Sejarah pertanian Sejarah pertanian Sejarah pertanian

Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu kegiatan
yang paling awal dikenal peradaban manusia dan mengubah total bentukkebudayaan. Para
ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar
12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah “bulan sabit yang subur” di Timur Tengah,
yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris danEufrat terus memanjang ke barat hingga
daerah Suriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan
adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer)
dan polong-polongandi daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya Zaman
Esterakhir di era Pleistosen, di dearah ini banyak dijumpai hutan dan padang yang sangat
cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian telah dikenal oleh masyarakat yang telah mencapai
kebudayaan batu muda (neolitikum), perunggu danmegalitikum. Pertanian mengubah bentukbentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan menjadi pemujaan
terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan pangan.
Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara, pada saat
itu Sahara belum sepenuhnya menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia Timur danAsia
Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya budidaya jewawut(millet)
dan padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal
budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun SM danJepang serta Korea sejak 1000
tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan tanaman dan hewan
budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda.
Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun
SM) serta babi (6000 tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucing. Sapi, kuda,

kerbau, yak mulai dikembangkan antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai
dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui telah diternakkan 2000 tahun SM.
Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan
Jepang. Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.
Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia telah lama. Masyarakat
Mesir Kuna (4000 tahun SM) dan Yunani Kuna (3000 tahun SM) telah mengenal baik
budidaya anggur dan zaitun.

Sejarah Perkembangan Pertanian
Pertanian kuno (purba) :
ž mengambil hasil pertanian tanpa menanam
ž menanam di lahan sempit secara sederhana
ž pertanian ladang berpindah (shifting cultivation)
ž berpindah tempat baru jika hasil tanaman sudah turun
ž kembali ke tempat semula setelah 7-10 putaran
ž teknologi masih sederhana
ž hasil untuk keluarga (subsisten)
Pertanian tradisional :
ž pertanian dengan sistem menetap
ž pengolahan tanah dengan tenaga manusia/hewan,

ž bibit menggunakan jenis lokal,
ž pemupukan dengan pupuk organik,
ž pengairan sistem tadah hujan,
ž pengendalian hama penyakit secara manual
ž rasa padi enak
ž hasil panen yg baik dipilih untuk bibit
ž Hasil padi rendah
ž Umur tanaman lama (± 6 bulan)
ž Bibit lokal rentan serangan hama/penyakit
Pertanian modern (revolusi hijau) :
ž pengolahan tanah secara mekanik (mesin)àsewa
ž bibit unggul hasil persilangan buatan
ž bibit selalu beli, dan butuh unsur hara tinggi
ž penggunaan pupuk an organik (buatan pabrik)
ž tanah sawah kekurangan bahan organik
ž pencemaran tanah, air dan udara
ž pengairan sistem irigasi
ž pengendalian hama/ penyakit secara rutin pakai pestisida buatan
ž penggunaan hormon tumbuh
ž ledakan hama sekunder

ž polusi pestisida ke tanah dan air
Pertanian sehat (sustainable agriculture):
ž menggunakan prinsip-prinsip ekologis
ž penurunan penggunan pupuk buatan dan memberikan pupuk organik
ž penggunaan pestisida organik
ž pengendalian HPT secara terpadu (IPM)

Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul
ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri.
Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong
kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat
alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian.
Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan
sebagai kebudayaan agraris.
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang
besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi
pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia.
Agak sulit membuat suatu garis sejarah pertanian dunia, karena setiap bagian dunia
memiliki perkembangan penguasaan teknologi pertanian yang berbeda-beda. Di beberapa
bagian Afrika atau Amerika masih dijumpai masyarakat yang semi-nomaden (setengah

pengembara), yang telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau bercocok tanam,
namun tetap berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara itu, di Amerika
Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu orang telah mampu
mendukung penyediaan pangan ratusan orang.
Berakhirnya zaman es sekitar 11.000 tahun sebelum Masehi (SM) menjadikan bumi
lebih hangat dan mengalami musim kering yang lebih panjang. Kondisi ini menguntungkan
bagi perkembangan tanaman semusim, yang dalam waktu relatif singkat memberikan hasil
dan biji atau umbinya dapat disimpan. Ketersediaan biji-bijian dan polong-polongan dalam
jumlah memadai memunculkan perkampungan untuk pertama kalinya, karena kegiatan
perburuan dan peramuan tidak perlu dilakukan setiap saat. Contoh budaya semacam ini masih
terlihat pada masyarakat yang menerapkan sistem perladangan berpindah (slash and burn)
di Kalimantan dan Papua.
Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli prasejarah saat ini bersepakat
bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di daerah "bulan sabit yang subur"
di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada waktu itu daerah ini masih lebih hijau daripada
keadaan sekarang. Berdasarkan suatu kajian, 32 dari 56 spesies biji-bijian budidaya berasal
dari daerah ini. Daerah ini juga menjadi satu dari pusat keanekaragaman tanaman
budidaya (center of origin) menurut Vavilov. Jenis-jenis tanaman yang pertama kali
dibudidayakan di sini adalah gandum, jelai (barley), buncis(pea), kacang arab (chickpea),
dan flax (Linum usitatissimum).

Di daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan jenis tanaman lain sesuai
keadaan topografi dan iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza sativa) dan jewawut (dalam
pengertian umum sebagai padanan millet) mulai didomestikasi sejak 7500 SM dan diikuti
dengan kedelai, kacang
hijau,
dan kacang
azuki.
Padi
(Oryza
glaberrima)
dan sorgum dikembangkan di daerah Sahel, Afrika 5000 SM. Tanaman lokal yang berbeda
mungkin telah dibudidayakan juga secara tersendiri di Afrika Barat, Ethiopia, dan Papua.
Tiga daerah yang terpisah di Amerika (yaitu Amerika Tengah, daerah Peru-Bolivia, dan
hulu Amazon) secara terpisah mulai membudidayakan jagung, labu, kentang, dan bunga
matahari.

Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk Nusantara, cenderung
mengembangkan masyarakat yang tetap mempertahankan perburuan dan peramuan karena
relatif mudahnya memperoleh bahan pangan. Migrasi masyarakat Austronesia yang telah
mengenal pertanian ke wilayah Nusantara membawa serta teknologi budidaya padi sawah

serta perladangan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pertanian bermula sebagai dampak perubahan iklim
dunia dan adaptasi oleh tanaman terhadap perubahan ini.
Perkembangan Pertanian dari Zaman ke Zaman
Zaman Mesopotamia yang merupakan awal perkembangan kebudayaan, merupakan zaman
yang turut menentukan sistem pertanian kuno. Perekonomian kota yang pertama berkembang
di sana dilandaskan pada teknologi pertanian yang berkiblat pada kuil-kuil, imam, lumbung,
dan jutu tulis-juru tulis.
Penciptaan surplus sosial menyebabkan terjadinya lembaga ekonomi berdasar peperangan
dan perbudakan. Administrasi untuk surplus yang harus disimpan mendesak kebutuhan
sistem akuntansi. Pemecahan masalah ini datang 6.000 tahun yang lalu dengan terciptanya
tulisan-tulisan yang merupakan awal kebudayaan. Kebudayaan Mesopotamia bertahan untuk
beribu tahun di bawah banyak pemerintahan yang berbeda. Pengaruhnya, walaupun sukar
didefinisikan secara tepat, memancar ke Siria dan Mesir dan mungkin juga ke India dan Cina.
Tulang punggung pertanian terdiri dari tanaman-tanaman yang sekarang masih penting untuk
persediaan pangan dunia: gandum dan barlai, kurma dan ara, zaitum dan anggur. Kebudayaan
kuni dari Mesopotamia - Sumeria, Babilonia, Asiria, Cahldea - mengembangkan pertanian
yang bertambah kompleks dan terintegrasi. Reruntuhan menunjukkan sisa teras-teras, tamantaman dan kebun-kebun yang beririgasi. Emapt ribu tahun yang lalu saluran irigasi dari bata
dengan sambungan beraspal membantu areal seluas 10.000 mil persegi tetap ditanami untuk
memberi pangan 15 juta jiwa. Pada tahun 700 SM sudah dikenal 900 tanaman.

Pengetahuan tentang pertanian kuno di mana pun tidak lebih banyak dari pada di Mesir, di
mana pasri yang bertiup dari gurun memelihara data dan catatan dari zaman yang
menakjubkan. Walaupun lembah Nil telah mendukung manusia sekurang-kurangnya 20.000
tahun, di duga perkembangan pertaniannya yang mendorong perubahan-perubahan yang
terjadi di wilayah mediteran.
Kebudayaan Mesir jaya, yang berpengaruh pada kebudayaan-kebudayaan Barat sekarang,
adalah makmur dalam keberlimpahan pertanian yang dimungkinkan oleh kebanjiran Sungai
Nil yang menyuburkan tanah kembali. Orang Mesir adalah akhli dalam mengembangkan
teknik drainase dan irigasi. Drainase yaitu pembuangan kelebihan air, merupakan tuntutan di
daerah seperti lembah Nil; hal ini meminta pengembangan lereng-lereng lahan dan
pembuatan sistem pengangkutan serta saluran air yang efisien. Irigasi yaitu pemberian air
pada tanaman secara buatan, menyangkut penadahan, pengantaran dan pemberian air.
Masalah drainase dan irigasi saling menjalin; pemecahannya oleh orang Mesir dengan

membangun serentetan parit untuk menyimpan air dan saluran yang melayani kedua tujuan
tersebut. Orang Mesir mengembangkan teknik menaikkan air, yang masih dipakai sekarang.
Penemuan yang utama adalah shaduf, yang memungkinkan menaikkan 2.250 liter air setinggi
1.8 m tiap hari kerja pria.
Teknologi pengolahan tanah dapat dilacak lewat perbaikan cangkul. Cangkul asalnya dari
suatu tongkat bercabang yang lancip dan digunakan dengan gerakan memotong. Bajak kuno

juga hanya merupakan cangkul yang ditarik manusia (belakangan oleh hewan) untuk
menggaruk permukaan tanah, dan masih banyak digunakan kini di banyak bagian dunia.
Kemudian bajak diperbaiki dengan penemplean besi di bagian yang besinggungan dengan
tanah dan dengan konstruksi yang lebih kuat dan efisien. Orang-orang Mesir menggunakan
berbagai alat potong pada waktu panen, salah satunya adalah arit yang merupakan alat yang
paling baik ketika itu.
Orang Mesir mengembangkan berbagai teknologi yang berhubungan dengan seni masak industri keramik, pemanggangan, pembuatan anggur dan penyimpanan pangan. Cara-cara
penyimpanan termsuk fermentasi, pembuatan acar, pengeringan, pengasapan dan pemberian
garam. Banyak tanaman dibudidayakan untuk serat, minyak dan tujuan-tujuan industri lain;
papirus untuk kertas, jarak untuk minyak, pinus untuk malam (lilin). Mereka menciptakan
jamu-jamuan yang pertama, koleksi tanaman obat, dan industri rempah-rempah, wangiwangian dan kosmetik.
Sepanjang Sungai Nil diciptakan kebun-kebun formal luas, penuh dengan tanaman-tanaman
hias eksotik dan kolam kolam berisi ikan dan teratai. Di kebun buah (orchard), kurma,
anggur, ara, lemon dan delima diusahakan. Kebun sayur berisi ketimun, articoke, bawang
putih, perai, bawang bombay, slada, menta, endewi, cikori, logak, dan berbagai labu.
Kebudayaan Mesir bertahan selama 35 abad, dan kemudian pelaut-pelaut phoenicia
meneruskan warisan teknologi Mesopotamia dan Mesir ke kepulauan Yunani yang sedang
muncul.
Yunani. Walaupun orang-orang Yunani hanya sedikit menambah kemahiran praktek, sikap
analitik dan keingintahuannya terhadap alam benda memberi pengaruh besar pada kemajuan

teknolgoi di masa datang. Ilmu Botani berasal dari pikiran Yunani zaman itu. Dua buah
tulisan terkenal, History of plants dan Causes of Plants dari Theopratus murid Aristoteles
mempengaruhi Ilmu Botani hingga abad 17. Dia dipandang sebagai Bapak Ilmu Botani.
Tulisan tersebut mencakup judul-judul yang beraneka ragam seperti morfologi, klasifikasi,
pembiakan dengan biji dan secara vegetatif, geografi tumbuhan, kehutanan, horikultur,
parmakologi, hama dan bau serta rasa tanaman. Diperbincangkan sebanyak 500 tanaman liar
dan tanaman pertanian. Dia membedakan Angiospermae dan Gymnospermae, Monokotil dan
Dikotil, membahas pembentukan lingkaran tahun dan cara-cara mengumpulkan damar
(resins) dan ter. Bahkan membahas penyerbukan pohon kurma betina dengan bunga-bunga
dari pohon jantan yang tak berbuah. Hal ini merupakan pengetahuan kelamin pada tanam,

sesuatu yang lama menghilang dan baru diketahui lagi 2.000 tahun berikutnya.
Cendekiawan Yunani ternyata tak mampu bertahan secara politik. Persaingan dan peperangan
antar kota membawa ke kejatuha oleh tentara Macedonia. Ada yang melacak kejatuhan
Yunani pada akibat peningkatan populasi pada merosotnya sumber-sumberdaya alam baik
oleh peperangan maupun oleh kebusukan dari dalam. Kelihatan bahwa dasar pertanian
Yunani tak cukup untuk menyokong kebudayaan yang selalu tumbuh.
Kebudayaan Yunani diserap oleh bangsa baru ke barat. Kekaisaran Romawi, berbeda dengan
Yunani, dibangun dari dasar sumberdaya alam yang kokoh kuat. Kebalikan dari bangsa
Yunani, bangsa Romawi sangat tertarik pada aspek praktis dari pertanian. Pertanian

merupakan bagian penting dari ekonomi dan urusan yang sungguh-sungguh. Sumber
penghasilan utama dari Romawi adalah pajak tanah; perundang-undangannya yang paling
penting berurusan dengan rencana agraria; kekayaan besar diinvestasikan pada lahan
pertanian. Romawi tumbuh ke kejayaan pada landasan teknologi pertanian yang sehat dan
berfungsi. Sewaktu mereka menaklukkan, mereka membangun suatu kebudayaan yang
asalnya Yunani tetapi pelaksanaannya secara Romawi.
Walaupun orang Romawi hanya memiliki sedikit ide asli, akan tetapi mereka terkenal betul
betul memperbaiki yang mereka temukan. Tanda perdagangan yang bertahan lama adalah
jalan-jalan dan jalan air. Orang-orang Romawi berpikiran moderan, beradab dan berpusat ke
kota, tetapi bisnis dan kecenderungannya terikat pada tanah.
Praktek pertanian Romawi dibukukan secara baik. Tulisan mengenai pertanian yang pertama
adalah De agricultura karangan Marcus Porceus Cato (234 - 149 SM), yang menulis aspekaspek praktis dari pengelolaan tanaman dan ternak, terutama mengenai keuntungan. Asal-usul
filosofi desa ditemui dalam kesimpulannya bahwa petani bukan hanya penduduk yang
terbaik, tetapi juga tentara terbaik. Seratus tahun berikutnya tulisan Marcus Terentius Varro
(116 - 28 SM) yaitu De re rustica libri III, menekankan ketergantungannya negeri
sekemakmuran pada pertanian yang sehat. Tulisan-tulisan lain adalah Georgica karangan
Vergilius (70 - 19 SM) dan banyak lain. Historia naturalis karangan Plinius (23 - 79 M)
memuat kumpulan ilmu maupun hal-hal yang tidak diketahui. Dari tulisan-tulisan ini
pertanian Romawi dapat dipelajari.
Dalam tulisan-tulisan pertanian dicatat adanya penyambungan tanaman (grafting dan

budding), poenggunaan berjenis-jenis varietas buah dan sayuran, rotasi pupuk hijau,
penggunaan pupuk kandang, pengembalian kesuburan tnah, bahkan penyimpanan dingin
untuk buah-buahan. Dikenal pula suatu "specularium", rumah kaca dari mika, untuk
menanam sayuran pada musim dingin. Di Romawilah mulainya kebun tanaman hias
berkembang sampai tingkat tinggi.
Pada masa awal sejarah Romawi lembaga pertanian yang pokok adalah masyarakat desa.
Milik perorangan kecil, berkisar dari satu hingga mepat acre dan dikelola secara intensif.

Setelah negara Romawi berkembang wilayahnya dan memiliki tenaga kerja perbudakan dari
menang perang, muncul unit produksi yang lebih tinggi. Ini didapat dari tanah-tanah negara
yang dibagi-bagikan. Hasil sistem perkebuan merangsang pertumbuhan kekayaan perotangan
yang hebat yang mendorong penyapan dan korupsi yang menjalar dengan dahsyat. Kenaikan
tenaga kerja murah dari budak-budak dan meningkatnya ukuran milik perorangan
berakibatkan ketidakseimbangan sosial. Tentara-petani-penduduk kehilangan tempatnya
sebagai kekuatan stabilisasi dalam kehidupan Romawi.
Kemudian setelah kejayaan dialami, banyak sistem pertanian tak sehat muncul. "Absente
ownership", perbudakan, membawa kerusakan tanah yang menurunkan produktivitas. Di
samping itu upeti-upeti dari negara-negara luar mengendurkan semangat berproduksi tinggi.
Bangun dan jatuhnya keberuntungan politik kekaisaran Romawi sejajar dengan trend dalam
pertanian. Beban untuk mendukung dan mempertahankan negara yang overexpanded
meremehkan dasar-dasar pertnaian; pertanian yang kelelahan dan tidak stabil mengurangi
daya pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Abad pertengahan. Dengan runtuhnya Romawi dan Negara Barat, kemajuan teknologi beralih
ke Timur Tengah. Setelah tahun 700 M, kebudayaan Islam yang menyumbang hasil-hasil
kebudayaannya kepada dunia. Kebudayaan Islam muncul dengan menyumbangkan hasilhasil teknologi dan ilmu pengetahuannya yang jauh lebih rasional dan ilmiah dibandingkan
dengan kebudayaan-kebudayaan sebelumnya.

Sejarah Pertanian
Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul
ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri.
Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan
sebagai kebudayaan agraris.
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang
besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi
pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia.
Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut
sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka
yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan".
Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Berdasarkan data statistik yang ada saat ini sekitar 75% penduduk Indonesia tinggal
diwilayah pedesaan. Lebih dari 54% diantaranya menggantungkan hidup dari sektor
pertanian dengan tinggat pendapatan yang relative rendah jika dibandingkan dengan
penduduk yang tinggal di perkotaan.
Kondisi sosial budaya pertanian merupakan masalah utama dalam fungsi sektor
pertanian di dalam pembagunan nasional dan kemampuan sektor untuk bersaing pada abad
yang akan datang.
Sistem pertanian di Indonesia

Pertanian adalah
kegiatan
pemanfaatan sumber
daya
hayati yang
dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau
sumber energi, serta untuk mengelolalingkungan hidupnya Kegiatan pemanfaatan sumber
daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman
atau bercocok tanam serta pembesaran hewan ternak(raising),
Meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan
bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau
sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup
pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak
masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan,
karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan
berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan
data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar
44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik
bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu
pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian
selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu
tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, danstatistika, juga dipelajari dalam
pertanian
Sistem pertanian konvensional merupakan system memicu produktifitas dengan
mengandalkan mekanisme dalam mengolah tanah. Dan merupakan system pertanian yang
terpadu (dengan perternakan) dimana setiap petani memelihara ternak dari kotoran itulah
diproses suatu pupuk organic sendiri.
Kotoran hewan yang ditampung dalam bak penampunhgan telah dicampur dengan
berbagi macam mineral sesuai dengan struktur dan sifat alam. Kemudian setelah itu diaduk
dengan mesen pengaduk dan dimasukan kedalam mobil tanggki untuk disiramkan atau
disemprotkan dilahan pertanian.
Macam-macam system pertanian di Indonesia
Sistem ladang merupakan sistem pertanian yang paling primitif. Suatu sistem
peralihan dari tahap budaya pengumpul ke tahap budaya penanam. Pengolahan tanahnya
sangat minimum, produktivitas bergantung kepada ketersediaan lapisan humus yang ada,
yang terjadi karena sistem hutan. Sistem ini pada umumnya terdapat di daerah yang
berpenduduk sedikit dengan ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang diusahakan
umumnya tanaman pangan, seperti padi darat, jagung, atau umbi-umbian.
Asal mula pertanian
Berakhirnya zaman es sekitar 11.000 tahun sebelum Masehi (SM) menjadikan bumi
lebih hangat dan mengalami musim kering yang lebih panjang. Kondisi ini menguntungkan
bagi perkembangan tanaman semusim, yang dalam waktu relatif singkat memberikan hasil
dan biji atau umbinya dapat disimpan. Ketersediaan biji-bijian dan polong-polongan dalam
jumlah memadai memunculkan perkampungan untuk pertama kalinya, karena kegiatan
perburuan dan peramuan tidak perlu dilakukan setiap saat.
Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli prasejarah saat ini bersepakat
bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di daerah "bulan sabit yang subur"
di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada waktu itu daerah ini masih lebih hijau daripada
keadaan sekarang. Berdasarkan suatu kajian, 32 dari 56 spesies biji-bijian budidaya berasal
dari daerah ini.

Revolusi Hijau Pertanian Pangan
Tujuan utama revolusi hijau adalah untuk menaikan prduktivitas dalam sekor
pertanian. Khususnya sub-sektor pertanian pangan melalui penerapan paket teknologi
pertanian moderen.
Adapun kelemahan dari revolusi hijau adalah sub-sektor pangan rentan terhadap
berbagai hama, meskipun memiliki produktivitas yang tinggi namun padi bibit unggul tidak
memiliki ketahanan hidup yang lama.
Dan dampak dari revolusi hijau adalah mengubah sikap para petani khususnya para
petani sub-sektor pangan, daro sikap “anti teknologi” ke sikap yang mau memanfaatkan
teknologi pertanian modern dan berpengaruh terhadap kenaikan produktivitas sub-sektor
pertanian pangan.
Diversifikasi pangan
Program peningkatan ketahanan pangan merupakan fasilitas bagi terjaminnya
masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal. Ketahanan
rumah tangga berkaitan dengan kemampuan rumah tangga untuk dapat akses terhadap
pangan di pasar, dengan demikian ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh
kemampuan daya beli atau pendapatan rumah tangga. Sejalan dengan itu maka peningkatan
pendapatan rumah tangga merupakan faktor kunci dari peningkatan ketahanan pangan rumah
tangga.
Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan
untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta
turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan. Sasaran yang ingin dicapai adalah:
1.
Dicapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga
yang cukup, aman dan halal
2.
Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat
3.
Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi kerawanan pangan.
Kegiatan utama Program Peningkatan Ketahanan Pangan meliputi:
1.
Peningkatan produksi dan ketersediaan pangan
2.
Pengembangan diversifikasi produksi dan konsumsi pangan yang bertumpu
pada sumber daya local penyusunan kebijakan dan pengendalian harga
pangan
3.
Penanggulangan kasus atau kejadian kerawanan pangan
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Perkembagan Sektor Pertanian
semua objek pertanian sebenarnya memiliki dasar-dasar yang sama karena pada
dasarnya usaha pertanian adalah kegiatan ekonomi:
pengelolaan tempat usaha,
pemilihan bibit,
metode budidaya,
pengumpulan hasil,
distribusi,
pengolahan dan pengemasan,
pemasaran.
Salah satu indicator penting digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya
kesejahteraan petani adalah tukar produk pertanian.
Sebagai kegiatan ekonomi, pertanian dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dinamakan
agribisnis.
Dalam kerangka berpikir sistem ini, pengelolaan tempat usaha dan pemilihan bibit
(varietas, galur, dan sebagainya) biasa diistilahkan sebagai aspek "hulu" dari pertanian,
sementara distribusi, pengolahan, dan pemasaran dimasukkan dalam aspek "hilir". Budidaya

dan pengumpulan hasil merupakan bagian dari aspek proses produksi. Semua aspek ini
penting dan bagaimana investasi diarahkan ke setiap aspek menjadi pertimbangan
strategis. Upaya meningkatkan hasil pertanianadalah upaya meningkatkan hasil pertanian
dapat dilakukan dengan cara:
* Ekstensifikasi (pada daerah pertanian luar Pulau Jawa)
* Intensifikasi
* Diversifikasi
* Rehabilitasi
Perkembangan pertanian di indonesia
Perkembangan pertanian di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Selain berbagai
ancaman akibat bencana alam, dan perubahan iklim, pertanian juga terancam oleh kerusakan
tanah yang makin mengeras karena intensifikasi penggunaan pupuk. Melalui kebijakan
Program Insus 1969 dari pemerintah, intensitas penggunaan pupuk kimia meningkat.
Akibatnya residu tanah menumpuk, hama meningkat, beragam dan resist terhadap obatobatan pertanian.
Sementara dari pihak petaninya sendiri telah mengalami hal-hal yang dapat
mengancam hilangnya kemandirian petani. Yaitu kriminalisasi petani berupa tuntutan hukum
terhadap sekitar 16 petani dari Kediri dan sekitarnya. Salah satunya Burhana Juwito
Muhammad Ali, anggota dari Paguyuban Bina Tani Makmur Kediri yang telah menjalani
hukuman lima bulan penjara karena tuduhan pelanggaran sertifikasi pembenihan. Padahal
kenyataannya Burhana tidak pernah melakukan sertifikasi pembenihan.
Perubahan sistem pemerintahan yang sentralistik di era Orde Baru menjadi otonomi
daerah juga mempengaruhi dalam hal penyebaran dan pemahaman informasi. Maka yang
terpenting adalah komunikasi program antara pusat dan daerah.
140.140 ha dan diperkirakan sekitar 342.387 ha (Dinas Tanaman Pangan Kalsel,
2002; Kalimantan Selatan Dalam Angka, 2003) sangat potensial untuk dikembangkan bagi
kegiatan pertanian, perikanan, perkebunan dan kehutanan.
Pemanfaatan lahan rawa baru sekitar 143.118 ha, dan sisanya seluas 199.269
(58,19%) masih berupa lahan tidur yang belum digarap (Anonim, 2003). Meskipun demikian
lahan rawa sangat potensial dikembangkan karena didukung oleh ketersediaan lahan yang
luas, keadaan topografi yang datar, ketersediaan air melimpah dan teknologi pertanian yang
cukup tersedia (Noor. M., 2007).
Disisi sumber daya manusia (SDM) sebagian besar tenaga kerja produktif masih
dominan pada sektor primer (pertanian dan pertambangan) hal ini dapat dilihat dari data
tenaga kerja Prov Kalsel tahun 2008, yang dipublikasikan oleh BPS Kalsel, sebesar 48% dari
total tenaga kerja.
Hanya saja belum ada upaya serius untuk melakukan maintenance sektor pertanian
kearah yang lebih modern. Petani dibiarkan terpecah dalam kekuatan-kekuatan kecil dan
dibiarkan berjuang sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kalaupun alokasi dana
cukup besar untuk sektor pertanian namun orientasinya tidak optimal dan tidak menyentuh
hajat hidup petani secara menyeluruh. Hal ini wajar karena petani tersebar dalam pecahan
kecil. Ini salah satu yang menurut Geertz sebagai penyebab terjadinya agricultural
involution.

Program dan kebijakan apapun yang dikembangkan oleh pemerintah, tidak akan
optimal apabila secara institusi dan pengembangan sumber daya manusia tidak berkembang
dengan baik. Sumber daya manusia dibidang pertanian semakin berkurang dari sisi kualitas
maupun kuantitas. Sementara lahan dari sisi luasan juga semakin berkurang didesak
kemajuan jaman. Namun dalam metode pengembangan kita masih berkutat pada metode dan
cara yang kita susun pada saat SDM dan lahan berlebih.
Disinilah pentingnya sebuah revolusi pertanian dalam tataran pengembangan
kebijakan terkait pertanian. Harus ada komitmen yang masif dan kuat yang diwujudkan
dalam program jangka panjang terkait kebijakan pertanian. Pertanian tidak lagi dipandang
sebagai sektor parsial tapi merupakan tujuan dari keseluruhan pengembangan sektor. Harus
ada penguatan pengembangan SDM disisi kesehatan dan pendidikan untuk mendukung
pertanian. Pengembangan sektor kesejahteraan diarahkan pada peningkatan jaminan
kesejahteraan petani dan sebagainya.
Industrialisasi pertanian harus segera dilakukan di Kalimantan Selatan karena sudah
secara nyata terjadi pergeseran sektor basis perekonomian yang tidak sehat. Pergeseran
kearah sektor tersier tidak ditopang oleh sektor sekunder (industri) yang kuat, akan
menyebabkan tatanan perekonomian mudah goyah. Dan industri yang paling positif
dikembangkan di wilayah Kalsel dengan dukungan potensi lahan pertanian yang sangat luas
adalah industri pertanian.
Perlu dilakukan kaji ulang kebijakan pemerintah di sektor pertanian dengan
memasukkan kebijakan mendorong pengembangan infrastruktur pertanian, perencanaan dan
implementasi RTRW yang konsisten, dukungan sistem insentif dalam implementasi produksi
komoditas unggulan wilayah (daerah).
Alih fungsi lahan pertanian terkait perkembangan wilayah perkotaan yang
berimplikasi terhadap wilayah permukiman dan perdagangan harus diatur dengan tegas. Perlu
segera dilakukan inventarisasi berapa luasan lahan pertanian yang ideal untuk dapat
menopang kebutuhan daerah akan produksi pertanian khususnya tanaman pangan.
Industri pertanian membutuhkan bahan baku yang besar dan terkoordinasi. Untuk itu
kebijakan alih fungsi lahan harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri
pertanian. Kebijakan kompensasi alih fungsi lahan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan
sentra-sentra wilayah pertanian. Hal ini akan dapat membantu pemusatan pengembangan
petani tradisional kearah modern.
Membangkitkan koperasi-koperasi pertanian secara selektif akan dapat
memperkuat bargaining position kaum tani dan produksinya, agar tidak kalah dengan
permintaan pasar yang selalu menginginkan harga terendah.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) ada sepuluh komoditi pertanian penting
yang produksinya pada tahun 2003 mencapai record tertinggi sepanjang sejarah republik
Indonesia. Sepuluh komoditi yang dimaksud adalah padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu,
sayuran dan buah, kelapa sawit, kakao, kopi, karet dan ayam ras. Produksi padi meningkat
dari 49 juta ton tahun 1998 menjadi 52,1 juta ton pada tahun 2003 yang merupakan record
tertinggi sepanjang sejarah. Bahkan tahun 2004, angka ramalan II BPS menunjukkan
produksi padi 53,67 juta ton, yang merupakan record tertinggi baru sepanjang sejarah. Jagung
meningkat 9,2 juta ton tahun 1999 menjadi 11 juta tahun 2003. CPO meningkat dari 5,62 juta

tahun 1998 menjadi 10,6 juta tahun 2003. Karet meningkat dari 1,6 juta ton tahun 1998
menjadi 2,7 juta ton tahun 2003. Ayam ras meningkat dari 324 juta ekor tahun 1999 menjadi
1 milyar tahun 2003. Hal yang membanggakan kita adalah peningkatan produksi tersebut
sebagian besar disumbang oleh peningkatan produktivitas. Mengapa tidak ada gejolak pangan
selama tahun 2000 - 2003 antara lain karena disumbang oleh prestasi produksi komoditi
pangan utama ini. Sesudah 20 tahun tampaknya tahun 2004 ini kita kembali mencapai
swasembada beras.
Tidak hanya itu, data BPS juga melaporkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat
di pedesaan mengalami perbaikan yang cukup berarti. Indeks nilai tukar petani naik dari 96,6
tahun 2000 menjadi 110,4 pada tahun 2003.Tingkat kemiskinan di pedesaan turun rata-rata 20
persen yakni dari 32,7 juta tahun 1999 menjadi 25,1 juta tahun 2002. Tingkat kemiskinan
juga turun dari 26 juta orang tahun 1999 menjadi 20,6 juta orang tahun 2002. Di pihak lain
tingkat upah di pedesaan naik sekitar 17 persen pertahun sehingga meningkatkan pendapatan
buruh tani di pedesaan.
Secara makro kemajuan tersebut juga konsisten. Total impor komoditi pertanian
masih besar tetapi mengalami penurunan sementara ekspor meningkat. Sehingga neraca
perdagangan komoditi pertanian mengalami surplus yang meningkat rata-rata 15 persen
pertahun, yaitu dari US $ 2.2 milyar tahun 1999 menjadi US $ 3.4 milyar tahun 2002 dan 3.7
US $ pada tahun 2003. PDB pertanian selama tahun 2000-2003 bertumbuh rata-rata 1,83
persen pertahun dan pertumbuhan PDB pertanian tahun 2003 Mencapai sekitar 2,61 persen.
Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan pertanian selama krisis (1998-1999)
yang hanya 0,88 persen bahkan lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pertanian akhir orde
baru (1993-1997) yang hanya 1,57 persen per tahun.
Tingkat pertumbuhan tersebut. belum memperhitungkan agribisnis hulu dan hilir
(seperti industri mesin-mesin pertanian, pupuk, benih, bibit; produk-produk olahan, dsb.).
Karena dampak multiplier pertanian itu sangat besar, baik ke belakang maupun ke depan,
maka jelaslah bahwa pertumbuhan sektor pertanian sangat besar pengaruhnya terhadap
perekonomian nasional. Kemajuan-kemajuan yang kita capai juga lebih berkualitas.
Pertumbuhan yang dikemukakan tersebut di atas bukanlah dicapai at all cost, tetapi lebih
disebabkan oleh kreativitas masyarakat agribisnis. Benar Indonesia mencapai swasembada
beras tahun 1984, tetapi melalui gerakan-gerakan yang dikomandoi oleh pemerintah, dimulai
dengan alokasi sumberdaya oleh pemerintah sampai ke pelosok-pelosok pedesaan kita
dengan biaya tinggi. Inilah yang kita sebut dengan government driven. Di era Kabinet
Gotong Royong, paradigma ini kita ubah menjadi people driven, yang dimulai oleh
pembuatan rencana oleh kelompok tani, sedangkan dinas-dinas pertanian merupakan pembina
teknis. Dengan begitu alokasi sumberdaya dilakukan oleh petani, sedangkan pemerintah
memberikan fasilitasi. Dengan kemajuan pertanian yang demikian - dari sudut ekonomi,
pertanian Indonesia telah lepas dari spiral pertumbuhan rendah (1998-1999) dan sedang
memasuki fase percepatan pertumbuhan (accelerating growth) menuju pertumbuhan
berkelanjutan (sustaining growth). Hal ini berarti pertanian Indonesia sudah naik kelas baik
dibandingkan dengan kondisi masa krisis maupun kondisi akhir orde baru.
Agenda jangka menengah-pendek (sekitar lima tahun kedepan) yang perlu segera kita
rumuskan ialah bagaimana mempertahankan dan meningkatkan kinerja yang cukup
menggembirakan tersebut. Apa yang telah kita capai saat ini merupakan pondasi untuk
berkembang lebih lanjut. Setidaknya lima upaya yang harus dan segera dilakukan agar
momentum akselerasi pertumbuhan sektor pertanian dapat terus dipertahankan secara
berkelanjutan yaitu:
(a) merenofasi dan memperluas infrastruktur fisik, utamanya sistem irigasi, sistem

transportasi, sistem telekomunikasi dan kelistrikan pedesaan;
(b) revitalisasi sistem inovasi pertanian (penelitian dan pengembangan, diseminasi
teknologi pertanian);
(c) pengembangan kelembagaan agribisnis (tata pemerintahan, organisasi pengusaha
dan jejaring usaha);
(d) rekonstruksi sistem insentif berproduksi dan investasi; dan
(e)
pengelolaan
pasar
input
dan
output
Semua ini merupakan lebih lanjut dari kebijakan dasar proteksi dan promosi yang
landasannya telah kita bangun dalam tiga tahun terakhir. Kedepan, pengalaman krisis pahit
multi-dimensi 1998-1999 memberikan pelajaran berharga betapa strategisnya sektor
pertanian sebagai jangkar, peredam gejolak, dan penyelamat bagi sistem perekonomian.
Sektor pertanian merupakan kunci untuk pengentasan kemiskinan dan pemantapan ketahanan
pangan nasional. Oleh karena itu pembangunan sektor pertanian haruslah tetap dijadikan
sebagai prioritas pembangunan nasional. Inilah konsensus politik yang masih perlu
diperjuangkan bersama.
Kinerja sektor pertanian tidaklah semata-mata cermin kinerja Departemen Pertanian.
Kinerja sektor pertanian justru lebih banyak oleh pihak-pihak diluar Departemen Pertanian.
Oleh karena itu, kalaupun ada perbaikan dalam kinerja sektor pertanian, penghargaan terbesar
adalah kepada mereka petani dan pelaku agribisnis yang ada di seluruh pelosok tanah air.
Faktor – faktor yang mendukung pertanian di indonesia
Papadah orang tua bahari, “jangan pernah makan nasi ada sisa karena pamali, bisa
kualat.” Sepertinya relevan menggambarkan cara pemerintah daerah menangani masalah
pertanian. Terbuai oleh berlimpahnya komoditas dan kesuburan lahan kita lupa untuk
bersyukur dan bersiap ketika masa berlimpah akan berakhir
Indikator-indikator ini dapat dengan telanjang kita lihat pada anatomi pertumbuhan
sektor pertanian kita. Terutama di daerah Kalimantan Selatan kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB dari tahun 2006 s/d 2009 rata-rata hanya 22,36% dengan tingkat
pertumbuhan rata-rata yang negatif.
Dilihat dari angka produksi terlihat dengan jelas bahwa pertumbuhan rata-rata
produksi pertanian cenderung stagnan. Angka pertumbuhan rata-rata terbesar hanya sekitar
27% bagi sebuah sektor unggulan yang telah “dibina” selama bertahun-tahun melalui
akumulasi anggaran yang besar, sungguh angka ini tidak dapat disebut menggembirakan.