3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Kedelai

  Menurut Adisarwanto (2005) pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales Famili : Leguminosae Genus : Glycine Spesies : Glycine max (L.) Merill

  2.2 Susu Kedelai

  Menurut SNI 01-3830-1995 susu kedelai adalah produk yang berasal dari ekstrak biji kacang kedelai dengan air atau larutan tepung kedelai dalam air, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain yang diizinkan.

  Potensi kacang kedelai sebagai bahan dasar susu kedelai sangat tinggi dan perlu dikembangkan. Banyak alasan yang mendasarinya, yaitu kacang kedelai mudah didapat, murah, sudah dikenal oleh semua orang dan citarasanya enak serta kacang kedelai mengandung 35 - 40% protein, paling tinggi dari segala jenis kacang-kacangan (Hartoyo, 2005).

  Sejak abad II sebelum Masehi, susu kedelai sudah dibuat di negeri Cina, kemudian teknologinya mengalir ke Jepang. Setelah perang dunia ke II, susu kedelai mulai dikenal di Asia Tenggara termasuk Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura hingga saat ini susu kedelai mengalami perkembangan yang sangat pesat. Masyarakat Malaysia mengenal susu kedelai dengan nama Vitabean, pengembangannya telah dimulai sejak tahun 1952, sedangkan di Filipina susu kedelai populer dengan nama Philsoy (Hartoyo,2005).

  2.2.1 Komposisi Gizi Susu Kedelai Komposisi gizi susu kedelai, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi Gizi Susu Kedelai (dalam 100 gr)

  Komponen Jumlah Kalori (Kkal) 41,00

  Protein (gr) 3,50 Lemak (gr) 2,50

  Karbohidrat (gr) 5,00 Kalsium (mg) 50,00

  Fosfor (gr) 45,00 Besi (gr) 0,70

  Vitamin A (SI) 200,00 Vitamin B (mg) 0,08 Vitamin C (mg) 2,00

  Sumber: Aman dan Harjono (1973)

2.2.2 Pembuatan Susu Kedelai

  Menurut Hartoyo (2005) pembuatan susu kedelai sebagai berikut: a. Kacang kedelai yang telah disortir (dipisahkan dari kotoran dan biji rusak) direndam dalam larutan baking soda 0,25 – 0,5% selama 15 menit.

  Perendaman dilakukan pada suhu ruang, dengan perbandingan larutan perendam dan kacang kedelai 3 : 1. b.

  Didihkan rendaman kacang kedelai, setelah mendidih tiriskan dan bilas dengan air segar, pisahkan kulitnya untuk dibuang. Bau dan rasa langu dapat dihilangkan dengan cara mematikan enzim lipsigenase dengan suhu panas. Cara yang dapat dilakukan antara lain menggunakan air panas (suhu 80 - 100

  ˚C) pada penggilingan kacang kedelai, atau merendam kacang kedelai dalam air panas selama 10 – 15 menit sebelum digiling.

  c.

  Kacang kedelai digiling hingga menjadi bubur. Bubur yang diperoleh ditambah air mendidih sehingga jumlah air secara keseluruhan mencapai 10 kali lipat bobot kacang kedelai. Bubur encer disaring dengan kain kasa dan filtratnya merupakan susu kedelai mentah.

  d.

  Untuk meningkatkan citarasa, ke dalam susu kedelai mentah ditambahkan gula pasir sebanyak 5 – 7% dan perasa seperti coklat, moka, pandan, stroberi secukupnya, kemudian dipanaskan sampai mendidih.

  e.

  Setelah mendidih, api dikecilkan dan dibiarkan dalam api kecil selama 20 menit. Jaga jangan sampai susu pecah karena suhu kompor terlalu panas.

  f.

  Jika akan dibotolkan, seringkali susu kedelai menjadi tidak stabil. Timbul endapan pada bagian dasar. Untuk mencegahnya bisa menambahkan tepung agar dengan jumlah 1%.

  g.

  Penyimpanan susu kedelai sebaiknya dalam suhu dingin sekitar 5˚C (suhu lemari es) agar tidak terjadi perubahan warna, bau dan rasa secara cepat.

  2.2.3 Persyaratan Mutu Susu Kedelai Persyaratan mutu susu kedelai, dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Persyaratan Mutu Susu Kedelai

  No Kriteria uji Satuan Persyaratan Susu (milk) Minuman (drink)

  1. Keadaan:

  1.1 Bau - normal normal

  • 1.2 Rasa normal normal
  • 1.3 Warna normal normal

  2. pH - 6,5 – 7,0 6,5 – 7,0

  3. Protein % b/b min. 2,0 min. 1,0

  4. Lemak % b/b min. 1,0 min. 0,30

  5. Padatan jumlah % b/b min. 11,50 min. 11,50

  6. Bahan tambahan Sesuai dengan SNI 01-0222-1987 makanan

  6.1 Pemanis buatan

  6.2 Pewarna

  6.3 Pengawet

  7. Cemaran logam

  7.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,2 maks. 0,2

  7.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 2 maks. 2

  7.3 Seng (Zn) mg/kg maks. 5 maks. 5

  7.4 Timah (Sn) mg/kg maks. 40 (250*) maks. 40 (250*)

  7.5 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,03 maks. 0,03

  8. Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,1 maks. 0,1

  9. Cemaran mikroba:

  2

  2

  9.1 Angka lempeng total koloni/ml maks. 2 x 10 maks. 2 x 10

  9.2 Bakteri bentuk koli APM/ml maks. 20 maks. 20

  9.3 Escherichia coli APM/ml < 3 < 3

  9.4 Salmonella - negatip negatip

  9.5 Staphylococcus koloni/ml aureus

  • 9.6 Vibrio sp negatip negatip

  9.7 Kapang koloni/ml maks. 50 maks. 50

  • ) Kemasan kaleng

  Sumber: SNI 01-3830-1995

2.2.4 Manfaat Susu Kedelai

  Susu kedelai bermanfaat bagi penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak mempunyai enzim laktase dalam tubuhnya sehingga orang tersebut tidak dapat mencerna makanan yang berlemak. Banyaknya kejadian lain berupa diare akibat minum susu hewani yang disebabkan oleh berkurangnya aktivitas enzim laktase di dalam tubuh, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi produk susu olahan bebas laktosa seperti susu kedelai dan susu kacang hijau. Fungsi laktase adalah untuk mencerna laktosa (gula susu) dan menguraikannya menjadi glukosa dan galaktosa (Hartoyo,2005).

2.3 Protein

  Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda Gerardus Mulder (1802 – 1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting pada setiap organisme (Almatsier, 2001).

  Protein merupakan senyawa bermolekul besar dan kompleks yang tersusun dari unsur-unsur C, H, O, N, S dan dalam keadaan kompleks ada unsur P (Sudarmadji, 1989).

  Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur- unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen, beberapa asam amino di samping itu mengandung unsur fosfor, besi, iodium, dan kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak (Almatsier, 2001).

  Asam amino terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil (-COOH), satu gugus amino (-NH

  2 ), satu atom hidrogen (-H) dan satu gugus alkil (-R) atau rantai cabang (Almatsier, 2001).

  Suatu peptida ialah suatu amida yang dibentuk dari dua asam amino atau lebih. Ikatan amida antara suatu gugus α-amino dari suatu asam amino dan gugus karboksil dari asam amino lain disebut ikatan peptida (Fessenden, 1982).

2.3.1 Struktur Protein

  Menurut Girindra (1986) para ahli biokimia membagi makro molekul protein atas empat struktur dasar sebagai berikut: a.

  Struktur Primer Pada struktur primer ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida.

  Disini tidak terdapat ikatan atau kekuatan lain yang menghubungkan asam amino yang satu dengan lainnya.

  b.

  Struktur Sekunder Istilah ini dipakai untuk struktur protein di mana rantai asam amino bukan hanya dihubungkan oleh ikatan peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan hidrogen, struktur sekunder protein adalah struktur dua dimensi dari protein.

  c.

  Struktur Tersier Dalam hal ini rantai polipeptida cenderung untuk membelit atau melipat membentuk struktur yang kompleks. Kestabilan struktur ini bergantung pada gugus R pada setiap asam amino yang membentuknya, dan distabilkan oleh ikatan hidrogen serta ikatan disulfida.

  d.

  Struktur Kuarterner Molekul protein ini terbentuk dari beberapa tersier dan biasa terdiri dari protomer yang sama atau protomer yang berlainan. Protein yang dibentuk oleh protomer yang sama disebut homogenus, jika terdiri dari protomer berlainan disebut heterogenus.

  2.3.2 Sifat Karakteristik Protein

  Denaturasi meliputi perubahan-perubahan kimia dalam molekul protein, perubahan-perubahan disebabkan karena protein peka terhadap panas, tekanan yang tinggi, alkohol, alkali, urea, kalium iodida, asam dan pereaksi-pereaksi tertentu lain. Baik denaturasi maupun pengendapan efek totalnya dikenal sebagai penggumpalan atau koagulasi (Sastrohamidjojo, 2009).

  Protein sangat cenderung mengalami beberapa bentuk perubahan yang dinyatakan sebagai denaturasi. Denaturasi adalah terbukanya lipatan alamiah struktur protein, proses denaturasi mengubah bentuk dan lipatan tapi tidak merusak ikatan peptida yang terdapat antara asam amino dalam struktur primer (Martoharsono, 1988).

  2.3.3 Fungsi Protein

  Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembangun jaringan- jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno,1992).

  Menurut Budiyanto (2002) protein mempunyai berbagai macam fungsi lain bagi tubuh, yaitu: a.

  Sebagai enzim Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh suatu senyawa makro molekul spesifik, dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbondioksida sampai yang sangat rumit seperti replikasi kromosom.

  b.

  Alat pengangkut dan alat penyimpan Banyak molekul dengan berat molekul kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedang mioglobin mengangkut oksigen dalam otot.

  c.

  Pengatur pergerakan Protein merupakan komponen utama daging, gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang berperan yaitu aktin dan miosin. Pergerakan flagella sperma disebabkan oleh protein flagelin.

  d.

  Penunjang mekanis Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut.

  e.

  Pertahanan tubuh Salah satu bentuk pertahanan tubuh adalah dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat dan menghancurkan benda-benda asing yang masuk kedalam tubuh seperti virus dan bakteri. f.

  Media perambatan implus syaraf Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor/ penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata.

2.4 Penetapan Kadar Protein

  1. Metode Kjeldahl Menurut SNI 01-2891-1992 prinsip penetapan kadar protein adalah senyawa nitrogen diubah menjadi amonium sulfat oleh asam sulfat pekat, amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan natrium hidroksida, ammonia yang di bebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian dititar dengan larutan baku asam.

  Metode Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen (Budiyanto, 2004).

  Analisa dengan metode Kjeldahl pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi. Pada tahap destruksi sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga akan terurai. Unsur karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO

  2 , dan H

  2 O. Sedangkan nitrogennya akan

  berubah menjadi ammonium sulfat. Untuk mempercepat proses oksidasi dapat ditambahkan katalis seperti selenium . Tahap destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna. Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia dengan penambahan natrium hidroksida sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan akan ditangkap oleh larutan asam standar, seperti asam borat 4%. Destilasi diakhiri bila semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai destilat tidak bereaksi. Pada tahap titrasi apabila penampung destilat asam borat berlebih, maka asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator campuran metil red dan bromocresol green, selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen (Sudarmadji, 1989).

  2. Metode Spektrofotometer UV Kebanyakan protein mengabsorbsi sinar ultraviolet maksimum pada 280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah dan tidak merusak bahan (Sudarmadji, 1989).

  3. Metode Lowry Konsentrasi protein diukur berdasarkan optikal densiti pada panjang gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD (absorbansi). Larutan lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdat (1:1) dan larutan B yang terdiri dari Na

  2 CO 3 2%

  dalam NaOH 0,1 N, CuSO

  4 dan Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya: 1 ml larutan protein ditambahkan 5 ml lowry B, dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml lowry A dikocok dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD-nya pada panjang gelombang 600 nm (Sudarmadji, 1989).

4. Metode Biuret

  Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO encer. Uji ini menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang

  4

  mengandung gugus amida (-CONH

  2 ) yang berada bersama gugus amida asam

  yang lain. Dengan demikian uji biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain seperti biuret atau malonamida juga memberikan reaksi yang positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah-violet atau biru-violet (Sudarmadji, 1989).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan PT. Telkom Medan

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Saham - Pengaruh Investasi, Earning Per Share (EPS) dan Dividend Per Share (DPS) Terhadap Harga Saham Perusahaan Asuransi yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2013

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Investasi, Earning Per Share (EPS) dan Dividend Per Share (DPS) Terhadap Harga Saham Perusahaan Asuransi yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2013

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Audit Internal 2.1.1.1. Definisi Audit Internal - Pengaruh Audit Internal dan Pengendalian Internal Terhadap Penerapan Good Corporate Governance pada PDAM Tirtanadi Medan

0 1 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Laporan Keuangan - Pengaruh Solvabilitas dan Rentabilitas Terhadap Kinerja Keuangan dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating Pada Grup Mopoli Raya Tahun 2005-2013

0 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Stakeholder - Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Dewan Komisaris dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dengan Kepemilikan Institusional Sebagai Variabel Moderating pada

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Dewan Komisaris dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dengan Kepemilikan Institusional Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Manufaktur

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem 2.1.1 Pengertian Sistem - Analisis Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah dan Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah di Provinsi Sumatera Utara

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Dasar-dasar Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak - Analisis Pengaruh Penagihan Pajak Aktif Terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Medan Timur)

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Pengaruh Penambahan Larutan Zat Kapur Terhadap Kenaikan pH Pada Air Pengolahan PDAM Tirtanadi IPA Sunggal

0 0 16