Analisis Faktor Penentu Keberhasilan ser (1)

Trikonomika
Volume 9, No. 2, Desember 2010, Hal. 78–86
ISSN 1411-514X

Analisis Faktor Penentu Keberhasilan serta
Dampak dari Kelompok Usaha Bersama di Jawa Barat
Moh. Sidik Priadana
Program Doktor Ilm­ Manajemen
Pascasarjana Universitas Pas­ndan
Jl. Wartawan IV No. 22 Band­ng
E-Mail: [email protected]
Effendi M. Guntur
STIE ADHI NIAGA
Jl. Jend. S­dirman No. 2 Kranji Bekasi 17135
E-Mail: ef emg­nt­[email protected]

ABSTRACT

Poverty is a problem that need to be addressed in a multi-sectoral, sustainable and synergistic. Ministry
of Social Affairs has introduced a Kelompok Usaha Bersama (KUBE) as one of the institutions to increase
household incomes and reducing poverty. Therefore, it is necessary to study what are the factors that the

determinant of the success of KUBE. The research should also extent to the success of KUBE impact on
increasing household incomes and poverty alleviation, especially in West Java Province. This study aims to
obtain empirical evidence of critical success of KUBE and its implications for society and the increase in
income poverty reduction in West Java Province. The method used is survey with research hypothesis testing.
Measuring perceptions of research variables taken against the perpetrators KUBE. In this measurement, the
questionnaire were randomly distributed to 225 respondents. Methods of data analysis used was path analysis
to test the research hypothesis. The conclusion of this research are: (i) KUBE critical success factors are:
entrepreneurship, institutional quality, capital adequacy, education and training, strategic partnerships, and
regulatory and organizational systems, (ii) The six factors are signiicant determinants of the success of KUBE,
either simultaneously or partially, (iii) The success of KUBE has a signiicant inluence on increasing people’s
income, (iv) The success of KUBE also has a signiicant inluence on poverty alleviation.
Keywords: KUBE, community empowerment, poverty alleviation, path analysis.

PENDAHULUAN

dan berkembangnya permasalahan sosial yang lain,
seperti anak terlantar, pengemis, gelandangan,
kel­arga ber­mah tak layak h­ni, t­na s­sila dan
sebagainya. Oleh karena it­, masalah kemiskinan
mer­pakan masalah yang har­s ditangani secara

seri­s baik oleh pemerintah ma­p­n masyarakat.

Permasalahan kemiskinan mer­pakan masalah
yang perl­ ditangani secara lintas sektoral, ber­
kesinamb­ngan dan sinergis. Hal ini dikarenakan
masalah kemiskinan mer­pakan s­mber m­nc­l

78

Kemiskinan secara sosial­psikologis men­nj­k
pada kek­rangan jaringan dan str­kt­r sosial yang
mend­k­ng dalam mendapatkan kesempatan­
kesempatan peningkatan prod­ktivitas. Dimensi ke­
miskinan ini j­ga dapat diartikan sebagai kemiskinan
yang disebabkan oleh adanya faktor­faktor peng­
hambat yang mencegah ata­ merintangi seseorang
dalam memanfaatkan kesempatan­kesempatan yang
ada di masyarakat. Faktor­faktor penghambat terseb­t
secara ­m­m melip­ti faktor internal dan eksternal.
Faktor internal datang dari dalam diri si miskin it­

sendiri, seperti rendahnya pendidikan ata­ adanya
hambatan b­daya.
Teori kemiskinan b­daya (cultural poverty) yang
dikem­kakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan
bahwa kemiskinan dapat m­nc­l sebagai akibat adanya
nilai­nilai ata­ keb­dayaan yang dian­t oleh orang­
orang miskin, seperti malas, m­dah menyerah pada
nasib, k­rang memiliki etos kerja, dan sebagainya.
Faktor eksternal datang dari l­ar kemamp­an orang
yang bersangk­tan, seperti birokrasi ata­ perat­ran­
perat­ran resmi yang dapat menghambat seseorang
dalam memanfaatkan s­mber daya. Kemiskinan
model ini seringkali diistilahkan dengan kemiskinan
str­kt­ral. Men­r­t pandangan ini, kemiskinan terjadi
b­kan dikarenakan ketidakma­an si miskin ­nt­k
bekerja (malas), melainkan karena ketidakmamp­an
sistem dan str­kt­r sosial dalam menyediakan ke­
sempatan­kesempatan yang mem­ngkinkan si miskin
dapat bekerja.
Konsepsi kemiskinan yang bersifat m­lti­

dimensional ini kiranya lebih tepat jika dig­nakan
sebagai pisau analisis dalam mendeinisikan ke­
miskinan dan mer­m­skan kebijakan penanganan
kemiskinan di Indonesia. Sebagaimana akan di­
kem­kakan pada pembahasan berik­tnya, konsepsi
kemiskinan ini j­ga sangat dekat dengan perspektif
pekerjaan sosial yang memfok­skan pada konsep
keberf­ngsian sosial dan senantiasa melihat man­sia
dalam konteks lingk­ngan dan sit­asi sosialnya.
Krisis ekonomi telah meningkatkan j­mlah
orang yang bekerja di sektor informal. Merosotnya
pert­mb­han ekonomi, dilik­idasinya sej­mlah
kantor swasta dan pemerintah, dan dirampingkan­
nya str­kt­r ind­stri formal telah mendorong orang
untuk memasuki sektor informal yang lebih leksibel.
Berdasarkan data BPS tah­n 2008, j­mlah pend­d­k

Indonesia yang mas­k dalam kategori miskin tercatat
sebanyak 36,17 j­ta jiwa (16,7%).
Kementerian Sosial memb­at seb­ah strategi

­nt­k melak­kan pendekatan person-in-situation,
yait­ penanganan bagian yang hilang ­nt­k dapat men­
jamin terw­j­dnya pengentasan kemiskinan secara
permanen jika program­program pengembangannya
dapat mencapai t­j­an sebagaimana mestinya. Salah
sat­ program dalam strategi ini adalah pengembangan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang diharapkan
dapat mem­t­skan rantai kemiskinan.
Kemamp­an pengembangan KUBE dalam
meningkatkan aktivitasnya akan bergant­ng pada
keseri­san pihak pemerintah dan peserta program,
serta ­paya menjalin kerja sama dengan pihak lain,
baik perbankan, para peng­saha, perg­r­an tinggi,
dan pihak­pihak lain yang men­njang keberhasilan
pengembangan KUBE.
Masalah penelitian yang ingin dijawab melal­i
penelitian ini adalah (i) bagaimanakah h­b­ngan
antara faktor­faktor yang mempengar­hi keberhasilan
pengembangan KUBE di Provinsi Jawa Barat, (ii)
seja­hmana pengar­h parsial dan pengar­h sim­ltan

dari faktor­faktor yang mempengar­hi keberhasilan
pengembangan KUBE di Provinsi Jawa Barat, (iii)
seja­hmana pengar­h keberhasilan pengembangan
KUBE terhadap peningkatan pendapatan anggota
KUBE di Provinsi Jawa Barat, dan (iv) seja­hmana
pengar­h peningkatan pendapatan masyarakat miskin
terhadap ­paya pengentasan kemiskinan di Provinsi
Jawa Barat?

METODE
Metode yang dig­nakan dalam penelitian ini
mengg­nakan metode deskriptif dan metode ind­ktif.
Dalam metode ind­ktif mengg­nakan metode
penelitian s­rvey penjelasan (explanatory survey
method), yait­ s­rvey yang mencoba mengkaji
keeratan h­b­ngan variabel bebas dan mengkaji
derajat asosiatif diantara variabel bebas dengan
variabel terikat, serta melak­kan peng­jian hipotesis
terhadap variabel penelitian. Unt­k malaksanakan
it­ sem­a dig­nakan analisis jal­r, dengan skema

kerangka pemikiran pada Gambar 1.
Berdasarkan skema pemikiran terseb­t, selanj­tnya
dimodelkan dengan metode analisis jal­r yang yang di­
gambarkan dengan diagram al­r pada Gambar 2.

Analisis Faktor Penentu Keberhasilan serta
Dampak dari Kelompok Usaha Bersama di Jawa Barat

79

Reg­lasi dan Sistem
Organisasi KUBE (X1)
F
E
E
D
B
A
C
K


Kelembagaan KUBE (X2)
Kemamp­an Modal Ekonomi
Anggota KUBE (X3)

Keberhasilan
Program KUBE
(Y)

Kemamp­an Pendidikan dan
Pelatihan Anggota KUBE (X4)

Peningkatan
Pendapatan
(Z1)

Pengentasan
Kemiskinan
(Z2)
F

E
E
D

Jiwa Kewira­sahaan Anggota
KUBE (X5)
Strategi Kemitraan (X6)

Dasar Landasan Teori­Teori yang Merang­ng Kerangka Pemikiran

T­daro (1997); S­seno (1991); K­narjo
(1999); Davis (2001); Gibson, et. al.
(2006); Matterson (2006); Hikmat (2007)
Marb­n (1996)

Hikmat (2007); Salvatore
(2002); K­ncoro (2000);
Davis (2001); Gibson (2006)

Morales dan Sheafor

(1989); S­harto (2005);
K­ncoro (2000);
Tamb­nan (2000)

K­ncoro (2000); Esmara
(2000); Davis (2001); Gibsn
(2006); Tamb­nan (2000)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

X1
ρ YX1

r X1X2
r X1X3
r X1X5

ρ YX2
X3


r X2X4
r X3X4
r X3X5

X4

X5

r X5X6

ρ YX3

Y

ρ Z 1Y

Z1

ρ Z 2Z 1

Z2

ρ YX4
ρ YX5

r X4X5

r X2X6

ε3

X2
r X2X3

r X1X6

ε2

ε1

r X5X6

ρ YX6

X6

Gambar 2. Diagram Jal­r

80

Trikonomika
Vol. 9, No. 2, Desember 2010

Moh. Sidik Priadana
Efendi M. Guntur

B
A
C
K

Dari diagram jal­r terseb­t dapat dit­liskan
persamaan regresi ­nt­k masing­masing s­b str­kt­r
sebagai berik­t.
S­b str­kt­r 1:
Y
Y

ρ Y1X1

0.231
0.322
0.134

= f (X1, X2, X3, X4, X5, X6)
=

X1

0.157

X1 + ρ Y1X2 X2 + ρ Y1X3 X3 + ρ Y1X4 X4

X2

+ ρ Y1X5 X5 + ρ Y1X6 X6 + ε1
Dimana:
Y
= Keberhasilan Program KUBE
X1 = Reg­lasi dan Sistem organisasi.
X2 = K­alitas Kelembagaan KUBE
X3 = Kemamp­an Modal Ekonomi Anggota
X4 = Pendidikan dan Pelatihan
X5 = Jiwa Kewira­sahaan
X6 = Strategi kemitraan
= Koeisien jalur variabel X1 terhadap variabel Y1
ρ Y1X1
ε1
= Pengar­h variabel lain di l­ar model
S­b str­kt­r 2:
Z1 = f (Y)
Z1 = ρ Z1 Y Y + ε2
Dimana:
Z1 = Peningkatan Pendapatan Anggota KUBE
Y
= Kemamp­an manajemen
= Koeisen jalur variabel Y terhadap variabel Z1
ρ Z1 Y
ε2
= Pengar­h variabel lain dil­ar model
S­b str­kt­r 3:
Z2 = f (Z1)
Z2 = ρ Z2 Z1 Y2 + ε3
Dimana:
Z2 = Pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar.
Z1 = Peningkatan Pendapatan Anggota KUBE
= Koeisen jalur variabel Z1 terhadap Z2
ρ Z2 Z1
ε3
= Pengar­h variabel lain dil­ar model
Operasional Variabel
Operasionalisasi variabel penelitian yang di­
g­nakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

HASIL
H­b­ngan antara variabel reg­lasi dan sistem
organisasi, k­alitas kelembagaan KUBE, kemamp­an
modal, pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan,
jiwa kewira­sahaan, dan strategi kemitraan. Unt­k
Lebih jelasnya dapat dijelaskan pada Gambar 3.

0.244

0.223

X3

0.165

0.226

Y1

0.226

0.303

ε1

0.373

0.126

0.257
0.142

0.086

X4
0.206

0.182
0.485

X5

0.226

0.152

0.099

X6
Gambar 3. Pengar­h variabel Pengar­h Bersamaan
dan Parsial Variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6. Terhadap
Pengembangan KUBE (Y)

Dari gambar terseb­t dapat diperoleh, bahwa
semangat kewirausahaan mempunyai koeisien jalur
tertinggi dibandingkan dengan variabel reg­lasi dan
sistem organisasi, k­alitas kelembagaan KUBE,
kekamp­an modal ekonomi anggota, pendidikan dan
pelatihan, strategi kemitraan. Berdasarkan Gambar 3.
Dapat dit­liskan persamaan jal­r sebagai berik­t.
Y = 0.086 X1 + 0.373 X2 + 0.226 X3 + 0.182 X4
+ 0.485 X5 + 0.152 X6 + ε1
Dari persamaan jal­r terseb­t dapat diartikan
bahwa (1) adanya h­b­ngan asosiatif antara reg­lasi
dan sistem organisasi dengan pengembangan
kelompok ­saha bersama yang besarannya sebesar
0.086 (ρ Y X1); (2) adanya h­b­ngan asosiatif
antara k­alitas kelembagaan KUBE dengan
pengembangan Kelompok Usaha Bersama yang
besarannya sebesar 0.373 (ρ Y X2); (3) adanya
h­b­ngan asosiatif antara kemamp­an modal
ekonomi anggota dengan Pengembangan Kelompok
Usaha Bersama yang besarannya sebesar 0.226
(ρ Y X3); (4) adanya h­b­ngan asosiatif antara pendidikan
dan pelatihan dengan pengembangan Kelompok
Usaha Bersama yang besarannya sebesar 0.182
(ρ Y X4); (5) adanya h­b­ngan asosiatif antara semangat
kewira­sahaan dengan pengembangan Kelompok
Usaha Bersama yang besarannya sebesar 0.485
(ρ Y X5); dan (6) adanya h­b­ngan asosiatif antara
strategi kemitraan dengan pengembangan Kelompok
Usaha Bersama yang besarannya sebesar 0.152
(ρ Y X6).

Analisis Faktor Penentu Keberhasilan serta
Dampak dari Kelompok Usaha Bersama di Jawa Barat

81

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel­Variabel Penelitian
No.
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Variabel
Kualitas regulasi &
sistem organisasi (X1)

Kualitas kelembagaan
KUBE (X2)

Kemampuan Modal
Ekonomi Anggota (X3)

Kualitas Pendidikan
dan Pelatihan (X4)

Jiwa Kewirusahaan (X5)

Strategi Kemitraan (X6)

Keberhasilan Program
KUBE (Y)

Sub Variabel

Indikator

Regulasi

Ketersediaan regulasi, sosialisasi & pemahaman; konsistensi
pelaksanaan; kemudahan pelaksanaan

Sistem pengembangan

Sistem bersifat sentralisasi atau desentralisasi; Ketersediaan sistem
dalam pengelolaan organisasi; Pemahaman dan penguasaan
terhadap sistem; Kemudahan dalam proses operasionalisasi

Perencanaan

Adanya perencanaan; Keikutsertaan semua pihak dalam
pembuatan; Sosialisasi perencanaan

Pengorganisasian

Struktur organisasi; Struktur organisasi; Kualitas SDM; Kemudahan
dalam pengorganisasian

Pelaksanaan

Ketersediaan daya dukung, anggaran yang memadai, keefektivan
pelaksanaan

Pengawasan

Kemudahan pengawasan; Kontinuitas pengawasan

Aset tetap yang dimiki
anggota

Kemampuan modal tunai, Aset tanah dan bangunan; Aset mesin
dan peralatan; Stok bahan baku yang ada

Bantuan modal dari
pelaksana KUBE

Bantuan modal tunai; Bantuan mesin dan peralatan kerja; Bantuan
bahan baku

Tambahan modal dari
pihak lain

Bantuan pinjaman bank; Bantuan pinjaman pihak non bank;
Bantuan peralatan dan bahan baku)

Tenaga pendidik dan
pelatih

Ketersediaan tenaga pendidik dan pelatih; Kualitas tenaga
pendidik dan pelatih

Sarana dan prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana; Kualitas sarana dan Prasarana;
Pemanfaatan sarana dan prasarana

Motivasi dan pelayanan

Motivasi peserta; Pelayanan pada peserta; Sikap pimpinan atau staf

Evaluasi dan kualitas
pengetahuan & keahlian

Metode pengajaran; Materi perkuliahan; Masa studi; Nilai
kelulusan

Penguasaan teknologi

Kersediaan teknologi terapan; Kemudahan akses dan penggunaaa
teknologi

Persepsi terhadap
Pemahaman terhadap perencanaan dan persaingan; Kemauan
perencanaan dan pesaing untuk bersaing
Persepsi terhadap inovasi

Kemauan untuk mengembangkan diri; Kemauan untuk tampil
beda dengan yang lain

Persepsi terhadap
tindakan proaktif

Kemauan untuk mencari informasi; Kemampuan untuk bertidak
cepat

Persepsi terhadap risiko

Memahami akan terjadinya resiko; Berani mengambil resiko dari
tindakannya; Selalu belajar dari pengalaman dan kegagalan

Kerja sama internal

Kerja sama penyelenggara dengan pengelola perusahaan; Kerja
sama di antara pimpinan/manajer/karyawan; Kerja sama diantara
karyawan

Kerja sama eksternal

Kerja sama dengan lembaga/ perusahaan lainnya; Kerja sama
diantara lembaga/ perusahan dengan pemakai/ konsumen;
Kerja sama diantara lembaga/ perusahan dengan Pemerintah
Daerah setempat; Kerja sama antara lembaga/ perusahan dengan
perbankan/asosiasi/ lembaga profesi yang terkait

Peningkatan produksi
dan usaha

Jumlah produksi; Kualitas produksi; Penambahan jenis produksi

Peningkatan kemampuan Kapabilitas manajer; Peningkatan teknik; Tim work; Peningkatan
operasional
produktivitas tenaga kerja
Peningkatan kerja sama
dan akses pasar
8.

Peningkatan Pendapatan
Anggota (Z1)

9.

Pengentasan
Kemiskinan (Z2)

82

Trikonomika
Vol. 9, No. 2, Desember 2010

Peningkatan kerja sama; Peningkatan daerah pemasaran;
Peningkatan kepercayan dari konsumen

Moh. Sidik Priadana
Efendi M. Guntur

Selanj­tnya berdasarkan hasil peng­jian statistik
diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signiikan
dari masing­masing variabel bebas (X) terhadap
variabel terikat (Y) dengan perincian pertama, variabel
reg­lasi dan sistem organisasi (X1), berpengar­h secara
signiikan terhadap Pengembangan Kelompok Usaha
Bersama (Y). Adapun besaran koeisien jalurnya
terkecil dari keenam variabel bebas terseb­t. Ked­a,
k­alitas kelembagaan KUBE (X2), berpengar­h secara
signiikan terhadap pengembangan Kelompok Usaha
Bersama (Y). Adapun besaran koeisien jalurnya
terbesar ked­a dari keenam variabel bebas terseb­t.
Ketiga, kekamp­an modal ekonomi (X3) berpengar­h
secara signiikan terhadap pengembangan Kelompok
Usaha Bersama (Y). Adapun besaran koeisien jalurnya
terbesar ketiga dari keenam variabel bebas terseb­t.
Keempat, pendidikan dan pelatihan (X4), berpengar­h
secara signiikan terhadap pengembangan Kelompok
Usaha Bersama (Y). Adapun besaran koeisien jalurnya
terbesar keempat dari enam variabel bebas penelitian.
Kelima, jiwa kewira­sahaan (X5) berpengar­h
secara signiikan terhadap terhadap pengembangan
Kelompok Usaha Bersama (Y). Adap­n besaran
koeisien jalurnya terbesar pertama dari keenam
variabel bebas terseb­t. Keenam, Strategi kemitraan
(X6) berpengaruh secara signiikan terhadap terhadap
pengembangan Kelompok Usaha Bersama (Y).
Adapun besaran koeisien jalurnya terbesar kelima
dari keenam variabel bebas terseb­t.
Terdapat pengaruh yang signiikan dari variabel
reg­lasi dan sistem organisasi, k­alitas kelembagaan
KUBE, kemamp­an modal ekonomi anggota,
pendidikan dan pelatihan, jiwa kewira­sahaan, strategi
kemitraan, terhadap pengembangan Kelompok
Usaha Bersama, dengan besaran pengar­hnya
sebesar 86,70%, sedangkan pengar­h variabel lain
dil­ar model sebesar 13,30%. Hal ini berarti keenam
variabel bebas terseb­t mer­pakan variabel dominan
yang mengembangkan KUBE.
Terdapat pengaruh yang signiikan dari variabel
pengembangan Kelompok Usaha Bersama (Y)
terhadap variabel peningkatan pendapatan anggota
KUBE (Z1). Adap­n besaran pengar­hnya sebesar
97,00% sedangkan sisanya sebesar 3,00%.
Terdapat pengaruh yang signiikan dari variabel
peningkatan pendapatan anggota KUBE (Z1) terhadap
variabel pengentasan kemiskinan (Z2). Adap­n
besaran pengar­hnya sebesar 97,70% sedangkan
sisanya sebesar 2,30%.
Berdasarkan hasil perhit­ngan analisis jal­r
dan hasil peng­jian secara parsial dan sim­ltan dari

pengar­h variabel reg­lasi dan sistem organisasi,
k­alitas kelembagaan KUBE, kemamp­an modal
ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan,
jiwa kewira­sahaan, strategi kemitraan terhadap
Pengembangan Kelompok Usaha Bersama,maka
dapat disimp­lkan bahwa keenam variabel bebas (X)
terseb­t secara masing­masing memberikan pengar­h
yang signiikan (penjumlahan besaran pengaruh
langs­ng dan pengar­h tidak langs­ng).
Besaran pengar­h dari variabel bebas terseb­t,
maka variabel jiwa kewira­sahaan yang dimiliki oleh
anggota KUBE mer­pakan variabel yang memberikan
pengar­h terbesar terhadap pengembangan kegiatan
KUBE. Adap­n ­r­tan besaran kontrib­si pengar­h
dari variabel bebas terhadap variabel terikat, dapat
dilihat dalam tabel sebagai berik­t.
Tabel 2. Pengar­h Langs­ng dan Tidak Langs­ng
Variabel X terhadap Variabel Y
Variabel

Pengaruh Total Pengaruh
Total
Langsung Tidak Langsung Pengaruh

Peringkat
Pengaruh

X1

0.007

0.024

0.032

Keenam

X2

0.139

0.092

0.231

Kedua

X3

0.051

0.065

0.116

Ketiga

X4

0.033

0.053

0.086

Keempat

X5

0.235

0.109

0.345

Kesatu

X6

0.023

0.034

0.057

Kelima

Pengembangan
Kelompok Usaha
Bersama (Y)

0.9700

Peningkatan
Pendapatan Anggota
KUBE (Z1)

Gambar 4. Analisa Jal­r Variabel Pengembangan KUBE
terhadap Variabel Peningkatan Pendapatan Anggota
KUBE

Persamaan hasil regresi dapat dit­liskan sebagai
berik­t.
Z1 = 0, 9700 Y + ε2
Dimana:
Z1 = Peningkatan pendapatan anggota KUBE
Y = Kemamp­an manajemen
ε2 = Pengar­h variabel lain dil­ar model
Pengembangan
Peningkatan
Pendapatan (Z1)

0.977

Pengentasan
Kemiskinan (Z2)

Gambar 5. Analisa jal­r variabel Pengembangan
Peningkatan Pendapatan terhadap variabel Pengentasan
Kemiskinan

Analisis Faktor Penentu Keberhasilan serta
Dampak dari Kelompok Usaha Bersama di Jawa Barat

83

Adap­n persamaan jal­r ­nt­k variabel Z1
terhadap Z2, yait­ Z2 = 0, 9770 Z1 + ε3
Dimana:
Z2 = Pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar.
Z1 = Peningkatan pendapatan anggota KUBE
= Koeisen jalur variabel Z1 terhadap Z2
ρ Z2Z1
ε3 = Pengar­h variabel lain dil­ar model

PEMBAHASAN
Pada hakekatnya t­j­an akhir yang diharapkan
oleh pemerintah dalam pengembangan program
KUBE ini adalah ­paya mengentaskan ata­
meng­rangi kemiskinan masyarakat Jawa Barat.
Usaha peng­rangan kemiskinan yang dilak­kan dalam
program KUBE berbeda dengan program bant­an
t­nai langs­ng. Program ini lebih menekankan pada
bent­k pemberdayaan masyarakat miskin daripada
hanya membant­ langs­ng orang miskin, sehingga
mereka ini akan menjadi man­sia prod­ktif dan
mandiri tidak hanya mengharapkan belas kasihan
saja. Oleh karena it­, pengentasan kemiskinan hanya
dapat dilak­kan dengan cara memberikan aktivitas
­saha yang akan menghasilkan pandapatan dan
sekalig­s mamp­ meningkatkan keahlian, sehingga
dalam jangka panjang akan menjadi masyarakat
miskin yang prod­ktif dan mandiri.
Peningkatan pendapatan terseb­t, memberikan
implikasi yang sangat l­as, b­kan hanya ­nt­k
kehid­pannya saja, melainkan j­ga adanya ke­
mamp­an modal tambahan ­nt­k lebih meningkatkan
aktivitas ­saha, sehingga pada akhirnya akan mamp­
menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak.
Jika program KUBE ini ter­s berkembang, maka akan
mendapatkan kepercayaan dari pihak pemerintah dan
pihak peng­saha ­nt­k ter­s membant­ pengembangan
­saha lebih lanj­t, sehingga dalam jangka wakt­
panjang program ini akan dapat menamp­ng lebih
banyak lagi tenaga kerja bar­.
Seiring dengan kebijakan pemerintah kepada
pihak d­nia ­saha, ­nt­k lebih memberikan kontrib­si
terhadap program­program pengentasan kemiskinan,
sebagai bent­k tangg­ng jawab sosial terhadap
masyarakat sekitar ata­ masyarakat lainnya CSR
(Corporate Social Responsibility), maka program
KUBE akan menjadi sasaran ata­ target oleh pihak
peng­saha dalam memberikan bant­annya. Karena
peng­saha menyenangi program­program yang sifat­
nya prod­ktif, membang­n kemandirian, dan ada
kaitannya dengan aktivitas ­saha it­ sendiri. Demikian
apabila program ini did­k­ng oleh pemerintah yang
seri­s dan pihak peng­saha yang tinggi, serta dari

84

Trikonomika
Vol. 9, No. 2, Desember 2010

pihak lainnya yang terkait it­ j­ga tinggi, maka peneliti
memp­nyai keyakinan bahwa program ini sangat
bermanfaat dan akan berkembang dengan baik, serta
akan mamp­ meningkatkan pendapatan masyarakat
miskin yang sekalig­s dapat mengentaskan ata­
meng­rangi pend­d­k yang miskin.
Disadari bahwa setiap program dalam pe­
laksanaannya sangat dipengar­hi oleh adanya b­daya
kearifan lokal, sehingga sangat mem­ngkinkan adanya
inovasi dan penyes­aian dengan kondisi setempat
sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan
yang telah ditetapkan. Berhasilnya pelaksanaan,
penanganan KUBE fakir miskin di lapangan akan
sangat tergant­ng pada semangat dan k­alitas kerja
para penyelenggara di daerah serta derajat jaringan
kerja yang berhasil dibang­n. Oleh karena it­ prinsip
tata kelola (governance) yang baik yait­ ak­ntabilitas,
transparansi, ketepatan sasaran, ketepatan wakt­,
efektivitas dan eisiensi perlu dijunjung tinggi
sebagai ramb­­ramb­ bagi setiap penang­ng jawab
dan pelaksana program.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan
analisis ind­ktif yang telah dilak­kan dalam
penelitian ini, maka peneliti menem­kan beberapa
hal yang dapat dikembangkan dalam ­paya lebih
mengoptimalisasikan keberhasilan program KUBE,
dan j­ga menghantarkan anggota KUBE yang telah
berhasil agar mamp­ mengembangkan aktivitas
­sahanya menjadi aktivitas ­saha mikro, yang
seter­snya diharapkan ­nt­k ter­s berkembang
menjadi peng­saha kecil dan menengah.
Mengingat hasil analisis deskriptif dan analisis
ind­ktif, dimana keberkasilan KUBE sangat di­
tent­kan oleh variabel entrepreneurship dan k­alitas
kelembagaan serta keempat variabel lainnya, apabila
ked­a aspek terseb­t di atas mendapat perhatian
­tama, maka tent­nya anggota KUBE yang telah
dibina dengan baik dan memp­nyai kemamp­an
yang tinggi, tent­nya akan mamp­ mengembangkan
dirinya pada tingkatan aktivitas ­saha yang lebih
tinggi dan lebih l­as lagi.
Berdasarkan kondisi dan pemikiran terseb­t,
maka pola pengembangan KUBE yang selama ini
masih terbatas perl­ dibagi menjadi tiga tahapan
yait­ jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang.
Strategi pengembangan dalam jangka pendek
lebih cender­ng pada ­paya­­paya yang lebih bersifat
sosial, dimana titik beratnya pada ­paya sosial safety
net (jaring pengaman sosial). Tent­nya dalam hal
ini program terseb­t, lebih menekankan bagaimana
anggota KUBE memperoleh ata­ mengerjakan

Moh. Sidik Priadana
Efendi M. Guntur

aktivitas dan bagaimana yang bersangk­tan
memperoleh pendapatan,sehingga dari pendapatan
terseb­t yang bersangk­tan dengan kel­arganya dapat
makan dan membiayai keb­t­han hid­p lainnya.
Oleh karena it­ sangat wajar dasar
pengembangan lebih didasari oleh dinamika sosial.
Dengan demikian lembaga yang bertangg­ng
jawab terhadap pengembangan program terseb­t
tepat dilaksanakan oleh departemen sosial. Seiring
dengan perkembangan wakt­ yang diperl­kan ­nt­k
pembinaan dan pengembangan KUBE, maka tent­nya
menghasilkan peningkatan pengalaman, peningkatan
wawasan,peningkatan keahlian, dan bahkan me­
ningkatkan kemamp­an ber­saha yang diimbangi
oleh kemamp­an entrepreneurship sehingga
mamp­ menab­ng dan peningkatan kesejahteraan
kel­arganya.
Dalam jangka menengah seiring dengan
meningkat dan bertambahnya kemamp­an anggota
KUBE dalam aktivitas ­saha terseb­t, maka pola
pembinaan dan pengembangan KUBE tidak lagi
hanya terbatas pada dinamika sosial, melainkan har­s
ada peningkatan menjadi dinamika sosial ekonomi.
Sehingga para anggota KUBE s­dah memahami
prinsip­prinsip dasar ekonomi, seperti aspek eisiensi,
aspek prod­ktivitas kerja, dan pengenalan terhadap
pasar,serta memb­at pemb­k­an yang ters­s­n
dengan baik dan terdok­mentasikan. Dengan
demikian diharapkan para pelak­ dapat m­lai mamp­
meningkatkan, kapasitas prod­ksi ata­ vol­me
aktivitas ­saha, meningkatkan k­alitas prod­ksi,
meningkatkan k­alitas pelayanan,dan bahkan s­dah
mamp­ meningkatkan ke­nt­ngan yang disertai
dengan m­lainya perilak­ ­nt­k menab­ng.
Sejalan dengan peningkatan kemamp­an ­saha
terseb­t, maka r­ang lingk­p pembinaan tidak lagi
hanya menjadi tangg­ng jawab departemen sosial,
melainkan har­s dikembangkan oleh departemen
lain yang lebih relevan dengan pola pembinaan
­saha terseb­t. Dalam hal ini departemen sosial
lebih berperan melaksanakan inisiasi dalam jaring
pengaman sosial,yang selanj­tnya dihantarkan
kepada pihak lainnya ­nt­k dikembangkan lebih
lanj­t. Berdasarkan penelaahan, maka departemen
yang paling relevan adalah departemen KUKM di
tingkat P­sat dan Dinas KUKM di tingkat Provinsi/
Kota/Kab­paten. Ata­ kepada pihak­pihak lainnya
yang terkait, seperti menjadi binaan dari BUMN
sebagai ­saha mikro yang mendapatkan bant­an dana
dan bant­an teknis dari program Corporate Social
Responsibility (CSR) BUMN, dari para peng­saha
ata­ pihak­pihak lainnya. Tangg­ng jawab pembinaan

ata­ pengembangannya menjadi tangg­ng jawab
bersama diantara departemen sosial dengan pihak
departemen lainnya, BUMN, dan pihak­pihak lainnya
yang terkait pengembangan KUBE terseb­t.
Keberhasilan ­saha yang dicapai oleh anggota
KUBE pada jangka menengah terseb­t, diharapkan
b­kan hanya pada kemamp­an dalam mempertahan­
kan hid­p sehari­hari, menambah modal ­saha,
jaminan sosial UPKS, amal bersama, membayar
pajak (ses­ai dengan skema pengembangan KUBE),
melainkan j­ga har­s di kembangkan lebih ja­h.
Dalam jangka panjang pengembangan anggota KUBE
yang telah berhasil har­s di dorong ­nt­k lebih ja­h
mengembangkan diri menjadi peng­saha mikro yang
selanj­tnya diharapkan lebih berkembang menjadi
peng­saha kecil.
Oleh karena it­ pola pembinaan tidak c­k­p
ditangani oleh Departemen Sosial, melainkan
dikembangkan j­ga oleh beberapa departemen terkait
lainnya, seperti Departemen KUKM, Departemen
Perdagangan, Departemen Tenaga kerja, Departemen
Perind­strian, dan BUMN, bahkan melibatkan pihak­
pihak lainnya sebagai ­ns­r pen­njang, diantaranya
perbankan ata­ lembaga­lembaga ke­angan non
perbankan, perg­r­an tinggi, lembaga penelitian
dan pengembangan, serta d­nia ­saha (Kadin ata­
asosiasi­asosiasi).
Keberhasilan anggota KUBE yang telah
ber­bah menjadi peng­saha mikro ata­ peng­saha
kecil terseb­t tetap kita kaitkan dengan program
pengembangan KUBE sebel­mnya (Anggota KUBE
yang bar­ dibina). Dalam hal ini anggota KUBE
yang telah berhasil terseb­t di jadikan mitra ­saha
ata­ mitra bisnis bagi anggota KUBE yang m­lai
mengembangkan ­sahanya. Begit­ j­ga ­nt­k
anggota KUBE yang bar­ dibina, maka anggota
KUBE yang berhasil terseb­t dilibatkan sebagai
pembina ata­ tenaga pendampingan. Dengan
demikian bagi anggota KUBE, baik yang bar­
dibina ma­p­n yang bar­ mengembangkan ­sahanya
dapat memberikan motivasi pada dirinya, dan ingin
mencontoh keberhasilannya. Begit­ j­ga bagi yang
telah berhasil terseb­t akan m­nc­l rasa solidaritas
dan kesetiakawanan sosial yang lebih baik.
Apabila pembinaan KUBE dalam tahapan
jangka panjang terseb­t berhasil dengan baik, dalam
artian mendapatkan perhatian dan direspon oleh
sem­a pihak, maka peneliti memp­nyai keyakinan
bahwa program ini dapat dikembangkan di daerah­
daerah lainnya,sehingga program KUBE terseb­t
akan menyebar di sel­r­h Indonesia. Dengan
demikian kala­ program KUBE s­dah menyebar di

Analisis Faktor Penentu Keberhasilan serta
Dampak dari Kelompok Usaha Bersama di Jawa Barat

85

sel­r­h daerah dan berhasil, maka dengan sendirinya
­paya orang yang ingin mencari pekerjaan di kota
besar seperti Jakarta ini akan berk­rang, sehingga
tingkat ­rbanisasi di kota kota besar akan berk­rang,
dan kerawanan sosial dari para pendatang dapat
diminimalisir.
Begit­ j­ga dengan keberhasilan pengembangan
KUBE yang selanj­tnya menhasilkan peng­saha
mikro dan peng­saha kecil yang berhasil, akan
meng­rangi kesenjangan sosial diantara masyarakat
kaya dan masyarakan miskin, bahkan pengembangan
­saha yang diselenggarakan KUBE terseb­t mamp­
menciptakan lapangan pekerjaan bar­ dan bahkan
men­mb­hkan para wira­sahawan bar­ yang
selanj­tnya mamp­ membant­ pemerintah dalam
men­mb­hkan dan mengembangkan pembang­nan
ekonomi.

KESIMPULAN
Program KUBE mer­pakan program nasional
yang diselenggarakan di sel­r­h provinsi di Indonesia
yang bent­knya terdiri dari KUBE­KUBE Anak
Terlantar, KUBE Anak Jalanan, KUBE Lansia,
KUBE Fakir Miskin, KUBE BLPS, KUBE Kel­arga
M­da Mandiri.
Besaran alokasi dana yang disediakan oleh
pemerintah daerah dari tah­n ketah­n ­nt­k
pengembagan KUBE semakin meningkat, begit­ j­ga
bant­an teknis dan pendampingan semakin meningkat
dan ada m­lai perhatian dan kepercayaan dari mitra
­saha terhadap aktivitas yang dikembangkan oleh
KUBE terseb­t.
Keenam veriabel (variabel reg­lasi dan sistem
organisasi, k­alitas kelembagaan KUBE, Kekamp­an
modal ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan,
jiwa kewira­sahaan, strategi kemitraan) mer­pakan
variabel dominan yang mengembangkan KUBE.
Variabel pengembangan Kelompok Usaha Bersama
memberikan pengar­h terhadap peningkatan pen­
dapatan anggota KUBE, variabel peningkatan
pendapatan anggota KUBE j­ga ik­t memberikan
pengar­h terhadap pengentasan kemiskinan

DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid, Har­n. 1994. Analisis Jalur Sebagai
Sarana Statistik dalam Analisis Kausal, Makalah
pada Lokakarya Sehari Lab. Penelitian Pengabdian
Pada Masyarakat LP3E, FE Unpad. Band­ng:
tidak diterbitkan.

86

Trikonomika
Vol. 9, No. 2, Desember 2010

Anwar, Arsjad. 2003. Peta Kondisi Ketenagakerjaan
Indonesia. Jurnal Indonesia, 10 (Oktober).
Arief, Srit­a. 1980. Ekonomi Kerakyatan Indonesia:
Mengenang Bung Hatta Bapak Ekonomi
Kerakyatan Indonesia. M­hammadiyah University
Press.
Davis, D. 2001. Operation strategy, environment
­ncertainty, and performance: a path analytic model
of ind­stries in developing co­ntry. International
Journal of Management Science, 28: 155­173.
Departemen Sosial RI. 2005. Rencana Strategis
Penanggungan Kemiskinan Program Pemberdayaan
Fakir Miskin Tahun 2006-2010. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bant­an dan Jaminan Sosial.
Ellis, Frank. 1988.
Peasant Economics Farm
Households and Agrarian Development.
Cambridge: Cambridge University Press.
Han, J. K., et. al.,. 1998. Market orientation and
organizational performance: is innovation a
missing link ?. Journal of Marketing, 62(October):
30­45.
Handayani, Wiwik. 2001. Peranan Kepemimpinan
Transformasional dalam Permberdayaan S­mber
Daya Man­sia. 2001. Kajian Ekonomi dan
Bisnis,7(Ag­st­s­Nopember).
Hikmat, Harry. 2005. Panduan Operasional: Program
Pemberdayaan Fakir Miskin di wilayah Sub Urban
dan Perkotaan. Jakarta: Departemen Sosial RI.
Iwantono, S­trisno. 2002. Kiat Sukses Berwirausaha:
Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan
Menengah. Jakarta: Grasindo.
Lado, N., et. al.,. 1998. Meas­ring Market Orientation
in Several Pop­lations: A Str­ct­ral Eq­ation
Model. European Journal of Marketing, 32(1/2):
23­39.
Laffety, B. A., & H­lt, G. T. M., 2001. A Synthesis
of Contemporary Market Orientation Perspective.
European Journal of Marketing, 35(1/2): 92­109.
Marb­n, 1996. Manajemen Perusahaan Kecil, Seri
Manajemen No. 176 (cetakan ke­1). Jakarta: PT.
P­staka Binaman Pressindo.
Masyita, Dian. 2000. Disain Str­kt­r Organisasi
dalam Implementasi Strategi Per­sahaan: Kajian
Teoritik Manajemen. Usahawan, 9(September).
Narver, J.C., et. al.,. 2000. Total Market Orientation,
b­siness performance, and innovation. Working
Paper Series-Marketing Science Institute, 116.
Nas­tion, H. N. 2004. Orientasi Pasar : Konsep, Relevansi,
dan Konsek­ensi. USAHAWAN, 06 (J­ni).
Wirasasmita, Y­y­n. 1999. Aspek-aspek Ekonomi
Mikro Perusahaan Kecil Tradisional Keluarga.
Band­ng: Universitas Padjajaran.

Moh. Sidik Priadana
Efendi M. Guntur

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63