BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Rasio Keuangan - Pengaruh Inventory TurnoverRatio Dan Debtors’ TurnoverRatio Terhadap Gross ProfitMargin: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian Rasio Keuangan

  Rasio keuangan merupakan alat yang sering digunakan untuk menganalisis kinerja perusahaan. Rasio keuangan menggunakan informasi yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan dan membantu dalam menginterpretasikan angka-angka yang terdapat laporan keuangan ke dalam kalimat yang dapat dimengerti mengenai kondisi yang terjadi dalam perusahaan. Rasio keuangan dapat menjadi pedoman yang bermanfaat dalam mengevaluasi posisi dan kegiatan operasi keuangan perusahaan serta mengadakan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun-tahun sebelumnya atau perusahaaan-perusahaan yang lain.

  Rasio keuangan identik dengan perbandingan elemen-elemen keuangan. “Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya” (Van Horne dan Wachowicz, 2005:202).

  Dari pengertian rasio keuangan di atas, maka rasio keuangan dapat digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi hubungan antara suatu elemen terhadap elemen lain dalam laporan keuangan. Menurut Wild et.al (2005:36) manfaat menggunakan rasio keuangan dalam melakukan analisis adalah “dapat mengetahui apakah terdapat penyimpangan-penyimpangan dengan cara membandingkan rasio keuangan dengan tahun-tahun sebelumnya” dan “rasio merupakan alat untuk menyediakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari. Rasio merupakan salah satu titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang diinterpretasikan dengan tepat mengindikasikan area yang memerlukan investigasi lebih lanjut.”

  Dalam penggunaannya, agar rasio keuangan dapat diinterpretasikan dengan baik dan tepat sasaran, maka perkiraan-perkiraan yang dibandingkan haruslah mengarah pada hubungan ekonomis yang penting, atau dengan kata lain, perkiraan-perkiraan yang dibandingkan haruslah memiliki atau kemungkinan besar memiliki hubungan yang mempengaruhi satu terhadap lainnya. Sebagai contoh, piutang dapat dibandingkan dengan penjualan karena piutang berhubungan secara langsung terhadap penjualan dimana penjualan kredit akan menghasilkan piutang. Namun perbandingan antara beban perlengkapan dengan harga saham tidaklah tepat karena beban perlengkapan tidak memiliki hubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham, begitu pula sebaliknya.

  Oleh karena itu, dalam menggunakan rasio keuangan untuk menginterpretasikan suatu kondisi dengan tepat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Menurut Syamsuddin (2000 : 40) beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis, yaitu : a.

  Sebuah rasio saja tidak dapat digunakan untuk menilai keseluruhan operasi yang telah dilaksanakan. Untuk menilai keadaan perusahaan secara keseluruhan sejumlah rasio haruslah dinilai secara bersama- sama. Kalau sekiranya hanya satu aspek saja yang ingin dinilai, maka satu atau dua rasio saja sudah cukup digunakan.

  b.

  Pembandingan yang dilakukan haruslah dari perusahaan yang sejenis dan pada saat yang sama.

  c.

  Sebaiknya perhitungan rasio finansial didasarkan pada data laporan keuangan yang telah diperiksa (diaudit). Laporan keuangan yang belum diaudit masih diragukan kebenarannya, sehingga rasio-rasio yang dihitung juga kurang akurat.

  d.

  Adalah sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang digunakan haruslah sama. Hasil perhitungan rasio keuangan dapat diinterpretasikan apabila ada pembanding. Menurut Foster (1986 : 61-70) ada dua metode pembandingan rasio keuangan, yaitu: 1.

  Cross-sectional Techniques

  Two frequently discussed cross-sectional techniques of fianancial statement analysis are (A) common-size statements and (B) financial ratio analysis.

2. Time-series Techniques

  This section illustrate the use of trend statements and financial ratios to gain insight into a firm’s perfomance over time.

2. Jenis-Jenis Rasio Keuangan

  Terdapat banyak rasio-rasio keuangan yang dapat digunakan untuk melalukan analisis keuangan di berbagai segmen perusahaan. Seperti yang dikemukakan oleh Van Horne dan Wachowicz (2005 : 204)

  Rasio-rasio keuangan yang umumnya digunakan pada dasarnya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama meringkas beberapa aspek dari “kondisi keuangan” perusahaan untuk suatu periode-periode dengan neraca yang telah dibuat. Rasio-rasio ini disebut rasio rasio neraca (balance sheet ratio), karena baik pembilang maupun penyebut dalam setiap rasio berasal langsung dari neraca. Jenis kedua dari rasio meringkas beberapa aspek kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio-rasio ini disebut sebagai rasio laporan laba rugi (income statement ratio) atau rasio laba rugi/neraca (income statement/balance sheet ratio).

  Secara umum rasio-rasio keuangan dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, antara lain:

  a. Rasio Likuiditas

  Rasio likuiditas biasa digunakan untuk menganalisis kredit karena likuiditas berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas dapat digunakan oleh pihak- pihak yang ingin menilai tingkat likuiditas perusahaan, misalnya pihak kreditor jangka pendek, pemasok, calon investor dan bankir. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 206) rasio likuiditas adalah “rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya”.

  Rasio likuiditas sendiri dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Masing-masing rasio likuiditas mencerminkan perspektif yang berbeda mengenai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas menurut Subramanyam(2010:44) antara lain rasio lancar (current ratio), rasio cepat(acid test ratio), waktu penagihan(collection period), dan jumlah hari untuk menjual persediaan (days to sell inventory).

  b. Rasio Solvabilitas / Rasio Leverage

  Dalam menjalankan berbagai aktivitasnya, perusahaan memerlukan dana terutama untuk menjalankan aktivitas operasi sebagaimana mestinya.

  Perusahaan pada umumnya memperoleh pendanaan dari dua sumber yaitu dari para pemegang saham dan kreditor. Perusahaan dapat memilih salah satu dari sumber tersebut atau kombinasi dari keduanya. Pada dasarnya kedua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

  Untuk meminimalkan kekurangan yang ditimbulkan dari kedua sumber dana tersebut, maka perlu adanya pengaturan agar keduanya saling menunjang satu sama lain, misalnya dengan dibuatnya pembatasan penggunaan dana yang bersumber dari pinjaman. Kombinasi yang dilakukan dari penggunaan dana dikenal dengan rasio solvabilitas atau rasio leverage. “Leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang” (Van Horne dan Wachowicz, 2005:209). Leverage ratio disebut juga rasio solvabilitas.

  Pihak yang paling berkepentingan terhadap rasio leverage perusahaan adalah kreditor dan pemegang saham. Semakin besar jumlah pendanaan yang berasal dari kreditor, semakin tinggi risiko perusahaan tidak dapat membayar seluruh kewajiban dan bunganya. Hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi kreditor ketika perusahaan ingin menambah pinjaman lagi. Bagi pemegang saham, semakin tinggi rasio leverage, semakin rendah tingkat pengembalian yang akan diterima pemegang sahamkarena perusahaan harus melakukan pembayaran bunga sebelum laba dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen sehingga mempengaruhi keputusan investasi yang akan diambil oleh para pemegang saham.

  Menurut Subramanyam (2010: 44) beberapa rasio solvabilitas adalah “total debt to equity ratio, long term debt to equity ratio, dan times interest

  earned ratio.”

c. Rasio Aktivitas

  Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan aktiva yang dimilikinya sehingga rasio aktivitas sering disebut juga rasio efektivitas. Rasio aktivitas juga dapat digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dari hasil perhitungan rasio aktivitas yang dilakukan, maka akan terlihat apakah perusahaan telah dikatakan efektif dan efisien dalam mengelola aktivitasnya, tentunya juga dengan mempertimbangkan jenis dan latar belakang perusahaan yang diukur tersebut.

  Rasio aktivitas dapat diklasifikasikan menjadi rasio perputaran kas (cash turnover), rasio perputaran piutang usaha (account receivable

  

turnover ), perputaran persediaan (inventory turnover), perputaran modal

  kerja (working capital turnover), perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover ), dan perputaran total aktiva (total assets turnover).

  Rasio aktivitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah inventory turnover ratio (ITR) dan debtors’ turnover ratio (DTR).

1. Inventory Turnover Ratio

  

Inventory turnover menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 :

  217) “memberitahu kita seberapa banyak persediaan berputar menjadi piutang melalui penjualan selama tahun terkait”. Rasio ini menunjukkan seberapa efektif perusahaan dalam kegiatan usahanya terutama mengenai persediaannya, jumlah investasi yang ada dalam persediannya dan siklus operasi untuk mengisi kasnya kembali dari penjualan atas persediannya. Rumus untuk menghitung inventory

  turnover menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 221)

  Cost of Goods Sold Inventory Turnover =

  Average Inventory Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan. Jika inventory turnover suatu perusahaan menunjukkan sebesar 3 artinya persediaan perusahaan berputar 3 kali dalam menghasilkan penjualan bagi perusahaan. Untuk mengetahui apakah perusahaan cukup efisien dalam mengelola persediaannya, hasil perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata industri atau hasil perhitungan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan rasio inventory turnover mengindikasikan kelebihan persediaan yang dimiliki. Oleh karena itu, harus dilakukan suatu usaha untuk mengetahui apakah suatu kategori persediaan tertentu tidak terjual dengan baik dan apa penyebabnya.

  Eenekwe et.al (2013:109) mengatakan rasio perputaran persediaan berusaha untuk mengidentifikasi lamanya persediaan disimpan sebelum itu dikonversi ke uang tunai. Dalam perusahaan yang memiliki produk persediaan yang tidak dapat bertahan lama, menyimpan banyak persediaan sangatlah berisiko bagi perusahaan. Namun, jika persediaan bukanlah jenis yang mudah rusak atau persediaan bersifat tahan lama, maka menyimpan persediaan mungkin akan menguntungkan, misalnya dapat menjualnya selama periode inflasi. Berbagai faktor yang mempengaruhi banyaknya persediaan yang disimpan suatu perusahaan antara lain jenis produk, produksi musiman atau bukan, pola permintaan, persaingan, dan ketersediaan dana.

2. Debtors’ Turnover Ratio

  Leahy (2012) mengemukakan rasio perputaran debtor (debtors’

  

turnover ratio) sebagai variabel piutang yang mengukur dampak

  fungsi kredit perusahaan terhadap profitabilitas. Dampak ini meliputi risiko yang terkait dengan pemberian kredit. Dia menambahkan bahwa semakin tinggi rasio piutang terhadap penjualan, semakin besar pula keuntungan produsen atau perusahaan. Oleh karena itu perusahaan mau menyediakan fasilitas penjualan kredit untuk pelanggannya.

  Nweze (2011) berpendapat bahwa rasio debtor terdiri dari perputaran piutang dan periode penagihan piutang. Perputaran piutang menunjukkan jumlah piutang dapat dikumpulkan selama setahun. Perputaran ini dihitung dengan membagi angka penjualan kredit bersih (jika tidak tersedia, maka gunakan angka total penjualan) dengan rata-rata piutang. Rata-rata piutang ditemukan dengan cara menambahkan angka piutang awal dengan angka piutang akhir kemudian dibagi dua. Semakin tinggi angka perputaran piutang ini, maka semakin baik, karena ini berarti bahwa perusahaan dapat mengumpulkan piutang dengan cepat dari pelanggan. Dana yang telah dikumpulkan ini kemudian dapat digunakan lagi untuk investasi atau kegiatan operasi lainnya. Jika terjadi penurunan rasio perputaran rasio debtor secara signifikan, maka ini mengindikasikan masalah yang serius dalam pengumpulan piutang dari pelanggan. Oleh karena itu dibutuhkan analisis yang cermat dari perusahaan terhadap kebijakan kredit perusahaan. net credit sales (total sales)

  ′

  = � � Average Receivable

  Rata-rata periode penagihan piutang ditemukan dengan membagi perputaran piutang dengan 365 hari. Semakin tinggi angka dari rata- rata periode penagihan piutang menunjukkan bahwa piutang pelanggan mungkin semakin tidak dapat tertagih.

  365 =

  net credit sales (total sales )

  � �

  Average Receivable

  365 =

  ′ Sebagai contoh, jika angka rata-rata periode penagihan piutang

  (average collection period) menunjukkan 30, itu berarti perusahaan

  secara rata-rata dapat menagih piutang yang dimilikinya dalam periode 30 hari dan mengubah piutang tersebut menjadi uang tunai atau dana yang dapat digunakannya kembali.

d. Rasio Profitabilitas

  Hasil akhir dari semua keputusan dan kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan dapat terlihat dari profitabilitas. Oleh karena itu rasio profitabilitas dapat disebut juga dengan rasio kinerja operasi. Rasio ini dapat mengevaluasi margin laba atas aktivitas operasi yang dilakukan.

  Menurut Brigham dan Houston (2006 : 107) “rasio profitabilitas (profitability ratio) akan menunjukkan efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil operasi”.

  Rasio profitabilitas (profitability ratio) menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 222) adalah “rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi”. Rasio profitabilitas menunjukkan tingkat profitabilitas perusahaan. Setiap perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi karena untuk menjaga kelangsungan hidupnya, perusahaan harus tetap berada pada posisi yang menguntungkan

  (profitable) . Kondisi yang tidak menguntungkan, akan membuat

  perusahaan sulit untuk melangsungkan atau mengembangkan kegiatan operasinya selanjutnya, serta memperoleh pinjaman dari kreditor maupun investasi dari luar.

  Jika dilihat dari hubungannya dengan penjualan dan investasi, rasio profitabilitas dapat diklasifikasikan menjadi margin laba kotor (gross

  

profit margin ), margin laba operasi (operating profit margin), margin laba

  sebelum pajak (pretax profit margin), margin laba bersih (net profit margin ), return on assets atau return on investment, dan return on equity.

  Rasio profitabilitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah margin laba kotor (gross profit margin).

  

Gross profit margin dapat memberitahukan margin keuntungan kotor

  yang didapatkan dari setiap penjualan perusahaan. Gross profit margin menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 222) “memberitahu kita laba dari perusahaan yang berhubungan dengan penjualan, setelah kita mengurangi biaya untuk memproduksi barang yang dijual”.

  Rumus untuk menghitung gross profit margin menurut Wild (2005 : 42) adalah

  Sales − Cost of Goods Sold x 100%

  = Sales

  Semakin besar gross profit margin perusahaan semakin baik keadaan operasional perusahaan. Sebagai pemisalan, jika perhitungan gross profit

  

margin suatu perusahaan sebesar 0,30 atau 30 persen berarti setiap seratus

  rupiah penjualan, perusahaan akan mendapatkan laba kotor sebesar 30 rupiah. Hasil perhitungan rasio ini kemudian akan dibandingkan dengan hasil perhitungan tahun-tahun sebelumnya untuk melihat apakah terdapat peningkatan atau penurunan gross profit margin.

  Gross profit margin juga dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi

  penjualan perusahaan terhadap harga pokok penjualan. Dengan menggunakan rasio ini, hasil yang diperoleh akan terbebas dari pengaruh biaya yang dikeluarkan ataupun pendapatan yang diperoleh diluar dari kegiatan operasi. Rasio ini didasarkan pada penjualan bersih perusahaan, karena penjualan adalah fitur paling penting. Penjualan menghasilkan keuntungan – tanpa penjualan tidak akan ada keuntungan. Margin laba kotor yang rendah dapat juga mengindikasikan harga pokok penjualan yang relatif terlalu tinggi.

3. Analisis Rasio Keuangan

a. Pengertian Anaslisis Rasio Keuangan

  Financial ratio analysis is a vital one since the profitability of an

enterprise is directly affected by such decision. The succesful selection and

use of appropriate financial ratio is one of the key elements of the firm’s

financial strategy (Enekwe et.al, 2013:107). Analisis rasio keuangan

  adalah analisis yang dilakukan dengan menghubungkan berbagai perkiraan yang terdapat pada laporan keuangan dalam bentuk rasio keuangan. Wild

  

et.al (2005 : 36) mengemukakan bahwa “analisis rasio (ratio

analysis) dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar

  perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio.” Sedangkan menurut Subramanyam (2010 : 40) analisis rasio merupakan “salah satu alat analisis keuangan yang paling populer dan banyak digunakan.” Namun, sering disalahpahami dan sebagai konsekuensinya, kepentingannya sering dilebih-lebihkan. Sebuah rasio menyatakan hubungan matematis antara dua kuantitas. Rasio 200 terhadap 100 dinyatakan sebagai 2:1 atau cukup 2. Meskipun perhitungan rasio merupakan operasi aritmetika sederhana, interpretasinya lebih kompleks. Agar bermakna, sebuah rasio harus pada hubungan ekonomis yang penting.

b. Kegunaan Analisis Rasio Keuangan

  

Financial ratio analysis have a lot of potentials to help organizations

in improving their revenue generation ability as well as minimization of

costs (Enekwe et.al, 2013:107). Rasio keuangan mempunyai dua fungsi

  yang mendasar yaitu fungsi historikal dan fungsi prediktif. Sebagai fungsi historikal, rasio keuangan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan suatu perusahaan dan kinerjanya pada periode yang telah berlalu. Dengan membandingkan rasio keuangan perusahaan dari tahun ke tahun dapat dipelajari komposisi perubahan dan dapat ditentukan apakah terdapat kenaikan atau penurunan kondisi dan kinerja perusahaan selama waktu tersebut. Selain itu, dengan membandingkan rasio keuangan terhadap perusahaan lainnya yang sejenis atau terhadap rata-rata industri dapat membantu mengidentifikasi adanya penyimpangan.

  Sedangkan sebagai fungsi prediktif, rasio keuangan dapat bermanfaat untuk orientasi ke depan. Hal ini berarti perusahaan akan menyesuaikan faktor-faktor yang mempengaruhi rasio untuk kemungkinan tren dan ukurannya di masa depan. Perusahaan juga harus menilai faktor-faktor yang berpotensi memengaruhi rasio di masa depan. Oleh karena itu, “kegunaan rasio tergantung pada keahlian penerapan dan interpretasinya, dan ini adalah bagian paling menantang dari analisis rasio.” (Subramanyam , 2010:42)

  Analisis rasio keuangan biasanya digunakan oleh tiga kelompok utama pengguna laporan keuangan, yaitu kelompok manajer perusahaan, kelompok analis kredit dan kelompok analis saham. Menurut Brigham dan Houston (2006 : 119) kegunaan analisis rasio keuangan bagi ketiga kelompok tersebut adalah sebagai berikut:

  1. manajer, yang menerapkan rasio untuk membantu menganalisis, mengendalikan, dan kemudian meningkatkan operasi perusahaan, 2. analis kredit, termasuk petugas pinjaman bank dan analis peringkat obligasi, yang menganalisis rasio-rasio untuk membantu memutuskan kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya, dan

  3. analis saham, yang tertarik pada efisiensi, risiko, dan prospek pertumbuhan perusahaan.

c. Interpretasi Rasio

  Rasio harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena faktor-faktor yang memengaruhi pembilang dapat berkorelasi dengan faktor-faktor yang memengaruhi penyebut. Sebagai contoh, perusahaan dapat memperbaiki rasio beban operasi terhadap penjualan dengan mengurangi biaya yang menstimulasi penjualan (misalnya, penelitian dan pengembangan). Pengurangan jenis biaya seperti ini kemungkinan berakibat pada penurunan penjualan atau pangsa pasar jangka panjang. Dengan demikian, profitabilitas yang tampaknya membaik dalam jangka pendek dapat merusak prospek perusahaan di masa depan. Kita harus menginterpretasikan perubahan tersebut dengan tepat. Banyak rasio memiliki variabel penting yang sama dengan rasio lainnya. Dengan demikian, tidaklah perlu untuk menghitung semua rasio yang mungkin untuk menganalisis sebuah situasi. Rasio, seperti sebagian besar teknik analisis keuangan, tidak relevan dalam isolasi. Rasio bermanfaat bila diinterpretasikan dalam perbandingan dengan : (1) rasio tahun sebelumnya, (2) standar yang ditentukan sebelumnya, dan (3) rasio pesaing. Pada akhirnya, variabilitas rasio sepanjang waktu sering sama pentingnya dengan trennya. (Subramanyam, 2010: 43)

d. Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan

  Menurut Harahap (2006: 298) analisis rasio keuangan memiliki beberapa keunggulan yaitu:

  1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.

  2. Rasio merupakan pengganti yang sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.

  3. Rasio mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.

  4. Rasio sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (z-score).

  5. Rasio menstandarisir size perusahaan.

  6. Dengan rasio lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series.

  7. Dengan rasio lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang. Namun, sebagai alat analisis keuangan, rasio juga memiliki kelemahan atau kekurangan. Syahyunan (2004 : 82-83) mengungkapkan ada beberapa keterbatasan atau kelemahan analisis rasio keuangan.

  1. Kesulitan dalam mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang usaha.

  2. Perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda, misalnya perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan.

  3. Rasio keuangan disusun dari data akuntansi dan data tersebut dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda bahkan bisa merupakan hasil manipulasi.

  4. Informasi rata-rata industri adalah data umum dan hanya merupakan hasil manipulasi. Kelemahan paling menonjol dari penggunaan rasio sebagai alat analisis keuangan yaitu sulitnya membandingkan perhitungan rasio suatu perusahaan dengan rata-rata industri. Kiesoet.al (2002 : 495) berkomentar sebagai berikut:

  Kritik terbesar atas analisis rasio adalah sulitnya mencapai komparabilitas (comparability) yang tinggi di antara perusahaan-perusahaan dalam industri tertentu. Untuk mencapai komparabilitas di antara perusahaan-perusahaan mengharuskan analis untuk (1) mengidentifikasi perbedaan mendasar yang terdapat dalam prinsip dan prosedur akuntansi yang digunakan dan (2) menyesuaikan saldo untuk mencapai komparabilitas.

4. Gross Profit Margin

  Marjin laba kotor (gross profit margin) berbeda dengan laba kotor. Laba kotor merupakan pengurangan dari total penjualan terhadap harga pokok penjualan, sedangkan marjin laba kotor merupakan rasio laba kotor penjualan.

  Adapun elemen – elemen yang menentukan besarnya laba kotor adalah: 1. Elemen pendapatan penjualan, ditentukan oleh besarnya: a.

  Harga jual satuan b.

  Kuantitas atau volume penjualan 2. Elemen harga pokok penjualan, ditentukan oleh besarnya: a.

  Harga pokok penjualan setiap produk b.

  Kuantitas atau volume penjualan Marjin laba kotor digunakan untuk mengukur perbandingan antara laba kotor dengan tingkat penjualan bersih, di mana laba kotor diperoleh dengan cara mengurangkan antara penjualan bersih dengan harga pokok penjualan. Semakin besar rasio ini, semakin baik keadaan perusahaan, karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi dan ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan relatif rendah bila dibanding dengan penjualan. Sebaliknya, semakin kecil rasio marjin laba kotornya, maka semakin kurang baik pula operasional perusahaan.

  Rasio marjin laba kotor dipengaruhi oleh penjualan dan harga pokok penjualan ataupun biaya produksi. Rasio yang rendah dapat disebabkan oleh penurunan penjualan yang lebih besar daripada penurunan biaya-biaya produksi, dan sebaliknya. Atau dengan kata lain, apabila rasio ini bertambah tinggi antara satu periode dengan periode selanjutnya, maka mengindikasikan perusahaan berhasil menekan biaya produksi seefisien mungkin, dan sebaliknya, semakin rendah angka rasio marjin laba kotor mengindikasikan bertambahnya biaya produksi.

  Analisis marjin laba kotor sering digunakan dalam perencanaan keuangan atau penganggaran, namun teknik ini juga dapat digunakan dalam analisis laporan keuangan. Untuk lebih memahami penggunaan rasio marjin laba kotor, kita dapat memperhatikan contoh berikut. Misalkan pendapatan perusahaan sebesar Rp.100.000.000 dengan harga pokok penjualannya Rp.40.000.000 maka laba kotornya adalah Rp.60.000.000 sehingga dapat diketahui marjin laba kotornya adalah sebesar 60%.

5. Hubungan Rasio Keuangan dengan Gross Profit Margin

  Inventory turnover ratio menunjukkan perputaran persediaan yang

  terdapat di perusahaan. Angka perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan pembelian atau produksi dan penjualan persediaan yang cepat terjadi dimana barang persediaan yang dimiliki perusahaan tidak tersimpan lama di gudang sejak dibeli atau diproduksi sampai persediaan tersebut terjual. Karena perputaran persediaan yang tinggi dapat mencerminkan penjualan yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa rasio perputaran persediaan memiliki pengaruh yang positif terhadap marjin laba kotor perusahaan.

  Debtors’ turnover ratio menunjukkan besarnya piutang yang dapat

  tertagih atas penjualan kredit ataupun total penjualan yang dihasilkan oleh perusahaan. Rasio perputaran piutang yang tinggi mengartikan banyaknya piutang usaha yang dapat tertagih. Piutang usaha berkaitan dengan penjualan kredit dimana penjualan kredit yang besar akan menimbulkan piutang usaha yang besar pula. Oleh karena itu dapat dikatakan piutang usaha memiliki hubungan yang positif terhadap penjualan dan marjin laba kotor perusahaan.

  Demikian pula dengan perputaran piutang usaha, dimana penagihan piutang akan memberikan aset tambahan bagi perusahaan untuk meningkatkan produksi dan penjualan, sehingga dapat dikatakan perputaran piutang usaha memiliki hubungan yang positif terhadap marjin laba kotor.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Terdapat ketidaksamaan atau tidak terdapat konsistensi dari hasil penelitian- penelitian yang telah dilakukan terlebih dahulu, baik secara pasial maupun simultan terhadap hubungan rasio-rasio keuangan yang akan diteliti dalam penelitian ini. Berikut ini adalah uraian beberapa penelitan yang telah dilakukan terdahulu: 1.

  Penelitian Enekwe, Okwo dan Ordu tahun 2013 Judul penelitian adalah ”Financial Ratio Analysis as a Determinant of

  Profitability in Nigerian Pharmaceutical Industry”. Data yang digunakan

  bersumber dari laporan keuangan tahunan 5 perusahaan farmasi yang dipilih untuk periode 11 tahun yaitu mulai tahun 2001 sampai 2011. Variabel bebas yang digunakan adalah inventory turnover ratio, debtors’ turnover ratio,

  

creditors’ velocity ratio, dan total asset turnover ratio. Sedangkan

  profitabilitas diwakili oleh gross profit margin. Hasil penelitian secara simultan menunjukkan hubungan negatif antara semua variabel bebas dengan profitabilitas. Secara parsial, hanya variabel inventory turnover ratio yang memiliki hubungan signifikan terhadap profitabilitas.

  2. Penelitian Bangun tahun 2010 Judul penelitian adalah “Analisis Pengaruh Receivable Turnover Ratio,

  

Inventory Turnover Ratio, dan Total Assets Turnover Ratio terhadap Earning

Power pada Perusahaan Farmasi di Bursa Efek Indonesia.” Data yang

  digunakan bersumber dari laporan laba rugi dan neraca perusahaan farmasi pada tahun 2003 – 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama semua variabel tetap memiliki hubungan yang signifikan terhadap earning power. Namun secara parsial, hanya variabel total assets

  turnover ratio yang memiliki pengaruh signifikan terhadap earning power.

  3. Penelitian Sihombing tahun 2011 Judul penelitian adalah “Pengaruh Efektivitas Modal Kerja Terhadap Laba

  Usaha pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Variabel independen yang digunakan adalah working capital

  

turnover, receivable turnover, inventory turnover , sedangkan variabel

  dependennya adalah return on investment. Data yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan makanan dan minuman tahun 2007 – 2010.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, semua variabel bebas memiliki pengaruh terhadap return on investment. Sedangkan secara parsial, hanya variabel inventory turnover ratio yang memiliki pengaruh terhadap return on investment.

  4. Penelitian Pakpahan tahun 2011 Judul penelitian adalah “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Perubahan

  Laba pada Perusahaan Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Variabel penelitiannya adalah current ratio, debt to equity ratio, total assets

turnover, inventory turnover, gross profit margin terhadap perubahan laba.

  Periode penelitian adalah tahun 2006 – 2009. Hasilnya menunjukkan bahwa

  

current ratio, debt to equity ratio, total assets turnover ratio, inventory

turnover ratio, dan gross profit margin baik secara parsial maupun simultan

  tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan laba.

  5. Penelitian Syarief tahun 2010 Judul penelitian adalah “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Perubahan

  Laba pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Penelitian ini menguji hubungan

  

current ratio, debt ratio, total assets turnover, inventory turnover, return on

assets, retun on equity, gross profit margin terhadap perubahan laba. Periode

  penelitian adalah tahun 2007 – 2009. Hasilnya menunjukkan bahwa secara simultan, semua variabel dependen (current ratio, debt ratio, total assets

  

turnover, inventory turnover, return on assets, retun on equity, gross profit

  

margin) berpengaruh terhadap perubahan laba. Sedangkan secara parsial,

tidak ada variabel dependen yang berpengaruh terhadap perubahan laba.

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Tedahulu

  Nama Judul Variabel yang digunakan

  Metode Analisis

  Hasil Penelitian Enekwe, Okwo dan Ordu (2013)

  Financial Ratio Analysis as a Determinant of Profitability in Nigerian Pharmaceuti cal Industry

  inventory turnover ratio, debtors’ turnover ratio, creditors’ velocity ratio, total asset turnover ratio, dan gross profit margin

  Regresi Linear Berganda secara simultan menunjukkan hubungan negatif antara semua variabel bebas dengan profitabilitas.

  Secara parsial, hanya variabel

  inventory turnover ratio

  yang memiliki hubungan signifikan terhadap profitabilitas. Bangun (2010)

  Analisis Pengaruh Receivable Turnover Ratio, Inventory Turnover Ratio, dan Total Assets Turnover Ratio terhadap Earning Power pada Perusahaan Farmasi di Bursa Efek Indonesia

  Receivable Turnover Ratio, Inventory Turnover Ratio, dan Total Assets Turnover Ratio dan Earning Power

  Regresi Linear Berganda

  Secara bersama- sama semua varaiabel tetap memiliki hubungan yang signifikan terhadap earning power, namun secara parsial, hanya variabel total assets turnover ratio yang memiliki pengaruh signifiakn terhadap earning power Sihombing (2011)

  Pengaruh Efektivitas Modal Kerja Terhadap Laba Usaha pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia working capital turnover, receivable turnover, inventory turnover, dan return on investment

  Regresi Linear Berganda

  Secara simultan, semua variabel bebas memiliki pengaruh terhadap return on investment, sedangkan secara parsial, hanya variabel inventory turnover ratio berpengaruh terhadap return on investment

  Pakpahan (2011)

  Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Perubahan Laba pada Perusahaan Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia current ratio, debt to equity ratio, total assets turnover, inventory turnover, gross profit margin, dan perubahan laba

  Regresi Linear Berganda

  Current ratio, debt to equity ratio, total assets turnover ratio, inventory turnover ratio, dan gross profit margin baik secara parsial maupun simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan laba

  Syarief (2010)

  Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Perubahan Laba pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI current ratio, debt ratio, total assets turnover, inventory turnover, return on assets, retun on equity, gross profit margin dan perubahan laba

  Regresi Linear Berganda

  Secara simultan, semua variabel dependen berpengaruh terhadap perubahan laba, sedangkan secara parsial, tidak ada variabel dependen yang berpengaruh terhadap perubahan laba

  Sumber : Data diolah peneliti, 2013

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

1. Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual membantu dalam memahami bagaimana hubungan antara teori dengan berbagai faktor yang diidentifikasi sebagai hal yang penting sehingga dapat menjelaskan hubungan teori dengan variabel yang akan diteliti.

  Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah

Inventory Turnover Ratio (ITR) dan Debtors’ Turnover Ratio (DTR).

  Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Gross Profit Margin (GPM). Berdasarkan latar belakang dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Inventory Turnover Ratio (X 1 )

  H

  1 Gross Profit Margin (Y)

  Debtor’s Turnover Ratio (X 2 )

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  

Inventory turnover ratio mengukur perputaran persediaan yang terjadi di

perusahaan selama periode tertentu, pada umumnya adalah periode satu tahun.

  ITR yang tinggi menunjukkan perputaran persediaan yang tinggi pula, yang berarti persediaan yang dimiliki perusahaan sering mengalami pergerakan masuk (melalui pembelian atau hasil produksi) dan keluar (penjualan). Penjualan yang dilakukan akan memberikan laba bagi perusahaan. Dengan demikian dapat diasumsikan jika ITR menunjukkan angka yang tinggi, maka penjualan perusahaan akan menunjukkan angka yang tinggi pula. Penjualan yang tinggi tersebut akan menyebabkan GPM perusahaan mencapai titik yang tinggi.

  

Debtors’ turnover ratio mengukur tingkat perputaran piutang yang terjadi

  pada perusahaan selama suatu periode. DTR menunjukkan seberapa lancar dan cepatnya piutang yang dimiliki perusahaan dapat ditagih dan diubah menjadi uang tunai sehingga dapat digunakan kembali untuk kegiatan- kegiatan perusahaan lainnya. Hasil perhitungan DTR yang tinggi mengartikan keadaan yang baik dimana perusahaan dapat menagih piutang yang dimilikinya dengan relatif cepat dan lancar. Banyaknya piutang yang dimiliki dan banyaknya piutang yang dapat ditagih dapat berhubungan dengan banyaknya penjualan kredit yang terjadi. Penjualan kemudian akan mempengaruhi banyaknya laba yang dihasilkan. Oleh karena itu dapat dikatakan rasio perputaran piutang memiliki hubungan yang positif dengan laba yang diperoleh perusahaan.

  Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ITR dan DTR mempunyai pengaruh masing-masing terhadap GPM. Oleh kerena itu, dalam penelitian ini akan diuji hubungan ITR dan DTR secara bersama-sama atau secara simultan terhadap GPM.

2. Hipotesis Penelitian

  ”Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Dengan menguji hipotesis diharapkan solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.” (Sekaran, 2006:135)

  Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diurakan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

  H

1 : Ada pengaruh Inventory Turnover Ratio (ITR) dan Debtors’ Turnover

Ratio (DTR) secara bersama-sama terhadap Gross Profit Margin (GPM).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Dasar-dasar Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak - Analisis Pengaruh Penagihan Pajak Aktif Terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Medan Timur)

0 0 23

Analisis Pengaruh Penagihan Pajak Aktif Terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Medan Timur)

0 1 12

Sistem Pengawasan Intern Gaji Dan Upah Pegawai Pada Pt. Telkom Sub Area Medan

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Pengaruh Penambahan Larutan Zat Kapur Terhadap Kenaikan pH Pada Air Pengolahan PDAM Tirtanadi IPA Sunggal

0 0 16

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai

0 3 11

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Anak - Tinjauan Yuridi Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridi Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No.791/Pid.B/2011/PN.SIM)

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pengeringan - Rancang Bangun Kompresor Dan Pipa Kapiler Untuk Mesin Pengering Pakaian Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1PK

0 1 30

Rancang Bangun Kompresor Dan Pipa Kapiler Untuk Mesin Pengering Pakaian Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1PK

0 1 21

LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Ikhtisar Data Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2012 yang menjadi Sampel Penelitian

0 19 11