HAK PENGHUNI RUMAH NEGARA DARI ASPEK HUK

HAK PENGHUNI RUMAH NEGARA DARI ASPEK HUKUM
oleh : Aa Auliasa Ariawan

Sudah banyak langkah yang kita lakukan dalam memperjuangkan hak-hak untuk
membeli Rumah Negara sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku, melalui
jalur normatif dan prosedural, bahkan dalam bentuk tatap muka mulai dari rapat
dengan Wakil Presiden RI Jusuf Kala, Menteri Keuangan, Menteri PUPR,
Menkopolhukam, Ketua Watimpres, Sekjen Wantanas, Ketua DPR RI, Komisi I DPR
RI, Komisi II DPR RI, Komisi III DPR RI, Rapat Dengar Pendapat Tertutup dengan
Komisi I DPR RI, Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, Komnas HAM RI dan
Ombudsman RI dengan hasil NIHIL.
12 tahun bukanlah waktu yang pendek dalam melakukan perjuangan untuk
mendapatkan hak-hak sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku, telah
banyak tenaga, pikiran, materi yang dikeluarkan, ditambah dengan intimidasiintimidasi yang dilakukan oleh TNI. Lelah dengan panjangnya waktu yang
dihabiskan dalam melakukan perjuangan, akhirnya membuat beberapa warga
perumahan di lingkungan TNI menempuh jalur hukum.
Dari begitu banyak kasus hukum yang ditempuh, saya melihat dan menyimpulkan
ada beberapa kesalahan
mendasar yang dilakukan oleh penghuni dalam
melakukan gugatan terhadap TNI, yaitu :
1. Penghuni tidak memahami dengan baik dan benar sejarah berdirinya

komplek/perumahan di lingkungannya masing-masing, seharusnya sejarah
berdirinya perumahan/komplek bisa dimaksimalkan sebagai pembuktian bahwa
itu bukan aset milik TNI.
2. Setiap penghuni yang menempati rumah di perumahan/komplek sampai dengan
keluarnya Surat Keputusan KASAD No.KEP-492/7/1971 tanggal 31 Juli 1971
yang di tanda-tangani oleh Jenderal Umar Wirahadikusumah memiliki
sejarahnya masing-masing.
3. Pembangunan perumahan/komplek dan Penempatan Rumah Negara adalah
dua hal yang berbeda, dan masing-masing memiliki sejarah.
4. Pemahaman para penghuni terhadap peraturan dan perundangan tentang
Rumah Negara masih sangat kurang, artinya adalah sebenarnya penghuni tidak
tau apa yang menjadi materi gugatan secara terperinci.
5. Dalam melakukan gugatan, umumnya penghuni menyatukan materi gugatan
berupa tanah dan rumah dalam satu berkas perkara. Rumah Negara dan Tanah
memiliki aturan-aturan yang berbeda, sehingga apabila salahsatu dari materi
gugatan tersebut kalah, maka hakim banyak memutuskan perkara dengan
putusan N/O atau gugatan di tolak. Putusan N/O inilan yang digunakan oleh TNI
dengan mengasumsikan bahwa mereka menang di Pengadilan yang akhirnya
membawa dampak dengan melakukan tindakan eksekusi paksa.


6. Kurangnya barang bahan bukti yang dimiliki oleh para penghuni yang melakukan
gugatan, khususnya bukti pembanding untuk mematahkan argumentasi yang
dilakukan oleh pihak TNI
Dalam menyelesaikan permasalahan rumah negara yang tidak pernah ada ujungnya
diperlukan langkah-langkah strategis baru dalam menghadapi perilaku TNI dalam
penertiban. Saat ini kita masih berpaku pada bagaimana caranya untuk dapat
membeli Rumah Negara sesuai pertauran dan perundangan yang berlaku. Dalam
tulisan ini (walau masih jauh dari sempurna) saya ingin mencoba memaparkan
sedikit “Syarat Rumah Negara”, “Syarat dan Kewajiban Penghuni Rumah
Negara”, dan “Syarat Membeli Rumah Negara”.
Sesuai Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara pasal 26
ayat 2 berbunyi :
“Semua peristilahan rumah negeri atau rumah dinas yang termuat dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dibaca Rumah Negara”.
Artinya dengan berlakunya Peraturan Pemerintah tersebut diatas, tidak ada lagi
istilah Rumah Negeri atau Rumah Dinas, tetapi semua harus dibaca dan ditulis
“RUMAH NEGARA”.
Yang dimaksud Rumah Negara dalam :
1. Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1994 pasal 1 ayat 1,

2. Peraturan Presiden No.11 tahun 2008 pasal 1 ayat 1,
3. Peraturan Menteri Keuangan No.138/PMK.06/2010 pasal 1 ayat 2,
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2008 pasal 1 ayat 1, ialah:
“Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri”.
Sedangkan yang dimaksud Rumah Negara dalam Peraturan Menteri Pertahanan
No.30 tahun 2009 pasal 1 ayat a, ialah :
“Rumah Negara di lingkungan Dephan dan TNI selanjutnya disebut rumah
negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang
pelaksanaan tugas Pejabat, Prajurit dan/atau Pegawai Negeri Sipil.”

“SYARAT RUMAH NEGARA"
Untuk menetapkan/menentukan sebuah bangunan rumah dapat disebut Rumah
Negara sesuai Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara :
Pasal 12 :
(1) Untuk menentukan golongan Rumah Negara dilakukan penetapan status Rumah
Negara sebagai Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara Golongan II, dan
Rumah Negara Golongan III.

(2) Penetapan status Rumah Negara sebagai Rumah Negara Golongan I dan
Rumah Negara Golongan II sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh pimpinan instansi yang bersangkutan.
(3) Penetapan starus Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
(4) Tata cara penetapan status sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
Pasal 13 ayat (1) :
Setiap Rumah Negara wajib didaftarkan
Peraturan Presiden No.11 tahun 2008 Bab III Tata Cara Penetapan Status Rumah
Negara pasal 4 :
(1) Pejabat eselon I atau pejabat yang ditunjuk mendaftar dan mengajukan usul
Penetapan Status Rumah Negara Golongan I atau Rumah Negara Golongan II
kepada Pimpinan Instansi yang bersangkutan yang diperoleh dari Pengadaan
Rumah Negara dan/atau perubahan fungsi menjadi Rumah Negara paling
lambat 6 (enam) bulan sejak dimiliki oleh negara.
(2) Usul Penetapan Status Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. bukti kepemilikan Rumah Negara;
b. gambar legger/gambar arsip berupa rumah dan gambar situasi; dan

c. tanda bukti kepemilikan hak atas tanah.
(3) Berdasarkan usul penetapan sebagaiman dimaksud pada ayat (1), Pimpinan
Instansi yang bersangkutan menetapkan status Rumah Negara dalam lingkup
wewenangnya ke dalam Rumah Negara Golongan I dan/atau Rumah Negara
Golongan II paling lambat 1 (satu) tahun sejak dimiliki oleh negara.
(4) Tembusan keputusan Penetapan Status Rumah Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri dan Menteri Keuangan.
(5) Pimpinan Instansi yang bersangkutan menyampaikan daftar Rumah Negara
Golongan I dan Rumah Negara Golongan II sebagai barang milik negara yang
berada dalam lingkup wewenangnya kepada:
a. Menteri selaku Pembina Rumah Negara; dan
b. Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang Milik Negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran Rumah Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Peraturan Menteri Keuangan No.138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara berupa Rumah Negara.
Pasal 8 :
(1) BMN berupa Rumah Negara harus dilakukan penetapan status penggunaan
oleh Pengelola Barang.

(2) Penetapan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Rumah Negara Golongan I dan Golongan II ditetapkan status
penggunaannya pada Pengguna Barang;
b. Rumah Negara Golongan III ditetapkan status penggunaannya pada
Pengguna Barang Rumah Negara Golongan III.
(3) Penetapan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada permohonan penetapan status penggunaan yang diajukan oleh Pengguna
Barang dan Pengguna Barang Rumah Negara Golongan III.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis
Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan
Pengalihan Hak atas Rumah Negara :
Pasal 1, ayat :
6. Pendaftaran adalah kegiatan pencatatan/inventarisasi rumah negara baik yang
berdiri sendiri dan/atau berupa Satuan Rumah Susun beserta atau tidak beserta
tanahnya yang dilaksanakan untuk tertib administrasi kekayaan negara.
7. Penetapan status rumah negara adalah keputusan yang menetapkan status
golongan rumah negara kedalam Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara
Golongan II, atau Rumah Negara Golongan III yang berdiri sendiri dan/atau
berupa Satuan Rumah Susun beserta atau tidak beserta tanahnya.
Pasal 6 Pendaftaran Rumah Negara :

Pimpinan Instansi yang bersangkutan wajib melaksanakan pendaftaran rumah
negara yang ada dalam lingkup wewenangnya kepada Menteri dalam hal ini Direktur
Jenderal Cipta Karya melalui:
a. Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk rumah negara yang terletak
di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
b. Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang membidangi rumah
negara yang terletak di luar DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Pasal 7 Penetapan Status Rumah Negara :
(1) Untuk menentukan golongan rumah negara dilakukan penetapan status rumah
negara sebagai Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara Golongan II, dan
Rumah Negara Golongan III.
(2) Penetapan status rumah negara berdasarkan penetapan status golongan
dilakukan oleh :
a. Pimpinan Instansi yang bersangkutan untuk Rumah Negara Golongan I dan
Rumah Negara Golongan II;

b. Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Cipta Karya untuk Rumah Negara
Golongan III.
Pedoman Teknis Pendaftaran Rumah Negara dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran,

Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas
Rumah Negara dalam Bab II Pendaftaran Rumah Negara disebutkan :
II.1. Ketentuan Pendaftaran Rumah Negara
Pendaftaran adalah kegiatan pencatatan/inventarisasi rumah negara baik
yang berdiri sendiri dan/atau berupa satuan rumah susun beserta atau tidak
beserta tanahnya yang dilaksanakan untuk tertib administrasi kekayaan
negara.
2. Tujuan pendaftaran :
a. mengetahui status dan penggunaan rumah negara;
b. mengetahui jumlah secara tepat dan rinci jumlah aset yang berupa
rumah negara;
c. menyusun program kebutuhan pembangunan rumah negara;
d. mengetahui besarnya pemasukan keuangan kepada negara dari hasil
sewa dan pengalihan hak rumah negara;
e. menyusun rencana biaya pemeliharaan dan perawatan
II.1. Tata Cara Pendaftaran Rumah Negara
2. Kelebgkapan Pendaftaran
a. surat permohonan pendaftaran;
b. daftar inventarisasi;
c. kartu legger;

d. gambar legger/gambar arsip rumah dan gambar situasi;
e. fotokopi keputusan otorisasi pembangunan rumah/ surat keterangan
perolehan dari instansi yang bersangkutan;
f. fotokopi tanda bukti hak atas tanah atau surat keterangan tentang
penguasaan tanah;
g. fotokopi Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau surat keterangan
membangun dari instansi yang bersangkutan.
Peraturan Menteri Pertahanan No.30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan
Rumah Negara di Lingkungan Departemen Pertahanan dan Tentara Nasional
Indonesia pada Bagian Keenam Pendaftaran Rumah Negara :
Pasal 8 :
(1) Menteri menunjuk pejabat Eselon I atau pejabat setingkat yang berwenang
melaksanakan pendaftaran rumah negara yang berada dalam lingkup
wewenangnya yang telah diperoleh secara berjenjang dari satuan bawah untuk
dicatat dalam FIB (Formulir Isian Bangunan), baik yang berdiri sendiri, maupun
berupa satuan rumah susun, beserta tanahnya.

(2) Tujuan pendaftaran sebagaimana pada ayat (1) adalah:
a. mengetahui status dan penggunaan rumah negara;
b. mengetahui secara tepat dan rinci jumlah dan nilai aset berupa rumah

negara;
c. menyusun program kebutuhan pembangunan rumah negara;
d. mengetahui besarnya pemasukan keuangan kepada negara dari hasil sewa
dan pengalihan hak rumah negara; dan
e. menyusun rencana biaya pemeliharaan dan perawatan.
(3) Menteri menunjuk Pejabat Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
mendaftarkan rumah negara yang diperoleh dari pengadaan rumah negara
melalui pembangunan, pembelian, tukar menukar atau hibah kepada Dirjen
Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dalam hal ini :
a. Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk rumah negara yang
terletak di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi;
b. Direktur Penataan Pembangunan dan Lingkungan melalui Kepala Dinas
Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang membidangi rumah negara di
Provinsi untuk rumah negara yang terletak di luar DKI Jakarta, Bogor, Depok,
Tanggerang dan Bekasi, sebagai pelaksanaan tugas pembantuan.
(4) Tata cara pendaftaran rumah negara dilaksanakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

“SYARAT DAN KEWAJIBAN MENGHUNI RUMAH NEGARA”
Penghunian adalah kegiatan menghuni rumah negara sesuai fungsi dan statusnya,

yang diatur dalam :
Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara:
Pasal 7 :
Penghuni RumahNegara hanya dapat diberikan kepada Pejabat atau Pegawai
Negeri.
Pasal 8 ayat (1)
Untuk dapat menghunai Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
harus memiliki Surat Izin Penghunian.
Pasal 10 :
(1) Penghuni Rumah Negara Wajib:
a. membayar sewa rumah;
b. memelihara rumah dan memanfaatkan rumah sesuai dengan fungsinya.
(2) Penghuni Rumah Negara Dilarang:
a. menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain;
b. mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah;
c. menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsinya.

Peraturan Menteri Keuangan No.138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara berupa Rumah Negara pasal 10 ayat (1) :
BMN berupa Rumah Negara hanya dapat digunakan sebagai tempat tinggal pejabat
atau pegawai negeri yang memiliki Surat Izin Penghunian.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis
Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan
Pengalihan Hak atas Rumah Negara
Pasal 8 ayat (1) :
Penghunian rumah negara oleh pejabat atau pegawai negeri dilakukan berdasarkan
surat izin penghunian yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 10 :
Persyaratan penghunian Rumah Negara Golongan II sebagai berikut :
a. berstatus pegawai negeri;
b. mendapatkan surat izin penghunian dari Pejabat Eselon I atau pejabat yang
ditunjuk;
c. membuat surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan;
d. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari
negara berdasarkan peraturan yang berlaku;
e. tidak sedang menghuni Rumah Negara Golongan II lainnya atau Rumah Negara
Golongan III atas nama suami-isteri; dan
f. untuk rumah negara yang berbentuk rumah susun sudah mempunyai
perhimpunan penghuni yang ditetapkan Pimpinan Instansi.
Pasal 11 :
Persyaratan penghunian Rumah Negara Golongan III sebagai berikut :
a. pegawai negeri, pensiunan pegawai negeri, janda/duda pegawai negeri
janda/duda pahlawan, pejabat negara atau janda/duda pejabat negara. Dalam
hal penghuni telah meninggal dunia, surat izin penghunian diberikan kepada
anak sah yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. mendapatkan surat izin penghunian dari Direktur Penataan Bangunan dan
Lingkungan atau pejabat yang ditunjuk, atau Kepala Dinas Pekerjaan
Umum/Dinas Teknis Provinsi yang membidangi rumah negara untuk rumah
negara yang terletak di luar DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
c. membuat surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan;
d. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari
negara berdasarkan peraturan yang berlaku;
e. tidak menghuni Rumah Negara Golongan II lainnya;
f. untuk rumah negara yang berbentuk rumah susun sudah mempunyai
perhimpunan penghuni yang ditetapkan Pimpinan Instansi.

Pedoman Teknis Pendaftaran Rumah Negara dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran,
Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas
Rumah Negara dalam Bab IV Penghunian Rumah Negara disebutkan :
IV.1. Ketentuan Penghunian Rumah Negara
1. Surat Ijin Penghunian :
a. Penghunian rumah negara hanya dapat diberikan kepada pejabat
atau pegawai negeri;
b. Untuk dapat menghuni rumah negara bagi pejabat atau pegawai
negeri harus memiliki Surat Izin Penghunian (SIP).
f. Masa berlakunya Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan II
adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang/dicabut setelah
dilakukan evaluasi oleh Pejabat Eselon I dilingkungan instansi yang
bersangkutan;
k. Surat Izin Penghunian rumah negara berisi ketentuan:
1) identitas pejabat yang berwenang menandatangani izin
penghunian;
2) data kepegawaian calon penghuni rumah negara;
3) alamat rumah negara yang akan dihuni;
4) luas tanah, luas bangunan rumah negara;
5) sewa per bulan sesuai ketentuan yang berlaku;
6) kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi oleh calon penghuni;
7) jangka waktu calon penghuni harus segera menempati rumah
negara;
8) sanksi apabila penghuni tidak melaksanakan kewajiban dan
larangan.
2. Kewajiban dan larangan penghuni rumah negara
a. Kewajiban
1) menempati rumah negara selambat-lambatnya dalam jangka waktu
60 (enam puluh) hari sejak Surat Izin Penghunian diterima;
2) membayar sewa rumah negara yang besarnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
3) memelihara dan memanfaatkan rumah negara sesuai dengan
fungsinya;
4) membayar pajak-pajak, retribusi dan lain-lain yang berkaitan
dengan penghunian rumah negara;
5) membayar biaya pemakaian daya listrik, telepon, air, dan/atau gas;
6) mengosongkan dan menyerahkan rumah beserta kuncinya kepada
Pejabat yang berwenang selambat-lambatnya dalam jangka waktu
2 (dua) bulan sejak diterima pencabutan Surat Izin Penghunian;
dan
7) mengajukan permohonan pengalihan hak paling lambat 1 (satu)
tahun sejak ditetapkan menjadi Rumah Negara Golongan III.

b.

Larangan
1) mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah tanpa izin tertulis
dari instansi yang bersangkutan;
2) menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain;
3) menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsi yang ditetapkan;
dan
4) menghuni rumah negara dalam satu kota/daerah yang sama bagi
masing-masing suami/isteri yang berstatus pegawai negeri.
5. Sewa Rumah Negara
Sewa rumah negara mengikuti ketentuan yang diatur oleh Menteri Pekerjaan
Umum yang mengatur tentang sewa rumah negara.
Peraturan Menteri Pertahanan No.30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan
Rumah Negara di Lingkungan Departemen Pertahanan dan Tentara Nasional
Indonesia pada Bagian Kedelapan Penghunian Rumah Negara :
Pasal 11 :
(1) Setiap anggota berhak menempati satu rumah negara dan untuk dapat
menghuni rumah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, anggota
harus memiliki Surat Izin Penghunian (SIP).
(2) Surat Izin Penghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
PPBMNE-1 atau pejabat yang ditunjuk di lingkungannya masing-masing, dan
pemegang surat izin penghunian (SIP) harus bernama sama dengan nama
penghuni rumah negara yang bersangkutan.
Pasal 12 :
(1) Penghuni rumah negara wajib :
a. membayar
sewa
rumah
negara
sesuai
ketentuan
Peraturan
Perundangundangan;
b. membayar rekening listrik, air, telepon dan membayar Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB); dan
c. memelihara, mengamankan dan memanfaatkan rumah negara sesuai dengan
fungsinya.
(2) Kewajiban penghuni rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf b diatur sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Dephan dan
TNI.
(3) Penghuni Rumah Negara dilarang :
a. mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah tanpa izin tertulis dan
PPBMNW atau pejabat yang ditunjuk;
b. menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain;
c. menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsi yang ditetapkan; dan
d. menghuni rumah negara dalam satu kota/daerah yang sama bagi
masingmasing suami/isteri yang berstatus pegawai negeri.

(4) Anggota yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) akan
dilakukan pencabutan Surat Izin Penghunian (SIP) setelah terlebih dahulu
dilakukan penelitian dan pemeriksaan sehingga cukup bukti adanya pelanggaran
tersebut.

“SYARAT MEMBELI RUMAH NEGARA”
Untuk dapat membeli Rumah Negara yang kita huni, telah di tetapkan dalam
Undang-Undang No.72 tahun 1957 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat
No.19 tahun 1955 tentang Penjualan Rumah-Rumah Negeri kepada Pegawai Negeri
sebagai Undang-Undang.
Pasal 1 :
Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan persetujuan Menteri Keuangan dapat
menjual rumah‐rumah Negeri termasuk golongan III sebagai termaksud pada
"Burgerlijke Woningregeling" Staatsblad 1934 No. 147, dengan semua perubahan
dan tambahannya, beserta atau tidak beserta tanahnya kepada :
(a) Pegawai Negeri dan Pegawai Daerah Otononi;
(b) Pegawai Negeri/Pegawai Daerah Otonom yang telah menerima pensiun, baik
yang telah maupun yang tidak dipekerjakan kembali pada Negeri/Daerah
Otonom menurut peraturan‐peraturan kepegawaian yang berlaku ;
menurut peraturan‐peraturan yang ditetapkan oleh Menteri‐menteri tersebut.
Pasal 5 :
Untuk sementara diadakan pembatasan, bahwa penjualan dilakukan hanya kepada
Pegawai-pegawai sebagai termaksud pada pasal 1 sub (a) dan sub (b), yang telah
mempunyai waktu dinas sedikit‐dikitnya 10 tahun.
Petunjuk pelaksanaan penjualan/pengalihan hak Rumah Negara telah beberapa kali
mengalami perubahan, yag terakhir adalah Peraturan Pemerintah No.31 tahun 2005
tentang Rumah Negara jo. Peraturan PemerintahNo.40 tahun 1994 tentang Rumah
Negara.
Peraturan Pemerintah No.31 tahun 2005 tentang Rumah Negara jo. Peraturan
Pemerintah No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara
Pasal 16 :
(1) Rumah Negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah Negara Golongan
III.
(2) Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beserta
atau tidak beserta tanahnya hanya dapat dialihkan haknya kepada penghuni
atas permohonan penghuni.
(3) Rumah Negara Golongan II sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berada
dalam sengketa tidak dapat dialihkan haknya.

(4) Suami dan istri yang masing-masing mendapat izin untuk menghuni Rumah
Negara sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (1) hanya dapat diberikan
kepada salah satu dari suami dan istri yang bersangkutan.
Pasal 17 :
(1) Penghuni Rumah Negara yang dapat mengajukan permohonan pengalihan hak
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Pegawai Negeri:
a. mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c. belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/membeli rumah dari
Negara berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pensiunan Pegawai Negeri:
a. menerima pensiun dari Negara;
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c. belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/membeli rumah dari
Negara berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Janda/Duda Pegawai Negeri:
a. masih berhak menerima tunjangan pensun dari Negara yang:
1) almarhum suaminya/istrinya sekurang-kurangnya mempunyai masa
kerja 10 (sepuluh) tahun pada Negara, atau
b. masa kerja almarhum suaminya/istrinya ditambah dengan jangka waktu
sejak yang bersangkutan menjadi janda/duda berjumlah sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun.
c. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
d. almarhum suaminya/istrinya belum pernah dengan jalan/cara apapun
memperoleh/membeli rumah dari Negara berdasar peraturan perundangundangan yang berlaku.
4. Janda/Duda Pahlawan, yang suaminya/istrinya dinyatakan sebagai Pahlawan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku:
a. masih berhak menerima tunjangan pensun dari Negara;
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c. almarhum suaminya/istrinya belum pernah dengan jalan/cara apapun
memperoleh/membeli rumah dari Negara berdasar peraturan perundangundangan yang berlaku.
5. Pejabat Negara atau Janda/Duda Pejabat Negara:
a. masih berhak menerima tunjangan pensun dari Negara;
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c. almarhum suaminya/istrinya belum pernah dengan jalan/cara apapun
memperoleh/membeli rumah dari Negara berdasar peraturan perundangundangan yang berlaku.

(2) Apabila penghuni Rumah Negera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan hak atas Rumah
Negara dapat diajukan oleh anak sah dari penghuni yang bersangkutan.
(3) Apabila pegawai/penghuni yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) meninggal dan tidak mempunyai anak sah, maka rumah negara kembali
ke Negara.
Peraturan Presiden No.11 tahun 2008 Bab IV Tata Cara Pengalihan Status Rumah
Negara pasal 7 :
Pengalihan Status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III
wajib memenuhi syarat sebagai berikut:
a. umur Rumah Negara paling singkat 10 (sepuluh) tahun sejak dimiliki oleh negara
atau sejak ditetapkan perubahan fungsinya sebagai Rumah Negara;
b. status hak atas tanahnya sudah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. rumah dan tanah tidak dalam keadaan sengketa berdasarkan surat pernyataan
dari instansi yang bersangkutan;
d. penghuninya telah memiliki masa kerja sebagai Pegawai Negeri paling singkat
10 (sepuluh) tahun;
e. penghuni rumah memiliki Surat Izin Penghunian (SIP) yang sah dan suami atau
istri yang bersangkutan belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah dari negara berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;
f. penghuni menyatakan bersedia mengajukan permohonan Pengalihan Hak
Rumah Negara paling singkat 1 (satu) tahun terhitung sejak rumah tersebut
menjadi Rumah Negara Golongan III dengan ketentuan: karena kelalaian
mengajukan permohonan tersebut, kepada penghuni dikenakan sanksi
membayar sewa 2 (dua) kali dari sewa setiap bulannya yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
g. untuk Rumah Negara yang berbentuk Rumah Susun, sudah mempunyai
perhimpunan penghuni yang ditetapkan Pimpinan Instansi.
Peraturan Menteri Keuangan No.138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara berupa Rumah Negara.
Pasal 13 :
(1) Penjualan BMN berupa Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (2) dilakukan kepada penghuni yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme
tidak secara lelang.
(3) Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
terhadap Rumah Negara yang tidak dalam keadaan sengketa.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis
Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan
Pengalihan Hak atas Rumah Negara.
Pasal 15 ayat (1) :
Rumah negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah Negara Golongan III.
Pasal 17 :
(1) Persyaratan penghuni yang dapat mengajukan permohonan pengalihan hak
Rumah Negara Golongan III sebagai berikut :
a. Pegawai negeri :
1. mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah
dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pensiunan pegawai negeri :
1. menerima pensiun dari Negara;
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah
dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Janda/duda pegawai negeri :
1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, yang:
a) almarhum suaminya/istrinya sekurang-kurangnya mempunyai masa
kerja 10 (sepuluh) tahun pada Negara; atau
b) masa kerja almarhum suaminya/istrinya ditambah dengan jangka
waktu sejak yang bersangkutan menjadi janda/duda berjumlah
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah
dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Janda/duda pahlawan, yang suaminya/isterinya dinyatakan sebagai pahlawan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku:
1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;
2. memiliki Surat izin Penghunian yang sah;
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah
dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Pejabat negara atau janda/duda pejabat negara :
1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah
dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(1) Apabila penghuni rumah negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan hak atas rumah
negara dapat diajukan oleh anak sah dari penghuni yang bersangkutan.

(2) Apabila pegawai/penghuni yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) meninggal dan tidak mempunyai anak sah, maka rumah kembali ke
Negara.
Pedoman Teknis Pendaftaran Rumah Negara dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran,
Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas
Rumah Negara dalam Bab V Pengalihan Status Rumah Negara disebutkan :
V.1. Ketentuan Pengalihan Status Rumah Negara
Pengalihan Status Rumah Negara adalah perubahan status Rumah Negara
Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III atau perubahan status
Rumah Negara Golongan I menjadi Rumah Negara Golongan II atau
sebaliknya yang berdiri sendiri dan/atau berupa Satuan Rumah Susun beserta
atau tidak beserta tanahnya
6.
Pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara
Golongan III dilakukan berdasarkan permohonan penghuni.
V.2. Tata Cara Pengalihan Status Rumah Negara Golongan II Menjadi Rumah
Negara Golongan III
6.
Dalam hal Pimpinan Instansi menolak usul pengalihan status, maka
penolakan pengalihan status rumah negara tersebut disampaikan kepada
Pemohon dengan disertai alasan penolakan.