Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi

PROPOSAL KUALITATIF
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEDAGANG KAKI
LIMA TIDAK MEMILIKI SURAT IZIN USAHA
(STUDI DI PASAR PANJEREJO,REJOTANGAN, TULUNGAGUNG )
Disusun untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah
“SEMINAR PROPOSAL”
Dosen Pengampu :
Rokhmat Subagiyo, SE., MEI

Disusun oleh:

Disusun Oleh

Nama : Yevi Dola I A Y
NIM : 17402153298
Kelas : ES / VI-G

JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MEI 2018


DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................................ 3
A. Judul Penelitian ................................................................................................................ 4
B. Latar Belakang ................................................................................................................. 4
C. Fokus Penelitian ................................................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 5
E.

Kajian Teori ...................................................................................................................... 6

F.

Metode Penelitian ........................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

2


ABSTRAK
This study aims to determine what factors affect the street vendors (PKL) in Pasar
Panjerojo, Rejotangan, Tulungagung does not have a letter of permission and provide
solutions to the problems faced by street vendors (PKL). Problems faced by street vendors is
the certainty of location placement, levies, capital, the level of consumer presence is
incidental and dirty environment. The solution of the problem is that the street vendors
already have a definite business license, the amount of retribution is adjusted to the income of
street vendors, the facilities for street vendors in obtaining capital from banks and Improved
waiters and providing janitors by the relevant offices.
The result of the research shows that street vendors in Panjerejo, Rejotangan,
Tulungagung market are still many who do not yet have business license, because some of
the reasons such as income are not enough to manage the administration of the permit, people
do not know the rules of the Government on the license of street vendors , and the number of
street vendors coming from other regions. However, the efforts of the Tulungagung Regional
Government on this five-legged Traders are done as well as giving special places for the
street vendors, relocating the Panjerejo Market so that the street traders are more structured
and orderly according to the regional regulation.
KEY WORDS: Street Traders (PKL), Business license

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memepengaruhi
Pedagang Kaki Lima(PKL) di Pasar Panjerojo, Rejotangan, Tulungagung tidak memiliki
surat izin surat serta memberikan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi oleh
Pedagang Kaki Lima (PKL). Masalah yang di hadapi PKL adalah kepastian penempatan
lokasi, retribusi, permodalan, tingkat kehadiran konsumen bersifat insidental dan lingkungan
yg kotor. Solusi dari masalah tersebut adalah PKL sudah memiliki ijin usaha yang pasti,
jumlah retribusi disesuaikan dengan pendapatan PKL, adanya fasilitas bagi PKL dalam
memperoleh modal dari bank dan Peningkatan pelayan dan disediakannya petugas kebersihan
oleh dinas terkait.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Pedagang kaki lima di pasar Panjerejo,
Rejotangan, Tulungagung masih banyak yang belum memiliki surat izin usaha, dikarenakan
beberapa alasan seperti pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk mengurus administrasi
surat izin, masyarakat belum mengetahui aturan Pemerintah mengenai surat izin Pedagang
3

kaki lima, dan banyaknya Pedagang Kaki lima yang datang dari lain daerah lain. Namun
upaya Pemerintah Daerah Tulungagung mengenai Pedagang Kaki lima ini di lakukan seperti
halnya memberikan tempat khusus untuk Pedagang Kaki Lima tersebut, relokasi Pasar
Panjerejo agar Pedagang Kaki Lima lebih terstruktur dan tertib sesuai Peraturan Daerah.
KATA KUNCI : Pedagang Kaki Lima (PKL), Surat izin usaha

A. Judul Penelitian
Judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pedagang Kaki Lima Tidak
Memiliki Surat Izin Usaha (Studi Di Pasar Panjerejo, Rejotangan, Tulungagung”

B. Latar Belakang
Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat, mensejahterakan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan
kesempatan peluang berusaha, meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat serta
meningkatkan hubungan kerjasama antar daerah guna memperluas kegiatan perekonomian.
Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan bermuara pada
manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus merupakan
sumberdaya pembangunan yang harus terus ditingkatkan kualitas dan kemampuannya untuk
mengangkat harkat dan martabatnya.
Pemerintah

pusat

dan

Pemerintah


daerah

harus

benar-benar

memperhatikan

pembangunan ekonomi disetiap daerah, memahami karakteristik daerahnya serta kebutuhan
dan kemampuan masyarakat daerah sehingga pelayanan publik dapat tepat sasaran dan
dipertanggungjawabkan secara administratif. Tulungagung sebagai kota yang berkembang,
hal ini menjadi alasan beberapa sebagian orang dari daerah lain untuk mencari lapangan
pekerjaan yang hal ini akan menimbulkan pada bertambahnya jumlah penduduk, angka
pengangguran dan angka kemiskinan serta berubahnya tata ruang akibat berdirinya rumahrumah ilegal dan pedagang kaki lima yang berjualan tanpa surat izin dan tidak pada tempat
yang telah ditentukan, hal ini tentunya dapat menghambat tercapainya visi kabupaten
Tulungagung.
Pedagang Kaki Lima adalah orang (pedagang-pedagang) golongan ekonomi lemah, yang
berjualan barang kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa dengan modal yang relatif kecil,
modal sendiri atau modal orang lain, baik berjualan di tempat terlarang ataupun tidak.

4

Pedagang Kaki Lima timbul sebagai akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi
rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi, keterbatasan kemampuan
atau kreaatifitas dan keterbatasan modal yang dimiliki dan bisa juga sebagai akibat dari
kebijakan ekonomi yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi makro dan mengabaikan
ekonomi mikro.
Dalam penyelenggaraan pemberian izin usaha baik untuk kepentingan umum maupun
untuk kepentingan pribadi atau badan, perlu adanya pelayanan, pembinaan, pengaturan,
pengawasan dan pengendalian izin usaha.Untuk hal itu dapat dipungut pajak atau Retribusi
daerah yang dapat menambah pendapatan daerah. Serta dalam hal ini pemerintah di
untungkan atas pendapatan pajak untuk membantu pertumbuhan ekonomi daerah
Tulungagung pada khususnya. Dan upaya penertiban ini dilakukan karena pedagang kaki
lima berjualan disepanjang jalan yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan kebanyakan
pedagang kaki lima berjualan tanpa memiliki izin usaha sehingga semakin menghambat lalu
lintas.
Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) mencatat hingga tahun 2012 terdapat
23,4juta pedagang kaki lima di seluruh Indonesia.5 Pedagang Kaki Lima dipandang sebagai
aktivitas illegal (tidak resmi) dan terkadang diperlakukan seperti kriminal.Studi menunjukkan
bahwa hampir di semua negara-negara Asia, PKL tidak mempunyai status legal dalam

menjalankan usahanya. Keberadaan pedagang kaki lima yang tidak tertata serta tidak
memiliki izin berdagang tentunya mengganggu perencanaan tata ruang kab Tulungagung.
Maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalah yang berkaitan dengan pelaksanaan
perizinan Pedagang Kaki Lima, dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PEDAGANG KAKI LIMA TIDAK MEMILIKI SURAT IZIN USAHA
(STUDI DI PASAR PANJEREJO, REJOTANGAN, TULUNGAGUNG )”.
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian sebagai berikut :
1. Faktor apa saja yang membuat Pedagang Kaki Lima di Pasar Panjerejo Rejotangan
Tulungagung tidak memiliki surat izin usaha?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang maka tujuan masalahnya adalah :

5

1. Untuk mengetahui faktor-Faktor Pedagang Kaki Lima di pasar Panjerejo Rejotangan
Tulungagung tidak memiliki surat izin usaha.
E. Kajian Teori
1. Pedagang Kaki Lima (PKL)
a. Pengertian Pedagang kaki lima (PKL)

Pedagang kaki lima (PKL) adalah pedagang yang menjual barang dagangannya di
pinggir jalan atau tempat umum. Dalam Perda No. 7 Tahun 2012 tentang pengelolaan
pedagang kaki lima dan pedagamg kaki lima musiman.
PKL adalah penjual barang atau jasa secara perseorangan berusaha dalam kegiatan
ekonomi yang menggunaka daerah milik jalan atau fasilitas umum dan bersifat sementara
atau tidak menetap dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak.
Dalam Kurniadi, 2004 : 32)1 mengartikan istilah Pedagang Kaki Lima sebagai
berikut pedagang yang melakukan usaha atau kegiatannya, yaitu berjualan di kaki lima
atau trotoar yang dahulu berukuran lebar dari lima kaki, dan biasanya mengambil tempat
atau lokasi di daerah - daerah keramaian umum seperti di depan pertokoan, pasar, sekolah,
gedung, bioskop, dan lain – lain.2
Istilah PKL sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima.
Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga “kaki” gerobak (yang sebenarnya
adalah tiga roda atau dua roda atau satu roda).

Menurut Mulyadi Nitisusastro, PKL

dikatagorikan sebagai jenis usaha kecil atau sering disebut dengan sebutan pekerja pada
sektor non formal.3
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto bahwa “para pedagang kaki lima (PKL) yang

menjajakan barang dagangannya diberbagai sudut kota sesungguhnya adalah kelompok
masyarakat yang tergolong marginal, dan tidak berdaya.4 Dikatakan marginal, sebab mereka
rata-rata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan ditelikung oleh kemajuan kota itu
sendiri. Sedangkan dikatakan tidak berdaya, karena mereka biasanya tidak terjangkau dan
tidak terlindungi oleh hukum, posisi baggaining (tawar-menawar) nya lemah, dan sering kali
menjadi objek penertiban dan penataan kota yang tak jarang bersifat represif.
1

Romadaniyah R, Implementasi Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL),
https://media.neliti.com, eJournal Administrasi Publik, Volume 4, Nomor 3, 2016, diakses pada tanggal 18
Maret 2018.
2
Ibid, diakses pada tanggal 18 Maret 2018.
3
Zainaal Arifin, Pasar dan Implementasinya , (Yogyakarta: Remaja Rosdakarya, 2012), Hal. 41
4

Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum dalam Masyarakat, (Surabaya: Bayumedia, 2008), hal. 91

6


Jika ditelusuri dari manakah mereka berasal, ternyata juga sangat beragam. Ada yang
datang dari pinggiran dan atau luar kota, yang dengan demikiasn merupakan pengaruh
urbanisasi. Mereka melakukan urbanisasi karena di desa dan atau di kota setempat tidak
tersedia lapangan kerja. Ada pula, mereka yang sebelumnya adalah para remaja, pelajar dan
mahasiswa yang setelah dewasa dan merupakan angkatan kerja baru yang tidak mendapat
kesempatan kerja, dan yang lainnya berasal dari para pegawai, karyawan dan atau pekerja
yang terkena dampak kebijakan perusahaan dimana mereka bekerja sebelumnya. Tetapi
sebagaian dari para PKL adalah ibu rumah tangga yang tidak mempunyai pekerjaan. Mereka
menempuh cara berjualan seperti itu karena pekerjaan ini relatif mudah dilakukan. Dikatakan
mudah karena menurut mereka berjualan tidak diperlukan. Dikatakan mudah karena menurut
mereka untuk berjualan tidak diperlukan ilmu dan syarat-syarat khusus. Rendahnya
kesempatan kerja yang tercipta tidak dapat dilepaskan dari relatif rendahnya pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Sejalan dengan pemikiran Leonardus Saiman yang mengatakan bahwa
dengan semakin rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, hal ini mengindikasikan bahwa
tidak ada jalan lain, bila semua generasi muda dan juga orang tua untuk mendorong para
puteri-puterinya untuk mengubah paradigma agar tidak berusaha untuk menjadi karyawan
atau mencari pekerjaan, melainkan mengubah paradigma setelah lulus dari bangku kuliah
agar menjadi wirausahawan yang dimulai dari pengusaha mikro kecil atau menjadi pecipta
lapangan pekerjaan bagi orang lain.

Bentuk sarana ini terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu gerobak/kereta dorong tanpa atap
dan gerobak/kereta dorong yang beratap untuk melindungi barang dagangan dari pengaruh
cuaca. Bentuk ini dapat dikategorikan dalam bentuk aktivitas pedagang kaki lima yang
permanen (static) atau semi permanen (semi static), dan umunya dijumpai pada pedagang
kaki lima yang berjualan makanan, minuman dan rokok.
Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) berasal dari jaman Raffles yaitu “5 (five)
feets “yang berarti jalur pejalan kaki dipinggir jalan selebar lima kaki (Manning, 1996).
Jalur pejalan kaki tersebut lama kelamaan dipaksa untuk area berjualan pedagang kecil
seperti bakso, mie goreng, warung kelontong, tambal ban, penjual obat, sepatu, mainan,
warung makan dan lain-lain.5
b. Pengertian Izin Usaha
5
Sumarwanto, Pengaruh Pedagang Kaki Lima Terhadap Keserasian Dan Ruang Publik Kota Di Semarang,
repository.usu.ac.id, diakses pada tanggal 13 Maret 2018.

7

Izin usaha merupakan suatu bentuk persetujuan atau pemberian izin dari pihak berwenang
atas penyelenggaraam suatu kegiatan usaha oleh seorang pengusaha atau suatu perusahaan.
Bagi pemerintah, pengertian usaha dagang adalah suatu alat atau sarana untuk membina,
mengarahkan, mengawasi, dan menerbitkan izin-izin usaha perdagangan. Agar kegiatan
usaha lancar, maka setiap pengusaha wajib untuk mengurus dan memiliki izin usaha dari
instansi pemerintah yang sesuai dengan bidangnya.6
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak memiliki
surat izin usaha
a. Mahalnya Sewa tempat baru
Berulangnya PKL kembali menempati lokasi sama meski telah dibongkar juga
perlu dipahami dalam konteks relasi ekonomi dan dicarikan solusinya. Ada alasan
mengapa PKL bertahan di lokasi semula yang dilarang. PKL terikat dengan pembeli yang
menjadi sumber penghasilannya. Keterikatan tersebut membentuk kerumunan masyarakat
yang

lambat

laun menciptakan

pasar

tersendiri.

Jika

pasar

itu

dibongkar,

ketergantungan yang sudah tercipta terganggu. Pedagang pasti akan kembali ke tempat
itu karena ada permintaan konsumen. Lokasi pengganti bagi PKL yang telah dibangun
juga sebaiknya ditinjau kembali, kondisi lokasi binaan PKL saat ini dianggapnya kurang baik
karena jauh dari lokasi lama, bahkan tidak cukup strategis untuk berjualan karena
sukar diakses pembeli. PKL juga dituntut membayar sewa yang tinggi.7
b. Sarana Pedagang Kaki Lima (PKL)
Bentuk sarana perdagangan yang dipergunakan oleh para pedagang kaki lima dalam
menjalankan aktivitasnya sangat bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mc. Gree dan Yeung (dalam Novita, 2014) di kota-kota di Asia Tenggara diketahui bahwa
pada umumnya bentuk sarana tersebut sangat sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah
atau dibawa dari satu tempat ke tempat lain dan dipengaruhi oleh jenis dagangan yang dijual.
Adapun bentuk sarana perdagangan yang digunakan oleh pedagang kaki lima. Menurut
Novita (2014), adalah sebagai berikut :

6

Djoko Prakoso, Proses Pembuatan Peraturan Daerah,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009) hal 215.

7
Rachmawati Madjid, Dampak Kegiatan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Terhadap Lingkungan Di DKI Jakarta,
cdc.untagcirebon.ac.id, Jurnal Ekonomi Vol. 1 No. 3 Mei – Agustus 2013, diakses pada tanggal 11 Maret
2018.

8

1) Gerobak/kereta dorong
Bentuk sarana ini terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu gerobak/kereta dorong tanpa atap
dan gerobak/kereta dorong yang beratap untuk melindungi barang dagangan dari pengaruh
cuaca. Bentuk ini dapat dikategorikan dalam bentuk aktivitas pedagang kaki lima yang
permanen (static) atau semi permanen (semi static), dan umunya dijumpai pada pedagang
kaki lima yang berjualan makanan, minuman dan rokok.
2) Pikulan/keranjang
Bentuk sarana perdagangan ini digunakan oleh pedagang kaki lima keliling (mobile
howkers) atau semi permanen (semi static), yang sering dijumpai pada pedagang kaki lima
yang berjualan jenis barang dan minuman. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan
mudah dibawa atau dipindah tempat.
3) Warung semi permanen
Terdiri dari beberapa gerobak/kereta dorong yang diatur sedemikian rupa secara
berderet dan dilengkapi dengan kursi dan meja. Bagian atap dan sekelilingnya biasanya
ditutup dengan pelindung yang terbuat dari kain plastik, terpal atau lainnya yang tidak tembus
air. Berdasarkan sarana usaha tersebut, pedagang kaki lima ini dapat dikategorikan pedagang
permanen (static) yang umunya untuk jenis dagangan makanan dan minuman.

4) Kios
Bentuk sarana pedagang kaki lima ini menggunakan papan-papan yang diatur
sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah bilik semi permanen, yang mana pedagang
yang bersangkutan juga tinggal ditempat tersebut. Pedagang kaki lima ini dapat dikategorikan
sebagai pedagang menetap (static).
c. Peraturan PKL di Indonesia

9

Pada Pasal 1 Peraturan Menteri DalamNegeri Republik Indonesi Nomor 41 Tahun 2012
Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan PKL adalah sebagai berikut :8

1) Pedagang kali lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang
melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak
bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan
milik pemerintah dan atau swasta yang bersifat sementara atau tidak menetap.

2) Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui
penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan
penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika,
kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

3) Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha
dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik
kualitas maupun kuantitas usahanya.

4) Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan
atau bangunan milik pemerintah daerah atau swasta.

5) Lokasi binaan adalah lokasi yang telah ditetapkan peruntukannya bagi PKL yang
diatur oleh pemerintah daerah, baik bersifat permanen maupun sementara.

6) Tanda Daftar Usaha, yang selanjutnya disebut TDU, adalah surat yang dikeluarkan
oleh pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran usaha.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
8
Wayan Sastrawan, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Usaha Pedagang Kaki
Lima Di Pantai PenimbanganKecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Jurnal Ekonomi Vol: 5 No: 1 Tahun:
2015, diakses pada tanggal 10 Maret 2018

10

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dimana
tujuan penelitian kualitatif ini untuk memahami mengenai faktor-faktor pedagang kaki lima
tidak memiliki surat izin yang berbentuk data deskriptif berupa kalimat ataupun paragraf.
Menurut Bogdan dan Taylor (1990) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (Utuh).9
Berdasarkan difinisi diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian kulitatif adalah penelitian
yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang fenomena yang
terjadi yang dihasilkan berupa data deskriptif.
Adapun jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian diskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan
menjawab persoalan-persoalan tentang fenomena dan peristiwa yang terjadi saat ini, baik
tentang fenomena sebagaimana adaya maupun analisis hubungan antar variable dalam suatu
fenomena. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang digunakan untuk menggambarkan suatu fenomena atau gejala yang terjadi
sekarang dan bersifat aktual.
2. Tempat Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dikonsentrasikan di pasar Panjerejo yaitu di daerah desa
Panjerejo kecamatan Rejotangan kabupaten Tulungagung. Penulis memilih lokasi ini dengan
pertimbangan sebagai Berikut:
a. Lokasi yang strategis serta mudah untuk dijangkau
b. Banyak pedagang kaki lima yang berjualan di jalan sekitar pasar tersebut.
c. Mayoritas pedagang kaki lima di kawasan tersebut masih belum memiliki surat izin
usaha.
3. Teknik Pegumpulan Data
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,
diantaranya
a) Metode Observasi
Metode Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
datang langsung ke obyek penelitian untuk selanjutnya melakukan pengamatan. Disini

9

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), Hal. 82

11

peneliti melakukan pengamatan di pasar panjerejo secara langsung untuk mengamati keadaan
dan kondisi para pedagang kaki lima yang ada di sekitar pasar tersebut.
b) Metode Wawancara
Metode Wawancara yaitu proses Tanya jawab antara penulis dengan narasumber atau
renponden, guna mendapatkan data yang diperlukan.
c) Dokumentasi
Dokumentasi yaitu sejumlah benda fakta dan data tersimpan yang berbentuk surat-surat,
catatan harian, laporan, artefak, foto dan sebagainya. Dokumentasi dalam penelitian ini
berupa hasil gambaran situasi pasar panjerejo, foto dan serta rekaman suara hasil wawancara.

4. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dari kegiatan wawancara dengan responden, selanjutnya
diklasifikasikan sesuai masalah pokok yang diteliti. Data-data yang telah diklasifikasikan
tersebut kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk penjelasan melalui metode deskriptif,
yaitu data yang berhasil dikumpulkan oleh penulis, dijelaskan secara terperinci dan sistematis
serta menarik kesimpulan sehingga dapat dipahami secara utuh dan jelas tentang masalah
yang akan diteliti

12

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainaal. 2012. Pasar dan Implementasinya. Yogyakarta: Remaja Rosdakarya.
Gunawan, Imam. 2015. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Prakoso, Djoko. 2005. Proses Pembuatan Peraturan Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia
Wignjosoebroto, Soetandyo. 2008. Hukum dalam Masyarakat. Surabaya: Bayu media.

Madjid, Rachmawati. 2013. Dampak Kegiatan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Terhadap
Lingkungan Di DKI Jakarta. cdc.untagcirebon.ac.id. Jurnal Ekonomi Vol. 1 No. 3.
Diakses pada tanggal 11 Maret 2018.

R, Romadaniyah. 2016. Implementasi Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima
(PKL). https://media.neliti.com. eJournal Administrasi Publik, Volume 4, Nomor 3.
Diakses pada tanggal 18 Maret 2018.

Sastrawan, Wayan. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi
Usaha Pedagang Kaki Lima Di Pantai PenimbanganKecamatan Buleleng, Kabupaten
Buleleng. Jurnal Ekonomi Vol: 5 No: 1. Diakses pada tanggal 10 Maret 2018.

Sumarwanto. 2007. Pengaruh Pedagang Kaki Lima Terhadap Keserasian Dan Ruang Publik
Kota Di Semarang. repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 13 Maret 2018.

13

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22