Penggunaan Teknik Composing Pada Pemeriksaan Whole Spine Potongan Sagital T2 Weighted Pada MRI 1.5T
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radiologi merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang digunakan
untuk melakukan pencitraan pada tubuh manusia melalui sinar x, ulatrsonografi
dan gelombang elektromagnetik. Pada dasarnya frekuensi yang digunakan
berbentuk sinar-x atau x-ray, namun dengan kemajuan teknologi modern juga
dengan menggunakan pemindaian atau scanning, dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Teori tentang pencitran MRI muncul pertama sekali pada tahun
1938, ketika Isidor Isaac Rabi menemukan metode pengukuran moment magnetik
inti atom atau nucleus magnetic moment. Pada tahun 1973 Paul Lauterbur
menggunakan gradien medan magnetik untuk pertama kalinya membuat citra dari
resonansi magnetik inti atau nuclear magnetic resonance. Pada tahun 1977 MRI
digunakan untuk mendiagnosis tubuh manusia. Penggunaan momen magnetik inti
atom pertama sekali dipakai dibidang analisis kimia (Pierce,1995) Pada era
1980an mulai dipakai luas untuk bidang medis, setelan ditemukan teknik-teknik
Pencitraan Rapid acquisition with relaxation enhancement (RARE) dan Fast Low
Angel Short (FLASH) (Pierce, 1995)
Beberapa kelebihan pencitraan dengan Magnetic Resonance Imaging
dimana tidak menggunakan sinar-x dan tidak terjadi ionisasi dalam tubuh yang
didiagnosa, sensitivitas kontras yang tinggi untuk perbedaan jaringan lunak,
mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi,
dan spektroskopi serta metode proyeksi yang lebih baik dari alat diagnostik CT
scan dan alat diagnostik kedokteran nuklir dan ultrasonografi (Bushberg, 2001).
Magnetic resonance Imaging (MRI) merupakan pencintraan bagian tubuh dengan
menggunakan daya magnet yang berkekuatan tinggi berdasatkan prinsip resonansi
magnetik inti atom hidrogen, radiofrekuensi dan seperangkat alat komputer untuk
menghasilkan gambaran dari penampang tubuh manusia yang berbentuk irisan.
MRI dapat menunjukkan sifat anatomi dan fisiologis dari objek dan mampu
1
2
membuat potongan coronal, sagital, dan aksial, serta oblik tanpa mengubah posisi
tubuh pasien. (Bushberg, 2002).
Teknik pencitraan MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyaknya protokol yang digunakan dapat mempengaruhi hasil
citra yang dihasilkan. Protokol MRI yang utama harus diperhatikan yaitu
pembobotan �1 ��� ���������� �2 . Pembobotan T1 untuk memperlihatkan
kelainan pada tulang belakang atau wholespine. Sebuah citra �1 Weighted dimana
perbedaan waktu antara jaringan misalnya lemak dan air tergantung dari Time
Repetition (TR). Pada MRI umumnya menggunakan pembobotan T2 atau squence
T2 weighted yang merupakan sequnce standar pada MRI whole spine. Sequense
�2 weighted disebut juga sebagai T2 Weighted Imaging (T2WI) yang merupakan
salah satu dari urutan pulsa dasar dalam MRI. Sebuah citra �2 Weighted adalah di
mana salah satu kontras ditentukan oleh Time Echo (TE). Pembobotan T2 ini
menggunakan waktu relaksasi jaringan parameter time repetition (TR) dan time
echo (TE) panjang. TR mengontrol seberapa jauh setiap vektor dapat memulihkan
sebelum pemberian radiofrekuensi berikutnya sedangkan TE mengontrol jumlah
peluruhan yang terjadi sebelum sinyal diterima. Waktu pengulangan antara pulsa
sequence yang satu dengan yang berikutnya disebut dengan Time Repetition (TR),
sedangkan waktu tengah antara pulsa 900 dan sinyal maksimum (echo) disebut
dengan Time Echo (TE). (Bushbreg, 2002).
Pada MRI teknik composing merupakan pemeriksaan secara keseluruhan
terhadap tulang belakang mulai dari tulang leher sampai ke tulang ekor untuk
menilai anatomi dan patologi tulang belakang, kelainan kongenital vertebra atau
sumsum tulang belakang, untuk mendeteksi adanya metastasis atau penyebaran
kanker terhadap tulang belakang. Teknik composing yang dilakukan yaitu dengan
perubahan Field of View (FOV). Dengan FOV yang lebih besar akan
meningkatkan Signal noise to ratio (SNR) dan dengan demikian kualitas gambar
akan semakin meningkat.Penelitian pada pengambilan citra whole spine,
sebelumnya yang mengkaji tentang MRI tulang belakang untuk evaluasi,
penilaian tingkat keparahan, dan tindak lanjut dari penyakit tulang belakang. MRI
tulang belakang merupakan salah satu tes diagnostik yang paling sensitif untuk
3
mendeteksi kelainan anatomi tulang belakang dan strukturnya. Dengan teknik
pembobotan T2 cervical-thoracal (tulang leher dan tulang punggung) serta
Thoracal-lumbal(tulang punggung dan pinggang) yang dilakukan secara terpisah
hasilnya kurang informatif dalam menegakan diagnosa pada whole spine secara
keseluruhan, untuk itu supaya diperoleh hasil citra yang lebih informatif maka
dibutuhkan suatu teknik yang dalam hal ini akan dikaji oleh penulis dengan judul
“PENGGUNAAN
TEKNIK
COMPOSING
PADA
PEMERIKSAAN
WHOLE SPINE POTONGAN SAGITAL T2 WEIGHTED PADA MRI 1,5
T”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat mengangkat suatu
permasalahan yaitu Bagaimana penggunaan teknik composing pada pemeriksaan
MRI wholespine potongan Sagital T2 Weighted agar informasi pada citra yang
dihasilkan lebih akurat dan informatif.
1.3 Pembatasan Masalah
Skripsi ini hanya membahas tentang penggunaan teknik Composing
potongan Sagital �2 Weighted pada pemeriksaan Tulang belakang atau Whole
Spine.yang dilakukan pada 3 perubahan FOV yaitu 400mm, 450mm dan 500mm.
1.4 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk
a. Memperoleh citra whole spine teknik composing yang lebih akurat dan
informatif sehingga informasi diagnosis lebih tepat khususnya pada kasus
tertentu seperti metastasis, TB tulang.
b. Memperoleh waktu yang efisien karena pergerakan pasien bisa
diminimalisasi.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk :
a. Menambah wawasan bagi petugas radiologi tentang teknik composing
pada MRI Whole spine
b. Memperoleh citra dari whole spine teknik composing yang lebih akurat
dengan waktu yang singkat.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radiologi merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang digunakan
untuk melakukan pencitraan pada tubuh manusia melalui sinar x, ulatrsonografi
dan gelombang elektromagnetik. Pada dasarnya frekuensi yang digunakan
berbentuk sinar-x atau x-ray, namun dengan kemajuan teknologi modern juga
dengan menggunakan pemindaian atau scanning, dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Teori tentang pencitran MRI muncul pertama sekali pada tahun
1938, ketika Isidor Isaac Rabi menemukan metode pengukuran moment magnetik
inti atom atau nucleus magnetic moment. Pada tahun 1973 Paul Lauterbur
menggunakan gradien medan magnetik untuk pertama kalinya membuat citra dari
resonansi magnetik inti atau nuclear magnetic resonance. Pada tahun 1977 MRI
digunakan untuk mendiagnosis tubuh manusia. Penggunaan momen magnetik inti
atom pertama sekali dipakai dibidang analisis kimia (Pierce,1995) Pada era
1980an mulai dipakai luas untuk bidang medis, setelan ditemukan teknik-teknik
Pencitraan Rapid acquisition with relaxation enhancement (RARE) dan Fast Low
Angel Short (FLASH) (Pierce, 1995)
Beberapa kelebihan pencitraan dengan Magnetic Resonance Imaging
dimana tidak menggunakan sinar-x dan tidak terjadi ionisasi dalam tubuh yang
didiagnosa, sensitivitas kontras yang tinggi untuk perbedaan jaringan lunak,
mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi,
dan spektroskopi serta metode proyeksi yang lebih baik dari alat diagnostik CT
scan dan alat diagnostik kedokteran nuklir dan ultrasonografi (Bushberg, 2001).
Magnetic resonance Imaging (MRI) merupakan pencintraan bagian tubuh dengan
menggunakan daya magnet yang berkekuatan tinggi berdasatkan prinsip resonansi
magnetik inti atom hidrogen, radiofrekuensi dan seperangkat alat komputer untuk
menghasilkan gambaran dari penampang tubuh manusia yang berbentuk irisan.
MRI dapat menunjukkan sifat anatomi dan fisiologis dari objek dan mampu
1
2
membuat potongan coronal, sagital, dan aksial, serta oblik tanpa mengubah posisi
tubuh pasien. (Bushberg, 2002).
Teknik pencitraan MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyaknya protokol yang digunakan dapat mempengaruhi hasil
citra yang dihasilkan. Protokol MRI yang utama harus diperhatikan yaitu
pembobotan �1 ��� ���������� �2 . Pembobotan T1 untuk memperlihatkan
kelainan pada tulang belakang atau wholespine. Sebuah citra �1 Weighted dimana
perbedaan waktu antara jaringan misalnya lemak dan air tergantung dari Time
Repetition (TR). Pada MRI umumnya menggunakan pembobotan T2 atau squence
T2 weighted yang merupakan sequnce standar pada MRI whole spine. Sequense
�2 weighted disebut juga sebagai T2 Weighted Imaging (T2WI) yang merupakan
salah satu dari urutan pulsa dasar dalam MRI. Sebuah citra �2 Weighted adalah di
mana salah satu kontras ditentukan oleh Time Echo (TE). Pembobotan T2 ini
menggunakan waktu relaksasi jaringan parameter time repetition (TR) dan time
echo (TE) panjang. TR mengontrol seberapa jauh setiap vektor dapat memulihkan
sebelum pemberian radiofrekuensi berikutnya sedangkan TE mengontrol jumlah
peluruhan yang terjadi sebelum sinyal diterima. Waktu pengulangan antara pulsa
sequence yang satu dengan yang berikutnya disebut dengan Time Repetition (TR),
sedangkan waktu tengah antara pulsa 900 dan sinyal maksimum (echo) disebut
dengan Time Echo (TE). (Bushbreg, 2002).
Pada MRI teknik composing merupakan pemeriksaan secara keseluruhan
terhadap tulang belakang mulai dari tulang leher sampai ke tulang ekor untuk
menilai anatomi dan patologi tulang belakang, kelainan kongenital vertebra atau
sumsum tulang belakang, untuk mendeteksi adanya metastasis atau penyebaran
kanker terhadap tulang belakang. Teknik composing yang dilakukan yaitu dengan
perubahan Field of View (FOV). Dengan FOV yang lebih besar akan
meningkatkan Signal noise to ratio (SNR) dan dengan demikian kualitas gambar
akan semakin meningkat.Penelitian pada pengambilan citra whole spine,
sebelumnya yang mengkaji tentang MRI tulang belakang untuk evaluasi,
penilaian tingkat keparahan, dan tindak lanjut dari penyakit tulang belakang. MRI
tulang belakang merupakan salah satu tes diagnostik yang paling sensitif untuk
3
mendeteksi kelainan anatomi tulang belakang dan strukturnya. Dengan teknik
pembobotan T2 cervical-thoracal (tulang leher dan tulang punggung) serta
Thoracal-lumbal(tulang punggung dan pinggang) yang dilakukan secara terpisah
hasilnya kurang informatif dalam menegakan diagnosa pada whole spine secara
keseluruhan, untuk itu supaya diperoleh hasil citra yang lebih informatif maka
dibutuhkan suatu teknik yang dalam hal ini akan dikaji oleh penulis dengan judul
“PENGGUNAAN
TEKNIK
COMPOSING
PADA
PEMERIKSAAN
WHOLE SPINE POTONGAN SAGITAL T2 WEIGHTED PADA MRI 1,5
T”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat mengangkat suatu
permasalahan yaitu Bagaimana penggunaan teknik composing pada pemeriksaan
MRI wholespine potongan Sagital T2 Weighted agar informasi pada citra yang
dihasilkan lebih akurat dan informatif.
1.3 Pembatasan Masalah
Skripsi ini hanya membahas tentang penggunaan teknik Composing
potongan Sagital �2 Weighted pada pemeriksaan Tulang belakang atau Whole
Spine.yang dilakukan pada 3 perubahan FOV yaitu 400mm, 450mm dan 500mm.
1.4 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk
a. Memperoleh citra whole spine teknik composing yang lebih akurat dan
informatif sehingga informasi diagnosis lebih tepat khususnya pada kasus
tertentu seperti metastasis, TB tulang.
b. Memperoleh waktu yang efisien karena pergerakan pasien bisa
diminimalisasi.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk :
a. Menambah wawasan bagi petugas radiologi tentang teknik composing
pada MRI Whole spine
b. Memperoleh citra dari whole spine teknik composing yang lebih akurat
dengan waktu yang singkat.