BAB I PENDAHULUAN - BAB I,II,III

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Revolusi digital telah menggeser masyarakat dunia dan masyarakat
industri kemasyarakat informasi. Hal ini berdampak terhadap aktivitas dan cara
pandang masyarakat, kehidupan sosial, perdagangan ekonomi, penelitian dan
pendidikan. Fenomena ini menggeser pola kehidupan yang mau dan tidak mau
berubah sejalan dengan kemajuan teknologi, informasi dan telekomunikasi
Kondisi ini menuntut persaingan pengetahuan dan ketrampilan akan terjadi
agar tidak digilas oleh arus globalisasi. Untuk memenuhi tuntutan yang dimaksud
dengan berbagai upaya sistem pendidikan nasional di negara kita di tekankan pada
sumber daya manusia.
Dalam upaya menciptakan sumber daya manusia tersebut tidak lepas dari
peranan sekolah, guru, siswa maupun masyarakat yang saling terkait mengkait
terlibat dalam pembentukan sikap, watak, perilaku, sebagai elemen dinamis dari
kebudayaan bahkan turut menciptakan prestasi belajar siswa.
Elias dalam Mennell (2002 : 120) mengungkapkan bahwa

“ semua bayi

yang dilahirkan dengan kondisi fisik dan emosional yang kurang lebih sama,

kapanpun dan dimanapun, dan dalam setiap masyarakat mereka harus belajar
bagaimana menangani hal – hal tersebut”. Sementara Marx dalam

Kirsnerr

(2002 : 180) mengungkapkan “ Bahwa manusia adalah Produk sistem sosial atau
sistem

kelas

dimana

manusia

terlahir”.

Dengan

demikian,


keberadaan anak yang demikian dinamis itu dalam proses petumbuhan dan

1

perkembangannya dapat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya minat, bakat,
motivasi,

intelegensi,

lingkungan

sekolah,

lingkungan

masyarakat

serta

lingkungan keluarga.

Rachman ( 2003 : viii) Ketika mengomentari capaian tujuan pendidikan
nasional menegaskan bahwa perlu melibatkan tiga unsur utama pendidikan yakni
orang tua sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan potensi siswa.
Selanjutnya Arief menandaskan bahwa hubungan ketiganya harus dikembangkan
dan dikemas dalam bentuk pelatihan yang bisa dijalankan, antara lain pelatihan
belajar efektif, pelatihan orang tua efektif dan pelatihan sekolah. Dengan pelatihan
– pelatihan tersebut kegiatan pendidikan menjadi milik dan tanggungjawab
bersama dan selanjutnya akan terjalin komunikasi yang baik.
Terlepas dari peranan sekolah (Guru dan metode mengajarnya),
keberadaan lingkungan sosial khususnya lingkungan keluargalah yang paling
banyak bersentuhan langsung dengan anak. Status sosial orang tua anak pada
suatu ketika dapat menentukan sikap mereka terhadap peranan pendidikan dalam
kehidupan manusia. Dsisi lain, banyak anak usia sekolah yang amat membenci
pelajaran matematika Terlepas dari metode yang diterapkan guru saat mengajar
sesungguhnya ada hal penting yang perlu diketahui yakni bahwa anak tidak
merasa dekat dan mencintai ilmu (matematika) itu. Disini status akademis akan
menentukan kemampuan orang tua dalam memberikan iformasi tentang
pentingnya bahan pelajaran tersebut untuk menguatkan logika yang amat
bermanfaat dalam mengatur strategi hidupnya kelak. Terkait dengan kemampuan
keluarga penyediakan fasilitas belajar yang dibutuhkan.


2

Selanjutnya kualitas belajar anak didik ditentukan pula oleh lingkungan
tempat tinggalnya . Lingkungan tempat tinggal anak membentuk kepribadian
anak karena ditingkat itulah ia akan berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman
sebayanya. Dengan sosialisasi tersebut, seorang anak akan menyelaraskan
wataknya, cara berpikir dan sikap hidup seperti yang dikehendaki oleh masyarakat
sekelilingnya. Apabilah seorang anak terbiasa bergaul dengan anak – anak sebaya
dilingkungan pasar, sudah barang tentu jiwa anak pun akan menyerupai
kepribadian masyarakat dilingkungan pasar. Demikianpun sebaliknya, jika
seoarang anak sejak lahir bergaul dengan anak – anak yang baik, maka cermin
kepribadiannya akan menjadi baik pula. Untuk itu perlu diciptakan suasana
lingkungan yang mendukung kegiatan belajar anak didik, yang dalam hal ini
peranan guru dan orang tua sangat menetukan.
Sehubungan dengan kegiatan belajar siswa disekolah khususnya pada mata
pelajaran Matematika, perlu diciptakan hubugan sosial yang kondusif yang
memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik. Apa lagi mata pelajaran ini
cenderung menjadi pobia bagi sebagaian anak. Siswa juga perlu diajak untuk
memperhatikan sesuatu yang memperlihatkan fakta matematika dilingkungannya

guna untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
Matematika

di

sekolah.

Demikian

pula

kemampuan

keluarga

dalam

memperlihatkan fakta matematika sangatlah penting bagi pengembangan dan
lahirnya motivasi mereka akan pentingnya belajar matematika. Terutama dengan
perkembangan arus komunikasi yang sekarang ini serba gigantis, Komputer


3

internet misalnya yang makin mendukung peningkatan prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran Matematika.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan baik sejak dari sekolah sampai
mengikuti praktek PPL II maupun ketika mengajar di lokasi KKS ,prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran Matematika sangat rendah. Rendahnya prestasi belajar
siswa tersebut dapat dilihat di UAN dan UAS dua tahun terakhir
Berdasarkan hasil temuan penulis dimana hasil Ujian Akhir Nasional
Tahun Pelajaran 2001/2002 Rayon Bolaang Mongondow menunjukkan bahwa
rata – rata NEM Program IPA 4,47 dengan Mata Pelajaran Matematika 2,44 dan
daftar rata – rata NEM UANAS SMU Negeri/Swasta Program IPA 4,57 dengan
mata pelajaran Matematika 3,02 (Sumber : Laporan Pelaksanaan UAS, SD dan
UANAS SLTP, SMU, SMK, Rayon Bolaang Mongondow T.P 2001/2002 Dinas
Pendidikan Bolaang Mongondow Tahun 2002). Sedangkan pada Tahun Pelajaran
2002/2003 dari 11 SMU Negeri dan 11 SMU Swasta, menunjukkan bahwa Data
sensus nilai UAN untuk SMU Kategori IPA (Fisika, Biologi, Kimia dan
Matematika) rata – rata 2,125 dengan Mata Pelajaran Matematika rata – rata 1,81
Sementara rata - rata NEM dari 11 SMU Negeri 6,83 dengan Mata Pelajaran

Matematika rata – rata 5,06 dan 11 SMU Swasta rata – rata NEM 7,004 dengan
Mata Pelajaran Matematika Rata – rata 4,43. (Sumber : Laporan Pelaksanaan
UAS SD dan UANAS SLTP, SMU, SMK Rayon Bolaang Mongondow T.P
2002/2003. Dinas Pendidikan Bolaang Mongondow Tahun 2003).
Rendahnya hasil belajar matematika tersebut memberikan indikasi bahwa
PBM belum optimal. Ketidak optimalan PBM, dipengaruhi oleh beberapa faktor

4

antar lain : guru, siswa, fasilitas dan situasi sosial sekolah, tempat tinggal siwa
dan sebaginya. Faktor guru misalnya, kurang memperhatikan kondisi siswa
dengan kondisi sekolah dan temapat tinggal yang kurang kondusif.
Kondusifnya lingkungan sosial anak baik lingkungan sekolah maupun
lingkungan tempat tinggal, dapat diasumsikan dapat berpengaruh pada hasil
belajar siswa termasuk didalamnya hasil belajar matematika. Sebaliknya bagi
anak yang kurang kondusif lingkungan sosialnya akan berpengaruh pada
menurunnya hasil belajarnya.
Kedua asumsi ini menjadikan penulis untuk meneliti : Hubungan
lingkungan sosial dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika. dan
selanjutnya diformulasikan dalam satu judul “ Hubungan antara lingkungan

sosial dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika.

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, melahirkan berbagai
tanda tanya besar, kenapa disekolah – sekolah tertentu penguasaan terhadap
matematika menonjol dan mengapa di sekolah lain mesti dibawah rata – rata ?,
megapa dilingkungan perkotaan misalnya penguasaan matematika lebih diatas
ketimbang diaderah – daerah pesisir tetapi kadang – kadang muncul satu dua
orang dari daerah terpencil begitu menonjol dalam aspek penguasaan matematika
ketika ia masuk dilingkungan perkotaan ?. Seberapa besarkah pengaruh
lingkungan sosial terhadap perkembangan anak dalam penguasaan matematika,
kenapa rata – rata disetiap sekolah hanya sedikit yang menonjol dalam

5

penguasaan terhadap matematika padahal berbagai pendekatan kreativitas
mengajar guru sudah dilakukan termasuk pengembangan kurikulum setiap saat ?.
Maka penulis mengidentifikasikan masalah lingkungan sosial yang dapat
mempengaruhi hasil belajar anak. Dalam hal ini lingkungan sosial yang dimaksud
lebih difokuskan pada lingkungan keluarga yaitu :

(1). Status sosial ekonomi keluarga, (2) Tingkat pendidikan keluarga (3).
Peranan dan fungsi orang tua terhadap pendidikan anak. (4) Kebiasaan teman
sebaya.

1.3. Rumusan Masalah
Bedasarkan

identifikasi

masalah

diatas

penulis

merumuskan

permasalahan sebagai berikut :
Apakah terdapat hubungan antara lingkungan sosial dengan hasil belajar
siswa ?


1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan gambaran lingkungan sosial dan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran Matematika.
2. Mengetahui hubugan antara lingkungan sosial dengan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran Matematika.

6

1.5. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan referensi bagi tim
perencanaan dan penyusunan kurikulum yang akan datang didalam
mengembangkan kurikulum yang mapan ditingkat SMU.
2. Untuk orang tua siswa dan guru khususnya guru mata pelajaran
Matematika, penelitian ini diharapkan menjadi bahan pengetahuan bahwa
sesungguhnya

lingkungan


sosial

mempunyai

hubungan

terhadap

peningkatan kualitas belajar siswa.
3. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepekaan dan
kepedulian sosial penulis terhadap masalah – masalah pendidikan.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan dalam penelitian
yang lebih luas.

7

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.

Prestasi Belajar Matematika

2.1.1

Pengertian Matematika
Berbicara tentang matematika pasti memunculkan berbagai macam

definisi. Ini menunjukkan bahwa sampai saat ini belum ada suatu kesepakatn para
ahli tentang arti matematika namun demikian bukan berarti bahwa matematika itu
belum jelas apa artinya. Hanya saja pengertian atau batasan tersebut tergntung
siapa dan dari mana ia memandang matematika tersebut.

C.F. Gauss dalam

Purcell dan Varberg (1999 : 369 ) menyatakan bahwa matematika adalah ratu dari
ilmu dan ilmu hitung (aritmetika) adalah ratu dari matematika. Ia sering berkenan
merendahkan diri menyumbang kepada astronomi dan ilmu alam lainya, tetapi
dalam semua hubungan ia berhak mendapat peringkat pertama.
Tinggih dalam Suherman dkk (2003 : 16) menyatakan matematika berarti
ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.
Hudojo (2003 : 40) Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan
– bilangan serta operasi – operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai
sasarannya.
Selanjutnya Soejadi (2000 : 11) secara lengkap menyatakan :
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematik;
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan Kalkulasi
c. Matematika adalah pengetahuan tentang pembenaran logik dan berhubungan
dengan bilangan
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta – fakta kuantitatif dan masalah
tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur – struktur yang logik
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan – aturan yang ketat.

8

Berdasarkan pendapat diatas maka disimpulkan bahwa matematika adalah.
Suatu cabang ilmu pengetahuan yang diperoleh berdasarkan hasil penalaran
manusia yang memuat berbagai bilangan – bilangan dan sistem operasi –
operasinya serta memiliki struktur logik dan tata aturan yang ketat. Dengan
demikian matematika pada dasarnya menekankan pada penalaran (rasio) memiliki
keteraturan yang ketat.
2.1.2

Obyek yang dipelajari dengan Matematika
Salah satu ciri atau karakteristik matematika adalah obyeknya abstrak.

Menurut Begle ( Dalam NakiI, 1999 : 18) objek matematika terdiri dari Fakta,
Konsep, Skill (keterampilan) dan prinsip dimana menurut Gagne (dalam Nakii,
18) Skill/ketrampilan meliputi operasi dan prosedur.
a. Fakta
Fakta dalam matematika merupakan suatu konvensi atau kesepakatan yang
digunakan baik dalam bentuk maupun simbol atau lambang. Depdikbud
(Dalam NakiI, 1999 : 19) mengemukakan bahwa : “ Fakta adalah konvensi –
konvensi sembarang dalam matematika, disajikan dalam bentuk kata – kata
(istilah) maupun simbol – simbol atau lambang”.
b. Konsep
Sugiarto (dalam NakiI, 1999 : 19) mendefinisikan : “ Konsep sebagai sifat –
sifat objek atau kejadian yang ditentukan dengan cara mengabstraksikannya”.
Konsep tersebut harus dijelaskan secara detail oleh guru agar dalam
memberikan soal, siswa tidak akan salah dalam menerapkan konsep yang telah
diajarkan. Belajar konsep adalah memahami kebersamaan sifat – sifat dari

9

benda – benda konkrit atau peristiwa – peristiwa untuk dikelompokkan
menjadi satu kelas.
c. Skil ( Ketrampilan)
Skil atau ketrampilan dalam matematika

adalah operasi – operasi dan

prosedur – prosedur yang digunakan untuk dapat menyelesaikan masalah
matematika. Operasi menurut Begle (Dalam NakiI; 1999 : 21) adalah suatu
fungsi yang mengaitkan matematika yang satu dengan objek matematika
lainnya. Beberapa skill dapat dikategorikan sebagai kumpulan hukum atau
instruksi atau urutan dari prosedur khusus yang disebut algoritma. Dengan
demikian skill sebagaimana menurut Pandoyo (dalam NakiI ; 1999 : 21)
merupakan yang paling kompleks dari akativitas – aktivitas terarah karena
memerlukan manipulasi dan koordinasi bahan – bahan pelajaran yang telah
dipelajari sebelumnya. Bertolak dari beberapa pandangan diatas maka dapat
dikatakan bahwa skill dapat mengasah nalar karena menuntut kemampuan
untuk memadukan berbagai pengetahuan yang saling berkaitan.
d. Prinsip
Prinsip dalam matematika adalah seperangkat konsep beserta hubungan antara
konsep tersebut. Prinsip ini adalah objek abstrak, dapat berupa dalil, sifat dan
teori. Menurut Sudjana (dalam NakiI, 1999 : 21) mengemukakan bahwa
prinsip didefinisikan sebagai pola hubungan fungsional antar konsep “.
Sehingga dikatakan bahwa mempelajari prinsip sama dengan mempelajari
konsep. Dengan demikian prinsip merupakan objek matematika yang paling

10

kompleks karena memuat hubungan beberapa objek (Fakta, konsep, operasi
dan prinsip) tersebut.

2.1.3

Pengertian Belajar
Kata Belajar atau learning merupakan suatu istilah yang mempunyai ruang

lingkup yang luas. Secara umum pengertian belajar dapat dirumuskan sebagai
suatu proses rekayasa kecerdasan yang mengarah pada perubahan tingkah laku
berdasarkan hasil dari pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku dalam
belajar adalah akibat dari interaksi biasanya berlangsung secara sengaja.
Slameto (2002 : 1) menyatakan belajar sebagai “suatu usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara
sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan”
Selanjutnya Hamalik (1983 : 21) berpandangan, belajar adalah “ Suatu
bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam
cara – cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.tingkah laku
yang baru itu mulanya dari yang tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian –
pengertian baru, perubahan dalam sikap, kebiasaan – kebiasaan, ketrampilan,
kesanggupan, menghargai, perkembangan sifat – sifat sosial, emosional dari
pertumbuhan jasmani”.
Senada dengan pendapat Hamalik,

Sudjana, (1984 : 2 ) menyatakan

bahwa : “ Belajar pada hakekatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya

perubahan

tingkah

laku

dan

11

sikap,

pengetahuan,

pemahaman,

keterampilan, kecakapan dan kemampuan, daya kreasi, daya penerimaannya dan
lain – lain”.
Memperhatikan pendapat para ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan
1. Belajar mengandung beberapa kesimpulan antara lain :pertama belajar
merupakan suatu kegiatan yang berkenaan dengan perubahan tingkah laku.
Perubahan tingkah laku yang dilakukan adalah perubahan tingkah laku yang
dapat diamati dan dapat diukur dan bersifat spesifik. Jadi berdasarkan
pandangan ini seorang dapat dikatakan telah belajar bila terjadi perubahan
tingkah laku pada dirinya, perubahan dapat dilihat berdasarkan pengamatan
tertentu. Perubahan tingkah laku tersebut berkenaan dengan :
a. Penguasaan/penambahan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. (Aspek
Kognitif),
b. Pengusaan/penyempurnaan keterampilan yang telah dikuasai sebelumnya.
(Aspek Psikomotor),
c. Mengembangkan sikap dan minat belajar yang telah dimiliki sebelumnya.
(Aspek afektif) ;
2.

Belajar merupakan hasil pengalaman dan latihan.
Terkait dengan teori belajar, Pada prinsipnya menurut Suherman dkk,

(2003 : 27) Teori belejar biasa disebut juga psikologi belajar adalah teori yang
mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa dimana didalamya terdiri
atas dua hal, yaitu :
a.

Uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektul anak
dan

12

b.

Uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal – hal yang dipikirkan
pada usia tertentu.
Sebagaimana kita ketahui bahwa ada berbagai golongan atau aliran yang

tekait dengan teori belajar salah satunya adalah teori belajar behaviorisme . Teori
ini menekankan pada perubahan tingkah laku. Dimana sesorang seseorang telah
dianggap belajar bila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
Menurut salah seorang penganut paham psikologi behavior Thorndike,
dalam Siroj (2000 :2), menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus
(S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut dalam pandangannya
bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis
dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon.
Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah
pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Menurut Suherman, Turmudi
dkk (2003 :28) Teori belejar Stimulus Respon (S-R) Thorndike ini disebut juga
Koneksionisme.
Dalam pandangan penganut paham behavior yang lain hampir senada
dengan Thorndike, Skinner (Suherman : 2003 :31) menyatakan bahwa unsur
terpenting dalam proses belajar adalah ganjaran atau penguatan (reinforcement).
Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan
tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu
yang mengakibatkan meningkatnya kemampuan mengakibatkan kemungkinan
suatu respon yang lebih kepada hal – hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.

13

Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus—respon
akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya
mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negatif adalah stimulus yang
dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku.
Dengan demikian penguatan positif sebagai sebuah upaya untuk
mendorong dan meningkatkan perubahan tingkah laku yang yang dibangun
berdasarkan pengalaman dan latihan sebagaimana tersebut diatas. Pengalaman
yang dimaksud disini adalah pengalaman atas hasil dan upaya secara terpadu dan
telah diprogramkan secara terencana dalam pelaksanaannya dibawah bimbingan
guru, pengalaman itu sendiri pada dasarnya berkat interaksi antara Individu dan
lingkungannya. Sedangkan latihan adalah prosedur yang ditempuh, yaitu suatu
proses pengulangan yang dilakukan secara sistematis dan berencana guna
mencapai tujuan tertentu.
Dalam kaitannya dengan belajar matematika, Menurut Dienes dalam
Hudojo (2003 : 83). Belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari
konsep – konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah
terbentuk sebelumnya. Jadi asumsi ini lanjut Hudojo berarti bahwa konsep –
konsep matematika tingkat lebih tinggi tidak mungkin bila prasyarat yang
mendahaului konsep – konsep itu belum dipelajari.

14

Model serupa juga datang dari Gagne dan Ausubel. Menurut Gagne dalam
Hudojo (2003 :83 – 84) tingkatan urutan itu adalah dari konsep – konsep dan
prinsip – prinsip menuju pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini lanjut
Gagne dipandang sebagai tahap belajar tingkat tinggi. Hal tersebut dapat
dijelaskan dari pendapat Gagne (Siroj, 2000:2), bahwa setiap jenis belajar tersebut
terjadi dalam empat tahap secara berurutan. Tahap pertama pemahaman, setelah
seseorang yang belajar diberi stimulus, maka ia berusaha untuk memahami
karakteristiknya (merespon) kemudian diberi kode (secara mental). Hasil ini
selanjutnya digunakan untuk menguasai stimulus yang diberikan yaitu pada tahap
kedua (tahap penguasaan). Pengetahuan yang diperoleh dari tahap dua selanjutnya
disimpan atau diingat, yaitu pada tahap ketiga (tahap pengingatan). Terakhir
adalah tahap keempat, yaitu pengungkapan kembali pengetahuan yang telah
disimpan pada tahap ketiga.
Sedangkan Ausubel memandang bahwa mulai dari konsep – konsep yang
paling inklusif yang kemudian memecahkan proses belajar kedalam konsep –
konsep belajar yang kurang inklusif.
Ausubel juga terkenal dengan teori belajar bermaknanya dan pentinganya
pengulangan sebelum belajar dimulai (Suherman, 2003 ).
Baik Gagne maupun Ausubel sama – sama menggunakn model hiraraki
hanya saja Ausubel lebih kepada dari kerangka global kesuatu studi konsep –
konsep bagian khusus.

15

2.1.4

Hasil Belajar Matematika dan Pengukurannya
Aktivitas apapun yang kita lakukan pasti menginginkan pencapaian hasil

yang maksimal. Demikian halnya kegiatan belajar tentu sasarannya adalah untuk
mendapatkan

hasil

sesuai

dengan

rancangan

usaha

pencapaian

tujuan

pembelajaran yang dikehendaki oleh pengelola pembelajaran dan sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan. Terdapat berbagai pendapat tentang hasil belajar yang
dikemukakan para ahli diantaranya Hasibuan dan Mujiono ( 1994 : 26 )
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah sebuah kegiatan belajar mengajar yang
menghendaki tercapainya tujuan pelajaran dimana hasil belajar siswa ditandai
dengan skala nilai”. Menurut Purwanto ( 1990 ; 86) hasil belajar adalah prestasi
yang dicapai, dilaksanakan dan dikerjakan. Sementara Sudjana (2002 : 22)
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam kaitannya
degan hal ini Kingsley (Sudjana : 2002 : 22) membagi tiga macam hasil belajar
yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c ) sikap
dan cita – cita. Sedangkan Gagne (Sudjana : 2002 : 22) membagi lima kategori
hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) ketrampilan intelektual, (c) Strategi
kognitif, (d) sikap, dan (e) ketrampilan motoris.
Sejalan dengan lima kategori hasil belajar menurut Gagne diatas Hasibuan
dan Mujiono (1986 ; 5) mengemukakan 5 macam kemampuan yang diharapkan
dapat dicapai siswa melalui kegiatan belajar mengajar yaitu :
a.

Kemampuan intelektual (merupakan suatu hasil belajar terpenting dari
sistem lingkungan sekolah).

16

b.

Strategi kognitif mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti
seluas-luasnya termasuk kemampuan memecahkan masalah.

c.

Informasi verbal pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.

d.

Ketrampilan motorik yang diperoleh melalui latihan.

e.

Sikap dan nilai, atau berhubungan dengan arah intensitas emosional yang
dimiliki seseorang sebagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungan
bertingkah laku terhadap orang, barang dan kejadian.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

suatu hasil yang diperoleh melalui suatu kegiatan belajar, semakin banyak
usahanya dalam melakukan perbuatan belajar semakin baik pula hasil yang
diperolehnya. Hasil belajar yang diperoleh dapat diklasifikasi berdasarkan tingkat
kemampuannya.
Pada umumnya di Indonesia, hasil belajar (tingkat kemampuan)
dinyatakan dalam klasifikasi yang dikembangkan oleh Bloom ( Taksonomi
Bloom). Suherman (2003 :223 - 225) Bloom telah menyediakan rujukan yang
dapat digunakan oleh guru (Matematika) untuk memformulasikan tujuan – tujuan
pembelajaran, memilih metode mengajar dan mendesain tes serta aktivitas belajar
siswa. Taksonomi yang dimaksud terdiri atas.
1. Pengetahuan (Knowledge), selanjutnya disebut C1 menekankankan pada
proses psikologi ingatan (mental) dalam mengungkapkan kembali informasi –
informasi yang diperoleh secara tepat sesuai dengan apa yang telah diperoleh
sebelumnya. Informasi – informasi yang dimaksud disini berkaitan dengan
simbol – simbol matematika, terminologi dan peristilahan fakta – fakta,

17

ketrampilan dan prinsip – prinsip. Misalnya : Siswa mampu menyebutkan
definisi sampling, sampel dan populasi dalam statistik.
2. Pemahaman (Comprehension), selanjutnya disebut C2 adalah tingkatan
paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau
mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan diperlukan kemampuan memahami
idea – idea matematika yang pada gilirannya mampu menggunakan beberapa
kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide – ide lain
dengan segala implikasinya. Misalnya : Siswa mampu menyajikan data dalam
dalam bentuk diagram.
3. Aplikasi/Penerapan (Aplication), selanjutnya disebut C3 adalah kemampuan
kognisi yang menekankan pada kemampuan mendemonstrasikan pemahaman
yang berkenaan dengan sebuah abstraksi matematika melalui penggunaanya
secara tepat. Untuk menunjukkan kemampuan tersebut, seorang siswa harus
dapat memilih dan menggunakan apa yang mereka telah miliki secara tepat
sesuai dengan situasai yang ada dihadapannya. Misalnya : Siswa mampu
menggunakan rumus – rumus rataan untuk menyajikan data ukuran menjadi
data statistik
4. Analisis (Analysis), selanjutnya disebut C4 adalah kemampuan untuk memilih
sebuah struktur informasi kedalam komponen – komponen sedemikian hingga
hirarki dan keterkaitan antar idea dalam informasi tersebut menjadi tampak
dan jelas. Bloom mengidentifikasi tiga jenis analisis, yaitu : (i) analisis elemen
atau bagian; (ii) analsisi hubungan; dan (iii) analisis prinsip – prinsip
pengorganisasian. Bila pemahaman (C2) menekankan pada penguasaan atau

18

pengertian akan arti materi – materi matematika, sementara penerapan (C3)
lebih menekankan pada penguasaan dan pemanfatan informasi – informasi
yang sesuai, berkaitan, dan bermanfaat. Analisis (C4) berkaitan dengan
pemilihan materi kedalam bagian – bagian, menemukan hubungan antara
bagian dan mengamati pengorganisasaian bagian – bagian. Misalnya. Siswa
mampu menuliskan hubungan antara mean, modus, median dan kuartil.
5. Sintesis (Syinthesis), selanjutnya disebut C5 adalah kemampuan untuk
mengkombinasikan elemen – elemen untuk membentuk sebuah struktur yang
unik atau sistem. Dalam matematika sintesis melibatkan pengkombinasian dan
pengorganisasaian konsep – konsep dan prinsip – prinsip matematika untuk
mengkreasikannya menjadi struktur matematika yang lain dan berbeda dari
yang sebelumnya. Salah satu contohnya adalah memformulasikan teorema teorema matematika dan mengembangkan struktur – struktur matematika.
Misalnya ketika diberikan suatu masalah matematika, siswa mampu
menghasilkan penyelesaian dengan dua cara atau lebih yang berbeda..
6. Evaluasi (Evaluation), selanjutnya disebut C6 adalah kegiatan membuat
penilaian (Judgment) berkenaan dengan nilai sebuah idea, kreasi, cara dan
metode. Evaluasi adalah tipe yang tertinggi diantara ranah – ranah kognitif
yang lain, karena ia melibatkan ranah – ranah yang lain mulai dari
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, hingga sintesis. Evaluasi dapat
memandu seseorang untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang
lebih baik, penerapan baru, dan cara baru yang unik dalam analsis dan sintetis,
misalnya bloom membagi kegiatan kedalam dua tipe, yaitu : (i) penilain pada

19

bukti atau struktur internal, seperti akurasi, logika, dan konsistensi, dan (ii)
penilaian pada bukti atau struktur eksternal, seperti teorema – teorema
matematika dan sistemnya.
Menilik uraian bebagai pendapat diatas maka hasil belajar adalah wujud
prestasi siswa yang yang mencerminkan tingkat kemampuan siswa terkait dengan
pengetahuan, pemahaman , penerapan (Aplikasi), Analiasa, sisnteses dan evaluasi
berdasarkan hasil pengukuran kemampuan berdasarkan tujuan instruksional
pengajaran

yang

telah

ditetapkan.

Dengan

demikian

dibutuhkan

alat

pengukuran/penialain yang digunakan benar – benar mampu mengungkapkan
hasil dan proses belajar siswa sebagaimana apa adanya, yang mamapu
menampilkan sedetail dan seobjektif mungkin. Hal ini menurut Sudjana (2002 :
12) sangat tergantung pada alat penilaian disamping pada cara pelaksanaannya.
Menurut Sudjana ( 2002 : 12 - 19 ) suatu alat penilaian diakatakan
mempunyai kualitas yang baik apabilah memiliki atau memenuhi dua hal, yakni
ketepatannya
reliabilitasnya.

atau

validitasnya

dan

ketetapan

atau

keajegannya

atau

Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap

konsep yang dinilai. Terdapat empat jenis Validitas yang sering digunakan, yakni
Pertama Validitas Isi, yakni berkenaan dengan kesanggupan alat penialaian
dalam

menguku

isis

yang

seharusnya.

Artinya

test

tersebut

mampu

mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Kedua
Validitas Bangun Pengertian (Construct Validity),

yaitu berkenaan dengan

kesanggupan alat penilaian untuk mengukur pengertian – pengertian yang
terkandung dalam materi yang diukurnya. Pengertian – pengertian yang

20

terkandung dalam konsep kemampuan, minat, sikap dan berbagai bidang kajian
harus jelas apa yang diukurnya. Dengan demikian setiap konsep harus
dikembangkan indikator – indikatornya. Cara lain untuk menetapkan validitas
bangun pengertian adalah menghubungkan (korelasi) alat penilaian yang dibuat
dengan alat penialain yang sudah baku seandainya telah ada yang baku. Bila
menunjukkan koefisien korelasi yang tinggi maka alat

penilaian tersebut

memenuhi validitasnya. Ketiga Validitas Ramalan (Predictive validity), dimana
yang diutamakan bukan isi tes, melainkan kriterianya, apakah alat penialaian
tersebut dapat digunakan untuk meramalkan suatu ciri, perilaku tertentu, atau
kriteria tertentu yang diinginkan. Ketiga validitas diatas idealnya dapat digunakan
dalam menyusun alat penilaian, minimal validitas isis dan validitas bangun
pengertian. Validitas isi dan validditas bangun pengertian mutlak diperlukan dan
bisa diupayakan tanpa memerlukan pengujian secara statistik. Keempat Validitas
Kesamaan (concurrent validity), yaitu membuat tes yang memiliki suatu
persamaan dengan tes sejenis yang telah ada atau yang dibakukan. Kesamaan tes
terlingkupnya abilitas yang diukurnya, sasaran atau objek yang diukurnya, serta
waktu yang diperlukan. Validitas kesamaan suatu tes adalah melalui indeks
korelasi berdasarkan perhitungan korelasi. Apabilah menunjukkan indeks korelasi
yang cukup tinggi, yakni mendekati angka satu ( korelasi sempurna), berarti tes
yang disusun tersebut memiliki validitas kesamaan.
Reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut
dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya kapan pun alat tersebut digunakan
akan memberikan hasil yang relatif sama. Tes hasil belajar dikatan ajeg apabilah

21

hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesaman hasil pada saat yang berlainan
waktunya terhadap siswa yang sama. Terdapat beberapa jenis reliabilitas yaitu :
1). Reliabilitas tes ulang
Tes ulang (retest) adalah penggunaan alat penilaian terhadap subjek yang
sama, dilakukan dua kali dalam waktu yang berlainan. Hasil penilaian yang
pertama kemudian dikorelasikan dengan hasil penilaian yang kedua untuk
memperoleh koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi ini disebut koefisisen
reliabilitas yang hasilnya akan bergerak

dari -1,0 sampai + 1,0. Koefisien

reliabilitas yang mendekati angka 1,0 merupakan indeks reliabilitas tinggi.
Artinya hasil pengukuran yang relatif sama dengan hasil pengukuran yang kedua.
Dengan kata lain alat tersebut memiliki tingkat keajegan atau ketetapan (reliabel).
2) Reliabilitas pecahan setara
Mengukur reliabilitas bentuk pecahan setara tidak dilakuakn dengan
pengulangan pada subjek yang sama , tetapi menggunakan hasil dari bentuk tes
yang sebandingatau setara yang diberikan kepada subjek yang sama pada waktu
yang sama pula.
3). Reliabilitas belah dua
Reliabilitas ini mirip dengan relibialitas pecahan setara terutama dalam
pelaksanaannya. Dalam prosedur ini tes diberikan kepada kelompok subjek cukup
satu kali atau pada satu saat.. Diadakan pembagian butir – butir soal menjadi dua
bagian yang ebanding, biasanya dengan membedakan soal nomor genap dengan
soal nomor ganjil. Setiap bagian soal diperiksa hasilnya kemudian skor dari kedua
bagian tersebut dikorelasikan untuk dicari koefisien korelasinya. Korelasi tersebut

22

hanya berlaku separuh sehingga koefisien korelasi yang diperoleh tidak untuk
seluruh soal, tetapi hanya untuk separuhnya, sehingga koefisien korelasi belah dua
perlu diubah kedalam koefisien korelasi seluruh soal dengan menggunakan rumus
ramalan sepearmen Brown :
1 1
2 2

1 1
1 r
2 2
2r

rxx

rxx = Koefisien relibilitas keseluruhan

R

1 1
2 2

= korelasi (r) dari belah dua

Asumsi yang digunakan dalam prosedur belah dua adalah kedua bagian tes itu
paralel sekalipun sering keliru atau tidak benar. Hal ini berakibat pada
pengubahan koefisien reliabilitas, prosedr belah dua cenderung menggunakan
koefisien reliabilitas yang lebih tinggi dari pada tes ulang dan pecahan setara.
4) Kesamaan Rasional
Merupakan prosedur menghitung reliabilitas tanpa melakukan korelasi
dari dua pengukuran atau pecahan setara dan belah dua. Prosedur ini dilakukan
dengan menghubungkan setiap butir dalam satu tes dengan butir – butir lainnya
dalam tes itu sendiri secara keseluruhan. Salah satu cara yang sering digunakan
adalah menggunakan rumus Kuder – Richardson atau K-R. 20. dan K-R.21
Rumusnya :
rxx =

Kx 2  X ( K  X
x 2 ( K 1)

rxx

= reliabilitas tes secara keseluruhan

K

= jumlah butir soal dalam tes

x2

= variasi skor

23

X

= skor rata – rata (mean score)

2.2.

Lingkungan Sosial

2.2.1

Pengertian Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial pada dasarnya mempunyai pengaruh yang lebih besar

terutama terhadap pertumbuhan rohani pribadi anak. Terkait dengan pendidikan,
menurut Mansur Fakih (2002 : xx),

Usaha pendidikan dan pelatihan

sesungguhnya secara struktural adalah bagian dari sistem sosial.
Pada dasarnya setiap individu tidak bisa berlepas diri dari lingkungan
sosialnya. Karena itulah

Cjung dalam Zaini, (2002:5) memetakan

individu

menjadi dua yaitu Ekstrovert dan Introvert . sesorang yang bersifat ekstrofer
cenderung menyenangi cara belajar dengan melakukan interaksi dengan
lingkungannya, bicara dengan orang lain atau mencari pengalaman. Adapaun
introvert lebih menyenangi cara berpikir sendiri tanpa ada gangguan dari
lingkungannya. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai untuk menjadi salah
satu dari kedua sifat tersebut, meskipun tidak ada yang mutlak. Dalam arti
seoarang introvert bukan sama sekali tidak mempunyai ciri – ciri ekstrovert atau
sebaliknya.
Menurut Kastama (1988;38) lingkungan sosial adalah kehidupan manusia
interaksi dengan sesamanya.
Amsyari (1977;11-12) berpandangan bahwa lingkungan sosial adalah
manusia – manusia yang ada disekitarnya seperti tetanga – tetangga, teman –
teman bahkan juga orang lain yang tidak dikenal yang semuanya dapat

24

mempengaruhi manusia bahkan anak – anak dalam belajar sehingga berakibat
terhadap prestasi hasil belajar yang dicapai.
Sedangkan Purwanto ( 1987 ; 60) memberikan batasan bahwa lingkungan
sosial adalah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh
lingkungan sosial ini ada yang kita terima secara langsung dan adapula yang tidak
langsung. Pengaruh secara langsung misalnya : dalam pergaulan sehari – hari
dengan orang lain, dengan keluarga kita, dengan teman – teman kita, kawan
sekolah, kawan sepekerjaan, dan sebagainya. Sedangkan secara tidak langsung
dapat diterimah melalui radio, televisi, dengan membaca buku – buku, majalah
surat kabar dan lain – lain.
Menilik berbagai pandangan para ahli diatas terlihat bahwa pada dasarnya
lingkungan sosial turut mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Hal ini

memungkinkan sebab siswa sebagai manusia “apa adanya” diluar rumah selalu
berhubungan langsung dengan masyarakat yang memiliki keragaman sikap, sifat
serta watak yang berbeda – beda. Dengan segenap kecenderungan gelapnya siswa
berusaha beradaptasi mendidik dan menyeleraskan diri dengan manusia lain dan
masyarakat Hal ini mengandung banyak kemungkinan yang menakjubkan yang
pada akhirnya berpengaruh pada usaha beranjak diri menumbuhkan kepribadian
dan wataknya sebagai spesies yang berusaha mengaktualkan segala potensi
dirinya.

25

2.2.2

Aspek – aspek Lingkungan Sosial yang Mempengaruhi Siswa Dalam
Belajar

a. Lingkungan Keluarga
1. Suasana Rumah
Sebagaimana kita ketahui waktu anak diluar sekolah lebih banyak
dibandingkan didalam sekolah. Hal ini menunjukkan proses belajarnya lebih
banyak diluar sekolah terutama dirumah. Proses belajar tersebut dapat berjalan
dengan baik bila suasana rumah aman dan tentram, sehingga siswa dapat
memusatkan perhatian pada pelajaran.
2. Hubungan orang tua dengan anak
Peranan orang tua dalam penyelenggaaraan pendidikan anaknya sangat
dibutuhkan, karena anak sejak lahir hingga dewasa hidup bersama – sama dengan
orang tuanya. Orang tua menjadi pendidik utama dan pertama dalam lingkungan
keluarga. Hubungan yang kurang harmonis akan menimbulkan frustasi dan
kekacauan dalam diri anak. Anak akan merasa tertekan batinnya sehingga
kegiatan belajarnya terganggu, demikian pula dengan orang tua yang otoriter akan
menimbulkan tekanan batin pada anaknya.
3. Status sosial ekonomi
Kemamapuan ekonomi orang tua memegang peranan penting terhadap
aktivitas belajara siswa. Berkurangnya biaya akan mempengaruhi aktivitas belajar
siswa.
Status sosial ekonomi menurut Singarimbur (1987;71) mengemukakan
bahwa status sosial ekonomi memang cukup menentukan sebagai penyebab putus

26

sekolah dan mengecil arus arah memasuki sekolah yang lebih tinggi, sedang dan
rendah merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan anak
disekolah.
Untuk melihat status sosial keluarga terhadap tingkat pendidikan anak, ada
seoarang ahli pendidikan dari jerman dalam hal ini Trestel, telah membandingkan
prestasi anak – anak kelas pertama dari berbagai sekolah yang status sosial
ekonominya rendah. Dalam Penelitian ini disampaikan bahwa prestasi anak-anak
dari keluarga yang status sosial ekonominya rendah, lebih tinggi nilainya dari
pada anak berasal dan' status sosial ekonomi yang cukup atau tinggi. Tetapi
keunggulan ini bergeser kebawah setelah berselang setahun kernudian, sebab anak
yang berasal dari status sosial ekonomi untuk ekonomi rendah kalau sudah
dewasa la membantu orang tuanya dalam mencari nafkah demi penghidupan
keluarganya bersama anak-anaknya yang masih bayi (W.A. Berungan, 1978:184).
Dari uraian di atas jelas memberikan gambaran kepada kita bahwa status
sosial ekonomi rendah, sangat mempengaruhi tingkat pendidikan anak, selain
rendahnya status sosial ekonomi keluarganya juga faktor kemudahan anak untuk
memperoleh uang, baik diperoleh sendiri atau bersama-sama orang tuanya untuk
kebutuhan hidup sehari-hari.
4. Tingkat Pendidikan Keluarga
Pendidikan pada prinsipnya memegang peranan yang sangat penting
dalam segala aspek kehidupan, karena hanya dengan pendidikan setiap orang
dapat rnengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

27

Dilihat dari orang tua, pendidikan itu juga sangat penting diselenggarakan,
tanpa ada yang memaksa dengan sendirinya setiap orang yang mempunyai anak
akan pasti mendidiknya. Sebab pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua.
Selanjutnya Siti Rahayu ( 1983 : 75 ) mengemukakan bahwa : betapa besar
tanggung jawab keluarga atas masa depan anaknya, juga tingkat pendidikan anak
dimana banyak penelitian telah mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan orang
tua banyak berpengaruh dalam pembentukan jenis dan cara mengasuh anak dalam
pendidikan.
Berdasarkan pendapat diatas jelas bahwa tingkat pendidikan orang tua
yang berbeda, tentunya berakibat pada cara mendidik cenderung berbeda pula.
Dimana

tingkat

pendidikan

merupakan

pemberian

bantuan

terhadap

perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat mengembangkan potensi
semaksimal mungkin agar anak menjadi dewasa dan bertangung jawab.
b.

Lingkungan Masyarakat.
Sebagai makhluk sosial siswa membutuhkan interaksi dengan lingkungan

sekitarnya dan membutuhkan bantuan orang lain didalam usaha mencapai tujuan
belajarnya. Dalam kehidupan masyarakat inilah kebutuhan dapat terpenuhi.
Kondisi masyarakat yang baik akan menunjang kegiatan belajar anak, dan
sebaliknya jika kondisi masyarakat yang kurang baik akan menghambat proses
belajar anak. Dalam hubungan dengan masyarakat tersebut Saifullah. 1980 97 )
mengemukakan hal, sebagai berikut : " faktor sosial yang menyebabkan maju
mundumya pekembangan pendidikan anak didik adalah faktor masyarakat,

28

kelompok sebaya dengan setiap anak-anak mengadakan kegiatan dalam sekolah
dan keluarga ".
Dengan demikian positif atau negatif perkembangan aktivitas belajar anak
tergantung dominasi jenis kegiatan yang dilakukan dalam pergaulan dengan
kelompok sebaya dan lingkungan masyarakat.
c.

Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah adalah salah satu aspek yang turut mempengaruhi

aktivitas

belajar

siswa,

sebab

lingkungan

sekolah

sangat

menentukan

pembentukan sikap dan aktivitas belajar anak, artinya melalui bangku sekolah
anak akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan sesuai taraf intelegensi serta
kemampuan belajarnya. Proses belajar disekolah sangat dipengaruhi oleh faktor :
Hubungan guru dengan guru
Guru merupakan faktor penentu dalam keberahasilan pendidikan..
Hubungan antara guru dengan guru amat sangat menentukan. Hal ini dikarenakan
selain tugasnya sebagai pengajar guru juga berperan sebagai pendidik. Hubungan
yang tidak sehat antar guru dan guru akan berdampak terhadap suasana sekolah
yang tidak kondusif yang dengan sendirinya berdampak terhadap aktivitas belajar
siswa.
Hubungan guru dengan siswa
Guru yang memiliki kemampuan profesional dalam proses belajar
mengajar akan meningkatkan aktivitas belajar siswa, sebaliknya guru yang tidak
memiliki kemampuan dalam proses belajar mengajar tidak menimbulkan aktivitas
belajar mengajar siswa. Guru yang profesional dalam belajar mengajar bukan saja

29

pintar dalam mengajukan bahan pelajaran melainkan memperhatikan faktor –
faktor yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sehingga dapat
memperoleh prestasi yang optimal termasuk didalamnya menjaga pola relasi yang
baik antara guru dan siswa.
Hubungan tenaga administrasi dengan siswa
Dalam aktivitasnya dilingkungan sekolah para siswa biasanya sering
diperhadapkan

dengan

kepentingan

administrasi.

Pelayanan

kepentingan

administrasi yang dibutuhkan siswa melibatkan hubungan tenaga administrasi
dengan siswa tersebut tercipta. Sikap para tenaga administrasi dalam pelyanannya
terhadap kebutuhan siswa juga menentukan perkembangan aktivitas belajarnya.
d.

Lingkungan Kelas dalam PBM
Kelas merupakan lingkungan terkecil dalam Sekolah Kelancaran proses

belajar mengajar ditentukan juga oleh Lingkungan kelas, yang termasuk
didalamnya adalah (1) Pengelolaan kelas, (2) Menegitas PBM, (3) Suasana Kelas.
1.

Pengelolaan Kelas
Dalam pengelolaan kelas perlu melibatkan berbagai aktivitas. Disinilah

dituntut profesionalitas guru dalam hal mengembangkan kreativitasnya. Guru
yang profesional dalam belajar mengajar bukan saja pintar dalam mengajukan
bahan pelajaran melainkan memperhatikan faktor – faktor yang dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa sehingga dapat memperoleh prestasi yang
optimal.

30

2. Menegitas PBM yang Kondusif
Manajemen Proses belajar mengajar yang kondusif bisa ditempuh dengan
cara memperhatikan beberapa hal yaitu :
-

Metode mengajar guru
Berhasil tidaknya tujuan pengajaran, banyak ditentukan oleh penggunaan

metode yang tepat, seperti yang dikemukakan oleh Simanjuntak (1982:260 bahwa
berhasil tidaknya tujuan yang ingin dicapai tergantung pada penggunaaan metode
yang tepat. Karena pentingnya metode yang tepat dalam proses belajar mengajar
sehingga apabilah guru tidak memiliki kemampuan akan menajdi penghambat
aktivitas belajar siswa dalam proses belajar mengajar.
-

Penggunaan alat – alat untuk belajar
Aktivitas belajar siswa tidak dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa

didukung oleh alat – alat belajar yang lengkap. Proses belajar akan terganggu jika
alat belajar tidak ada, semakin lengkap alat –alat pelajarannya semakin mudah
siswa dapat melakuakan aktivitas belajar, begitupula sebaliknya. Dengan
kurangnya alat – alat pelajaran ini akan menimbulkan frustasi dalam belajar siswa
3. Suasana Kelas
Suasana kelas terdiri dari suasana tempat belajar dan suasana pengajaran.
Salah satu syarat untuk dapat belajar dengan tekun adalah tersedianya tempat
belajar. Tempat belajar yang baik adalah merupakan tempat belajar tersendiri,
tenang, warna ruangan tidak mencolok. Selain itu juga perlu diperhatikan
penerangan ruangan, letak dan kebersihan tempat belajar. Demikian halnya

31

suasana pengajaran juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
aktifitas belajar siswa didalam kelas.

2.3.

Kerangka Berpikir
Setiap aktivitas manusia tidak bisa berlepas dari segala sesuatu yang ada

disekitarnya. Lingkungan sekitar pada dasarnya memiliki peranan penting dalam
perkembangan anak khusunya anak usia sekolah terkait dengan aktivitas
belajarnya.
Kajian tentang belajar sebagai suatu proses aktif dalam memperoleh
pengalaman/pengetahuan baru yang pada tujuan akhir menyebabkan perubahan
tingkah laku. Usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku tersebut secara sadar melibatkan interaksinya dengan
lingkungan.
Matematika dengan segudang pengertiannya pada dasarnya sebagai
aktivitas manusia. Aktifitas manusia mendorong lahir dan meningkatnya prestasi.
Peningkatan prestasi dimotori dengan pengembangan berbagai Kemampuan
(Ranah Kognitif, Afektif, Psikomotorik) . Pengembangan berbagai ranah tersebut
disadari banyak bersentuhan dengan lingkungannya.
Dengan demikian diduga bahwa lingkungan sosial dapat mempengaruhi
hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.

32

2.4.

Hipotesis
Menurut Arikunto (1999 :67) Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap permasalahan penelitian sampai teruji melalui data yang
terkumpul. Bertitik tolak dari pendapat diatas dan berdasarkan kajian dalam uraian
sebelumnya maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : “Terdapat hubungan
antara lingkungan sosial dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika “

33

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Obyek, Waktu dan Tempat Penelitian
Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah hubungan antara
lingkungan sosial dan hasil belajar siswa. Waktu penelitian selama satu bulan
yaitu dari bulan Desember 2005 - Januari 2006 Sedangkan tempat penelitian SMA
Negeri 1 Bolaang.

Metode dan rancangan
Penelitian ini termasuk penelitian korelasional karena mencari hubungan
atau korelasi antara variabel. Penelitian korelasi menurut Hadjar memiliki
kelebihan yaitu kemampuan untuk menyelidiki hubungan antara beberapa variabel
yaitu variabel bebas (Independent) dengan simbol X yaitu lingkungan sosial dan
variabel terikat (dependent) dengan simbol Y yaitu hasil belajar.
Untuk rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut :
X

Y

Keterangan :
X = Lingkungan Sosial
Y = Hasil Belajar

34

Definisi Operasi Variabel
Bertolak dari latar belakang permasalahan sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya, maka lingkungan sosial ditetapkan sebagai variabel bebas
( x ) dengan indikator – indikator sebagai berikut :
1. Status Sosial Ekonomi Keluarga
-

Biaya hidup

-

Pemenuhan biaya Sekolah

-

Keterlibatan anak dalam mencari nafkah

-

Suasana Rumah

-

Tingkat pendidikan Keluarga

-

Keterlibatan Keluarga Pada Organisasi Masyarakat

2. Peranan dan Fungsi Orang Tua terhadap Pendidikan
-

Memberikan pengertian akan pentingnya belajar Matematika

-

Dorongan terhadap peningkatan prestasi belajar

-

Penyediaan fasilitas belajar

-

Aktif memantau kegiatan belajar di Sekolah

-

Aktif membantu kegiatan belajar di rumah

3. Kebiasaan Teman sebaya
-

Belajar bersama

-

Ajakan teman – teman

-

Mengerjakan tugas rumah

-

Pergaulan dengan lawan jenis

-

Saling Mendorong

35

-

Kebiasaan belajar menghadapi ujian

-

Kebiasaan memanfaatan waktu lowong
Adapun hasil belajar Matematika ditetapkan sebagai variabel terikat ( y )

dengan menyimak kemampuan siswa setelah pembelajaran matematika pada
kurun waktu tertentu yang dijaring melalui tes hasil belajar matematika.

Populasi dan Sampel
Populasi
Meunurut sudjana (1989: 5) populasi adalah totalitas semua nilai yang
mungkin hasil menghitung ataupun pengukuran kualitatif maupun kuantitatif dari
pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas
yang ingin dipelajari sifat – sifatnya.
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karakteristik
yang menyangkut pengaruh lingkungan sosial dengan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran Matematika. Sedangkan sebagai anggota Populasi adalah seluruh
kelas XI SMA Negeri 1 Bolaang dengan jumlah 135 orang

Sampel dan teknik sampling
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap representatif atau
mewakili populasi.
Berdasarkan tujuan penelitian dan karakteristik populasi maka teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proportional

36

random sampling, dengan teknik tersebut telah terambil orang yang mewakili
setiap kelas yang ada.

Teknik pengumpulan data
Berdasarkan judul penelitian ini maka alat yang akan digunakan untuk
mengumpul data terdiri atas :
a. Untuk variabel X (Lingkungan Sosial) menggunakan kuisioner atau angket
dalam bentuk skala lima yang dimodifikasi dari skala lickert.
Kuisioner (angket) ini terdiri dari pernyataan – pernyataan dengan disertai
jawaban – jawaban dalam bentuk skala l

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

BAB IV HASIL PENELITIAN - Pengaruh Dosis Ragi Terhadap Kualitas Fisik Tempe Berbahan Dasar Biji Cempedak (Arthocarpus champeden) Melalui Uji Organoleptik - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 2 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan Berdasarkan Metode Nilai MPN Coliform di Lingkungan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Pahandut Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 2 12

The effect of personal vocabulary notes on vocabulary knowledge at the seventh grade students of SMP Muhammadiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN - Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak lurus - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 23

CHAPTER I INTRODUCTION - The effectiveness of anagram on students’ vocabulary size at the eight grade of MTs islamiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Penelitian Sebelumnya - Perbedaan penerapan metode iqro’ di TKQ/TPQ Al-Hakam dan TKQ/TPQ Nurul Hikmah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 26