PRAKTIK PERADILAN TATA NEGARA. docx
PRAKTIK PERADILAN TATA NEGARA
Oleh:Arvin Daniel Inzhagi (02011281621224)
1.Peradilan Tata Negara
Apabila HTN dilihat dalam arti luas maka HTN itu mencakup bidang hukum
administrasi negara, maka sebenarnya lahan praktik peradilan tata negara di MK dan
peradilan tata usaha negara di MA serta badan-badan peradilan tata usaha negara
dibawahnya.Namun, apabila peradilan tata negara itu dipersempit maknanya dengan tidak
mencakup peradilan tata usaha negara yang dilembagakan secara tersendiri dalam lingkungan
MA, maka peradilan tata negara dimaksud dapat kita kaitkan dengan fungsi MK dan fungsi
tertentu dari MA.1
Oleh karena itu, peradilan tata negara itu sendiri ada 3 pengertian, yaitu:(i) peradilan
tata negara dalam arti yang paling luas dimana mencakup peradilan tata negara
(constitutional adjucation) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan peradilan tata
usaha negara (administrative adjucation) yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta badanbadan peradilan tata usaha negara; (ii) peradilan tata negara dalam arti yang lebih sempit
tetapi masih tetap luas adalah peradilan tata negara (constitutional adjucation) yang
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ditambah peradilan pengujian peraturan perundangundangan dibawah undang-undang yang dilakukan oleh Mahkamah Agung menurut Pasal
24A ayat (1) UUD 1945.2Pengujian peraturan perundang-undangan itujuga termasuk lingkup
PTN dalam arti luas ;(iii) PTN dalam arti sempit, yaitu peradilan yang dilakukan oleh MK
menurut ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan Pasal 7B khususnya ayat (4) UUD 1945.3
Dalam rangka peradilan tata negara dalam pengertian yang kedua,proses pengujian
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dapat dikategorikan sebagai bentuk
peradilan tata negara juga.Demikian pula dalam pengertian yang pertama,PTUN juga
termasuk kedalam pengertian PTN.Dengan demikian,peradilan tata negara itu tidak hanya
berkaitan dengan MK.Artinya,proses PTUN,proses pengujian peraturan perundangundangan,proses peradilan didalam lingkungan MA serta aparatur penegakan hukum sebagai
keseluruhan, juga termasuk objek kajian hukum tata negara sebagai ilmu.4
1 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H.,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta:RajawaliPers,2009,hlm-267.
2 Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 ini berbunyi,”Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat tinggi
kasasi,menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang,dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.”
3 Pasal 7B ayat (4) UUD 1945 ini berbunyi, “Mahkamah Konsitusi wajib memeriksa,mengadili,dan memutus
dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.”
4 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta:RajawaliPers,2009,hlm-268.
Misalnya, mekanisme hubungan antara kepolisian sebagai lembaga penyidik dengan
kejaksaan sebagai lembaga penuntut atau mekanisme hubungan antara MA dan Komisi
Yudisial,juga ternasuk kedalam lingkup kajian HTN.5
2.Pengujian Konstitusionalitas Undang-Undang
Pihak yang berhak mengajukan permohonan pengujian UU adalah:(i) perorangan atau
kelompok warga negara; (ii) kesatuan masyarakat yang masih hidup,sesuai dengan
perkembangan dan prinsip NKRI, yang diatur dalam UU;(iii)badan hukum privat atau badan
hukum publik; atau (iv) lembaga negara.6Syarat-syarat yang harus terpenuhi menurut UU
No.24 Tahun 2003 adalah bahwa keempat subjek hukum tersebut dapat membuktikan dirinya
mempunyai hak atau kewenangan konstitusional yang dirugikan oleh berlakunya suatu
undang-undang atau ketentuan UU yang bersangkutan sehingga memohon agar UU atau
bagian dari ketentuan UU dimaksud dinyatakan tidak mengikat untuk umum.7
UU merupakan produk demokrasi.Jika UU telah dibahas dan disetujui oleh DPR dan
Presiden, kemudian disahkan oleh presiden sebagaimana semestinya,berarti UU yang
bersangkutan telah mencerminkan kehendak politik mayoritas rakyat yang diwakili oleh DPR
dan aspirasi rakyat pemilih presiden yang mendapatkan dukungan mayoritas suara rakyat
melalui pemilu.Namun demikian, suara mayoritas rakyat yang tercermin dalam UU tidaklah
identik dengan suara seluruh rakyat yang tercermin dalam UUD.Suara mayoritas rakyat tidak
selalu identik dengan suara keadilan dan kebenaran konstitusi. Oleh sebab itu, jika UU
dengan UUD , UU itu baik sebagian materinya atau seluruhnya dapat dinyatakan tidak
mengikat untuk umum, meskipun yang menyatakannya hanya terdiri atas 5 dan 9 orang
hakim pada MK.Dengan cara demikian, melalui proses peradilan tata negara yang
fair,independen,imparsial, dan terbuka, Mahkamah Konstitusi dapat menjalankan fungsinya
sebagai pengeimbang atau penyeimbang(countervailing power) dan sekaligus mengawali
dinamika proses demokrasi berdasarkan konstitusi (the guardian of the constitutional
democracy).8
5 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,loc.cit.
6 Mengenai kewenangan dari MK lihat saja dalam Pasal 24C UUD 1945 dan Pasal10 UUD No.24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.
7 Prof.Dr.Jimly asshiddiqie,op.cit.,hlm-270.
8 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,loc.cit.
3.Pembubaran Partai Politik
Terkait dengan keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu penyelenggara
kekuasaan negara dalam kehidupan yang demokrasi, perlu kiranya memahami kewenangankewenangan Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait dengan proses kehidupan bernegara
yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, dan memberikan rakyat kebebasan untuk
menentukan kehidupannya. Dalam kehidupan berdemokrasi disuatu negara hukum yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia, dimana hak berserikat dan berkumpul termasuk
didalamnya, kiranya kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal memutus pembubaran
Partai politik perlu ditinjau. Sehubungan dengan keberadaan partai politik sebagai salah satu
sarana kehidupan berdemokrasi yang menjadi hak asasi setiap warga negara.
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur tentang
pembubaran Partai Politik dalam Pasal 24C ayat (1) yang berbunyi: Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
memutus pembubaran partai politik. Begitu pula dalam Pasal 20 Undang Undang No. 31
Tahun 2003 Tentang Partai Politik, ditegaskan bahwa partai politik bubar apabila
membubarkan diri atas keputusan sendiri; menggabungkan diri dengan partai politik lain; dan
terakhir dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ketentuan yang jelas dan tegas menentukan
alasan hukum bagi partai politik untuk dibubarkan terdapat pada Pasal 28 ayat (6) UU No. 31
Tahun 2002 yang berbunyi: Pengurus partai menggunakan partainya untuk melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dituntut berdasarkan Undang
Undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang Undang Tentang Hukum
Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf
e, huruf d, dan huruf e, dan partainya dapat dibubarkan.
Pasal 107 Undang Undang No. 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang
Undang Hukum Pidana tersebut berbunyi: “Barangsiapa yang secara melawan hukum di
muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau
mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang berakibat timbulnya
kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian dalam
masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian dalam masyarakat, atau
menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
“Barangsiapa yang secara melawan hukum dimuka umum dengan lisan, tulisan, dan
atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila
sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
a. Barangsiapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau pun diduga menganut ajaran
Komunisme/Marxixme-Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya; atau
b. Barangsiapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada
organisasi, baik didalam maupun diluar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaraan
Komunisme/Marxixme-Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya dengan
maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan Pemerintah yang sah.
Maksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah bahwa pembentukan, anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga, maksud, tujuan, asas, program kerja dan perjuangan Partai Politik tidak bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang Undang No. 31 Tahun 2002 Tentang
Partai Politik, berdirinya suatu partai digariskan sebagai berikut:
(1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan citacitanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan undang-undang.
(1) Tujuan umum partai politik adalah:
a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
d. cita-citanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(2) Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-citanya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Tujuan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan secara
konstitusional.
Kemudian mengenai larangan bagi suatu partai ditegaskan sebagai berikut:
(1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang atau tanda gambar yang sama
dengan :
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;
c. nama, bendera, atau lambang negara lain dan nama, bendera, atau lambang lembaga/badan
internasional;
d. nama dan gambar seseorang; atau
e. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan partai politik
lain.
(2) Partai politik dilarang :
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
atau
c. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah negara dalam
memelihara persahabatan dengan negara lain dalam rangka ikut memelihara ketertiban dan
perdamaian dunia.
(3) Partai politik dilarang :
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apa pun,
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b. menerima sumbangan, baik berupa barang maupun uang, dari pihak mana pun tanpa
mencantumkan identitas yang jelas; atau
c. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya, koperasi, yayasan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi kemanusiaan.
(4) Partai politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan
usaha.
(5) Partai politik dilarang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran atau paham
Komunisme/Marxisme-Leninisme
Dengan demikian, dari pemaparan pasal-pasal pada perundang-undangan yang
berbeda diatas, dapat disimpulkan bahwa indikator penting yang diperhatikan Mahkamah
Konstitusi dalam proses pembubaran Partai Politik, adalah mengacu kepada:
1. Ideologi Partai
2. Asas Partai
3. Tujuan Partai
4. Program Partai
5. Kegiatan Partai Politik yang bersangkutan.
Pasal 68 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Bagian
Kesepuluh Mengenai Pembubaran Partai Politik menyebutkan:
(1) Pemohon adalah Pemerintah
(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi,
asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap
bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian, pembubaran partai politik dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi atas
permohonan pemerintah, atau dalam hal ini lembaga eksekutif. Dalam permohonannya
pemerintah harus memaparkan alasan seputar pembubaran tersebut, berdasarkan indikatorindikator diatas, yaitu Ideologi Partai, Asas Partai, Tujuan Partai, Program Partai, Kegiatan
Partai Politik yang bersangkutan. Sehingga sesuai dengan hukum yang mengatur tentang
mekanisme pembubaran partai oleh Mahkamah Konstitusi.9
4.Perselisihan Hasil Pemilu
Hasil pemilihan umum merupakan hasil dari suatu kompetisi politik antar peserta
pemilihan umum.Kualitas demokrasi sangat tergantug kepada kualitas hasil pemilihan umum,
dan kualitas hasilnya tergantung pula pada kualitas proses penyelenggaraan pemilihan umum
itu sendiri.Oleh sebab itu, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menentukan, “pemilihan umum
dilaksanakan secara langsung,umum,bebas,rahasia,jujur dan adil setiap lima tahun
sekali.”Jika sebelum asas pemilihan umum hanya ditentukan harus langsung,umum,bebas
dan rahasia, maka sekarang ditambah dua asas lagi, yaitu jujur dan adil.10
Jika dalam penyelenggaraan penghitungan suara hasil pemilu itu timbul perselisihan
pendapat di antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu, perselisihan semacam itu
tidak dapat lagi diatasi melalui upaya-upaya yang bersifat administratif,akan diselesaikan
melalui perkara di MK.MK harus menyediakan jalan konstitusi atau mekanisme hukum untuk
menyelesaikan perselisihan mengenai hasil pemilu itu,sehingga perselisihan tidak
berkembang menjadi konflik politik atau apalagi berubah menjadi konflik sosial.11
9 http://reservedhr.blogspot.co.id/2012/11/pembubaran-partai-politik-dalam-hukum.html , diakses pada
tanggal 12 November 2017 pukul 11.50 WIB
10 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,op.cit.,hlm.273.
11 Ibid.,hlm.274.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Asshiddiqie, Jimly.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara.Jakarta:Rajawali Pers,2009.
Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Tentang Mahkamah Konstitusi,UU No.24 Tahun 2003.
Undang-Undang Tentang Perubahan KUHP, UU No. 27 Tahun 1999.
Undang-Undang Tentang Partai Politik,UU No.31 Tahun 2002
Internet:
http://reservedhr.blogspot.co.id/2012/11/pembubaran-partai-politik-dalam-hukum.html.
Oleh:Arvin Daniel Inzhagi (02011281621224)
1.Peradilan Tata Negara
Apabila HTN dilihat dalam arti luas maka HTN itu mencakup bidang hukum
administrasi negara, maka sebenarnya lahan praktik peradilan tata negara di MK dan
peradilan tata usaha negara di MA serta badan-badan peradilan tata usaha negara
dibawahnya.Namun, apabila peradilan tata negara itu dipersempit maknanya dengan tidak
mencakup peradilan tata usaha negara yang dilembagakan secara tersendiri dalam lingkungan
MA, maka peradilan tata negara dimaksud dapat kita kaitkan dengan fungsi MK dan fungsi
tertentu dari MA.1
Oleh karena itu, peradilan tata negara itu sendiri ada 3 pengertian, yaitu:(i) peradilan
tata negara dalam arti yang paling luas dimana mencakup peradilan tata negara
(constitutional adjucation) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan peradilan tata
usaha negara (administrative adjucation) yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta badanbadan peradilan tata usaha negara; (ii) peradilan tata negara dalam arti yang lebih sempit
tetapi masih tetap luas adalah peradilan tata negara (constitutional adjucation) yang
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ditambah peradilan pengujian peraturan perundangundangan dibawah undang-undang yang dilakukan oleh Mahkamah Agung menurut Pasal
24A ayat (1) UUD 1945.2Pengujian peraturan perundang-undangan itujuga termasuk lingkup
PTN dalam arti luas ;(iii) PTN dalam arti sempit, yaitu peradilan yang dilakukan oleh MK
menurut ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan Pasal 7B khususnya ayat (4) UUD 1945.3
Dalam rangka peradilan tata negara dalam pengertian yang kedua,proses pengujian
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dapat dikategorikan sebagai bentuk
peradilan tata negara juga.Demikian pula dalam pengertian yang pertama,PTUN juga
termasuk kedalam pengertian PTN.Dengan demikian,peradilan tata negara itu tidak hanya
berkaitan dengan MK.Artinya,proses PTUN,proses pengujian peraturan perundangundangan,proses peradilan didalam lingkungan MA serta aparatur penegakan hukum sebagai
keseluruhan, juga termasuk objek kajian hukum tata negara sebagai ilmu.4
1 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H.,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta:RajawaliPers,2009,hlm-267.
2 Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 ini berbunyi,”Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat tinggi
kasasi,menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang,dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.”
3 Pasal 7B ayat (4) UUD 1945 ini berbunyi, “Mahkamah Konsitusi wajib memeriksa,mengadili,dan memutus
dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.”
4 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta:RajawaliPers,2009,hlm-268.
Misalnya, mekanisme hubungan antara kepolisian sebagai lembaga penyidik dengan
kejaksaan sebagai lembaga penuntut atau mekanisme hubungan antara MA dan Komisi
Yudisial,juga ternasuk kedalam lingkup kajian HTN.5
2.Pengujian Konstitusionalitas Undang-Undang
Pihak yang berhak mengajukan permohonan pengujian UU adalah:(i) perorangan atau
kelompok warga negara; (ii) kesatuan masyarakat yang masih hidup,sesuai dengan
perkembangan dan prinsip NKRI, yang diatur dalam UU;(iii)badan hukum privat atau badan
hukum publik; atau (iv) lembaga negara.6Syarat-syarat yang harus terpenuhi menurut UU
No.24 Tahun 2003 adalah bahwa keempat subjek hukum tersebut dapat membuktikan dirinya
mempunyai hak atau kewenangan konstitusional yang dirugikan oleh berlakunya suatu
undang-undang atau ketentuan UU yang bersangkutan sehingga memohon agar UU atau
bagian dari ketentuan UU dimaksud dinyatakan tidak mengikat untuk umum.7
UU merupakan produk demokrasi.Jika UU telah dibahas dan disetujui oleh DPR dan
Presiden, kemudian disahkan oleh presiden sebagaimana semestinya,berarti UU yang
bersangkutan telah mencerminkan kehendak politik mayoritas rakyat yang diwakili oleh DPR
dan aspirasi rakyat pemilih presiden yang mendapatkan dukungan mayoritas suara rakyat
melalui pemilu.Namun demikian, suara mayoritas rakyat yang tercermin dalam UU tidaklah
identik dengan suara seluruh rakyat yang tercermin dalam UUD.Suara mayoritas rakyat tidak
selalu identik dengan suara keadilan dan kebenaran konstitusi. Oleh sebab itu, jika UU
dengan UUD , UU itu baik sebagian materinya atau seluruhnya dapat dinyatakan tidak
mengikat untuk umum, meskipun yang menyatakannya hanya terdiri atas 5 dan 9 orang
hakim pada MK.Dengan cara demikian, melalui proses peradilan tata negara yang
fair,independen,imparsial, dan terbuka, Mahkamah Konstitusi dapat menjalankan fungsinya
sebagai pengeimbang atau penyeimbang(countervailing power) dan sekaligus mengawali
dinamika proses demokrasi berdasarkan konstitusi (the guardian of the constitutional
democracy).8
5 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,loc.cit.
6 Mengenai kewenangan dari MK lihat saja dalam Pasal 24C UUD 1945 dan Pasal10 UUD No.24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.
7 Prof.Dr.Jimly asshiddiqie,op.cit.,hlm-270.
8 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,loc.cit.
3.Pembubaran Partai Politik
Terkait dengan keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu penyelenggara
kekuasaan negara dalam kehidupan yang demokrasi, perlu kiranya memahami kewenangankewenangan Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait dengan proses kehidupan bernegara
yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, dan memberikan rakyat kebebasan untuk
menentukan kehidupannya. Dalam kehidupan berdemokrasi disuatu negara hukum yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia, dimana hak berserikat dan berkumpul termasuk
didalamnya, kiranya kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal memutus pembubaran
Partai politik perlu ditinjau. Sehubungan dengan keberadaan partai politik sebagai salah satu
sarana kehidupan berdemokrasi yang menjadi hak asasi setiap warga negara.
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur tentang
pembubaran Partai Politik dalam Pasal 24C ayat (1) yang berbunyi: Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
memutus pembubaran partai politik. Begitu pula dalam Pasal 20 Undang Undang No. 31
Tahun 2003 Tentang Partai Politik, ditegaskan bahwa partai politik bubar apabila
membubarkan diri atas keputusan sendiri; menggabungkan diri dengan partai politik lain; dan
terakhir dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ketentuan yang jelas dan tegas menentukan
alasan hukum bagi partai politik untuk dibubarkan terdapat pada Pasal 28 ayat (6) UU No. 31
Tahun 2002 yang berbunyi: Pengurus partai menggunakan partainya untuk melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dituntut berdasarkan Undang
Undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang Undang Tentang Hukum
Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf
e, huruf d, dan huruf e, dan partainya dapat dibubarkan.
Pasal 107 Undang Undang No. 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang
Undang Hukum Pidana tersebut berbunyi: “Barangsiapa yang secara melawan hukum di
muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau
mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang berakibat timbulnya
kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian dalam
masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian dalam masyarakat, atau
menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
“Barangsiapa yang secara melawan hukum dimuka umum dengan lisan, tulisan, dan
atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila
sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
a. Barangsiapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau pun diduga menganut ajaran
Komunisme/Marxixme-Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya; atau
b. Barangsiapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada
organisasi, baik didalam maupun diluar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaraan
Komunisme/Marxixme-Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya dengan
maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan Pemerintah yang sah.
Maksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah bahwa pembentukan, anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga, maksud, tujuan, asas, program kerja dan perjuangan Partai Politik tidak bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang Undang No. 31 Tahun 2002 Tentang
Partai Politik, berdirinya suatu partai digariskan sebagai berikut:
(1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan citacitanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan undang-undang.
(1) Tujuan umum partai politik adalah:
a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
d. cita-citanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(2) Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-citanya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Tujuan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan secara
konstitusional.
Kemudian mengenai larangan bagi suatu partai ditegaskan sebagai berikut:
(1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang atau tanda gambar yang sama
dengan :
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;
c. nama, bendera, atau lambang negara lain dan nama, bendera, atau lambang lembaga/badan
internasional;
d. nama dan gambar seseorang; atau
e. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan partai politik
lain.
(2) Partai politik dilarang :
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
atau
c. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah negara dalam
memelihara persahabatan dengan negara lain dalam rangka ikut memelihara ketertiban dan
perdamaian dunia.
(3) Partai politik dilarang :
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apa pun,
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b. menerima sumbangan, baik berupa barang maupun uang, dari pihak mana pun tanpa
mencantumkan identitas yang jelas; atau
c. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya, koperasi, yayasan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi kemanusiaan.
(4) Partai politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan
usaha.
(5) Partai politik dilarang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran atau paham
Komunisme/Marxisme-Leninisme
Dengan demikian, dari pemaparan pasal-pasal pada perundang-undangan yang
berbeda diatas, dapat disimpulkan bahwa indikator penting yang diperhatikan Mahkamah
Konstitusi dalam proses pembubaran Partai Politik, adalah mengacu kepada:
1. Ideologi Partai
2. Asas Partai
3. Tujuan Partai
4. Program Partai
5. Kegiatan Partai Politik yang bersangkutan.
Pasal 68 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Bagian
Kesepuluh Mengenai Pembubaran Partai Politik menyebutkan:
(1) Pemohon adalah Pemerintah
(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi,
asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap
bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian, pembubaran partai politik dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi atas
permohonan pemerintah, atau dalam hal ini lembaga eksekutif. Dalam permohonannya
pemerintah harus memaparkan alasan seputar pembubaran tersebut, berdasarkan indikatorindikator diatas, yaitu Ideologi Partai, Asas Partai, Tujuan Partai, Program Partai, Kegiatan
Partai Politik yang bersangkutan. Sehingga sesuai dengan hukum yang mengatur tentang
mekanisme pembubaran partai oleh Mahkamah Konstitusi.9
4.Perselisihan Hasil Pemilu
Hasil pemilihan umum merupakan hasil dari suatu kompetisi politik antar peserta
pemilihan umum.Kualitas demokrasi sangat tergantug kepada kualitas hasil pemilihan umum,
dan kualitas hasilnya tergantung pula pada kualitas proses penyelenggaraan pemilihan umum
itu sendiri.Oleh sebab itu, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menentukan, “pemilihan umum
dilaksanakan secara langsung,umum,bebas,rahasia,jujur dan adil setiap lima tahun
sekali.”Jika sebelum asas pemilihan umum hanya ditentukan harus langsung,umum,bebas
dan rahasia, maka sekarang ditambah dua asas lagi, yaitu jujur dan adil.10
Jika dalam penyelenggaraan penghitungan suara hasil pemilu itu timbul perselisihan
pendapat di antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu, perselisihan semacam itu
tidak dapat lagi diatasi melalui upaya-upaya yang bersifat administratif,akan diselesaikan
melalui perkara di MK.MK harus menyediakan jalan konstitusi atau mekanisme hukum untuk
menyelesaikan perselisihan mengenai hasil pemilu itu,sehingga perselisihan tidak
berkembang menjadi konflik politik atau apalagi berubah menjadi konflik sosial.11
9 http://reservedhr.blogspot.co.id/2012/11/pembubaran-partai-politik-dalam-hukum.html , diakses pada
tanggal 12 November 2017 pukul 11.50 WIB
10 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,op.cit.,hlm.273.
11 Ibid.,hlm.274.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Asshiddiqie, Jimly.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara.Jakarta:Rajawali Pers,2009.
Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Tentang Mahkamah Konstitusi,UU No.24 Tahun 2003.
Undang-Undang Tentang Perubahan KUHP, UU No. 27 Tahun 1999.
Undang-Undang Tentang Partai Politik,UU No.31 Tahun 2002
Internet:
http://reservedhr.blogspot.co.id/2012/11/pembubaran-partai-politik-dalam-hukum.html.