9. PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM IKAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

  Luas wilayah negara Indonesia kira-kira dua per tiga daerahnya adalah perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Dari luas laut sebesar itu di dalamnya banyak sekali terkandung sumberdaya alam.

  Selain merupakan sumberdaya Sumberdaya alam laut yang paling nyata

  Selain merupakan sumberdaya alam yang bisa diperbaharui ikan manfaatnya bagi kita adalah ikan. Ikan alam yang bisa diperbaharui ikan juga tergolong sumberdaya milik merupakan sumberdaya yang dihasilkan juga tergolong sumberdaya milik umum (common resouces). Sifat oleh alam secara terus-menerus atau umum (common resouces). Sifat yang terakhir ini cenderung dengan kata lain ikan merupakan yang terakhir ini cenderung menyebabkan terjadinya kesalahan sumberdaya alam yang bisa menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengelolaan sumberdaya diperbaharui. dalam pengelolaan sumberdaya ikan. ikan.

SIFAT SUMBERDAYA ALAM IKAN SIFAT SUMBERDAYA ALAM IKAN

  berkaitan dengan sumberdaya alam ikan ada dua golongan penting yang perlu diperhatikan.

  Pertama, ikan tergolong sumberdaya alam yang bisa diperbaharui (renewable), Pertama, ikan tergolong

  sumberdaya alam yang bisa diperbaharui (renewable),

  kedua, ikan tergolong juga pada sumberdaya alam milik umum (common resources). kedua, ikan tergolong juga

  pada sumberdaya alam milik umum (common resources).

  sumberdaya alam ikan terhadap dua penggolongan tersebut akan berimplikasi terhadap kelestariannya

  Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Renewable Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Renewable Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Renewable Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Renewable Sumberdaya alam ikan merupakan Reproduksi ini bisa terjadi jika ikan Sumberdaya alam ikan merupakan Reproduksi ini bisa terjadi jika ikan sumberdaya alam yang tergolong yang dieksploitasi sebagian (tidak sumberdaya alam yang tergolong yang dieksploitasi sebagian (tidak dapat dipulihkan (renewable). Sifat seluruhnya), sehingga sisa ikan yang dapat dipulihkan (renewable). Sifat seluruhnya), sehingga sisa ikan yang dapat dipulihkan berarti tertinggal mempunyai kemampuan dapat dipulihkan berarti tertinggal mempunyai kemampuan sumberdaya alam yang dengan untuk memperbaharui dirinya sumberdaya alam yang dengan untuk memperbaharui dirinya proses alamiah (biologis) bisa dengan berkembang biak. proses alamiah (biologis) bisa dengan berkembang biak. memperbanyak dengan sendirinya memperbanyak dengan sendirinya atau reproduksi. atau reproduksi.

  

Populasi atau persediaan ikan dapat sangat berfluktuasi dan tidak

Populasi atau persediaan ikan dapat sangat berfluktuasi dan tidak

dapat diramalkan disebabkan karena adanya perubahan-perubahan dapat diramalkan disebabkan karena adanya perubahan-perubahan iklim. iklim. Populasi ikan juga dapat mengikuti suatu kecenderungan (trend) sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan.

Upaya untuk menjaga proses pemulihan Upaya untuk menjaga proses pemulihan (renewable) (renewable) sumberdaya sumberdaya alam ikan dapat dilakukan dengan cara alam ikan dapat dilakukan dengan cara Penutupan musim penangkapan ikan Penutupan musim penangkapan ikan

  

Menurut Beddington dan Retting (1983), paling tidak ada bentuk

penutupan musim penangkapan ikan, yaitu: Menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang. Contoh dari bentuk ini adalah perikanan ikan teri (anchovi) di Peru yang biasanya menutup kegiatan penangkapan pada awal tahun ketika juvenil dan ikan ukuran kecil sangat banyak di perairan.

  Menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang. Contoh dari bentuk ini adalah perikanan ikan teri (anchovi) di Peru yang biasanya menutup kegiatan penangkapan pada awal tahun ketika juvenil dan ikan ukuran kecil sangat banyak di perairan.

  Penutupan kegiatan penangkapan karena sumberdaya ikan telah mengalami degradasi dan ikan yang ditangkap semakin sedikit. Oleh karena itu, kebijakan penutupan musim harus dilakukan untuk membuka peluang pada sumberdaya ikan yang masih tersisa memperbaiki populasinya.

  Penutupan kegiatan penangkapan karena sumberdaya ikan telah mengalami degradasi dan ikan yang ditangkap semakin sedikit. Oleh karena itu, kebijakan penutupan musim harus dilakukan untuk membuka peluang pada sumberdaya ikan yang masih tersisa memperbaiki populasinya.

  

Penutupan musim penangkapan ikan akan efektif jika dapat membedakan dengan jelas

antara musim dan bukan musim ikan. Musim ikan terjadi bisa dilihat dari hasil ikan per

  Penutupan daerah penangkapan ikan Pendekatan penutupan daerah penangkapan berarti menghentikan kegiatan penangkapan ikan di suatu perairan. Biasanya pada musim tertentu atau secara permanen.

  Kebijakan ini tidak lain kebijakan Kebijakan penutupan penangkapan Kebijakan ini tidak lain kebijakan Kebijakan penutupan penangkapan zonasi atau pembagian wilayah ikan dapat juga dilakukan secara zonasi atau pembagian wilayah ikan dapat juga dilakukan secara

selektif dengan cara mengkhususkan penangkapan ikan sesuai dengan

selektif dengan cara mengkhususkan penangkapan ikan sesuai dengan

daerah yang bersangkutan bagi kondisi sumberdaya ikan dan jenis

daerah yang bersangkutan bagi kondisi sumberdaya ikan dan jenis

kelompok nelayan dengan skala usaha teknologi yang digunakan dalam

kelompok nelayan dengan skala usaha teknologi yang digunakan dalam

atau alat penangkapan ikan tertentu. memanfaatkan sumberdaya itu atau alat penangkapan ikan tertentu. memanfaatkan sumberdaya itu Contoh kebijakan seperti ini sangat Contoh kebijakan seperti ini sangat populer di negara berkembang yang populer di negara berkembang yang dikenal dengan nama coastal belt atau dikenal dengan nama coastal belt atau fishing belt.l fishing belt.l

  Secara resmi pembagian fishing belt seperti ini telah diakomodasikan dalam

Undang-Undang (UU) No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Pasal 3

UU 33 tahun 2004 menyebutkan bahwa wilayah daerah propinsi terdiri dari

wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai.

  Di Indonesia, kebijakan Di Indonesia, kebijakan fishing belt fishing belt juga diberlakukan meskipun tidak juga diberlakukan meskipun tidak begitu efektif karena banyaknya pelanggaran yang disebabkan begitu efektif karena banyaknya pelanggaran yang disebabkan

kurangnya pengawasan lapangan atau miskinnya penegakan hukum.

kurangnya pengawasan lapangan atau miskinnya penegakan hukum.

Fishing belt Fishing belt di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu (Victor, 2002): (Victor, 2002):

  • Perairan pada radius 4 mil laut dari garis pantai
  • Perairan pada radius 4 mil hingga 12 mil laut dari pantai • Perairan di atas 12 mil laut.

  Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Milik Umum Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Milik Umum Sumberdaya alam milik umum (common resources) mempunyai dua ciri pokok yaitu: pertama, tidak terbatasnya cara-cara pengambilan pertama, tidak terbatasnya cara-cara pengambilan kedua, terdapat interaksi diantara para pemakai kedua, terdapat interaksi diantara para pemakai sumberdaya itu sehingga terjadi saling berebut satu sumberdaya itu sehingga terjadi saling berebut satu sama lain dan terjadi eksternalitas dalam biaya yang sama lain dan terjadi eksternalitas dalam biaya yang sifatnya disekonomi sifatnya disekonomi Satu istilah yang berlaku bagi sumberdaya alam milik umum adalah “every one’s and no one’s property is every one property” artinya bahwa karena sumberdaya alam tersebut milik semua orang maka justru karena itu tidak seorangpun yang memilkinya.

  

Memang dalam banyak hal ada banyak peraturan yang mengatur atau

membatasi, namun peraturan tersebut pada dasarnya tidak efektif dan

efisien, sehingga timbul hal-hal sebagai berikut: • Penangkapan akan berlebihan • Punahnya populasi ikan akan lebih pasti dibanding dengan di bawah pemilikan perorangan • Dapat menjadikan biaya penangkapan mahal (Suparmoko, 1987).

  Sedangkan menurut (Victor, 2002) pengelolaan sumberdaya alam milik umum akan meninbulkan dilema dalam pengelolaannya.

  

Dilema yang pertama adalah eksternalitas, eksternalitas muncul ketika

nelayan mengambil ikan dari laut tanpa memperhitungkan akibat pengambilan ikan tersebut bagi nelayan lain. Dilema muncul karena ketika

nelayan yang mengambil ikan memetik keuntungan, nelayan lain ternyata

mengalami kerugian karena berkurangnya ikan.

  Dilema kedua yang sering dihadapi nelayan adalah adanya eksternalitas teknologi. Kondisi ini terjadi ketika nelayan saling melakukan intervensi di lokasi penangkapan ikan yang pada

  

Dilema ketiga berkaitan dengan masalah penentuan lokasi penangkapan ikan. Oleh karena ikan biasanya berkumpul atau berkonsentrasi di lokasi dan perairan tertentu, seperti lokasi berlindung ikan, mereka yang memang diberikan izin untuk menangkap ikan di lokasi itu pasti akan memiliki produktivitas yang relatif lebih tinggi. Masalah muncul ketika harus menentukan dan cara menentukan siapa yang memiliki akses ke lokasi tersebut. KONDISI SUMBERDYA ALAM IKAN KONDISI SUMBERDYA ALAM IKAN Luas teritorial wilayah laut Indonesia keseluruhannya

  2 berkisar 3,1 juta km .

  Selain itu, Indonesia juga Dengan demikian, Indonesia dapat memiliki hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan di Zone memanfaatkan sumberdaya alam hayati Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan non hayati di perairan yaitu perairan yang berada 12 hingga 200 mil dari garis yang luasnya sekitar 5,8 2 juta km . pantai titik-titik terluar kepulauan Indonesia. Luas ZEE Indonesia sekitar 2,7 juta 2 Dari luas perairan teritorial maupun ZEE, diperkirakan ada potensi ikan km .

  sebesar 6,1 juta ton yang dapat ditangkap secara lestari sepanjang tahun. Pemanfaatan potensi ini sudah sekitar 60 %.

  

Prosentase ini sebenarnya sudah merupakan suatu peringatan, karena berdasarkan tanggung jawab komitmen internasional mengenai perikanan yang dibuat Food and Agriculture Organization (FAO) dan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), hanya sekitar 80% ikan yang boleh Kondisi Sumberdaya Alam Ikan di Indonesia Jika dipotret setiap perairan, Gambaran indikasi over umumnya dapat dikatakan bahwa fising dapat dilihat dari

perairan teritorial di kawasan produksi tangkapan ikan laut

barat Indonesia seperti Malaka, pada tahun 1999 telah Laut Jawa, Laut Flores, dan Laut mencapai 3,68 juta ton atau Cina Selatan, telah mengalami sekitar 60% dari perkiraan

atau menunjukkan gejala MSY (Maximum Suitainable

tangkap lebih (over fising) bagi Yield) sekitar 6,1 juta ton. jenis-jenis ikan yang tinggi nilai ekonomisnya.

  Akan tetapi jika tolak ukurnya bukan MSY, tapi TAC (Total

Allowable Catcs) yang memperkirakan potensi ikan di Indonesia

sekitar 5 juta ton, maka sebetulnya pada akhir tahun 1999

sumberdaya ikan laut Indonesia telah dimanfaatkan sekitar 74%

dari potensi yang tersedia.

  Meskipun secara agregat nasional baru 74% sumberdaya ikan Indonesia Meskipun secara agregat nasional baru 74% sumberdaya ikan Indonesia yang dimanfaatkan, namun distribusinya berdasarkan daerah sangat yang dimanfaatkan, namun distribusinya berdasarkan daerah sangat tidak seimbang. tidak seimbang.

  Sebagai refeksi, dari banyaknya nelayan di Pantai Utara Jawa, Selat malaka, dan Sulawesi Selatan, perairan yang berbatasan dengan ketiga pantai tersebut cenderung telah mencapai status tangkap penuh (full- exploitation) atau bahkan tangkap lebih (over- exploitation).

  Sebagai refeksi, dari banyaknya nelayan di Pantai Utara Jawa, Selat malaka, dan Sulawesi Selatan, perairan yang berbatasan dengan ketiga pantai tersebut cenderung telah mencapai status tangkap penuh (full-

  exploitation) atau bahkan

  tangkap lebih (over- exploitation).

  Perairan yang berindikasi telah mencapai status tangkap penuh atau tangkap lebih adalah Laut Jawa, Selat Malaka, dan Laut Flores. Selain itu, sumberdaya udang di Laut Arafura diindikasikan telah mencapai status tangkap penuh. Demikian juga, ikan tuna dan cakalang di perairan utara timur Indonesia cenderung dimafaatkan secara penuh dilihat dari semakin kurangnya produksi, semakin kecilnya ukuran ikan yang ditangkap, dan semakin jauhnya daerah penangkapan (fishing ground).

  Perairan yang berindikasi telah mencapai status tangkap penuh atau tangkap lebih adalah Laut Jawa, Selat Malaka, dan Laut Flores. Selain itu, sumberdaya udang di Laut Arafura diindikasikan telah mencapai status tangkap penuh. Demikian juga, ikan tuna dan cakalang di perairan utara timur Indonesia cenderung dimafaatkan secara penuh dilihat dari semakin kurangnya produksi, semakin kecilnya ukuran ikan yang ditangkap, dan semakin jauhnya daerah penangkapan (fishing

  ground).

  Kondisi Sumberdaya Alam Ikan Dunia Kondisi Sumberdaya Alam Ikan Dunia Hasil penelitian terakhir yang dilakukan oleh Food and

Agriculture Organization (FAO) mengungkapkan bahwa produksi

ikan dunia cenderung stabil atau meningkat dengan prosentase

yang kecil yaitu sekitar 1,5% per tahun selam lima tahun terakhir.

  Produksi ikan dari kegiatan penangkapan di laut justru menunjukkkan gejala mulai menurun, yaitu dari 84,7 juta ton pada tahun 1994 menjadi 84,1 juta ton pada tahun 1999.

  Produksi ikan dari kegiatan penangkapan di laut justru menunjukkkan gejala mulai menurun, yaitu dari 84,7 juta ton pada tahun 1994 menjadi 84,1 juta ton pada tahun 1999.

  Kestabilan produksi ikan dunia lebih disebabkan kontribusi positif dari kegiatan budidaya perikanan yang meningkat sekitar 10 % per tahun pada periode 1994 sampai dengan 1999, dari sekitar 28,8 juta ton pada tahun 1994 menjadi 32,9 juta ton pada tahun 1999.

  Kestabilan produksi ikan dunia lebih disebabkan kontribusi positif dari kegiatan budidaya perikanan yang meningkat sekitar 10 % per tahun pada periode 1994 sampai dengan 1999, dari sekitar 28,8 juta ton pada tahun 1994 menjadi 32,9 juta ton pada tahun 1999.

  

Dengan demikian, jika pola ini tetap berjalan, ketergantungan produksi pada

kegiatan penangkapan ikan makin kecil. Sebaliknya, ketergantungan pada budi daya ikan semakin besar.

  

FAO juga mengevaluasi status pemanfaatan sumberdaya ikan menurut

perairan-perairan penting di dunia. Untuk itu, perairan di seluruh dunia

dikelompokkan menjadi 16 perairan yang terdiri:

  6 wilayah perairan di Samudera 6 wilayah perairan di Samudera Atlantik Atlantik 2 wilayah perairan di Samudera 2 wilayah perairan di Samudera Indonesia Indonesia 6 wilayah perairan di Samudera 6 wilayah perairan di Samudera Pasifk, Pasifk, masing-masing 1 wilayah untuk masing-masing 1 wilayah untuk perairan Laut Mediteranea dan perairan Laut Mediteranea dan perairan Antartik perairan Antartik

  Hasil evaluasi FAO berdasarkan rasio produksi pada tahun 1998 dengan potensi lestari MSY (Maximum Sustainable Yield) atau rasio produksi dengan MLTAY (Maximum Long-Term Average Yield) menunjukkan bahwa : •Empat wilayah perairan telah mencapai puncak pemanfaatan sumberdaya. Keempat wilayah perairan tersebut termasuk perairan Indonsia dan Pasifk Barat Daya (Southwest Pacifc)

  • Delapan perairan lainnya telah dimanfaatkan sekitar lebih dari 70%
  • Sementara 4 perairan lainnya telah dimanfaatkan antara 10% hingga 50%

  KRITERIA PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM IKAN KRITERIA PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM IKAN Kriteria dan indikator pengelolaan sumberdaya alam ikan yang baik setidaknya ada tiga yaitu antara lain: kriteria dan indikator kriteria dan indikator efsiensi efsiensi kriteria dan indikator kriteria dan indikator berkelanjutan berkelanjutan kriteria dan indikator pemerataan kriteria dan indikator pemerataan

  Kriteria dan Indikator Efsiensi Kriteria dan Indikator Efsiensi Kriteria efisiensi disebut juga dengan produktivitas, yaitu kriteria penilaian Kriteria efisiensi disebut juga dengan produktivitas, yaitu kriteria penilaian kinerja pengelolaan dengan melihat besaran (magnitude) output yang kinerja pengelolaan dengan melihat besaran (magnitude) output yang

dihasilkan rezim tersebut secara relatif dibandingkan output pengelolaan

dihasilkan rezim tersebut secara relatif dibandingkan output pengelolaan

lain atau biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh output itu. lain atau biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh output itu.

  Kriteria dan Indikator Berkelanjutan Kriteria dan Indikator Berkelanjutan Kriteria berkelanjutan suatu manajemen pengelolaan sumberdaya alam ikan Kriteria berkelanjutan suatu manajemen pengelolaan sumberdaya alam ikan

dapat dinilai dari sisi sikap masyarakat untuk menjaga lingkungan dan dapat dinilai dari sisi sikap masyarakat untuk menjaga lingkungan dan

sumberdaya sumberdaya (stewardship) (stewardship) dan kelenturan dan kelenturan (resilience) (resilience) sistem. Sikap atau sistem. Sikap atau tindakan masyarakat yang tindakan masyarakat yang stewardship stewardship adalah kecenderungan masyarakat adalah kecenderungan masyarakat untuk mempertahankan produktivitas serta karakteristik ekologi sumberdaya. untuk mempertahankan produktivitas serta karakteristik ekologi sumberdaya. Stewardship

Stewardship dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu: horizon waktu,

dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu: horizon waktu, pemantauan, dan penegakan hukum. pemantauan, dan penegakan hukum. Kiteria dan Indikator Pemerataan Kiteria dan Indikator Pemerataan Kriteria pemerataan adalah yang paling banyak disoroti mayarakat. Hal ini Kriteria pemerataan adalah yang paling banyak disoroti mayarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak puas dengan apa yang terjadi, yang disebabkan karena masyarakat tidak puas dengan apa yang terjadi, yang mereka terima, dan yang mereka alami. Ketidakpuasan masyarakat mereka terima, dan yang mereka alami. Ketidakpuasan masyarakat

disebabkan karena adanya ketimpangan di tengah-tengah mereka atau disebabkan karena adanya ketimpangan di tengah-tengah mereka atau

antara mereka dengan orang atau kelompok luar. antara mereka dengan orang atau kelompok luar.

  Menurut Hann (1994) kriteria pemerataan memiliki empat komponen Menurut Hann (1994) kriteria pemerataan memiliki empat komponen utama, yaitu: utama, yaitu:

  • • Representasi: suatu pengelolaan yang lebih adil harus mampu mewakili

  Representasi: suatu pengelolaan yang lebih adil harus mampu mewakili • keseluruhan keinginan dan mengakomodasi seluruh keragaman yang ada dalam keseluruhan keinginan dan mengakomodasi seluruh keragaman yang ada dalam masyarakat. masyarakat.

  • Kejelasan proses: proses manajemen harus memiliki tujuan yang jelas dan
  • Kejelasan proses: proses manajemen harus memiliki tujuan yang jelas dan pelaksanaannya dilakukan secara transparan. pelaksanaannya dilakukan secara transparan.
  • Harapan yang homogen: seluruh pihak yang terlibat atau semua pemegang
  • Harapan yang homogen: seluruh pihak yang terlibat atau semua pemegang

  kepentingan harus memiliki kesepakatan tentang proses dan tujuan pengelolaan kepentingan harus memiliki kesepakatan tentang proses dan tujuan pengelolaan sumberdaya. sumberdaya.

  • Dampak distribusi: proses dan pelaksanaan manajemen harus mampu
  • Dampak distribusi: proses dan pelaksanaan manajemen harus mampu

  memberikan perubahan distribusi barang dan jasa. Hal tersebut harus memberikan perubahan distribusi barang dan jasa. Hal tersebut harus merupakan suatu opini yang perlu dipertimbangkan sejak awal. merupakan suatu opini yang perlu dipertimbangkan sejak awal.

Dokumen yang terkait

PENYUSUNAN PEDOMAN EVALUASI PENGELOLAAN DAN PEMBIAYAAN OBAT BERDASARKAN PENGUKURAN INDIKATOR DI PUSKESMAS KABUPATEN PEKALONGAN DARI TAHUN 1995--1999

0 0 13

POLA PENGELOLAAN AIR MINUM MENURUT KARAKTERISTIK WILAYAH, STATUS EKONOMI DAN SARANA AIR MINUM DI INDONESIA (DATA RISKESDAS 2007) Pattern of Drinking Water Management based on Regional Characteristics, Economic Status and Drinking Water Facilities in Indon

0 0 7

PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010

0 0 7

INTERVENSI PEMBERIAN MAKANAN TRADISIONAL OPAK-OPAK DENGAN PENGAYAAN IKAN EKOR KUNING DAN SERBUK DAUN KELOR SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN SELINGAN BERGIZI UNTUK IBU HAMIL KEK DI KABUPATEN LOMBOK UTARA, NTB (Intervention The Giving of Food Tradisional Opak-Opa

0 2 8

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN PEMUKIMAN DI PERKEBUNAN KOPI KABUPATEN JEMBER (The Behaviour Of Society In The Management Of Environmental Sanitation At Coffee Plantation Residence In Jember Regency)

0 0 9

55. 4. H e m a n a and Soetedja. Advances in the preparation of tempeh. - PICUNG (PANGIUM EDULE) SEBAGAI BAHAN PENGAWET IKAN

0 0 8

DAMPAK PENGELOLAAN TINJA TERPADU TERHADAP INFEKSI ASCARIS LUMBRICOIDES DI DAERAH KOTA (I)

0 0 7

PENGENDALIAN DBD MELALUI PEMANFAATAN PEMANTAU JENTIK DAN IKAN CUPANG DI KOTA PALEMBANG

0 0 10

PENGEMBANGAN CRACKERS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG IKAN PATIN [Pangasius hypophthalmus] DAN TEPUNG WORTEL [Daucus carota L.]

0 0 8

KOMNAS HAM – PELANGGARAN HAK PEREMPUAN ADAT DALAM PENGELOLAAN KEHUTANAN

0 1 82