Analisis Pijak Kaki WS Rendra deangan Ta

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

ANALISIS PIJAK KAKI W.S RENDRA DALAM PUISI BERJUDUL
“SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA”
(Dengan Menggunakan Pendekatan Tatabahasa Fungsional)
Iqbal Nurul Azhar1
Abstrak: Sajak atau puisi seringkali menggambarkan realita sosial yang ada dalam
masyarakat. Ketika masyarakat sedang bermasalah seperti bertikai, merasa tertindas atau
teraniaya oleh pemerintah, sajak sering digunakan untuk menyampaikan dan memaparkan
pandangan masyarakat terhadap realita penindasan tersebut. W.S Rendra, sebagai penyair
yang terkenal kritis dalam merespon masalah-masalah sosial di Indonesia seringkali
menyelipkan idealismenya, atau dengan kata lain keberpihakannya pada salah satu dari
pihak-pihak yang bertikai dalam masyarakat. Keberpihakan ini dapat dilihat melalui
makna-makna di balik salah satu puisinya yang berjudul “Sajak Pertemuan Mahaiswa.”
Dengan menggunakan pendekatan leksikogrammatikal kita dapat melihat keberpihakan
W.S. Rendra pada salah satu dari pihak yang bertikai. Paper ini juga mendiskusikan tentang
status, efek, maupun kontak antara W.S. Rendra dengan pembaca sajaknya yang
berhubungan dengan realita sosial yang diangkatnya dalam puisinya tersebut.
Kata-kata kunci: makna interpersonal, positioning (pijak kaki), tatabahasa fungsional,
sajak pertemuan mahasiswa, W.S. Rendra,


Abstract: A poem sometimes reflects social realities in a society. When people in a
society are having problems such as; having clashes between them, being threatened or
mistreated by government or other problems, a poem is often used to show their feelings
toward the problems. W.S Rendra, a popular poet who is well-known for his concern to
people’s problem, often includes his idealism, or in other words, his position, towards the
sides involving in the clashes. His positioning can be seen from the meanings found behind
one of his poems “Sajak Pertemuan Mahasiswa” (a students gathering poem). Using
lexicogrammatical approach, we are able to perceive his idealism/position towards the
clash stated by the poem. This paper discusses status, affect and contact between W.S.
Rendra and his readers related to the reality pictured by the poem.
Keywords: interpersonal meaning, positioning, functional grammar, “Sajak Pertemuan
Mahasiswa” (a students gathering poem), W.S. Rendra,

A. Pendahuluan
Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra merupakan hasil kreatifitas pengarang dalam
mendayagunakan kemampuan cipta, rasa dan karsa yang dimilikinya. Berbekal imajinasi,
ekspresi dan penguasaannya terhadap lika-liku mengolah kata, seorang pengarang mampu
mencipta banyak puisi. Ketika imajinasi, ekspresi maupun kemampuannya mengolah kata ia
ujudkan sebagai sebuah entitas yang konkret, maka bentuk pertama yang terlihat sebagai sebuah
1


Iqbal Nurul Azhar adalah Dosen FISIB Universitas Negeri Trunojoyo

1

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

karya adalah bahasa (atau tepatnya kata-kata) yang tersusun indah. Susunan kata-kata inilah yang
kemudian kita kenal sebagai puisi. Uniknya, meskipun pengarang puisi (penyair) mampu
mencipta beraneka ragam bentuk puisi, belum pernah ditemui mereka mampu meninggalkan
media utama pembuat puisi yaitu bahasa. Dengan demikian, dalam konteks penciptaan puisi ini,
bahasa dipandang sebagai alat utama penyair untuk menciptakan karya seni yang imajinatif
dengan segala unsur estetisnya yang dominan.
Bahasa dalam karya sastra utamanya karya puisi, memiliki kedudukan dan peranan yang
amat penting. Teew (1988 :1), mengemukakan bahwa pada hakikatnya penyair dalam
mengekspresikan pengalaman jiwanya harus dapat menguasai bahasa utamanya kosakata.
Dengan penguasaan yang baik yang berhubungan dengan kosakata inilah seorang penyair akan
mampu menjelmakan pengalaman jiwanya setepat-tepatnya. Dengan menguasai bahasa, seorang
penyair tidak saja mampu mengungkapkan suatu gagasan dengan gaya bahasa yang elegan, tapi
ia juga akan mampu menunjukkan idealismenya dengan ungkapan-ungkapan yang indah.

Cipta sastra berupa puisi bukanlah sekedar masalah bentuk jasmaniah yang ditunjukkan
lewat bagaimana sebuah kata-kata atau rima-rima diharmonikan oleh seorang pengarang, tetapi
lebih jauh dari itu, cipta sastra bertalian sangat erat dengan kecenderungan masing-masing
penyair dalam berekspresi. Setiap penyair dalam membuat puisi pastilah akan memperlihatkan
ciri-ciri tersendiri yang membedakan penyair tersebut dengan penyair lainnya. Setiap penyair,
akan berusaha memperlihatkan ciri-ciri individualisme, originalitas, kepekaan terhadap sekitar,
dan gaya bahasa khasnya masing-masing. Sayangnya, hanya penyair besarlah yang memiliki
keempat ciri di atas. Salah satunya adalah almarhum W.S. Rendra.
Sebagai salah seorang penyair besar abad ini, W.S. Rendra memiliki seluruh bekal yang
mampu mengantarkannya menjadi penyair besar. Ia tidak hanya pandai mencipta puisi maupun
naskah drama, ia juga memiliki semangat yang luar biasa besar untuk mengembangkan dunia
sastra nusantara. Tidak hanya itu, ia juga memiliki idealisme yang kuat dan sangat peka pada
realita sosial yang ada di sekitarnya. Bahkan terkadang, karena idealismenya inilah
menyebabkan ia seringkali berselisih dengan pemerintah. Perselisihannya dengan pemerintah
tidak serta merta menyebabkan namanya tenggelam, bahkan karena perselisihan inilah yang
kemudian mengantarkannya mendapat beberapa penghargaan baik itu nasional maupun sebagai
seorang sastrawan berdedikasi tinggi dan konsisten menyuarakan keinginan rakyat.

2


Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

Ketokohan Rendra di dunia sastra menyebabkan karya-karyanya kemudian diapresiasi,
dikaji, maupun dikritik banyak orang. Dengan menggunakan banyak pendekatan diantaranya;
kritik maupun teori sastra, teori linguistik serta sosiologi, karya-karyanya diulas dalam banyak
paper maupun tulisan-tulisan ilmiah lainnya. Meskipun karya-karya Rendra telah banyak dikaji,
namun kajian-kajian tersebut masih jauh dari memadai untuk dapat memberikan generalisasi
tentang siapa dan bagaimana sesungguhnya Rendra, serta apa dan bagaimana idealisme Rendra
dalam memandang dunia utamanya dalam menangkap permasalahan yang ada di sekitarnya.
Adanya pintu peluang yang terbuka lebar untuk memahami Rendra melalui karya-karyanya
inilah menyebabkan penulis tertarik untuk ikut pula mengkaji karya-karya Rendra tersebut.
Dengan menggunakan bekal pengetahuan yang berhubungan dengan Tatabahasa
Fungsional, penulis mengkaji satu di antara sekian banyak karya Rendra. Karya yang dikaji
dalam paper ini adalah sebuah puisi berjudul “Sajak Pertemuan Mahasiswa (SPM).” Ada dua
alasan mengapa puisi ini dipilih sebagai bahan kajian. Yang pertama adalah karena puisi ini
dianggap memiliki pengaruh kuat dalam menginspirasi mahasiswa Nusantara untuk melakukan
pergerakan. Yang kedua adalah puisi ini tidak seterkenal puisi-puisi Rendra yang lain sehingga
tidak terlalu banyak yang mengakaji.
Untuk menjaga agar kajian puisi Rendra ini fokus, maka penulisan paper ini dibimbing
oleh satu pertanyaan pokok antara lain: “bagaimana pihak-pihak yang terlibat langsung dalam

puisi “Sajak Pertemuan Mahasiswa (SPM)” diposisikan?” Pisau analisis yang digunakan unuk
menganalisis karya Rendra ini adalah Tatabahasa Fungsional (Sistemik Fungsional Linguistik
(SFL)). Oleh sebab pisau analisis yang digunakan adalah linguistik, maka arah kajian paper ini
terhadap karya Rendra inipun bersifat sistematik yang mengarah pada pola-pola deskriptif, dan
bukan pada pola-pola apresiatif ataupun kritik.
Secara umum, paper ini dimaksudkan untuk menemukan bagaimana W.S. Rendra
mengekspresikan ide-idenya dalam merespon masalah yang diangkatnya dalam puisinya yang
berjudul “Sajak Pertemuan Mahasiswa (SPM).” Dalam teori Fungsional Linguistik, bagaimana
seorang pelibat wacana (dalam hal ini penyair W.S. Rendra) mengekspresikan idenya, atau
memposisikan dirinya dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan makna interpersonal.
Dengan demikian, frasa “Jejak Kaki” pada judul paper ini mengacu pada pemposisian
(Positioning) W.S. Rendra dalam merespon permasalahan yang diangkatnya dalam puisinya
melalui makna-makna interpesonal (tenor) yang terkandung dalam puisi SPM tersebut.

3

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

B. Sekilas Tentang Puisi “Sajak Pertemuan Mahasiswa”
Sebelum masuk pada bagian pembahasan, alangkah baiknya andaikata pada bagian ini diulas

(meskipun tidak detail) tentang Sajak Pertemuan Mahasiswa (SPM). Dengan memiliki bekal
umum tentang SPM, diharapkan dapat sedikit memberikan sumbangan informasi untuk dapat
lebih memahami artikel ini.
Mengenai setting puisi SPM, banyak interpretasi yang muncul berkaitan dengan hal ini.
Beberapa pendapat menyebutkan bahwa setting dari puisi ini adalah demonstrasi mahasiswa
yang menuntut perbaikan. Ada juga yang menyebut bahwa setting puisi SPM tersebut adalah saat
Rendra bertemu dan berdiskusi dengan teman-temannya sekelompok mahasiswa tentang
orientasi pendidikan kampus mereka maupun kampus-kampus di Indonesia yang tidak benar. Di
antara beberapa interpretasi mengenai setting puisi SPM, interpretasi yang terakhirlah yang
digunakan sebagai sandaran paper ini.
Dengan bersandar pada pemilihan setting terakhir sebagai sandaran diskusi paper ini,
maka secara umum SPM digambarkan sebagai puisi yang menceritakan tentang sekelompok
mahasiswa (dengan Rendra di dalamnya) yang berkumpul dan mendiskusikan arah pendidikan
kampus tempat mereka belajar sekarang. Mereka mempertanyakan maksud baik para pejabat
rektorat, dekanat maupun dosen (dalam paper ini kita akan menggunakan istilah “pelaksana
pendidikan tinggi” (PPT) untuk merujuk pada tiga komponen penggerak dunia kampus tersebut)
yang mengajar mereka di bangku kuliah. Pelaksana pendidikan tinggi (PPT) memang
menjalankan roda perkuliahan dengan baik, dan apa yang mereka beri/ajarkan adalah hal yang
baik pula. Namun, karena kurang adanya visi dan misi yang jelas dari PPT di kampus mereka,
maksud baik PPT menjadi tidak nampak, dikalahkan oleh bahaya yang bersembunyi di balik

kurang terkonsepnya visi dan misi mereka. Kurang jelasnya PPT menetapkan visi dan misi
kampus mereka, mengundang bahaya besar yang berhubungan dengan masa depan lulusan
kampus mereka. PPT memang mengajar mereka dengan berbagai macam ilmu, tapi ilmu yang
mereka ajarkan adalah ilmu yang berhubungan dengan kognitif saja, tanpa melibatkan ajaran
akan nilai-nilai kemanusiaan dan kepekaan terhadap sosial. Mereka lupa untuk mengajarkan
idealisme mencintai orang-orang yang lemah, melindungi rakyat kecil dan berbuat bijak ketika
mahasiswa mereka telah menjadi orang besar. Akibat lemahnya akan konsep visi dan misi
inilah, selepas dari bangku kuliah, mahasiswa yang telah dibekali berbagai macam ilmu di

4

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

bangku kuliah oleh PPT, kemudian entah secara sengaja maupun tidak sengaja menjadi alat para
penguasa untuk menindas rakyat. Ilmu yang mereka dapatkan di bangku kuliah mereka
digunakan bukan untuk membela yang lemah, namun untuk menguatkan pihak penguasa. Ini
dibuktikan dari banyaknya petani yang kehilangan tanahnya karena digusur oleh orang-orang
kuat, orang-orang pintar dan kaya yang kebanyakan adalah lulusan universitas.
Keadaan yang menyedihkan ini membuat sekumpulan mahasiswa tersebut berusaha
mengkokohkan hati untuk menetapkan 2 pilihan yaitu; (1) apakah berdiri di pihak PPT yang

meluluskan alumni yang tidak benar ataukah menentang PPT tersebut dengan memberikan kritik
yang membangun, dan (2) apakah berada di pihak penguasa yang menindas rakyat jelata ataukah
berada di pihak pelindung rakyat jelata yang lemah.

C. Sistemik Fungsional Linguistik (SFL)
Sistemik Fungsional Linguistik (SFL) memfokuskan kajiannya pada ranah analisis wacana.
Teori ini menekankan pada makna sebagai elemen fundamental dalam menganalisis bahasa.
Halliday (1985) menjelaskan bahwa teori sistemik ini adalah salah satu teori tentang pilihan
makna, yang mana oleh sebuah bahasa atau sebuah sistem semiotik, teori ini diinterpretasikan
sebagai sebuah jaring-jaring pilihan yang berhubungan antara jaring pilihan satu dengan yang
lainnya. Ini berarti bahwa sebuah jaring pilihan dalam satu sistem dalam menggambarkan sebuah
bahasa akan menjadi jalan (pintu masuk) bagi jaring pilihan lain untuk memahami bahasa
tersebut. Karena itulah, dalam melihat potensi makna sebuah bahasa, SFL melakukan
pemeriksaan dari fitur-fitur umum

hingga ke fitur-fitur yang paling spesifik. Apabila kita

memeriksa makna dari bahasa itu sendiri, kita akan menemukan sejumlah pilihan makna yang
terintegrasi di dalamnya. Pilihan makna ini secara lebih luas bergabung dengan jaring-jaring lain
yang lebih independen. Jaringan independen inipun berhubungan aspek-aspek di luarnya yaitu

fungsi dasar tertentu dari sebuah bahasa. Pada karakteristik yang lain, Halliday (1985)
menyatakan bahwa fungsional yang dimaksud di sini mengacu pada bagaimana bahasa itu
digunakan dan tidak pada bagaimana bahasa itu dibentuk atau dibuat.
Dengan demikian, SFL berorietasi pada deskripsi dari bahasa sebagai sumber yang dapat
digunakan untuk menentukan potensi makna yang muncul dari ucapan penutur. Martin (1992)
menyatakan bahwa SFL adalah konseptualisasi dari bahasa sebagai sumber makna yang
mencakup tiga elemen, yaitu; bahasa sebagai jaring-jaring hubungan, deskripsi yang

5

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

menunjukkan bagaimana hubungan tersebut saling bersinggungan, dan yang terakhir adalah
penjelasan yang mengungkapkan hubungan hubungan-hubungan tersebut dan fungsi dari
hubungan-hubungan tersebut.
Dalam memahami teks, sangatlah penting bagi kita untuk mempertimbangkan faktor
lingkungan yang membungkus keberadaan teks tersebut. Lingkungan inilah yang dalam konsep
SFL disebut sebagai konteks (Halliday dan Hassan, 1985: 5). Konteks dalam hal ini dimaknai
sebagai konteks budaya yang dinyatakan Malinowsky (dalam Halliday dan Hasan (ibid)) sebagai
latar belakang yang lebih luas dari sebuah interpretasi teks. Konteks ini tidak hanya dimaknai

sebagai lingkungan sekitar saja, namun lebih pada latar belakang alamiah dimana teks tersebut
terjadi. Karenanya, dalam memahami teks, dua konteks harus menjadi pertimbangan memahami
sebuah teks dalam masyarakat

D. Tenor Sebagai Realisasi Makna Interpersonal
Makna interpersonal memandang sebuah teks dari sudut fungsinya dalam proses interaksi sosial.
Sebuah teks dianggap interpersonal bukan karena dijadikannya teks tersebut sebagai cara
berpikir, namun lebih karena teks tersebut merupakan sebuah bentuk dari cara untuk melakukan
sesuatu. Sebuah teks tidak hanya merupakan refleksi dari realita, tapi juga sebuah potongan dari
interaksi antara penutur atau penulis (dalam hal ini penyair), dengan pendengar atau pembaca
teks tersebut. (Halliday and Hasan 1985: 20).
Lebih jauh lagi Halliday menjelaskan bahwa makna interpersonal adalah sebentuk aksi
dari penutur dan penulis yang dilakukan kepada pendengar atau pembaca dengan perantara
bahasa (lebih tepatnya klausa-klausa tuturan). Fungsi interpersonal dari klausa-klausa ini adalah
saling berbagi peran dalam interaksi retorik. Dengan kata lain, makna interpersonal
merepresentasikan aksi dari partisipan pada partisipan lain dalam proses interaksi sosial mereka
dengan menggunakan bahasa. Ekspresi makna interpersonal dapat dibangun dengan menciptakan
hubungan antara organisasi semantik dengan perbedaan tatabahasa dalam sistem Mood dan
struktur Mood dalam klausa. (Eggin, 1994:146)
Martin


(1992:532)

mendefinisikan

Tenor

sebagai

negosiasi

hubungan

sosial

antarpartisipan dalam sebuah komunikasi. Partisipan yang disebut di sini termasuk di dalamnya
penulis, manusia, atau benda yang terlibat dalam teks. Dalam lingkup register, tenor adalah
refleksi dari makna interpersonal. Tenor juga menjelaskan siapa saja pelibat komunikasi,

6

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

karakter dari partisipan, dikenalnya bahasa yang digunakan dalam teks dan hubungan sosial yang
signifikan yang berbentuk status, kontak dan pengaruh.
E. Analisis Pijak Kaki Rendra Melalui Pendekatan Status, Kontak, dan Affect
Teks puisi SPM terdiri atas 9 stanza (bait) dan memiliki 54 baris. Adapun ke 54 baris tersebut
dapat dilihat pada lampiran. Sebagai langkah awal untuk menemukan Tenor pada puisi SPM,
terlebih dahulu klausa-klausa yang menjadi pembentuknya harus dilihat dan diperlakukan
dengan seksama dengan cara memastikan berapa jumlah klausa pembentuk SPM dan apa saja
jenis-jenisnya. Sayangnya, ada beberapa masalah yang muncul ketika kita mencoba melihat
klausa-klausa tersebut, antara lain: (1) klausa-klausa pembentuk SPM disusun dengan
menggunakan struktur yang unik karena terlibatnya faktor style Rendra, dan (2) batasan klausa
menjadi samar karena terkadang satu klausa terdapat pada dua baris yang berbeda. Permasalahan
ini menyebabkan pembagian klausapun menjadi sulit, dan menyebabkan munculnya tiga model
pembagian yang berbeda.
Model pertama adalah dikenal sebagai model apresiasi orisinalitas, yaitu model yang
berusaha untuk mempertahankan nilai keindahan dan orisinalitas puisi. Model ini memandang
bahwa ke-54 baris puisi adalah 54 buah klausa yang berbeda. Model ini tidak menghendaki
adanya rekonstruksi (perubahan apapun) terhadap ke-54 baris di atas dengan tidak berusaha
untuk membuat baris-baris tersebut menjadi klausa-klausa yang normal yaitu dengan cara
menggabungkan klausa satu yang ada pada satu baris dengan klausa lain yang ada di baris yang
lain atau dengan menambahkan kata-kata dari luar teks (parafrasa).
Model kedua adalah model normalisasi yaitu berusaha memperlakukan baris-baris puisi
sebagai klausa-klausa yang normal sehingga satuan-satuan klausa yang membentuk pusis SPM
harus dipadankan (disamakan) dengan klausa-klausa normal yang biasa dituturkan masyarakat.
Normalisasi ini menghendaki adanya penyesuaian-penyesuaian agar dapat membuat klausaklausa yang ada dalam puisi SPM menjadi klausa normal; seperti melakukan merging
(penyatuan) satu klausa yang berada dalam dua baris dalam puisi SPM dengan tanpa melakukan
tindakan penyesuaian yang lebih jauh lagi (seperti melakukan parafrasa) agar klausa-klausa
tersebut berterima dan terdengar wajar di telinga masyarakat.
Model ketiga adalah model parafrasa, yaitu model penyesuaian terjauh dengan
menjadikan klausa-klausa yang ada dalam puisi menjadi klausa normal, berterima dan terdengar

7

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

wajar. Langkah yang dilakukan adalah dengan cara memunculkan satuan-satuan lingual yang
dilesapkan dalam klausa tersebut atau memasukkan unsur-runsur yang tidak terdapat dalam puisi
seperti konjungsi, dan unsur-unsur lainnya.
Dari ketiga model generating klausa puisi di atas, paper ini mengunakan model kedua
dengan dua pertimbangan. Adapun dua pertimbangan tersebut antara lain:

(1) klausa yang

ada dalam puisi pada hakekatnya adalah produk dari tuturan alami manusia, sehingga apapun
klausa yang dibuat manusia haruslah sesuai dengan bentuk tuturan alami, berterima, terdengar
wajar, serta tidak dibuat-buat. Dengan melakukan merging tanpa melakukan penambahan
lainnya, kealamian, keberterimaan dan keterdengarwajaran dari klausa-klausa pembentuk puisi
SPM tersebut dapat dicapai,

(2) puisi adalah karya individu yang orisinalitasnya wajib

dipertahankan. Perubahan-perubahan berupa penambahan unsur-unsur lingual yang tidak ada
dalam puisi dapat merubah nilai orisinalitas sebuah puisi. Perubahan-perubahan dengan cara
merging masih dianggap wajar dan dinilai tidak merubah nilai puisi. Dengan menggunakan
model ke-2, kita dapati puisi SPM tersusun atas 27 klausa yang memiliki konstruksi cukup
variatif. Adapun ke-27 klausa tersebut terlihat pada bagian lampiran
Klausa-klausa yang digunakan untuk membangun teks tersebut dapat dibagi menjadi
lima jenis yaitu; (1) klausa minor (2) klausa simpleks, (3) klausa elipsis, (4) klausa kompleks
hipotaktik, dan (5) klausa kompleks parataktik. Ke-5 klausa tersebut tersebar dalam 54 baris
puisi dengan distribusi sebagai berikut: Klausa minor 1 klausa, klausa simpleks 6 klausa, klausa
elipsis 3 klausa, klausa kompleks hipotaktik 2 klausa, dan klausa kompleks parataktik 15 klausa
(lihat lampiran).

E.1. Status.
Seperti yang disebutkan di atas, bahwa pendekatan dalam penentuan posisioning ini adalah
dengan menggunakan status, kontak dan pengaruh, maka pada bagian ini dan bagian selanjutnya,
arah pembahasan dilakukan seputar tiga hal tersebut.
Status mengacu pada posisi antarpelibat wacana (dalam hal ini adalah pelibat yang berada
dalam dimensi puisi Rendra) sesuai dengan hirarki sosialnya. Karena yang dianalisis paper ini
adalah puisi SPM, maka status yang akan diungkap adalah status pelibat puisi seperti penyair
(W.S. Rendra sendiri), mahasiswa-mahasiswa teman diskusi Rendra yang sedang berkumpul di
sebuah tempat, pelaksana pendidikan tinggi (PPT), serta pembaca puisi SPM tersebut.

8

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

Untuk mengetahui mengenai aspek status ini, kita dapat menggunakan dua pendekatan
yaitu dengan melihat (1) polaritinya, dan (2) sistem moodnya. Dengan mengetahui polaritinya
(apakah W.S. Rendra sering menggunakan kalimat negatif (baik yang ditunjukkan dengan
adanya negasi “tidak” atau tidak)), atau kalimat positif (yang ditunjukkan dengan adanya
proposisi yang ia tawarkan, atau persetujuannya terhadap sebuah proposisi), maka kita dapat
melihat apakah Rendra berada dalam posisi mendukung ataukah kontra terhadap sesuatu.
Dengan mengetahui sistem moodnya, kita juga dapat mengetahui di mana posisi Rendra. Jika
kalimatnya lebih banyak tersusun dalam bentuk imperatif (perintah untuk melakukan sesuatu),
maka dipastikan, W.S. Rendra berada dalam posisi superior, sedangkan pelibat lain termasuk
pembaca puisinya berada pada posisi inferior.

E.1.a. Polariti
Dari 27 klausa pembentuk puisi SPM, terdapat beberapa klausa yang mengarah pada
pemposisian W.S Rendra terhadap permasalahan yang ada, yang ditunjukkan lewat aspek-aspek
polariti. Adapun klausa yang mengandung aspek-aspek yang mengarah pada pemposisian dirinya
adalah:
(a) kita bertanya : kenapa maksud baik tidak selalu
berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik
bisa berlaga
(b) orang berkata : "kami ada maksud baik" dan kita
bertanya : "maksud baik untuk siapa?"
(c) dan kita di sini bertanya : "maksud baik saudara
untuk siapa? saudara berdiri di pihak yang mana?"
(d) kenapa maksud baik dilakukan tetapi makin
banyak petani kehilangan tanahnya
(e) tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang-orang
kota
(f) perkebunan yang luas hanya menguntungkan
segolongan kecil saja
(g) alat - alat kemajuan yang diimpor tidak cocok
untuk petani yang sempit tanahnya

(h) tentu, kita bertanya : "lantas maksud baik saudara
untuk siapa?"
(i) dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana?
(j) ilmu - ilmu diajarkan di sini akan menjadi alat
pembebasan ataukah alat penindasan?
(k) cicak - cicak berbunyi di tembok dan rembulan
berlayar, tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda,
akan hidup di dalam mimpi, akan tumbuh di kebon
belakang
(l) di bawah matahari ini kita bertanya : ada yang
menangis, ada yang mendera ada yang habis, ada
yang mengikis dan maksud baik kita berdiri di
pihak yang mana!

Ke-12 klausa di atas menggambarkan cara Rendra untuk menunjukkan perasaan
kotra/tidak sukanya pada produk PPT. Ke-12 klausa di atas hampir seluruhnya berbentuk klausa
interogatif dengan polar positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unuk
mengungkapkan ketidaksetujuannya pada PPT, Rendra lebih memilih menggunakan klausa
interogatif dengan polar positif daripada dengan klausa imperatif, atau klausa interogatif dengan
polar negatif.

9

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

E.1.b. Sistem mood
Elemen kedua dari analisis status adalah analisis mood. Dengan mengetahui sistem moodnya,
maka akan dapat diketahui dimana posisi Rendra berada. Jika kalimatnya lebih banyak tersusun
dalam bentuk imperatif (perintah untuk melakukan sesuatu), maka dipastikan, W.S. Rendra
berada dalam posisi superior, sedangkan pelibat lain (termasuk pembaca puisinya) berada pada
posisi inferior.
Berdasarkan sistem moodnya, 27 klausa pembentuk puisi SPM terbagi ke dalam 2 jenis
yaitu (1) deklaratif, dan (2) interrogatif. Klausa deklaratif sebanyak 19 buah, sedang lausa
interogatif sebanyak 8 buah. Tidak dijumpai adanya klausa imperative dalam puisi SPM (Rincian
terlampir). Pada data di atas, tidak jumpai adanya klausa imperatif yang turut membangun puisi
SPM, sehingga dapat disimpulkan bahwa status dari Rendra selaku pencipta puisi SPM tidak
berada pada posisi yang lebih tinggi dari pelibat-pelibat puisi SPM yang lain. Berdasarkan data
di atas pula, informasi apakah statusnya Rendra dan pelibat lain berupa peer (setara) ataukah
inferior juga dapat dikenali. Status hubungan antara Rendra dengan (1) rekan-rekan mahasiswa
Rendra dan pembaca puisi SPM, ternyata berbeda dengan status Rendra dengan (2) PPT.
Status hubungan Rendra dengan rekan-rekan mahasiswa beserta pembaca puisi SPM
adalah peer. Hal ini dapat dilihat dari hanya dipilihnya klausa deklaratif maupun interogatif
untuk melakukan hubungan komunikasi. Status ini diperkuat oleh adanya penggunaan kata “kita”
sebagai pronomina untuk merujuk pada dirinya, rekan-rekan mahasiswanya dan pembaca puisi
tersebut. Adapun klausa-klausa yang mendukung simpulan ini adalah klausa 6, 7, 13, 18, 20, 24,
26, dan klausa 27.
Adapun Status hubungan Rendra dengan PPT juga dapat dilihat dari digunakannya klausa
deklaratif dan interogatif ketika melakukan hubungan komunikasi dengan pihak ini. Klausa
interogatif yang dibuatnyapun dibangun dengan menggunakan konstruksi interogatif dengan
base (dasar) WH umum tanpa disertai ekspresi inferior semacam “saya mohon anda terangkan
kenapa…?” dan sejenisnya. Dari sinilah kita dapat melihat bahwa Rendra memposisikan dirinya
setara dengan PPT.

Bedanya, jika status hubungan Rendra dengan mahasiswa maupun

pembacanya adalah intim, status Rendra dengan PPT terlihat memiliki sekat. Ini secara umum
dapat dilihat dari penggunaan kata “saudara” untuk mrujuk pada PPT dan petunjuk-petunjuk
lainnya seperti penggunaan klausa interogatif yang dominan yang esensinya tidak untuk

10

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

menanyakan informasi, tetapi meragukan beberapa proposisi seperti “niat baik” dan
“keberpihakan PPT.”

E.2. Kontak
Kontak mengacu pada tingkatan hubungan institusional antarpelibat wacana, apakah hubungan
mereka dekat (intim) ataukah tidak, sering berinteraksi ataukah tidak. Untuk mengetahui
mengenai aspek kontak ini, kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu: (1) dengan melihat
penggunaan kata gantinya (pronominalisasi), dan (2) dengan melihat kata-kata benda yang
digunakan (nominalisasi).

E.2.a. Pronominalisasi.
Pronominalisasi adalah teknik penggunaan kata ganti dalam wacana. Dalam puisi SPM,
ditemukan beberapa pronomina yang dapat membantu kita dalam mengungkapkan posisi kontak
Rendra dengan pembacanya. Beberapa klausa yang mengandung pronomina dapa dilihat pada
daftar di bawah ini
o
o
o
o
o
o
o
o
o

lalu kini ia dua penggalah tingginya dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini, memeriksa keadaan
kita bertanya : kenapa maksud baik tidak selalu berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : "kami ada maksud baik" dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa?"
dan kita di sini bertanya : "maksud baik saudara untuk siapa? saudara berdiri di pihak yang mana?"
tentu, kita bertanya : "lantas maksud baik saudara untuk siapa?"
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya : kita ini dididik untuk memihak yang mana?
cicak - cicak berbunyi di tembok dan rembulan berlayar, tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda, akan hidup di dalam
mimpi, akan tumbuh di kebon belakang
sementara hari baru menjelma, pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan atau masuk ke sungai menjadi ombak di samodra
di bawah matahari ini kita bertanya : ada yang menangis, ada yang mendera ada yang habis, ada yang mengikis dan maksud
baik kita berdiri di pihak yang mana!

Dari 9 klausa yang mengandung pronomina, kita dapat melihat sifat kontak antara Rendra
dan pelibat puisi lainnya. Dalam puisinya, ketika Rendra merujuk pada dirinya serta pelibat puisi
yaitu mahasiswa yang berada di depannya, ia menggunakan pronomina “kita.” Lebih jauh dari
itu, jangkauan pronomina “kita” yang sangat luas, ternyata tidak hanya merujuk pada diri Rendra
serta kumpulan mahasiswa yang menjadi teman bicaranya. Kata “kita” juga dapat merujuk pada
pembaca puisi SPM. Dengan menggunakan pronomina”kita” Rendra seakan berusaha
mendekatkan diri dengan pelibat puisi lainnya yaitu mahasiswa maupun pembaca dengan cara
memasukkan dirinya ke dalam kelompok pelibat wacana tersebut. Dengan demikian, kontak
Rendra dengan mahasiswa maupun pembacanya sangat dekat.

11

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

Di lain pihak ketika Rendra menyapa pelibat PPT ataupun penguasa, Rendra
menggunakan pronomina saudara. Kata saudara secara umum ditujukan kepada seserang yang
memiliki tingkat kontak komunikasi yang tidak terlalu sering (dekat), dan biasanya kata ini
diucapkan dalam setting-setting formal yang jarang terjadi, seperti rapat, pertemuan ilmiah dan
sejenisnya. Penggunaan pronomina ini juga menunjukkan bahwa Rendra sengaja tidak berusaha
mendekatkan dirinya dengan pihak ini. Disamping itu, ketika Rendra menggambarkan
penyebutan pihak ini pada dirinya sendiri dan kelompoknya, Rendra memilihkan pronomina
“kami” dan tidak menggunakan cara yang sama seperti yang ia lakukan ketika ia menyebut
dirinya dan kelomoknya dengan menggunakan kata “kita.” Ini berarti Rendra tidak ingin terlibat
dengan kelompok ini dan karenanya ia secara cerdik menggunakan kata “kami” agar Rendra
tidak tercakup di dalamnya.
E.2.b. Nominalisasi
Pengetahuan tentang pemanfaatan nomina dalam puisi Rendra sangat penting untuk megetahui
frekuaensi kontak Rendra dengan pembaca. Nominalisasi yang berbentuk sederana dan mudah
dipahami menunjukkan kedekatan hubungan kontak tersebut. Seseorang yang memahami seluruh
nomina yang disampaikan lawan bicaranya menunjukkan bahwa ia memiliki frekuaensi kontak
yang sering karena ia sangat memahami apa yang dikatakan lawan bicaranya. Sebaliknya,
seseorang yang kurang memahami percakapan karena kurang pahamnya ia akan beberapa
nomina yang disampaikan laan bicaranya, atau atau karena kurang pahamnya ia akan struktur
nomina tersebut, menunjukan bahwa ia memilki frekuansi kontak yang jarang dengan lawan
bicaranya.
Dalam puisi SPM, kita jumpai beberapa nomina/frasa nomina di libatkan dalam
pembentukan puisi Rendra. Ada 31 nomina/frasa nomina dijumpai dalam puisi SP. Ke-33
nomina/frasa nomina tersebut dapat dilihat pada daftar di bawah ini:
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

Sajak Pertemuan Mahasiswa (klausa 1)
matahari (klausa 2, 19, 22, 25, 27)
bau kencing orok di kaki langit (klausa 3)
kali coklat menjalar ke lautan (klausa 4),
dengung di dalam hutan. (klausa 4)
maksud baik (klausa 6,7, 13, 14, 18, 27)
orang (klausa 7)
pihak (klausa 13, 27)
banyak petani (klausa 14)
tanahnya (klausa 14)
tanah - tanah di gunung (klausa 15)
orang - orang kota (klausa 15)
perkebunan yang luas (klausa 16)
alat - alat kemajuan yang diimpor (klausa 17)

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

puncak kepala (klausa 19)
udara yang panas (klausa 20)
ilmu - ilmu (klausa 21)
alat pembebasan (klausa 21)
alat penindasan (klausa 21, 24)
malam (klausa 23)
cicak - cicak (klausa 24)
tembok (klausa 24)
rembulan (klausa 24)
pertanyaan kita (klausa 24, 26)
mimpi (klausa 24)
hari baru (klausa 26)
hutan (klausa 26)
sungai (klausa 26)

12

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010
o petani yang sempit tanahnya (klausa 17)

o ombak (klausa 26)
o samodra (klausa 26)

Ke-31 nomina/frasa nomina tersebut apabila diklasikasikan lagi berdasarkan jenis
strukturnya dapat dilihat pada sebaran berikut ini:
Jenis Struktur
No

Thing

Thing-Poss

Thing-Class

1.

matahari

tanahnya

maksud baik

2.

orang

pertanyaan
kita

3.

pihak

orang - orang
kota
puncak kepala

4.

ilmu - ilmu

alat
pembebasan

5.

malam

alat
penindasan

6.

cicak-cicak

hari baru

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

tembok
rembulan
mimpi
hutan
sungai
ombak
samodra

Keterangan:
Thing : head/nomina
Class : classifier
D
: demonstratif
Q
: quantifier

N-Thing

banyak petani

ThingD/ThingClass-D
perkebunan
yang luas

Thing-ClasEpi
Sajak
Pertemuan
Mahasiswa

Thing-Q

dengung di
dalam hutan

ThingClas-EpiQ
bau
kencing
orok di
kaki langit

udara yang
panas
petani yang
sempit
tanahnya
alat - alat
kemajuan
yang diimpor
kali coklat
(yang)
menjalar ke
lautan
tanah - tanah
(yang) di
gunung

N
: nonspesifik daeksis
Poss : possesif
Epi : epitet

Dari sebaran ke-31 nomina/pronomina di atas, kita dapat melihat bahwa Rendra berusaha
membuat dirinya dekat dengan pembaca dengan cara memasukkan struktur nomina/frasa
nominal sesederhana mungkin. Dari 31 struktur nomina yang dilibatkan dalam puisinya, lebih
dari separuhnya berbentuk struktur nominal sederhana. Terdapat 13 nomina yang tersusun dari
Thing/nomina saja. Sebanyak 2 struktur nominal menggunakan konstruksi Thing-Possesif. 6
frasa nominal berstruktur Thing-Classifier.

1 frasa nominal berstrukturkan N-Thing. 6 frasa

nominal bertrukturkan Thing-D/Thing-Class-D. Sedangkan struktur nominal yang agak
kompleks

terdiri dari 1 frasa nominal berstrukturkan Thing-Class-Epi. 1 frasa nominal

berstrukturkan Thing-Q, dan 1 frasa nominal berstrukturkan Thing-Clas-Epi-Q.

13

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

Selain dilihat dari strukturnya, kita dapat melihat dari pilihan nomina/frasa nominal yang
dilibatkan Rendra ke dalam puisinya. Dari ke-31 nomina/frasa nominal, ada 3 nomina/frasa
nominal yang mungkin dapat dikategorikan tidak umum (meskipun banyak juga yang
menyatakan umum) yaitu frasa (1) “alat - alat kemajuan yang diimpor” (pada klausa 17) (kata
impor adalah kata pinjaman dari bahasa Ingris, (2) “kali coklat menjalar ke lautan” (pada klausa
4) (kata menjalar memiliki nuansa metafora), (3) “bau kencing orok di kaki langit” (pada klausa
3) (kaki langit bermuatan metafora). Pemilihan nomina/frasa nominal yang sebagian besar umum
ini memperlihatkan tingkat kontak Rendra dengan pembacanya yang dekat. Pembaca tidak perlu
berpikir keras untuk memahami bahasa yang disampaikan Rendra karena bahasa yang
digunakannya familiar (dekat).

E.3. Affect (Pengaruh)
Affect (pengaruh) mengacu pada tingkatan kontrol emosi dalam hubungannya antarpelibat
wacana (Martin, 1992: 505). Affect yang didiskusikan di sini dapat meliputi perasaan suka, tidak
suka atau netralitas dari Rendra terhadap permasalahan arah pendidikan di kampus. Ada dua cara
untuk mengetahui affect dari Rendra yang tergambar dalam puisi SPM, yaitu dengan
menggunakan pendekatan (1) melihat kata-kata emotifnya, dan (2) dengan melihat modalitasnya.
Kata-kata emotif di sini berkenaan dengan kata-kata yang berhubungan dengan perasaan
seperti kata-kata yang termasuk dalam kategori interjeksi (kata seru), maupun kata-kata
berkategori emotif seperti kata “suka,” “benci,” “tidak suka” dan sebagainya. Dengan melihat
ada tidaknya kata ini serta seberapa frekuensi munculnya kata-kata emotif ini, kita dapat
menentukan pijak kaki dari Rendra terhadap masalah dunia pendidikan di kampus; (1) apakah ia
suka terhadap PPT, (2) apakah ia tidak suka dengan PPT, ataukah (3) apakah ia berada di pihak
yang netral
Demikian juga penggunaan modal, seperti kata “bisa,” “harus,” dan sejenisnya, kita dapat
melihat kadar emosi Rendra terhadap permasalahan yang dihadapinya. Semakin banyak ia
menggunakan modal “harus” untuk melakukan sesuatu untuk satu pihak (dengan polar positif
tentunya) semakin Rendra memiliki perasaan suka pada pihak tersebut. Semakin banyak Rendra
mengunakan modal “harus” dengan polar negatif pada satu pihak, semakin Rendra memiliki
perasaan tidak suka terhadap pihak tersebut. Dan andaikata Rendra lebih banyak menggunakan

14

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

modal dengan tingkat obligasi (kewajiban) dibawah 50% seperti “seharusnya,” “bisa,” dan
sejenisnya, maka Rendra memposisikan dirinya pada posisi netral.

E.3.a. Kata-kata Emotif
Pada puisi SPM, tidak banyak kata emotif yang gunakan oleh Rendra dalam mengungkapkan
Affectnya. Adapun kata yang dinilai memiliki makna emotif terdapat pada klausa 8 yaitu kata
“ya!” Kata “ya!” dalam hal ini berfungsi untuk menekanka keberadaan sesuatu yang mengganjal
di hatinya. Ganjalan itu berupa penglihatannya terhadap adanya ketidakadilan dalam masyarakat
ang diungkapkannya dalam klausa “ada yang jaya, ada yang terhina,” “ada yang bersenjata, ada
yang terluka,” “ada yang duduk, ada yang diduduki,” “ada yang berlimpah, ada yang terkuras,”
dan dengan menggunakan kata emotif “ya!” Rendra seakan-akan membenarkan bahwa
ketidakadilan itu memang terjadi dalam masyarakat, dan karenanya, ia kemudian menutup
pembenaran itu dengan menanyakan kepada para pelaku pendidik dimanakah posisi mereka,
apakah yang berada dalam posisi superior ataukah inferior.

Apakah maksud baik mereka

digunakan untuk (1) menjayakan yang hina, (2) menyembuhkan yang terluka dan memberinya
senjata, (3) mengangkat yang diduduki dan memberi limpahan yang tekuras, ataukah sebaliknya,
mendukung yang jaya, yang bersenjata, yang berlimpah dan yang menduduki. Dalam puisi SPM
ini, kata “ya!” memiliki nilai emotif yang tinggi.
Selain kata emotif “ya!,” kata-kata lainnya yang dapat dikategorikan sebagai kata emotif
adalah adalah frasa “kita bertanya.” Ada 7 klausa yang mengandung frasa “kita bertanya” yang
memiliki fungsi mengungkapkan perasaan Rendra. Perasaan yang dimaksud di sini adalah
perasaan keragu-raguan Rendra terhadap beberapa hal, antara lan: (1) keragu-raguan apakah
maksud baik harus selalu baik dalam klausa “kita bertanya: kenapa maksud baik tidak selalu
berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga” (2) keragu-raguan akan
peruntukan maksud baik itu kepada siapa, apakah untuk yang berkuasa atukah untuk yang lemah,
dalam klausa “orang berkata: "kami ada maksud baik" dan kita bertanya : "maksud baik untuk
siapa?" (3) keragu-raguan akan keberpihakan maksud baik, dalam klausa “dan kita di sini
bertanya: "maksud baik saudara untuk siapa? saudara berdiri di pihak yang mana?" (4) keraguraguan akan peruntukan maksud baik dalam klausa “tentu, kita bertanya : "lantas maksud baik
saudara untuk siapa?" (5) keragu-raguan akan arah pendidikan di kampus, dalam klausa “dan di
dalam udara yang panas kita juga bertanya : kita ini dididik untuk memihak yang mana?” (6)

15

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

keragu-raguan pada peruntukan maksud baik Rendra, mau diberikan pada siapa, dalam klausa
“di bawah matahari ini kita bertanya : ada yang menangis, ada yang mendera ada yang habis,
ada yang mengikis dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana!”
Dari paparan tentang bahasa emotif di atas, meskipun dalam puisi SPM, tidak banyak
ditemukan secara jelas kata-kata yang menunjukkan emotif, namun beberapa kata maupun frasa
menjelaskan emosi Rendra terhadap pihak PPT dan penguasa. Dengan banyaknya kata tanya
yang ditanyakan kepada yang berkuasa, Rendra seakan-akan secara implisit dan halus
menyerang PPT dan penguasa lewat pertanyaan ironi. Dengan demikian, dengan menggunakan
pendekatan bahasa emotif, dapat disimpulkan bahwa Rendra berada pada posisi kontraPPT dan
penguasa dan pro pada rakyat yang tertindas.

E.3.b. Strategi Modalitas.
Dalam puisinya, Rendra tidak terlalu memanfaatkan strategi modalitas dalam mengungkapkan
perasaan suka, tidak suka dan netralitasnya pada PPT dan penguasa. Dari 27 klausa yang
membangun puisinya, hanya ditemukan 1 klausa yang menggunakan modal. Yaitu klausa 6,
“kita bertanya : kenapa maksud baik tidak selalu berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik
bisa berlaga.” Modal “bisa” di sini memiliki fungsi yaitu menjelaskan kesanggupan untuk
melakukan sesuatu, yaitu mampu berlaganya maksud baik dengan maksud baik yang lainnya.
Uniknya, karena modal “bisa” ini berada dalam klausa interogatif, maka makna yang terkandung
di dalamnya bukan lagi kesanggupan untuk melakukan sesuatu, tapi maka kesanggupan ini
berubah menjadi sebuah ironi yang apabila diformulasikan dalam sebuah proposisi panjang,
“tidak mungkin maksud baik dari seseorang dapat berseberangan dengan maksud baik dari
orang lain, karena secara logika, maksud baik dari seseorang pastinya akan diterima dengan
baik oleh orang lain tanpa menimbulkan pertentangan. Dan apabila maksud baik dari seseorang
ternyata dapat bentrok dengan maksud baik orang lain, maka pastinya ada yang salah pada
maksud-maksud baik tersebut, mungkin salah satunya salah, atau bahkan mungkin dua-duanya
salah”
Dalam konteks terakhir ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Rendra, tidak menggunakan
strategi pemanfaatan modal secara optimal untuk menunjukkan perasaannya, sehingga pijak
kakinya tidak terlalu terlihat dengan jelas.

16

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

F. Simpulan dan Kesan
Berdasarkan apa yang telah dibahas oleh paper ini, kita dapat menyimpulkan beberapa hal pokok
yang tergambar dalam butir-butir simpulan di bawah ini, antara lain:
(1) puisi, utamanya puisi “Sajak Pertemuan Mahasiswa” dapat dianalisis dengan menggunakan
pendekatan Sistemik Fungsional Linguistik (SFL) (Tatabahasa Fungsional)
(2) dengan menggunakan piranti-piranti yang ada dalam SFL, kita dapat menemukan pijak kaki
(positioning) W.S. Rendra dalam puisi SPM.
(3) dalam puisi SPM tersebut dijumpai bahwa W.S. Rendra berada pada posisi mendukung
rakyat tertindas, menentang penguasa penindas, menentang program pendidikan yang akan
melahirkan sarjana yang nantinya menjadi pemimpin yang menindas, berada pada posisi
intim (dekat) dengan pembaca puisinya, dan menjauhkan diri dari pihak yang disebutnya
sebagai pihak pendidik yang kurang berorientsi kerakyatan
(4) piranti yang digunakan dalam menganalisis pijak kaki Rendra ini ada tiga yaitu

(1)

status, (2) kontak, dan (3) affect (pengaruh).
(5) untuk mengetahui status, alat analisis yang digunakan adalah analisis polariti dan sistem
mood kausa-klausa pembentuk puisi SPM.
(6) untuk mengetahui kontak, alat analisis yang digunakan adalah nominalisasi dan
pronominalisasi.
(7) untuk mengetahui Affect (pengaruh), alat yang digunakan adalah pemanfaatan bahasa emotif
dan penggunaan modal.
(8) kesan yang ditangkap penulis paper ini terhadap puisi SPM adalah “W.S. Rendra memiliki
kemampuan membuat puisi yang baik, yang ditunjukkan lewat kemampuannya
menyampaikan kritik terhadap PPT tanpa menggunakan cara-cara klasik seperti dengan cara
memaki, mencerca dan menghina. Dalam puisi SPM, W.S. Rendra menyampaikan kritiknya
lewat pertanyaan-pertanyaan idealis, ideologis, dan ironis yang menyerang. Kemampuan
Rendra dalam mengolah kata-kata harus diakui baik karena ia mampu menggunakan katakata umum yang sedehana dengan struktur nominal yang sederhana pula tanpa melibatkan
banyak majas, tapi lewat kesederhanaan itu dapat tercipta sebuah puisi indah dan sarat
bermakna.

17

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010

Referensi
Eggin Susan. 1994. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London: Printer
Publisher.
Halliday, M.A.K. 1985. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold Inc.
Hallday, M.A.K. 1985b. Spoken and Writren Language. Victoria: Deakin University, Press.
Halliday, M.AK and Hassan R. 1985. Language, Text and Context, Aspect of Language in a
Social Semiotic Prespective. Victoria: Deakin University. Press
Martin, J.R. 1992. English Text, System and Structure. Philadelpia: John Benyamin Publishing
Company.
Teew. A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Wiratno, Tri.1994. Realisasi Lexicogramatika dan Makna Metafungsi dalam Teks Ilmiah.
Surakarta: Fakultas Sastra. UNS.
--.--. W.S. Rendra. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/08/06/ws-rendra-dan-sajaksebatang-lisong/. Diakses 31 Juli 2010.
Lampiran 1: Teks Puisi Sajak Pertemuan Mahasiswa
28. tentu, kita bertanya :
"lantas maksud baik saudara untuk siapa ?"
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu - ilmu diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan
36. ataukah alat penindasan ?

Sajak Pertemuan Mahasiswa
1. matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
4. dan mendengar dengung di dalam hutan
5. lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
7. memeriksa keadaan
8. kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : "kami ada maksud baik"
12. dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa ?"

37. sebentar lagi matahari akan tenggelam
malam akan tiba
cicak - cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
43 akan tumbuh di kebon belakang

13. ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita di sini bertanya :
"maksud baik saudara untuk siapa ?
20. saudara berdiri di pihak yang mana ?"

44. dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
49. menjadi ombak di samodra
50. di bawah matahari ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera

21. kenapa maksud baik dilakukan

18

Jurnal MEDAN BAHASA Volume 5, Nomor 1, Juli 2010
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang - orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat - alat kemajuan yang diimpor
27. tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
54. berdiri di pihak yang mana !
RENDRA
( Jakarta, 1 Desember 1977 )
Keterangan: Penomoran baris dilakukan untuk
memudahkan analisis. Teks asli tidak bernomor.

Lampiran 2: Sebaran Klausa-klausa Pembangun Puisi SPM
1.
2.
3.
4.
5.

6.

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

14.
15.

Sajak Pertemuan Mahasiswa
matahari terbit pagi ini,
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan, dan
mendengar dengung di dalam hutan.
lalu kini ia dua penggalah tingginya dan ia
menjadi saksi kita berkumpul di sini,
memeriksa keadaan
kita bertanya : kenapa maksud baik tidak
selalu berguna, kenapa maksud baik dan
maksud baik bisa berlaga
orang berkata : "kami ada maksud baik" dan
kita bertanya : "maksud baik untuk siapa?"
ya!
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita di sini bertanya : "maksud baik
saudara untuk siapa? saudara berdiri di pihak
yang mana?"
kenapa maksud baik dilakukan tetapi makin
banyak petani kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang orang kota

16. perkebunan yang luas hanya menguntungkan
segolongan kecil saja
17. alat - alat kemajuan yang diimpor tidak cocok
untuk petani yang sempit tanahnya
18. tentu, kita bertanya : "lantas maksud baik
saudara untuk siapa?"
19. sekarang matahari semakin tinggi lalu akan
bertahta juga di atas puncak kepala
20. dan di dalam udara yang panas kita juga
bertanya : kita ini dididik untuk memihak yang
mana?
21. ilmu - ilmu diajarkan di sini akan menjadi alat
pembebasan ataukah alat penindasan?
22. sebentar lagi matahari akan tenggelam
23. malam akan tiba
24. cicak - cicak berbunyi di tembok dan rembulan
berlayar, tetapi pertanyaan kita tidak akan
mereda, akan hidup di dalam mimpi, akan
tumbuh di kebon belakang
25. dan esok hari matahari akan terbit kembali
26. sementara hari baru menjelma, pertanyaan pertanyaan kita menjadi hutan atau masuk ke
sungai menjadi ombak di samodra
27. di bawah matahari ini kita bertanya : ada yang
menangis, ada yang mendera ada yang habis,
ada yang mengikis dan maksud baik kita berdiri
di pihak yang mana!

19

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63