Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok Perajin Tenun Endek di Desa Sulang Klungkung

  

Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha

Kelompok Perajin Tenun Endek di Desa Sulang

Klungkung

  Ni Luh W.Sayang Telagawathi

Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

  

(gemilangsuryawan@gmail.com)

ABSTRAK

  

Artikel ini bertujuan untuk merancang model pelatihan dan pendampingan usaha kecil

kelompok perajin kain tenun endek di Desa Sulang, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali.

Hal ini dilakukan berdasarkan tantangan dalam pengembangan industri kerajinan tangan

di Bali, dan di Indonesia secara umum adalah permasalahan manajemen usaha selain

tentunya permasalahan modal dan pemasaran. Potensi industri kerajinan tangan kain

tenun endek di Kabupaten Klungkung sangatlah besar karena berbasis kepada industri

rumah tangga yang digeluti oleh para ibu rumah tangga yang semakin hari terus

berkembang menjadi usaha kecil dan menengah yang menjanjikan. Penguatan kapasitas

kelompok pengerajin sangatlah penting dengan pelatihan dan pendampingan manajemen

usaha yang berkelanjutan. Dengan demikian kelompok pengerajin akan mempunyai

kapasitas dalam pengelolaan usahanya. Motif-motif baru yang dihasilkan ini akan menjadi

media promosi bagi desainer untuk mengenalkan endek menjadi produk budaya global.

  Kata kunci: pelatihan, pendampingan, manajemen usaha, kelompok perajin, usaha kecil

  

ABSTRACT

This article aims to design a model of training and assistance for small business group of

endek woven fabric craftsman in Sulang Village, Klungkung Regency, Bali Province. This is

done based on challenges in the development of handicraft industry in Bali, and in Indonesia

in general is the problem of business management besides of course the problem of capital

and marketing. The potential of endek woven handicraft industry in Klungkung Regency is

very large because it is based on the household industry which is cultivated by the housewife

who progressively growing into promising small and medium enterprises. Strengthening the

capacity of the crafting group is essential with ongoing training and business management

assistance. Thus the crafting group will have the capacity to manage its business. These new

motives will be promotional media for designers to introduce endek into global cultural

products.

  Keywords: training, mentoring, business management, group of artisans, small business

687

  Telagawathi

  • – Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok...

  PENDAHULUAN

  Industri kerajinan tangan di Bali memiliki potensi yang sangat besar sebagai penggerak perekonomian rakyat. Sebagai salah satu dari sektor industri kreatif yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan, industri kerajinan beroperasi di kelompok-kelompok rumah tangga yang dengan jelas menyentuh kebutuhan ekonomi rakyat kecil. Sebagai penggerak perekonomian rakyat, industri kerajinan adalah potensi yang vital untuk mengembangkan sikap kewirausahaan di tengah masyarakat (Failyani, 2009).

  Industri kerajinan tangan khususnya termasuk satu diantara 14 sektor industri kreatif yang memberikan kontribusi dominan dalam perekonomian, baik dalam nilai tambah, tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan ekspor. Nilai tambah yang dihasilkan Subsektor fashion dan kerajinan berturut-turut sebesar 44,3% dan 24,8% dari total kontribusi sektor industri kreatif, dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 54,3% dan 31,13%, dan jumlah usaha sebesar 51,7% dan 35,7%. Dominasi kedua subsektor sejalan dengan beragamnya budaya fashion dan kerajinan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

  Bali dengan keunggulan kreatifitas dan kesenian yang dimiliki oleh masyarakatnya sangat berpeluang untuk mengembangkan industri kerajinan secara maksimal dan secara langsung memberikan kesejahteraan bagi masyarakat selain tentunya industri pariwisata. Laporan Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa ekonomi kreatif yang dikembangkan oleh industri kerajinan adalah implikasi dari berkembangnya industri pariwisata. Industri pariwisata telah melahirkan peluang- peluang yang besar untuk mengembangkan industri-industri kerajinan agar terserap di jaringan bisnis pariwisata. Potensi pertumbuhan ekonomi pada 2012 di Provinsi Bali masih ditopang pada sejumlah sektor yang bergerak di bidang pariwisata serta ekonomi

1 Secara keseluruhan, industri

  

689

kreatif.

  kerajinan skala rumah tangga di Bali mampu memberikan kontribusi sebesar 197,45 juta dollar AS atau 39.66 persen dari total nilai ekspor.

  saja menurun jika tidak dilakukan inovasi-inovasi dalam strategi pemasaran industri kerajinan tangan di Bali. Potensi yang ada sangatlah besar untuk dikembangkan.

  Industri Kerajinan kain tenun endek di Kabupaten Klungkung berbasiskan pada warisan budaya masih sulit untuk menemukan strategi pemasaran yang aplikatif yang bisa secara mudah dikembangkan oleh para pengerajin. Masyarakat di Kabupaten Klungkung khususnya di Desa Kamasan, Desa Gelgel, dan juga Desa Tanglad masih setia menekuni kerajinan kain tenun endek dalam kelompok-kelompok pengerajin berbasis banjar(desa) dan

  sekaa (kelompok). Sebagai kerajinan

  warisan dari nenek moyang di Bali, 1

  “Pariwisata dan Industri Kreatif Topang Pertumbuhan Ekonomi Bali “, Bisnis Indonesia, 25 Oktober 2011. 2

  “Nilai Ekspor Kerajinan Rotan Bali 4,17 Juta Dollar AS”, Kompas, 15 Maret 2012.

  kain tenun endek memiliki daya pikat yang tinggi karena memiliki corak yang khas dibandingkan dengan kain-kain lainnya yang ada di Indonesia, khususnya Bali seperti

  cepuk,songkét, prada, poléng, keling,

2 Namun nilai tersebut bisa

  dan geringsing, Hauser (1990). Saat ini model pemasaran yang dikembangkan oleh para pengerajin industri kerajinan tangan dan kain tenun endek khususnya masih sangat tradisional dengan promosi dari mulut-kemulut dan pengerjaan pesanan secara simultan dan sementara sesuai dengan waktu- waktu tertentu.

  METODE

  Metode yang digunakan adalah dalam bentuk pelatihan, workshop, dan FGD untuk menjawab pertanyaan tentang kondisi manajemen usaha kain tenun endek yang telah dikembangkan saat ini dengan berbagai permasalahan yang dihadapi.

  Metode pelatihan manajemen usaha yang digunakan adalah dengan metode penelitian kualitatif Riset Aksi

  Telagawathi

  • – Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok...

  Partisipatif (RAP) berbasis pemberdayaan masyarakat untuk perubahan sosial dengan penggalian data melalui FGD (Focus Group

  Discussion), wawancara mendalam,

  dan observasi partisipasi. Dari perpaduan metode itu dilakukan berbagai kegiatan-kegiatan pendampingan untuk memperkuat kapasitas manajemen usaha kelompok pengerajin tenun endek di Desa Sulang,Klungkung,Bali.

  Industri kerajinan kain tenun menjadi wilayah dari Kabupaten Klungkung. Berbagai jenis kain tenun menjadi kekayaan budaya warisan dari leluhur di Bali. Diantaranya adalah kain tenun geringsing, endek, cepuk, songket, dan yang lainnya. Kain tenun geringsing warnanya semuanya berasal dari bahan pewarna alami. Tenun Gringsing terbuat dari benang kapas yang ditenun menggunakan teknik double ikat, yaitu tehnik dengan mengikatkan benang lungsi dan benang pakan secara bersamaan.

  Tehnik ini dikenal sangat langka, karena akan membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan satu lembar kain, berkisar antara 1-5 tahun. Di Asia hanya Jepang dan India yang masih menerapkan teknik tenun ganda ini. Hingga tidak aneh jika kain tenun Gringsing ini memiliki harga yang sangat mahal.

  Salah satu pengerajin endek di Kabupaten Klungkung terdapat di Desa Sulang, Kecamatan Dawan, tepatnya terletak di Banjar Kanginan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  I Nyoman Darma, pemilik usaha kerajinan tenun endek “Astika” ini mulai merintis usahanya saat menjadi karyawan dari dari usaha kain endek terbesar di Kabupaten di tahun 1980an yaitu kain tenun “Supani”. Saat itu Darma bertugas untuk membuat ATMB (Alat Tenun Bukan Mesin) yang dipergunakan untuk memproduksi kain tenun endek. Pekerjaan ini dilakukan dengan sangat baik oleh Darma karena memang sebelumnya ia adalah seorang tukang kayu sebelum bekerja di perusahaan kain tenun “Suparni” itu. Bermodal sebagai tukang kayu dan mengenal keberhasilan itulah kemudian Darma pembuatan kain endek itulah Darma mendapatkan bantuan sebesar 10 kemudian mencoba-coba untuk juta melalui BUMN Jasa Raharja yang membuat endek sendiri. Sementara bekerjasama dengan Dinas istrinya saat itu bekerja sebagai Perindustrian dan Perdagangan buruh pasir Galian C di daerah Provinsi Bali. Kewajibannya adalah Gunaksa, Kabupaten Klungkung. mebayar bunga pinjaman tersebut sebesar Rp. 30.000 setiap bulannya selama 1 tahun. Setelah itu selama 4 tahun Darma membayar cicilan sebesar Rp. 241 ribu. Dengan bantuan modal itulah tekad Darma kemudian menjadi bulat untuk membuat usaha sendiri di bidang tenun endek.

  Keputusan untuk memilih usaha kain tenun endek bukannya

  I Nyoman Darma pemilik usaha kain tenun endek “Astika” di Desa Sulang Kabupaten

  tanpa permasalahan. Di tahun 1994

  Klungkung yang telah memulai usahanya sejak tahun 1994 . (foto: Ni Luh W.Sayang

  itu, usaha kayunya juga sedang

  Telagawathi)

  berkembang pesat dengan melayani pembuatan bangunan dan hal-hal Sejak tahun 1980-an itulah lain yang membutuhkan kayu. Saat disamping bekerja sebagai teknisi itu Darma telah memilik 30 karyawan untuk mesin ATBM, Darma juga untuk usaha kayunya dan juga menenun kain sendiri. Perlahan- sedang berkembang. Berbagai lahan nasib baik menyertainya. Pada pesanan kayu khususnya untuk tahun 1994, hasil kain tenun ikatnya melengkapi bangunan rumah dan mendapatkan penilaian baik dari gedung-gedung ia layani bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan dengan karyawannya. Ia merasa Kabupaten Klungkung. Karena

  

691

  Telagawathi

  • – Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok...

  bahwa usaha kayu juga mempunyai prospek yang bagus di kemudian hari. Namun ia merasa masih mempunyai tanggungjawab untuk mengembangkan kain tenun endek agar menjadi mata pencaharian masyarakat di sekitar Desa Sulang tempatnya tinggal. Saat itulah ia menghadapi dilema untuk memutuskan memilih usaha ke depannya.

  Bermodalkan suntikan dana Rp.10 juta dari Deperindag Kabupaten Klungkung ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan usaha kain tenun endek dan sedikit- demi sedikit mengurangi kegiatan di kerajinan kayu yang digelutinya. Ketrampilan membuat mesin ATBM yang didapatnya sebagai tukang kayu dan menjadi karyawan dari perusahaan kain endek “Supani” ternyata sangat berguna. Perlahan namun pasti ia kemudian berhasil membuat hingga kini sebanyak 90 buah mesin ATMB yang tersebar di rumah-rumah masyarakat pembuat endek di desa-desa di Kabupaten Klungkung, diantaranya adalah Desa

  Sulang sendiri, Gelgel, Dawan, Sidemen, Gunaksa, Paksebali, hingga ke Sukawati. Disamping itu ia juga sudah lama menjalin kerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali sebagai pembuat mesin ATBM jika ada bantuan-bantuan dari pihak lain khususnya berupa mesin ATBM.

  Awalnya Darma membuat kain endek hanya untuk lingkungan keluarga besarnya saja di Desa Sulang. Namun kemudian usaha itu berkembang dan mendapatkan tanggapan yang bagus dari masyarakat sekelilingnya di desa. Sejak saat itulah ia kemudian meluaskan usahanya untuk melayani pembuatan kain tenun endek ATBM. Modal penting yang dimiliki Darma adalah ketrampilannya membuat ATBM dan menyebarkannya kepada pengerajin-pengerajin yang bersedia untuk membuat endek di rumah- rumah sebagai usaha sampingan. Tidak hanya mesin ATMBM saja, Darma juga menyiapkannya dengan benang, kursi dan keperluan lain untuk menenun endek tersebut. Bahkan jika mesin ATMBMnya rusak, rumah-rumah pengerajin. Hasilnya Darma melalui karyawannya akan memang sangat sedikit karena datang untuk memperbaikinya. permintaan kain endek Bali

  —begitu istilanya untuk membedakan dengan kain Jepara, Jawa Tengah

  —selalu saja meningkat setiap bulannya. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan dari Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten/kota di Bali yang mempromosikan endek sebagai kain tenun khas Bali yang dipergunakan sebagai seragam di seluruh jajaran staf pemerintahan dan institusi pendidikan. Oleh karena itulah pemesanan endek dari berbagai kalangan di Bali sangat tinggi. Darma hingga menolak memenuhi pesanan dari beberapa instansi karena merasa tidak bisa memenuhi kain tersebut. Alasannya sudah tentu karena rendahnya jumlah produksi dari pengerajinnya yang tersebar di beberapa wilayah tersebut.

  Benang hasil dari pencelupan dan proses menenun dengan ATBM (Alat Tenun Bukan

  Upah menenun 1,5 potong kain

  Mesin). (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

  endek berjumlah Rp. 30.000 yang Di rumah yang juga menjadi hanya diselesaikan dalam waktu kantornya itu, Darma menunjukkan setengah hari bagi ibu-ibu rumah koleksi kain-kain endek yang sudah tangga yang sudah terbiasa dengan ia dapatkan hasil dari mengambil ke pekerjaan menenun. Upah ini

  

693

  Telagawathi

  • – Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok...

  termasuk lumayan tinggi dibandingkan sebelumnya. Namun jika dikerjakan dengan sambilan maka hasilnyapun tidak akan memenuhi target karena tidak dikerjakan dari pagi hingga sore. Para ibu-ibu rumah tangga yang menenun sambilan akan menghasilkan 1,5 potong kain dalam waktu 1,5 hari. Bagi Darma, kondisi seperti ini jelas sangat merugikan karena jumlah produksi kain tenunnya tidak memenui target sementara jumlah pemesanan selalu saja ada. Darma bersama karyawannya hanya bisa menangih ke rumah-rumah para pengerajin setiap 3 hari sekali untuk mengambil hasil tenunan dari ibu-ibu rumah tangga tersebut.

  Para pengerajin dari Darma yang tersebar di desa-desa itu adalah ibu rumah tangga yang menjadikan menenun endek sebagai usaha sampingan. Ia kemudian mencontohkan bagaimana pengerajin endeknya di daerah Kusamba, Gianyar kota, Paksebali, Gelgel dan Keramas yang mayoritas adalah ibu rumah tangga yang mempunyai pekerjaan pokok yaitu mengurus anak-anak dan rumah tangga. Dengan demikian, menenun menjadi kegiatan sambilan. Hal inilah yang menyebabkan produksi menjadi rendah karena hanya kurang lebih 30% waktunya dipergunakan untuk menenun. Sebagian besar dipergunakan untuk mengurus anak dan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga lainnya. Bahkan ada yang bekerja di warung terlebih dahulu baru kemudian mulai menenun.

  Menenun endek ikat menjadi profesi dari ibu- ibu rumah tangga di Desa Sulang, Kabupaten Klungkung. (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

  Di tengah permintaan yang tinggi terhadap kain tenun endek, Darma berusaha untuk memenuhi beberapa dengan mengandalkan para pengerajin yang dianggapnya cager

  

695

  (mampu) untuk mengejar target dari pemesan. Pemesan dalam jumlah yang banyak terutama berasal dari pegawai negeri, PKK (Perhimpunan Kesejahteraan Keluarga), guru-guru hingga murid-murid dari mulai TK (Taman Kanak-Kanak) hingga SMP (Sekolah Menengah Pertama). Langganan dari kain tenun Darma banyak dari pedagang-pedagang di pasar yang secara rutin mengambil kain. Belum lagi para pengepul kain- kain endek yang terdapat di Klungkung, Denpasar hingga Buleleng. Darma mencatat para pedagang-pedagang khususnya di Klungkung dan Denpasar yang mengambil kain di Darma dan belum membayarnya. Ia akan menagihnya setiap 2 minggu sekali. Selian dari para pedagang-pedagang di pasar ini, Darma juga mendapatkan pesanan dari instansi pemerintah dan swasta serta sekolah yang membutuhkan kain endek untuk pakaian seragam. Disamping itu pemesanan ATBM masih dikerjakan oleh Darma untuk melayani beberapa pihak yang membutuhkan mesin untuk disumbangkan kepada para pengerajin

  Kain tenun endek “Astika”

  I Nyoman Darma bisa dibilang sudah menjadi usaha yang mapan dengan jangkauan pasar yang luas. Pasar yang dilayaninya adalah para pedagang kain di pasar-pasar tradisional dan pengusaha kain lainnya yang juga berjualan kain endek. Darma telah membina pasar endeknya sejak tahun 1990-an dan menjalin hubungan dengan para pedagang dan pengusaha yang juga berjualan endek. Sebagai usaha yang sudah lama berkecimpung di endek, Darma faham betul bagaimana menjalankan usahanya. Di rumahnya, selain memiliki 9 mesin ATBM, pencelupan benang yang akan dijadikan bahan untuk menenun juga ia lakukan sendiri. Darma melibatkan keponakan dan menantunya yang

  Telagawathi

  • – Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok...

  ikut membantunya dalam ke pasar nasional dan global akan menjalankan usahanya tersebut. Para berarti peluang kesejahteraan bagi tetangganya dan anak-anak SMP juga pengerajin endek juga terbuka lebar. dilibatkan dengan memberikan Oleh sebab itulah diperlukan usaha- benang-benang yang telah dicelup usaha yang sinergis antara berbagai untuk diikat dan siap untuk ditenun. pihak yang berkepentingan untuk pengembangan usaha kain endek agar mampu mensejahterakan kehidupan para pengerajinnya.

  Dalam usaha menembus pasar dunia, diperlukan upaya-upaya untuk menjadikan industri endek sebagai industri berbasis budaya lokal, tapi mampu masuk pasar internasional. Beberapa upaya telah

  Proses pencelupan dengan menggunakan zat

  dilakukan oleh pihak-pihak terkait,

  pewarna dan hasil dari benang-benang yang telah dicelup dan siap untuk ditenun. (foto: Ni

  namun masih ada beberapa upaya

  Luh W.Sayang Telagawathi)

  yang belum dijangkau oleh pelaku Usaha inovasi pemasaran dan industri endek ataupun pemerintah. penciptaan pasar mutlak dilakukan

  Usaha yang dimaksud menyasar oleh para pelaku kerajinan kain kepada satu tujuan untuk melakukan tenun endek jika berkeinginan inovasi dan penciptaan pasar bagi usahanya berkembang. Peluang- kain tenun endek agar mendapatkan peluang pemasaran ke tingkat tempat di tengah pasar nasional nasional bahkan global harus maupun internasional.

DAFTAR PUSTAKA

  dipikirkan untuk lebih mengenalkan kain tenun endek lebih luas. Hal Ayyagari, M. 2006. Micro and small enterprises: unexplored lainnya adalah dengan pathways to growth. USAID diperkenalkannya kain tenun endek working paper. The Iris

  

697

  Laksono, P.M, 2009. “Peta Jalan

  teknik membedah kasus bisnis. Jakarta. Gramedia

  Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT

  Journal of Small Business Management. 38: 48-67.

  41 Pelham, A.M., 2000. Marketing orientation and other potential influences on performance in small and medium-sized manufacturing firms.

  No. 1, Maret 2010 hlm. 33-

  dan Kewirausahaan Vol. 12

  Munizu, Musran, 2010. Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal dan Internal Terhadap Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan dalam Jurnal Manajemen

  ”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

  Antropologi Indonesia Abad Kedua Puluh Satu: Memahami Invisibilitas (Budaya) di Era Globalisasi Kapital

  ”, di STIE Kerja Sama, Yogyakarta, 18 Nopember 2000.

  Center, University of Maryland Failyani, Farida Hydro dkk, 2009.

  Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan” Makalah yang disajikan dalam Studium Generale dengan topik “Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil di Indonesia

  2000. “Usaha

  Erlangga Kuncoro, Mudrajad.

  Prinsip Pemasaran, Jakarta:

  20-31 Kotler, & Amstrong. 2000. Prinsip-

  Innovation Management 4:

  Lumpkin. 2001. Innovation as newness: What is new, how new, and new to whom?. European Journal of

  Hauser-Schäablin, 1990. Brigitta, Marie-Lousie Nabholz- Kartaschoff, dan Urs Ramseyer, Textiles in Bali, Singapore: Periplus Editions, 1990 Johannessen, J.A., B. Olsen, and G.T.

  Hariyati, Ratih, 2011. Penerapan Model Strategi Pemasaran Usaha Kecil Berbasis Web 2.0 sebagai Upaya dalam Meningkatkan Daya Saing Industri Kecil, Jurnal UPI, Tahun 11 No. 11 2011.

  Pemberdayaan Perempuan Perdesaan dalam Pembangunan (Studi Kasus Perempuan di Desa Samboja Kuala, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara), Jurnal Wacana Vol. 12 No. 3 Juli 2009.

  Pustaka Utama.

  Telagawathi

  • – Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok...

  Saefullah, Asep Ahmad. 2007.

  “Kebijakan Pemerintah dalam Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah: Studi Kasus di Provinsi Bali dan Sulawesi

  Makalah ini Utara” merupakan ringkasan dari laporan penelitian tentang “Pengembangan UKM di Indonesia” yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Pelayanan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI tahun 2007.

  Soetomo,Sugiono, 2003. Riset Aksi Partisipatif sebagai Pemberdayaan dalam Pengembangan Pendidikan Perencanaan, Jurnal Tata

  Kelola, Jurusan Planonlogi

  Universitas Diponogoro Semarang Vol. 5 No. 2 Agustus 2003.

  Tambunan, Tulus, 1994. Mengukur Besarnya Peranan Industri Kecil dan Rumah Tangga di dalam Perekonomian Regional: Beberapa Indikator, Jurnal Agro

  Ekonomika No. 1 Thn. XXIV,

  Yayasan Agro Ekonomika, Yogyakarta. Telagawathi, Ni Luh W. Sayang, 2011.

  Model Pemberdayaan Kain Tenun Cepuk di Nusa Penida, Klungkung Bali, Penelitian Hibah Bersaing DIKTI 2011.