BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dividend Payout Ratio 2.1.1 Pengertian dividend payout ratio - Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Insider Ownership, Likuiditas, Profitabilitas Dan Leverage Terhadap Dividend Payout Ratio (Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Indus
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dividend Payout Ratio
2.1.1 Pengertian dividend payout ratio
Ang (1997) dalam Istiningtyas (2013) mengemukakan bahwa dividen adalah nilai pendapatan bersih atau net income setelah pajak yang dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang digunakan sebagai cadangan pada suatu perusahaan. Van Horne dan Wachowicz (2007:270) menyatakan bahwa kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen atau
dividend payout ratio menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham secara tunai dan menentukan jumlah laba yang dapat ditahan (retained earning) dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembagian dividen dilakukan hanya apabila perusahaan mendapatkan laba karena dividen diambil dari laba atau keuntungan perusahaan tersebut.
2.1.2 Jenis dividen
Menurut Ang (1997) dalam Istiningtyas (2013) dividen yang dibagikan oleh perusahaan mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut:
1. Dividen Kas (Cash Dividends). Dividen yang paling umum dibagikan dalam bentuk kas atau uang tunai. Emiten memberikan dividen kas ini bertujuan untuk memicu kinerja saham pada bursa efek, selain itu juga merupakan pengembalian keuntungan bagi para pemegang saham.
2. Dividen Saham (stock dividend). Dividen saham adalah pembagian dividen dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu.
Manajer memiliki peran yang sangat penting dalam pengambilan keputusan atas kebijakan dividen. Pada salah satu sisi, manajer harus ingat bahwa salah satu tujuan perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran para pemegang saham. Dividend Payout Ratio (DPR) adalah sebuah rasio antara dividen dan laba bersih. Dari sini, rasio pembayaran yang ditargetkan dapat didefinisikan sebagai persentase laba bersih yang harus dibayarkan sebagai dividen tunai, dimana sebagian besar berdasarkan atas preferensi investor atas dividen. Manajer harus dapat melihat apakah investor lebih suka jika perusahaan membagikan laba dalam bentuk tunai atau dalam bentuk laba ditahan demi keperluan perusahaan di masa yang akan datang.
Peningkatan dividen kas sebagai bentuk atas tingginya permintaan pembagian dividen dalam bentuk tunai dapat mengurangi sumber pendanaan perusahaan. Sumber pendanaan perusahaan yang berasal dari laba ditahan
(internal financing) adalah sumber pendanaan dengan cost of capital yang
paling kecil dibandingkan sumber pendanaan yang lain. Apabila kemampuan reinvestasi perusahaan kecil, hal ini dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan perusahaan yang akhirnya dapat ikut juga dalam menekan harga saham.
2.2 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa “agency relationship atau hubungan keagenan merupakan suatu kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan jasa tertentu atas nama prinsipal serta melibatkan pendelegasian wewenang kepada agen untuk pengambilan keputusan yang terbaik bagi prinsipal”. Menurut Pujiastuti (2008) teori keagenan menyatakan bahwa “principal adalah pemegang saham sedangkan agen adalah para profesional/manajemen/CEO, yang dipercaya oleh principal untuk mengelola perusahaan, dan dalam menjalankan usaha biasanya pemilik menyerahkan kepada manajer yang menyebabkan timbulnya hubungan keagenan”.
Pemisahan dua fungsi antara kepemilikan dan pengelolaan pada perusahaan seringkali mengakibatkan terjadinya konflik karena perbedaan kepentingan antara pihak principal dan pihak manajemen sebagai agent. Menurut Gapenski dan Daves (1999) dalam Istiningtyas (2013) konflik keagenan bisa terjadi antara
shareholders dan manajer, manajer dengan debtholders, serta manajer dan
shareholders dengan debtholders. Konflik antara manajer dengan debtholderdimana manajer lebih menyukai dividen yang ditahan digunakan sebagai modal untuk ekspansi perusahaan tetapi debtholder lebih menyukai bahwa dividen yang ditahan digunakan sebagai dana untuk membayar hutang perusahaan. Debtholder khawatir apabila laba yang digunakan untuk ekspansi perusahaan tidak sesuai yang diharapkan sehingga hutang perusahaan tidak dapat dibayarkan.
Konflik antara pemilik (shareholders) dan manajer terjadi ketika pihak manajemen (agen) melakukan perbuatan opportunistic untuk meningkatkan kesejahteraan sendiri dalam menjalankan operasi perusahaan, hal ini bertentangan dengan tujuan utama yaitu memakmurkan kemakmuran stockholders. Pembagian dividen yang tinggi kurang disukai oleh manajemen karena akan mengurangi utilitas manajemen yang disebabkan oleh semakin kecil dana yang berada dalam pengendaliannya (Putra dan Ratnadi, 2008 dalam Wicaksana, 2012). Manajemen lebih menyukai memperlakukannya sebagai laba ditahan, kecuali mengetahui dana tersebut tidak memberikan net present value (NPV) yang positif pada tambahan investasi. Pihak manajemen (agen) cenderung melakukan investasi yang berlebihan melalui peningkatan dana pertumbuhan dengan tujuan untuk memperbesar kekuasaan, prestise atau memperbesar kemampuan untuk mendominasi dewan komisaris, maupun penghargaan bagi dirinya sendiri, namun dapat menghancurkan kesejahteraan pemegang sahamnya (principal). Keinginan manajer yang menginginkan pembagian dividen yang kecil tidak lain adalah untuk memperkuat keuangan perusahaan bersangkutan terhadap masalah investasi perusahaan di masa depan. Pada sisi yang berbeda, para pemegang saham biasanya lebih memilih masalah tambahan dana perusahan tersebut diambilkan dari hutang perusahaan, tetapi tentu saja manajer tidak akan bisa sejalan dengan para pemegang saham dikarenakan pengambilan hutang dari luar memiliki resiko yang lebih tinggi. Konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan antara pihak pemegang saham dan pihak manajemen tersebut disebut juga sebagai konflik keagenan atau agency conflict. Hal ini disebabkan karena pihak manajer yang cenderung mempunyai tujuan yang bertentangan dengan kepentingan
pemegang saham yaitu untuk kesejahteraannya sendiri daripada untuk memakmurkan para pemegang saham.Pemegang saham tidak menyukai ambisi pribadi para manajer, karena hal itu dapat menyebabkan timbulnya tambahan biaya bagi perusahaan, hal ini dengan sendirinya akan menurunkan tingkat laba perusahaan. Biaya-biaya yang timbul ini disebut dengan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan biaya keagenan atau agency cost sebagai berikut: 1.
Monitoring cost, yaitu biaya untuk memonitor perilaku manajemen agar tidak melakukan tindakan penyimpangan. Biaya tersebut ditanggung oleh pihak
principal .
2. Bonding cost, yaitu biaya yang ditanggung oleh pihak manajemen sebagai
agent dalam membentuk mekanisme untuk menjamin bahwa manajemen akan
bertindak sesuai dengan kepentingan principal dan tidak akan mengambil tindakan yang dapat membahayakan pihak principal.
3. Residual loss, yaitu biaya untuk mendorong manajer bertindak sesuai dengan kemampuannya untuk kepentingan pemegang saham.
2.3 Teori Kebijakan Dividen
Ada empat bentuk kebijakan pembayaran dividen (Riyanto, 1997), yaitu: 1. Kebijakan dividen yang stabil.
Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahun relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang.
2. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Jika kondisi keuangan perusahaan baik, perusahaan akan membagikan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Jika kondisi memburuk, maka yang dibayarkan hanya dividen minimalnya saja.
3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan.
Jika kebijakan ini yang dipakai oleh perusahaan, ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan netto yang diperoleh setiap tahunnya.
4. Kebijakan dividen yang fleksibel.
Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen yang besarnya disesuaikan dengan posisi dan kebijakan finansial perusahaan setiap tahunnya.
Menurut Weston dan Brigham dan Gapenski (1996) dalam Wicaksana (2012), kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertambahan di masa yang akan datang sehingga memaksimalkan harga saham perusahaan. Prosentase laba yang dibayarkan sabagai dividen akan berfluktuasi dari satu periode ke periode lainnya seiring dengan jumlah peluang yang diterima persahaan. Dengan dibayarkannya dividen maka diharapkan perusahaan tersebut akan memiliki nilai yang tinggi di mata investor. Selain itu dengan pembayaran dividen yang terus menerus, perusahaan mampu menghadapi gejolak perekonomian dan mampu memberikan hasil kepada para pemegang saham.
Beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan asumsi-asumsi yang mendasari antara lain:
1. Dividen tidak relevan Menurut Modigliani dan Miller (1961), dividend payout ratio tidak mempunyai pengaruh pada harga saham perusahaan atau biaya modalnya. Modigliani dan Miller menyatakan bahwa dividen payout ratio adalah tidak relevan, selanjutnya nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut: a.
Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan b.
Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi c. Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend
payout ratio d.
Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang e.
Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor.
2. Bird in the hand theory Teori ini dikemukakan oleh Gordon dan Lintner (1956) dalam Wicaksana (2012) yang menganggap dividen yang diterima merupakan sesuatu yang sudah pasti di tangan sehingga memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan capital gain. Gordon dan Lintner juga berpendapat bahwa investor lebih menyukai dividen karena lebih pasti pendapatannya daripada mengharapkan return yang belum pasti jika menginvestasikan kembali dividen pada investasi tertentu. Hal tersebut karena pembayaran dividen dapat diterima saat ini, sedangkan capital gain diterima pada masa mendatang. Modigliani- Miller memberi nama pendapat ini dengan bird in the hand fallacy. Gordon dan Litner beranggapan investor memandang bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Namun, Modigliani-Miller berpendapat bahwa tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki resiko yang sama, oleh sebab itu tingkat resiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh DPR tetapi ditentukan oleh tingkat resiko investasi baru.
3. Tax preference theory
Capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas
dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik. Sebaliknya jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang, namun demikian pajak atas dividen karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen. Periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen.
Investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividen yield yang tinggi daripada saham dengan dividen yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividen payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen (Litzenberger dan Ramaswamy, 1979 dalam Wicaksana, 2012).
2.4 Free Cash Flow
Ross et al (2000) mendefinisikan free cash flow sebagai “kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja atau working capital dan investasi kepada aktiva tetap”. Free
cash flow inilah yang sering menyebabkan timbulnya konflik karena perbedaan
kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Menurut Jensen (1986), ketika masalah keagenan semakin besar berarti tingkat pertumbuhan perusahaan rendah dan memiliki tingkat free cash flow yang tinggi, pada kondisi tersebut manajer biasanya membelanjakan free cash flow pada proyek yang kurang menguntungkan. Free cash flow yang tersedia dalam jumlah cukup besar pada suatu perusahaan biasanya menimbulkan konflik karena perbedaan kepentingan, konflik ini disebut juga konflik keagenan.
Menurut White et al (2003) dalam Rosdini (2009) free cash flow didefinisikan sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Arus kas diskresioner merupakan arus kas yang tersedia setelah seluruh pendanaan proyek dari semua nilai net present value positif dan dapat digunakan untuk pembayaran dividen, pembayaran hutang, maupun untuk akuisisi. Georgiana (2012) dalam Istiningtyas (2013) berpendapat, variabel yang dapat menjelaskan kebijakan pendistribusian dividen adalah free cash flow karena perusahaan dengan peluang pertumbuhan rendah dan free cash flow yang lebih tinggi akan membayar dividen yang lebih tinggi untuk mencegah manajer dalam melakukan investasi pada biaya modal. Pembayaran dividen yang tinggi juga dapat menurunkan arus kas yang digunakan oleh manajer untuk investasi dalam proyek-proyek yang tidak efektif.
2.5 Insider Ownership
Menurut Downes dan Godman (1999) dalam Novelma (2014), kepemilikan manajerial (insider ownership) adalah para pemegang saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari pihak manajemen yang sama secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan yang bersangkutan. Sesuai dengan teori keagenan, konflik antara manajer dan pemegang saham timbul karena adanya pemisahan atas kepemilikan dan kontrol, pihak insider atau manajemen cenderung menginginkan pembagian dividen kecil, karena mereka menginginkan kelebihan aliran kas untuk membiayai investasi perusahaan, namun pihak insider cenderung memanfaatkan kelebihan aliran kas tersebut untuk memperkaya diri sendiri dan melakukan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan tanpa memikirkan kesejahteraan pemegang saham, dan cenderung merugikan pemegang saham.
Dengan semakin meningkatnya insider ownership, maka informasi yang dimiliki oleh manajer yang juga sekaligus pemilik tersebut juga akan lebih lengkap. Hal tersebut membuat biaya agen yang dibutuhkan untuk melakukan pengawasan (monitoring) semakin kecil sebab pemilik sudah ikut merangkap sebagai manajemen. Untuk itu, apabila insider ownership semakin besar maka biaya agen yang mungkin muncul dapat ditekan serta, manajer memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menentukan kebijakan dividen. Berdasarkan kondisi tersebut, maka biasanya manajer lebih cenderung untuk membatasi dividen dan menggunakan dana yang ada untuk kepentingan perusahaan di masa yang akan datang.
2.6 Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban- kewajibannya yang segera harus dipenuhi. Rasio likuiditas yang digunakan pada penelitian ini adalah current ratio. Rasio ini membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber daya jangka pendek (aktiva lancar) yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut. Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen. Dividen tunai dapat dibagikan hanya dengan uang kas, jadi kekurangan kas di bank dapat membatasi pembagian dividen. Karena dividen bagi perusahaan menunjukkan arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Van Horne dan Wachowicz, 2007).
2.7 Profitabilitas
Sebuah perusahaan harus memiliki kemampuan untuk tetap bersaing dalam kompetisi dengan perusahaan-perusahan lainnya, oleh karena itu perusahaan dituntut untuk dapat meningkatkan profitabilitas. Pengertian profitabilitas menurut Sartono (2001:122) adalah “kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannnya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”. Dalam penelitian ini hanya menggunakan rumus ROA (return on total asset) atau disebut ROI (return on investment) untuk mengukur profitabilitas karena penelitian ini mengacu pada perusahaan manufaktur yang sahamnya dimiliki oleh investor, sehingga perusahaan menghasilkan laba berdasarkan aset atau investasi. ROA diukur dengan membagi laba bersih setelah pajak dengan total aset.
Dividen merupakan sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karenanya dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh keuntungan.
Keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Karena dividen diambil dari keuntungan bersih perusahaan maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout ratio.
2.8 Leverage
Solvabilitas menurut Riyanto (1997:32) ialah “kemampuan suatu perusahaan dalam membayar semua utang-utangnya (baik jangka pendek maupun jangka panjang)”. Rasio leverage dapat menunjukkan solvabilitas suatu perusahaan, dan rasio leverage disini adalah debt to equity ratio. Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang.
Kebijakan debt dapat dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik perusahaan yang akan mempengaruhi kurva permintaan dari debt yang ditawarkan kepada perusahaan atau permintaan perusahaan akan debt. Perusahaan-perusahaan yang
profitable memiliki lebih banyak earnings yang tersedia untuk retensi atau
investasi dan karenanya, akan cenderung membangun equitas mereka relatif terhadap debt. Oleh karena itu semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi utang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya (Ang, 1997 dalam Wicaksana, 2012). Peningkatan utang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividend yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian dividend. Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi
dividend akan semakin rendah, sehingga DER mempunyai pengaruh negatif
dengan dividend payout ratio. Debt to equity ratio dihitung dengan total hutang dibagi dengan total ekuitas.
2.9 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap dividend payout ratio, diantaranya adalah:
1. Dini Rosdini (2009)
Rosdini melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Free Cash Flow terhadap Dividend Payout Ratio” dengan analisis regresi linier sederhana (linier regression) dan menggunakan sampel seluruh perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta pada periode laporan keuangan tahun 2000-
2002. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa free cash flow memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio.
2. Nana Gustiana (2009) Penelitian yang dilakukan Gustiana berjudul “Pengaruh Insider Ownership,
Dispersion of Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Assets dan Tingkat
Pertumbuhan Terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) Pada Perusahaan- perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2008”.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dengan sampel perusahaan yang didapatkan dari situs Bursa Efek Indonesia sebanyak 18 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2004-2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel insider ownership mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap DPR sedangkan tingkat pertumbuhan
(growth) berpengaruh negatif signifikan terhadap DPR. Sementara variabel dispersion ownership, free cash flow, dan collaterizable assets tidak
berpengaruh signifikan terhadap DPR.
3. Hashim Zameer, Shahid Rasool, Sajid Iqbal and Umair Arshad (2013) Zameer, dkk. pada penelitiannya yang berjudul “Determinants of Dividend
Policy: A Case of Banking Sector in Pakistan ” menggunakan metode stepwise regression analysis dan pemilihan sampel diambil dari laporan keuangan 27
bank (asing dan domestik) yang terdaftar di Different Stock Exchanges of
Pakistan tahun 2003-2009. Variabel dependen yang digunakan adalah dividend payout ratio dan variabel independennya adalah size, leverage, liquidity, profitability , agency cost, growth, last year dividend (div , risk dan ownership t-1)
structure . Pada hasil penelitian ini menyatakan bahwa variabel profitability,
last year dividend dan ownership structure menunjukkan pengaruh positifterhadap dividend payout ratio dan liquidity berpengaruh negatif terhadap
dividend payout ratio. Size, leverage, agency cost, growth dan risk tidak
berpengaruh terhadap dividend payout ratio.4. Munsa Ipaktri (2012)
Ipaktri dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas, Likuiditas dan Arus Kas Bebas Terhadap Kebijakan Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia” menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple regression analysis) dengan sampel 8 perusahaan manufaktur dengan periode penelitian tahun 2006 sampai dengan 2010. Pada hasil penelitian ini variabel kepemilikan manajerial dan arus kas bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen kas. Sementara profitabilitas dan likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen kas.
5. Ina Sariwati (2011) Sariwati meneliti dengan judul “Analisis Pengaruh Insider Ownership, Free
Cash Flow, dan Profitabilitas Terhadap Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)”.
Sampel pada penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2005-2008 dan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan variabel insider
ownership dengan koefisien regresi bertanda negatif tidak signifikan, yang berarti variabel insider ownership tidak memiliki pengaruh terhadap dividend
payout ratio . Variabel free cash flow dengan koefisien regresi bertanda negatif
signifikan, yang berarti variabel free cash flow memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Profitabilitas dengan koefisien regresi bertanda positif signifikan, yang berarti bahwa variabel profitabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio.
6. I Gede Ananditha Wicaksana (2012) Wicaksana melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Cash Ratio, Debt to
Equity Ratio , dan Return on Asset terhadap Dividend Payout Ratio pada
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Sampel yang digunakan adalah 27 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2005-2009.
Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel cash ratio dan return on asset berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan variabel debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend payout ratio.
7. Sri Novelma (2014) Novelma melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Insider Ownership,
Free Cash Flow dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen (Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di BEI)”. Sampel yang digunakan adalah 25 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun pengamatan yaitu dari tahun 2008 sampai 2011. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil dari penelitian menunjukkan insider ownership dan free cash
flow tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen, sedangkan profitabilitas
berpengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen.8. Iin Kristianawati (2013)
Penelitian yang dilakukan oleh Kristianawati berjudul “Pengaruh Free Cash
Flow , Profitabilitas, Likuditas, dan Leverage Terhadap Kebijakan Dividen
(Studi Empiris Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2011)”. Sampel yang digunakan adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2007-2011.
Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil dari penelitian menunjukan free cash flow dan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio, sedangkan profitabilitas berpengaruh positif signifikan dan likuiditas berpengaruh negatif signifikan.
9. John dan K. Muthusamy (2010) S. Franklin
John dan Muthusamy meneliti tentang “Leverage, Growth and Profitability as
Determinants of Dividend Payout Ratio-Evidence from Indian Paper Industry ”
dengan metode Ordinary Least Square (OLS) Regression dan mengambil sampel 10 perusahaan kertas teratas dari Industri Kertas India yang terdaftar di
Bombay Stock Exchange . Variabel independen terdiri dari Sales growth,
Earning per Share , Price earning ratio, Market to book value, Cash flow,
.
Leverage , Liquidity, dan Return On Asset (ROA) Pada penelitian ini variabel
sales growth , earnings per share, leverage, liquidity, market value to book
value ratio , price earnings ratio, dan ROA berpengaruh negatif terhadap
dividend payout ratio . Hanya variabel cash flow yang berpengaruh positif
terhadap dividend payout ratio.
10. Ni Wayan Trisna Dewi (2014) Penelitian yang dilakukan oleh Dewi berjudul “Pengaruh Struktur Modal, Likuiditas, dan Pertumbuhan Terhadap Kebijakan Dividen Di BEI”. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan sampel 40 perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2008- 2011. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa struktur modal dan pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen. Likuiditas mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen.
11. Lalu Candra Karami (2013) Karami pada penelitiannya yang berjudul “The Influence Of Leverage and
Liquidity on Dividend Policy (Empirical Study On Listed Companies in Indonesia Stock Exchange Of LQ45 in 2008-2010) ” menggunakan metode
regresi linier berganda dan pemilihan sampel diambil dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar dalam LQ-45 di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2010. Pada hasil penelitian ini menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend payout ratio, sementara liquidity berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Berikut ini merupakan rangkuman dari penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Free Cash
Flow, Insider Ownership, Likuiditas, Profitabilitas dan Leverage Terhadap
Dividend Payout Ratio (Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri
Barang Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)” terdapat pada
menunjukkan pengaruh positif terhadap dividend
tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR.
3. Hashim Zameer, Shahid Rasool, Sajid Iqbal and Umair Arshad (2013) Judul: “Determinants of Dividend
Policy: A Case of Banking Sector in Pakistan ” Variabel Dependen: Dividend Payout Ratio Variabel Independen: Size, Leverage, Liquidity , Profitability , Agency Cost , Growth, Last Year Dividend (Div t-1) , Risk dan Ownership Structure Stepwise
Regression Analysis
Variabel profitability ,
last year dividend dan ownership structure
payout ratio dan liquidity
pengaruh yang signifikan positif terhadap DPR sedangkan tingkat pertumbuhan (growth) berpengaruh negatif signifikan terhadap DPR. Sementara variabel
berpengaruh negatif terhadap dividend payout
ratio . Size, leverage, agency cost, growth dan risk berpengaruh tidak
signifikan dividend payout ratio .
4. Munsa Ipaktri (2012)
Variabel Dependen:
Kebijakan Dividen Kas yang diukur
Analisis Regresi Berganda
dispersion ownership, free cash flow, dan collaterizable assets
ownership mempunyai
Tabel 2.1:
pengaruh positif dan signifikan terhadap
Tabel 2.1 Penelitian TerdahuluNo
Nama Variabel Model Hasil
1. Dini Rosdini (2009) Judul: “Pengaruh Free Cash
Flow terhadap Dividend Payout Ratio ” Variabel Dependen: Dividend Payout Ratio Variabel Independen: Free Cash Flow
Regresi Linier Sederhana
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa free
cash flow memiliki
dividend payout ratio .
Variabel insider
2. Nana Gustiana (2009) Judul: “Pengaruh Insider
Ownership, Dispersion of Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Assets dan Tingkat
Pertumbuhan Terhadap
Dividend Payout Ratio
(DPR) Pada Perusahaan- perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2008”
Variabel Dependen: Dividend Payout Ratio (DPR) Variabel Independen: Insider Ownership, Dispersion Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Assets dan Tingkat
Pertumbuhan Regresi Linier Berganda
Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap Judul: “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas, Likuiditas dan Arus Kas Bebas Terhadap Kebijakan Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia” dengan Dividend
Payout Ratio Variabel Independen:
pengaruh terhadap dividend payout ratio .
ratio berpengaruh negatif
berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan variabel debt to equity
return on asset
Variabel cash ratio dan
Regresi Linier Berganda
Variabel Dependen: Dividend Payout Ratio Variabel Independen: Cash Ratio, Debt To Equity Ratio, dan
Debt to Equity Ratio , dan Return on Asset terhadap Dividend Payout Ratio
6. I Gede Ananditha Wicaksana (2012) Judul: “Pengaruh Cash Ratio,
dividend payout ratio .
dengan koefisien regresi bertanda positif signifikan, yang berarti bahwa variabel profitabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
ratio . Profitabilitas
koefisien regresi bertanda negatif signifikan, yang berarti variabel free cash flow memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend payout
Free cash flow dengan
insider ownership tidak memiliki
Kepemilikan Manajerial (Insider
dengan koefisien regresi bertanda negatif tidak signifikan, yang berarti variabel
Insider ownership
Profitabilitas Regresi Linier Berganda
Variabel Dependen: Dividend Payout Ratio Variabel Independen: Insider Ownership , Free Cash Flow , dan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)”
Ratio Pada Perusahaan
Terhadap Dividend Payout
Ownership, Free Cash Flow, dan Profitabilitas
5. Ina Sariwati (2011) Judul: “Analisis Pengaruh Insider
kebijakan dividen kas, profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen kas, likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen kas, dan arus kas bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen kas.
Regression Analysis )
(Multiple
Profitabilitas, Likuiditas, dan Arus Kas Bebas
Ownership ),
dan signifikan terhadap dividend payout ratio . pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”
Return On Assets
berpengaruh negatif terhadap dividend payout
profitabilitas berpengaruh positif signifikan dan likuiditas berpengaruh negatif signifikan.
9. S. Franklin John dan K.
Muthusamy (2010) Judul: “Leverage, Growth and
Profitability as Determinants of Dividend Payout Ratio-Evidence from Indian Paper Industry ”
Variabel Dependen: Dividend Payout Ratio Variabel Independen: Sales growth , Earning per Share , Price earning ratio, Market to book value , Cash flow , Leverage , Liquidity , dan Return On Asset (ROA) Ordinary
Least Square (OLS) Regression Sales growth , earnings per share , leverage , liquidity , market value to book value ratio , price earnings ratio , dan ROA
ratio . Hanya variabel cash flow yang
berpengaruh signifikan terhadap dividend payout
berpengaruh positif terhadap dividend payout
ratio .
10. Ni Wayan Trisna Dewi (2014) Judul: “Pengaruh Struktur Modal, Likuiditas, dan Pertumbuhan Terhadap Kebijakan Dividen Di BEI”
Variabel Dependen:
Kebijakan dividen yang diukur dengan
dividend payout ratio Variabel Independen:
Struktur modal Regresi Linier Berganda
ratio , sedangkan
Free cash flow dan leverage tidak
7. Sri Novelma (2014) Judul: “Pengaruh Insider
berpengaruh terhadap kebijakan dividen, free
Ownership , Free Cash Flow dan Profitabilitas
terhadap Kebijakan Dividen (Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI)”
Variabel Dependen:
Kebijakan dividen yang diukur dengan
dividend payout ratio Variabel Independen: Insider Ownership , Free Cash Flow dan
Profitabilitas (ROA) Regresi Linier Berganda
Insider ownership tidak
cash flow tidak
Regresi Linier Berganda
berpengaruh terhadap kebijakan dividen, dan profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen.
8. Iin Kristianawati (2013) Judul: “Pengaruh Free Cash
Flow , Profitabilitas,
Likuditas, dan Leverage Terhadap Kebijakan Dividen (Studi Empiris Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2011)”
Variabel Dependen: Dividend Payout Ratio Variabel Independen: Free Cash Flow ,
Profitabilitas, Likuditas, dan
Leverage
Struktur modal dan pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen. Likuiditas mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kebijakan
(DER), Likuiditas (Current Ratio), dan Pertumbuhan perusahaan (Growth) dividen.
negatif dan signifikan terhadap dividend payout
Keputusan suatu perusahaan untuk membagikan dividen serta besarnya dividen yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham sangat tergantung pada posisi kas perusahaan tersebut. Meskipun perusahaan dapat memperoleh laba yang tinggi namun apabila posisi kas menunjukkan keadaan yang tidak begitu baik, perusahaan mungkin tidak dapat membayar dividen. Misalnya, apabila perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai investasinya atau perusahaan tersebut sedang tumbuh sehingga sebagian besar dananya tertanam dalam aktiva tetap dan modal kerja, maka kemampuannya untuk membayar dividen kas pun sangat terbatas.
Sumber : berbagai jurnal dan penelitian terdahulu
dividend payout ratio .
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
ratio , sementara liquidity
Leverage berpengaruh
11. Lalu Candra Karami (2013) Judul: “The Influence Of
Regresi Linier Berganda
dividend payout ratio Variabel Independen: Leverage dan Liquidity
Kebijakan dividen yang diukur dengan
Variabel Dependen:
BEI)”
Leverage And Liquidity On Dividend Policy (Empirical Study On Listed Companies in Indonesia Stock Exchange Of LQ45 in 2008- 2010) ”Yang Terdaftar di
2.10 Kerangka Konseptual
2.10.1 Hubungan free cash flow terhadap dividend payout ratio
Brigham (2001) dalam Novelma (2014) menyatakan pengertian aliran kas bebas sebagai “kas yang tersedia untuk didistribusikan bagi investor sesudah terpenuhinya kebutuhan seluruh investasi yang diperlukan untuk mempertahankan operasi”. Sedangkan Jensen (1986) mendefinisikan free
cash flow sebagai “aliran kas sisa dari pendanaan semua proyek yang
menghasilkan net present value (NPV) yang positif dan didiskontokan pada biaya modal yang relevan”. Kieso dan Weygandt (2002) dalam Novelma (2014), aliran kas bebas yaitu “jumlah aliran kas diskresioner suatu perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahan investasi, melunasi hutang, membeli kembali saham perusahaan sendiri (treasury stock), atau menambah likuiditas perusahaan”. Semua pengertian di atas memiliki makna yang sama yaitu menjelaskan adanya dana yang berlebih di perusahaan yang seharusnya didistribusikan kepada pemegang saham.
Dengan demikan semakin besar aliran kas bebas perusahan maka pembayaran dividen cenderung besar.
Kebijakan dividen merupakan arus kas keluar. Semakin kuat posisi kas perusahaan, berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen kepada pemegang saham. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik antara manajer dan pemegang saham. Manajer lebih menginginkan kas tersebut untuk diinvestasikan pada aset-aset perusahaan untuk melanjutkan insentif yang diterima dan meningkatkan omzet penjualan, sedangkan pemegang saham lebih menginginkan kas tersebut dibagikan sebagai dividen. Menurut Smith dan Kim (1994) dalam Rosdini
(2009), manajer disinyalir akan menghamburkan free cash flow yang tersedia sehingga mengakibatkan terjadinya inefisiensi dalam perusahaan atau manajer juga akan menginvestasikan dana free cash flow dengan return yang kecil. Pihak manajemen seringkali menggunakan dana tersebut untuk melakukan investasi yang berlebihan dan pemborosan yang mengakibatkan ketidakefisienan pada perusahaan, hal tersebut sangat bertentangan dengan kepentingan para pemegang saham yang menginginkan pembayaran dividen.
Menurut Jensen (1986) pengaruh free cash flow terhadap dividend
payout ratio bersifat positif yang artinya bahwa semakin tinggi free cash
flow maka semakin tinggi dividend payout ratio atau atau sebaliknya. Hal
ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Smith and Watts (1992) dalam Rosdini (2009) yang menyatakan bahwa untuk menghindari terjadinya overinvestment (free cash flow problem), manajer akan membagikan dividen dalam jumlah yang tinggi. Sehingga semakin tinggi tingkat free cash flow akan berpengaruh positif terhadap pembayaran dividen kepada pemegang saham, tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi agency cost pada perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rosdini (2009) bahwa free cash flow berpengaruh positif terhadap
dividend payout ratio . Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Gustiana
(2009) yang menyatakan bahwa free cash flow memiliki hubungan positif terhadap dividend payout ratio. Berdasarkan paparan di atas dapat dirumuskan hipotesis 1 sebagai berikut.
H
1 : Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap Dividend Payout
Ratio.2.10.2 Hubungan insider ownership terhadap dividend payout ratio
Kepemilikan manajerial (insider ownership) adalah pemilik sekaligus pengelola perusahaan atau semua pihak yang mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan kebijaksanaan dan mempunyai akses langsung terhadap informasi dalam perusahaan. Sesuai dengan teori keagenan, konflik antara manajer dan pemegang saham timbul karena adanya pemisahan atas kepemilikan dan kontrol, pihak insider atau manajemen cenderung menginginkan pembagian dividen kecil, karena mereka menginginkan kelebihan aliran kas untuk membiayai investasi perusahaan, namun pihak
insider cenderung memanfaatkan kelebihan aliran kas tersebut untuk
memperkaya diri sendiri dan melakukan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan tanpa memikirkan kesejahteraan pemegang saham, dan cenderung merugikan pemegang saham.
Dengan adanya insider ownership pada suatu perusahaan berarti manajer mendapat kesempatan untuk terlibat dalam kepemilikan saham.
Hal tersebut diharapkan akan menghasilkan kinerja yang baik bagi perusahaan. Dengan kata lain, jika jumlah saham yang dimiliki insider meningkat, maka mereka akan berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang notabene adalah mereka sendiri, dan bertindak dengan lebih hati-hati karena mereka ikut menanggung konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan. Apabila manajer telah bertindak dengan hati-hati dan maksimal maka akan menghasilkan laba yang maksimal juga terhadap perusahaan. Jika laba perusahaan besar maka dividen yang dibagikan juga cenderung besar. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Zameer, dkk. (2013) yang memperoleh hasil bahwa insider ownership berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Gustiana (2009) yang menunjukkan bahwa insider
ownership berpengaruh signifikan positif terhadap dividend payout ratio.