Lengkap Budidaya Kakao (Kiat mengatasi permasalahan
praktis), PT. Agromedia Pustaka.
Sri Mulato dkk, 2005, Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao, Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.
Tjitrosoepomo, Gembong, 1988, Taksonomi Tumbuhan (Spermathopyta),
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Tumpal H.S. Siregar dkk, 2006, Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Coklat,
Penebar Swadaya Jakarta.
Wood, G.A.R, 1975, Cocoa Tropical Agriculture Series, 3 Ed, London, Longmans.