Kajian Hukum Atas Gadai Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau Di Kecamatan Sungayang Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 56 Prp 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian

BAB II
KEBERADAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI
KECAMATAN SUNGAYANG

A. Deskripsi Kecamatan Sungayang
Kecamatan Sungayang, terletak di Kabupaten Tanah Datar, yang merupakan pusat
kerajaan Minangkabau, hal ini terbukti dengan adanya istana Pagaruyuang, yang saat ini
merupakan salah satu cagar budaya masyarakat Minangkabau. Kabupaten Tanah Datar
merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat.
Kecamatan Sungayang yang daerahnya berada di kaki gunung Merapi, memiliki cuaca
yang cukup dingin, sehingga tanahnya subur, berbagai jenis tanaman bisa tumbuh, dan bertani
merupakan mata pencaharian sebagian dari masyarakatnya. Selain bertani, masyarakatnya juga
berdagang. Tapi kebanyakan dari masyarakatnya juga suka merantau, dimana dengan merantau
diharapkan bisa meningkatkan atau membantu perekonomian keluarga. Selain itu tidak sedikit
dari anak-anak muda yang merantau yang bertujuan untuk menuntut ilmu.
Kecamatan Sungayang terdiri dari 5 (lima) Nagari yaitu :
a. Nagari Minangkabau
b. Nagari Sungayang
c. Nagari Sungai Patai
d. Nagari Tanjung
e. Nagari Andaleh Baruh Bukik

Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang tidak dapat diabaikan dalam
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Untuk terpelihara kedudukan,
fungsi dan peranan Nagari di daerah Sumatera Barat selama ini telah diatur dengan Peraturan
Daerah Tingkat I Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 1983. Kemudian dengan Peraturan Daerah

Universitas Sumatera Utara

Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari,
yang telah disempurnakan dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007, keberadaan Nagari
sebagai Pemerintah terendah dikukuhkan kembali. Pemerintah dari nagari selalu didasarkan
kepada musyawarah yang dinamakan rapek (rapat), dan dalam rapat inilah segala sesuatu
diperbincangkan semasak-masaknya sebelum roda pemerintahan dijalankan.28
Persyaratan fisik keberadaan sebuah nagari adalah:29
1. Basosok Bajurami,
Artinya, Nagari harus mempunyai daerah asli atau asal yang akan dijaga dan dilindungi oleh
anak kemenakan serta pemangku adat di nagari yang bersangkutan. Seperti pepatah adat:
Adaik Salingka Nagari (Adat Selingkup Nagari), yang artinya aturan-aturan hukum adat
dalam sebuah nagari bersifat otonom dan diakui di Alam Minangkabau ini, tanpa campur
tangan dari nagari-nagari lain. Pentingnya batas-batas nagari adalah untuk menentukan batas
ulayat nagari yang satu dengan yang lainnya. Pembagian tanah ulayat dapat dibedakan:

a. Ulayat Nagari, yaitu yang tidak termasuk ulayat suku, ulayat kaum dan milik pribadi.
b. Ulayat Suku, yaitu yang dimiliki, dikuasai atau hak kepunyaan suku.
c. Ulayat kaum, yaitu tanah-tanah yang dimiliki oleh masing-masing kaum.
d. Milik perorangan, dalam nagari milik perorangan sangat terbatas sekali, dan
disebahagian besar nagari milik perorangan ini tidak ada.
2. Balabuah Batapian,

28

Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum adat Minangkabau, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997), hlm. 25
29
Nasrun Dt. Marajo Sungut , Tambo Minangkabau : Budaya dan Hukum Adat di
Minangkabau, (Bukittinggi : Alam Minangkabau, 2010), hlm. 157

Universitas Sumatera Utara

Artinya, Nagari harus mempunyai prasarana jalan lingkungan dan jalan antar nagari sebagai
sarana perhubungan dan transportasi untuk komunikasi dengan nagari lainnya.
3. Barumah Tangga,

Artinya, Nagari harus mempunyai rumah untuk tempat tinggal. Dan yang terpenting adalah
Rumah Gadang (Rumah adat masyarakat Minangkabau).
4. Bakorong Bakampuang,
Artinya, Nagari harus mempunyai Korong yaitu bagian dalam nagari yang ditempati oleh
orang-orang yang berlainan suku, dan Kampuang yaitu suatu daerah yg juga dalam nagari
tetapi ditempati oleh orang satu suku saja.
5. Basawah Baladang,
Artinya, Nagari harus mempunyai daerah persawahan dan perladangan sebagai lambang
ekonomi masyarakat untuk kelangsungan hidupnya.
6. Babalai Bamusajik,
Artinya, Nagari harus mempunyai balai adat tempat untuk bermusyawarah dan mesjid tempat
untuk ibadah.
7. Bapandam Pakuburan,
Artinya, Nagari harus mempunyai tanah tempat pusara perkuburan. Setelah terpenuhinya
syarat fisik keberadaan sebuah nagari Artinya, Nagari harus mempunyai tanah tempat pusara
perkuburan.

Setelah terpenuhinya syarat fisik keberadaan sebuah nagari, harus dipenuhi pula syarat
berdirinya sebuah nagari, yaitu:30
Nagari ba kaampek suku (Nagari punya empat suku)


30

Dina Amanda, Penyelesaian Sengketa Gadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Minangkabau Kasus Putusan
Mahkamah Agung No. 344 K/PDT/2004,(Salemba : Universitas Indonesia, 2011), hlm. 37

Universitas Sumatera Utara

Dalam suku babuah paruik (Dalam suku ada keluarga)
Kampuang nan ba tuo (Kampung punya pemimpin)
Rumah nan ba tungganai (Rumah tangga punya penanggung jawab)
Dari kata-kata adat tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:31
1. Kaampek suku
Artinya bahwa suatu pemukiman baru boleh disebut nagari bila penduduk didaerah
tersebut telah tersusun sekurang-kurangnya empat kelompok suku, yang masingmasingnya sudah mempunyai penghulu atau mamak kepala kaum.
2. Buah Paruik
Pengertian suku harus memenuhi syarat tersendiri pula, yaitu dalam suku babuah
paruik. Yang disebut saparuik terdiri dari sekurang-kurangnya seorang anak, seorang
ibu, seorang nenek, seorang gaek (Ibunya nenek), dalam arti kata sekurangkurangnya terdiri dari empat generasi. Dalam lingkungan saparuik itu harus ada
mamak yang dituakan, yang lazim juga disebut dengan Tuo Kampuang. Orang

seniniak disebut orang sesuku, orang yang segaek disebut juga orang seperut, orangorang yang senenek disebut juga orang yang sajurai, dan orang yang seibu disebut
juga samande. Pada umumnya pengertian istilah-istilah tersebut:
a. Samande yaitu anak-anak yang lahir dari seorang ibu. Mande artinya Ibu,
atau disebut juga dengan amak, amai, biyai, bundo, mandeh, mama, ummi,
induak.
b. Sajurai artinya sama berasal dari satu perut seorang nenek.
c. Saparuik artinya sama berasal dari perut seorang gaek (Ibunya nenek).
d. Sasuku artinya sama berasal dari seorang niniak yang sama. Niniak inilah
menempati jenjang tertinggi dari susunan sesuku. Dari niniak inilah suku itu
bermula.
e. Sapayuang ini lebih berorientasi kepada kepemimpinan. Bila
kelompok itu ada pelindung atau tetuanya, maka kelompok itu
disebut Sapayuang.
f. Sakampuang ini lebih berorientasi kepada lokasi pemukiman. Bila kelompok
ini bertempat tinggal atau bertetangga dengan kelompok suku lain, maka
himpunan kelompok ini disebut sakampuang atau sekampung.
g. Saparinduan artinya sama dengan samande namun orientasinya
lebih mencerminkan satu garis keturunan matrilineal. Di Minangkabau
orang bisa saja saparinduan namun tidak sebapak, misalnya karena ibunya
menikah dua kali dan melahirkan anak-anak dari suami yang berbeda.

3. Tuo Kampuang
Bila kumpulan saparuik telah bertambah banyak jumlah keluarganya, maka untuk
setiap kelompok yang seperut diangkat salah seorang mamak yang tertua atau yang
dituakan sebagai Tuo Kampuang. Dengan tugas antara lain mengawasi dan mengurus
harta pusaka dibawah pengawasan Penghulu Suku atau mamak kepala kaum. Jadi
Tuo Kampuang semacam pembantu penghulu suku tetapi tanpa gelar Datuak.
31

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

4. Tungganai
Semua saudara laki-laki dari ibu disebut mamak rumah dan saudara lelaki tertua dari ibu
disebut Tungganai. Tungganai ini lebih dikenal dengan Mamak Kepala Waris.
Peranannya dalam pengurusan harta pusaka tinggi sangat penting, karena dia lebih
mengetahui seluk beluk harta pusaka dan dianggap orang yang pintar dalam hal asalusul harta yang dimiliki kaumnya.
Pemerintahan Nagari diatas, di kepalai oleh seorang Wali Nagari di tiap-tiap Nagari
tersebut. Seorang Wali Nagari dalam masyarakat Minangkabau sama kedudukannya dengan
Kepala Desa, diluar Sumatera Barat. Wali Nagari mempunyai peranan penting untuk mengatur,

mengawasi, melindungi dan memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya, dan diberikan
kebebasan bagi Wali Nagari untuk menjalankan tugasnya dan mengambil kebijakan-kebijakan
yang diperlukan untuk keamanan, ketentraman, kesejahteraan masyarakatnya asal tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Keberadaan Gadai Tanah dalam Masyarakat di Kecamatan Sungayang
1. Pengertian Gadai Tanah
Istilah jual gadai pada orang Minangkabau disebut “Manggadai” pada orang Jawa disebut
“adol sende” pada orang Sunda disebut “ngajual akad” gade, pada orang Batak disebut “dondon
atau sindor”. Istilah-istilah ini dulu oleh orang Belanda diterjemahkan dengan istilah: verkoop
met beding van werder inkoop” (menjual dengan syarat untuk membeli kembali), istilah ini
muncul karena salah pengertian tentang istilah jual dalam kata jual gadai menurut hukum adat.32
Perkataan jual menurut hukum adat berarti menyerahkan (over dragen) jadi tidak identik
dengan perkataan verkoop dalam bahasa Belanda. Dalam perkataan verkoop tersinggung
pengertian berpindahnya hak milik. Dilain pihak istilah verkoop seolah-olah pihak pertama
terikat pada suatu jangka waktu, yang berarti bilamana jangka waktu telah lewat maka pihak

32

Djaren Saragih, Penghantar Hukum adat Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1984), hlm. 92


Universitas Sumatera Utara

kedua menjadi pemilik tanah yang bersangkutan, sedang dalam lembaga jual gadai tidaklah
demikian halnya.33
Menurut J.C.T. Simorangkir dan Wiryono Sastro Pranto jual gadai yaitu: penyerahan
tanah dengan pembayaran kontan dengan syarat bahwa penjual setelah waktu yang ditentukan
oleh kedua belah pihak berhak mengembalikan tanah tersebut.34 Sedangkan menurut S.A. Hakim
jual gadai adalah penyerahan tanah dengan pembayaran sejumlah uang secara kontan demikian
rupa sehingga yang menyerahkan tanah itu masih mempunyai hak untuk mengembalikan tanah
itu kepadanya dengan pembayaran kembali sejumlah uang yang tersebut.35
Sedangkan Menurut Boedi Harsono gadai adalah : 36
“Hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah
menerima uang-gadai dari padanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah
tersebut dikuasai oleh “pemegang gadai”. Selama itu hak tanah seluruhnya menjadi
hak pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau yang lazim disebut “penebusan”,
tergantung pada kemauan dan kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan. Banyak
gadai yang berlangsung bertahun-tahun, bahkan sampai puluhan tahun karena pemilik
tanah belum mampu melakukan penebusan.”
Gadai tanah adalah merupakan pranata yang muncul dari realisasi kehidupan sosial, Yang
mengandung nilai hukum dan akan tetapi berada dalam kehidupan manusia yang

menggunakannya.37 Dalam sistem hukum adat Minangkabau telah lama dikenal adanya gadai
tanah atau pagang gadai, hal ini disebabkan karena untuk menjual lepas dari tanah itu dalam
pewarisan dan sistem matrilineal sangatlah dilarang, karena tanah adalah salah satu identitas
sebagai orang Minang asli.

33

Ibid.
J.C.T. Simorangkir dan Wiryono Sastro Pranto, Pelajaran Hukum Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung,
1962), hlm. 83
35
S.A. Hakim, Jual Lepas, Jual Gadai dan Jual Tahunan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), hlm. 30
36
Boedi Harsono, Hukum agraria Indonesia, (Jakarta: Jambatan , 2002), hlm. 394
37
Muhammad Yamin, Gadai Tanah Sebagai Lembaga Pembiayaan Rakyat Kecil, (Medan : Pustaka
Bangsa Press, 2004), hlm. 66
34

Universitas Sumatera Utara


Sistem matrilinial adalah suatu prinsip struktur sosial Nagari yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:38
a.

Keturunan dan pembentukan kelompok berpusat disekitar garis keturunan
ibu/mande/wanita : kelompok geneologis ini disebut suku.
b. Payuang atau jurai dan kaum atau paruik adalah kelompok keturunan matrilinial yang
dikepalai oleh laki-laki dan memiliki harta bersama (komunal kolektif). Harta pusaka itu
dalam teorinya tidak dapat di ganggu gugat, tetapi digunakan untuk kaum perempuan
karena perempuan yang akan memberikan keturunan. Sedangkan harta pusaka non
matrilineal termasuk kedudukan adat, gelar diperlambangkan dan diperuntukan bagi
kaum laki-laki yang bertindak sebagai penjaga kelompok matrilineal tersebut.
Gadai adalah perpindahan tanah dengan pembayaran sejumlah uang yang dijual secara
tunai, dan orang yang memindahkan hak tanah itu, jika mendapatkan tanah itu uang sebanyak
yang telah diterimanya dahulu.39 Aspek yang penting dalam gadai adalah uang gadai, perlu
diketahui bahwa uang yang diberikan kepada pemberi gadai bukanlah hutang, dimana pemegang
gadai tidak bisa menagih kembali uang gadai tersebut.40
Gadai adalah suatu transaksi antara penggadai dengan penerima gadai, dimana penerima
gadai berhak untuk mengelola dan memanfaatkan objek dari transaksi gadai tersebut, selama

gadai tersebut belum di tebus oleh penggadai.
Dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, maka hak-hak atas tanah akan meliputi : 41
1. Hak ulayat nagari, yaitu hak nagari atas tanah yang dipergunakan untuk kepentingan
umum atau untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yang dikuasai oleh
penghulu-penghulu nagari secara bersama-sama seperti tanah untuk tempat ibadah,
balai adat dan lain sebagainya.
2. Hak ulayat suku, yaitu hak yang dimiliki dan dikelola oleh suatu suku secara turun
temurun, yang dikuasai oleh penghulu - penghulu dalam persekutuannya untuk
kepentingan suku tersebut dan hanya anggota suku itu saja yang dapat
mempergunakannya.
38

Hasan Basri Dt. Maharajo, Pemanfaatan tanah ulayat sebagai jalan pemecahan masalah tanah ulayat di
Sumatera Barat, (Padang: Makalah, 2007), hlm. 3
39
Nico Ngani, Perkembngan Hukum Adat Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka yustisia, 2012), hlm. 51
40
Ibid.
41
Alisman, Pelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau dinagarai campago
kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal 7 uu, no.56.prp1960, (Semarang : universitas diponegoro,
2005), hlm. 43

Universitas Sumatera Utara

3. Hak atas tanah pusaka tinggi, yaitu hak atas tanah yang dimiliki oleh suatu kaum yang
merupakan milik bersama (komunal) dari seluruh anggota kaum yang diperoleh
secara turun temurun dan selalu berada di bawah kekuasaan penghulu pucuk atau
Datuk sebagai “Mamak Kepala Waris” atau Mamak pemegang waris, yang ditujukan
untuk kepentingan kaum.
Menurut Anwar42 bagi harta pusaka tinggi berlaku ketentuan adat dimana harta
pusaka tinggi tidak boleh dijual.
4. Hak atas pusaka rendah, yaitu hak atas tanah yang diperoleh seseorang atau suatu
“paruik” (Perut) berdasarkan pemberian hibah maupun yang dipunyai oleh suatu
keluarga berdasarkan pencariannya , pembelian, “taruko” (pembukaan tanah baru),
dan lain sebagainya yang telah diwariskan.
5. Hak atas tanah harta pencarian yaitu hak atas tanah yang diperoleh seseorang dengan
pembelian, “taruko”, atau berdasarkan hasil usahanya sendiri dengan tanpa melalui
pewarisan terlebih dahulu.
Di masyarakat hukum adat Minangkabau yang berkuasa atas tanah adalah mamak.
Mamak bertugas dan bertanggung jawab di dalam memelihara, mengurus, dan mempertahankan
tanah yang dikuasasi kaumnya, dan jika perlu menambah dari hasil-hasil pencarian (usaha
pribadi mamak). Bertanggung jawab disini bukanlah berarti bahwa mamak sebagai pemiliknya,
yang berstatus sebagai pemilik atas tanah di dalam masyarakat hukum adat Minangkabau adalah
wanita, sehingga pewarisannya pun dilakukan menurut garis keturunan wanita. Proses
pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari mamak kepada kemenakannnya disebut juga
dengan “pusako basalin”43
Gadai tanah dalam masyarakat Minangkabau timbul dari suatu perjanjian yang sifatnya
tolong menolong, dimana penggadai dan pemegang gadai adalah yang masih mempunyai
hubungan kekeluargaan, sekaum, sesuku, senagari dan ada juga berbeda nagari. Dan gadai tanah
merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yang tidak bisa dihapus begitu saja, karena gadai
tanah tersebut adalah salah satu cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan yang dianggap sangat penting.
42

Anwar Chaidir, Hukum Adat Indonesia : Meninjau Hukum Adat Minangkabau, Jakarta: Rineka Cipta,
1997, hlm. 187
43
Amir, M.S, Pola dan Tujuan Hidup Orang Minangkabau, (Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya, 2013),
hlm. 45

Universitas Sumatera Utara

Aturan mengadaikan harta pusaka itu adalah :44
1. Apabila orang hendak mengadaikan harta pusakanya kerena alasan yang benar sepanjang
adat, terlebih dahulu dia wajib memberitahukan kepada kaumnya yang sama-sama
serumah, kalau ada diantara mereka yang bisa membeli atau memegang harta itu.
2. kalau dari yang serumah tidak ada yang bisa, baru boleh kepada yang sebuah perut, lepas
dari yang sebuah perut baru kepada yang sekampung, lepas sekampung kepada sesuku,
lepas dari sesuku baru beralih ke dalam nagari dan seterusnya.
3. Apabila tidak dilakukan yang seperti itu, maka transaksi itu boleh dibatalkan oleh orang
yang berhak memegang harta itu, menurut jenjang masing-masing tadi. Kalau belum
lepas dari yang serumah, harta telah digadaikan begitu saja kepada orang yang
sekampung maka transaksi itu salah, sepanjang adat dan boleh dibatalkan oleh orang
yang serumah tadi.
4. Sekali-kali dilarang orang yang sekampung atau yang lainnya itu melampui orang
serumah itu, meskipun uang orang itu sudah diterima, dia wajib mengembalikan uang itu
kembali dan menyerahkan kepada orang yang serumah yang sanggup memegang harta
tadi.
5. Jadi transaksi gadai tersebut harus bajanjang naiak batanggo turun, maksudnya harus
sesui dengan urutan yang ada seperti yang di jelaskan diatas, tidak boleh lampau
melampaui, harus sesuai dengan urutan sesuai dengan aturan adat.

2. Objek gadai
Selama gadai berlangsung, penambahan uang gadai juga dimungkinkan apabila
disepakati oleh kedua belah pihak, dalam istilah masyarakat Minangkabau dikenal dengan istilah
“ mampadalam gadai”.dalam penambahan gadai ini biasanya tidak boleh lebih besar dari harga
gadai yang pertama, karena dalam transaksi gadai tersebut, tidak bisa sesuai keinginan dari
penggadai saja, dimana penerima gadai juga memperhitungkan luas dari objek gadai tersebut,
yaitu uang gadai tidak boleh melebihi harga jual dari objek gadai tersebut, tergantung dari objek
gadai tersebut.
Pada dasarnya yang dapat menjadi objek gadai adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ter
Haar sebagai berikut :45

1. Tanah
44

Ibrahim Dt. Sangguno Dirajo, uraian Adat minangkabau, (Bukittinggi 1987), hlm. 201
Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan oleh K. Ng. SoebaktinPoesponoto, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 1980), hlm. 86
45

Universitas Sumatera Utara

Baik itu dalam bentuk perkebunan maupun sawah, yang paling digemari dan banyak di
lakukan oleh masyarakat sebagai objek gadai.
2. Empang-empang ikan
3. Pohon-pohon

Saat ini yang menjadi objek gadai bukan hanya tanah, empang ikan atau pohon saja,
namun telah mengalami perkembangan dimana, yang menjadi objek gadai adalah: 46
1. Sawah
Jika objek gadai adalah sawah, maka biasanya tidak ada jangka waktu gadai, dan dalam
penebusannya boleh dilakukan yaitu tahun kedua atau ketiga setelah gadai disepakati,
dan dalam hal harga gadainya tergantung luas dari sawah tersebut, semakin luas sawah
tersebut, jadi harga gadainya bisa besar juga, namun harga gadai biasanya maksimal
dibawah harga jual dari sawah yang digadaikan, dan biasanya penerima gadai juga
memperhatikan tingkat kesuburan tanah sawah tersebut, karena jika tanahnya tersebut
luas namun kurang subur dan hasil panen pun tidak terlalu banyak, maka uang gadainya
bisa lebih kecil. Karena rata-rata penerima gadai lebih suka47 jika objeknya sawah, dari
pada yang lain, karena jauh lebih menguntungkan dari objek gadai lainnya.
2. Ladang/Kebun
Jika objek gadai adalah kebun, maka hal yang pertam dilihat oleh penerima gadai adalah
isi tanaman yang ada dikebun, selanjutnya luas dan letak kebun tersebut, karena
berdasarkan pertimbangan tersebut, maka harga gadai yang bisa diberikan oleh
penerima gadai tidak akan sama. Selain itu, penerima gadai lebih suka jika dibuatkan
jangka waktu gadai, misalnya 20 tahun, karena rata-rata gadai dengan objek kebun di
46
47

Hasil wawancara dengan YM. DT. Sari Marajo, Wali Nagari Minangkabau pada tanggal 12 Mei 2013.
Hasil wawancara dengan Ainil, Masyarakat di Kecamatan Sungayang, pada tanggal 15 Mei 2013

Universitas Sumatera Utara

Kecamatan Sungayang, terutama di Nagari Sungayang, penerima gadai lebih suka
jangka waktu gadai tersebut diatas 10 tahun, dengan demikian penerima bisa menikmati
hasil dari ladang tersebut, termasuk menanam tumbuhan yang menghasilkan.
Namun ada juga waktunya dibawah 10 tahun, apabila kebun tersebut letaknya strategis,
luas tanah dan tanaman yang ada didalamnya menghasilkan, tanpa perlu ditanami lagi,
seperti pohon kelapa, atau buah-buahan lain seperti pisang, coklat, alpukat, cengkeh,
durian, sawo.
3. Tanaman
Jika yang menjadi objek gadai adalah tumbuh-tumbuhan seperti, pohon kelapa dan
sawo, maka jangka waktunya adalah dibawah sepuluh tahun. Dimana dalam surat gadai
dijelaskan tumbuhan yang mana yang digadaikan, dimana letaknya, berapa jumlah
pohonnya dan selama gadai berlangsung maka penerima gadai berhak untuk mengambil
hasil dari pohon tersebut sampai gadai tersebut di tebus oleh penggadai, dan dalam
pelaksanaannnya, rata-rata masyarakat membuat surat gadai tersebut.
4. Kolam Ikan
Jika objeknya adalah kolam ikan, maka uang gadai tergantung kepada besarnya kolam
dan sumber perairan kolam, karena dengan demikian akan menguntungkan bagi
penerima gadai. Minimal sekali panen ikan, maka gadai baru bisa ditebus oleh penerima
gadai, kecuali diperjanjikan lain, dimana kapanpun sipenggadai bisa menebus gadai
tersebut.
5. Kendaraan Bermotor

Universitas Sumatera Utara

Dimana saat ini kendaraan bermotor juga bisa menjadi objek gadai, baik itu sepeda
motor maupun mobil, dimana selama gadai berlangsung, pemegang gadai berhak untuk
memakai dan memanfaatkan kendaaraan bermotor tersebut.
6. Mesin untuk membajak sawah
Saat ini dalam membajak sawah, masyarakat sudah memakai alat yang disebut mesin
bajak, karena dianggap lebih cepat dan efektif, dan juga bisa dijadikan sebagai objek
gadai.

Objek gadai pada saat ini bukan hanya tanah, tanaman ataupun kolam ikan, tetapi
khususnya di Nagari Minangkabau, kendaraan bermotor sama mesin bajak bisa menjadi objek
gadai atau di Nagari Minangkabau menyebutnya pinjam meminjam, karena istilah gadai diganti
dengan pinjam meminjam, namun maksud dan tujuannya sama dengan transaksi gadai. Hal ini
dikarenakan48 Untuk menghindari ketentuan dari Pasal 7 Undang-Undang No. 56/Prp/1960, yang
mana dijelaskan bahwasanya transaksi gadai tanah maksimal berlangsung 7 tahun, apabila lebih
dari 7 tahun maka transaksi berakshir, sehingga penerima gadai harus mengembalikan objek
gadai kepada penggadai tanpa adanya uang tebusan. Jadi untuk itu, dibuatlah surat pinjam
meminjam.

Isinya selama transaksi berlangsung,

yang meminjamkan berhak untuk

memakai/mengelola atau mengusahakan objek gadai, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat
dalam surat pinjam meminjam yang dibuat oleh pihak peminjam dan yang meminjamkan.
Walaupun bentuk transaksinya sama, namun memiliki perbedaan yang bisa dilihat dari
sifat transaksi tersebut, dimana jika transaksi gadai, sifatnya bukan utang piutang, dimana
kapanpun bisa ditagih oleh yang memegang hutang, sedangkan dalam transaksi gadai, pemegang
gadai tidak bisa memaksa penggadai untuk menebus gadai tersebut, dan kalaupun pemegang
48

Hasil wawancara dengan YM. DT. Sari Marajo, Wali Nagari Minangkabau, pada tanggal 15 Mei 2013

Universitas Sumatera Utara

gadai membutuhkan uang , penerima gadai bisa mengalihkan gadai ke pihak ketiga dengan
sepengetahuan dan persetujuan penggadai. Kalau pinjam meminjam lebih bersifat hutang
piutang, dimana peminjam bisa meminta kembali pinjaman tersebut apabila ia membutuhkan,
jadi pinjam meminjam sama dengan hutang piutang. Untuk itu, telah terjadi kesalah pahaman
penerapan gadai tersebut dalam masyarakat, dengan membuat surat transaksi pinjam meminjam.
Untuk itu penerapan transaksi pinjam meminjam ini perlu di pahami dan dimengerti oleh
masyarakat, jangan hanya karena untuk menghindari ketentuan yang ada, sehingga nilai transaksi
gadai tersebut berubah maksud dan tujuannya.
3. Ciri-Ciri Gadai Tanah.
Ciri-ciri gadai tanah pada umumnya antara lain:49
a. Hak gadai umurnya terbatas, artinya pada sewaktu-waktu akan berakhir atau hapus. Hak
gadai akan berakhir apabila dilakukan dengan penebusan oleh pemiliknya dan tidak dapat
dipaksa oleh pemegang gadai. Hak untuk menebus tidak akan hilang karena daluwarsa
ataupun meninggal dunia pemiliknya dan menebus beralih kepada ahli warisnya.
b. Hak gadai dapat dibebani dengan hak tanggungan lainnya, seperti pemegang gadai
menyewakan tanah/sawah itu untuk memperduai kepada pihak lain. Pihak lain itu boleh
pihak ketiga atau orang yang menggadaikan tanah/sawah tersebut atau menganak gadaikan
(underverponden) kepada pihak lain seizin pemilik tanah / sawah itu yang mengakibatkan
putusnya hubungan gadai tersebut.
c. Hak gadai dapat pula dipindahkan kepada pihak ketiga seizin pemilik yang disebut
“memindahkan gadai” (doorverpoden)
d. Selama gadai berlangsung, maka uang gadainya dapat ditambah yang disebut dengan
“mendalami gadai”.
e. Hak gadai termasuk hak yang harus didaftarkan menurut pasal 19 PP No. 10 tahun 1960
f. Pengambilan benda gadai kalau tanah pertanian setelah dilakukan panen dan paling lama 7
tahun tanpa tebusan.
Namun ciri-ciri gadai tanah yang dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut:50
a. Transaksi gadai seringkali dilakukan antara kerabat keluarga.

49

Syamsul Bahri Dt. Saripado, Hukum Agraria Indonesia Dulu dan Kini II, ( Padang, 1987), hlm. 153

50

Hasil wawancara dengan Hamyar, Wali Nagari Sungai Patai di Kecamatan Sungayang, Pada tanggl 20

Mei 2013

Universitas Sumatera Utara

b. Transaksi gadai berdasarkan harga emas. Sehingga jumlah saat menggadai dan pada saat
penebusan harga emas bisa jauh lebih tinggi.
c. Gadai akan hapus bila dilakukan penebusan oleh penggadai.
d. Jika pemegang gadai meninggal dunia, maka gadai tersebut bisa diwariskan kepada ahli
warisnya.
e. Selama gadai berlangsung, maka atas persetujuan kedua belah pihak, uang gadainya
dapat ditambah.
f. Transaksi gadai dilakukan secara lisan maupun tulisan.
g. Tidak adanya jangka waktu transaksi gadai, sehingga ada transaksi yang berjalan puluhan
tahun.
4. Syarat-syarat Gadai Tanah
Untuk dapat melaksanakan transaksi gadai tanah, haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:51
a. Gadai dianggap sah apabila semua ahli waris telah menyetujuinya. Dan apabila masih
ada salah seorang saja yang berkeberatan, gadai dianggap tidak sah
b. Jangka waktu perjanjian gadai sekurang-kurangnya sampai si pemegang gadai telah
memetik hasil dari objek gadai yaitu minimal satu kali panen
c. Penerima gadai tidak boleh menggadaikan lagi tanah atau sawah yang menjadi objek
gadai kepada pihak ketiga tanpa persetujuan penggadai pertama, sebaliknya penggadai
pertama wajib menyetujui pengoperan gadai ke pihak ketiga, bila penerima gadai
memerlukan uangnya dan si penggadai belum dapat menebus. Dalam hal ini,
pengggadai pertama atau ahli warisnya dapat menebus gadai tersebut langsung kepada
pihak ketiga.
d. Penggadai boleh meminta tambahan harga gadai dalam masa perjanjian gadai tanah
berjalan, sebaliknya penebusan tidak bisa dilakukan dengan cicilan.
e. Jika salah satu pihak yang membuat perjanjian gadai tanah meninggal dunia atau
keduanya meninggal maka hak gadai atau hak tebus diwariskan kepada ahli warisnya
masing-masing.
f. Jika dalam masa perjanjian gadai itu telah terjadi kerusakan terhadap harta gadaian,
umpamanya karena bencana alam, kedua belah pihak tidak terikat pada masalah ganti

51

A. A Navis, op cit, hlm. 113

Universitas Sumatera Utara

rugi. Pemegang berhak memperbaiki kerusakan itu serta menggarapnya terus
sebagaimana biasa.
g. Jika yang digadaikan itu tanaman keras seperti kelapa atau cengkeh, pemegang berhak
mengambil hasilnya, tetapi tidak boleh menebang pohonnya.

5. Alasan Gadai Tanah
Pada umumnya tanah di Minangkabau adalah tanah pusaka (pusaka tinggi atau pusaka
rendah). Maka untuk menggadaikan tanah tersebut harus mendapat persetujuan dan kesepakatan
dari semua ahli waris tanah itu, disamping harus pula mendapat persetujuan dari atau disaksikan
oleh kepala suku atau penghulu. Berdasarkan adat Minangkabau Ada 4 alasan gadai itu bisa
dilakukan yaitu :52
a. Rumah gadang katirisan, artinya rumah adat sudah rusak perlu di perbaiki.
b. Gadih gadang alun balaki, artinya ada gadis yang sudah patut dikawinkan, tetapi
ongkos tidak ada untuk mengisi adat dan untuk perhelatan perkawinan.
c. Maik tabujua ditangah rumah, artinya, tanah boleh digadaikan, untuk menutupi
biaya kematian, penguburan.
d. Adat tidak berdiri, artinya pada kaum atau rumah itu itu sudah perlu didirikan
penghulu atau atau sudah lama pusaka penghulu terbenam saja, karena biaya untuk
mengisi adat pada nagari tidak cukup.
Namun dalam kenyataannya sekarang, sesuai dengan kemajuan dan perkembangan
masyarakat, ada masyarakat yang menggadaikan tanahnya bukan karena 4 (empat) alasan diatas,
tetapi alasan menggadai adalah untuk :53
a. Untuk menutupi ketekoran dagang
b. Untuk biaya pengobatan
c. Untuk biaya pendidikan anak-anak
d. Karena kaumnya punah atau hampir punah

52

Mochtar Naim, Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, (Padang : Sri Darma, 1968),

53

Ibid. hlm. 141

hlm. 30

Universitas Sumatera Utara

Alasan masyarakat untuk melakukan transaksi gadai adalah suatu keterpaksaan yang
tidak bisa di tunda, dimana hal ini dilakukan karena tidak ada lagi jalan lain yang bisa ditempuh
oleh masyarakat, kalaupun diusahakan dengan jalan meminjam uang kepada saudara, sahabat
maupun tetangga tidak akan bisa di peroleh, karena selain keadaan perekonomian masyarakatnya
yang sederhana, dilain pihak juga ketakutan bagi masyarakat, jika meminjamkan sejumlah uang
yang cukup besar tanpa adanya jaminan, sulit untuk di tagih dan masyarakat takut uang tersebut
tidak dikembalikan. Jika di tempuh dengan melakukan pinjaman ke Bank, hal pertama yang
terpikir oleh masyarakat adalah Jaminan yang tidak ada, selain itu prosedur yang cukup banyak
yang membutuhkan waktu yang lama, selain itu angsuran yang harus dibayar perbulannya
dianggap memberatkan, belum lagi ketakutan masyarakat untuk berurusan dengan Bank adalah
penyitaan objek pinjamn jika tidak bisa membayar pinjaman dan ditambah lagi rasa malu kepada
tetangga dan saudara atas penyitaan tersebut, untuk itu transaksi gadai merupakan cara yang
dianggap lebih cepat
6. Penebusan Gadai
Penebusan gadai oleh penggadai kepada pemegang gadai, walaupun tidak diperjanjikan,
namun berdasarkan kebiasaan dari masyarakat, jika objek gadainya adalah sawah, maka
penebusannya hanya bisa dilakukan pada tahun kedua atau ketiga. Maksud tahun kedua atau
ketiga adalah dimana paling cepat gadai tersebut boleh ditebus setelah 2 tahun tanah tersebut
dikelola oleh penerima gadai, baru gadai tersebut boleh ditebus54. Hal ini tidak di tuliskan dalam
surat gadai, kecuali diperjanjikan lain, dimana dalam surat gadai tersebut dijelaskan bahwa
penggadai boleh membayar/ menebus gadai tersebut, kapanpun juga, maka ketentuan tahun ke
dua dank ke tiga tidak berlaku, yang berlaku adalah ketentuan dalam surat gadai tersebut.

54

Hasil wawancara dengan Suma, Masyarakat Kecamatan Sungayang, pada tanggal 16 Mei 2013.

Universitas Sumatera Utara

Dalam penebusan gadai yang ada didalam masyarakat, bersifat tunai dan untuk itu
pembayaran gadai tersebut haruslah dibayar tunai seluruhnya, dimana menurut Ter Haar :
”Pembayaran sebagian …...sangat jarang terjadi, karena penghulu-penghulu masyarakat
menuntut pembayaran penuh dari uang harga yang telah disepakati sebagai syarat untuk
memberikan bantuannya. Dalam hal pembayaran dilakukan sebagian dilakukan oleh
pemegang gadai,….apabila timbul perselisihan akibat tidak dibayarnya sisa uang gadai,
menurut hukum adat perkara ini harus ditinjau dari sudut perbuatan tunai sepenuhnya.
Jadi uang tunggakan tersebut seharusnya dianggap sebagai suatu pinjaman uang biasa,
seakan-akan sesudah ‘perbuatan tunai’ penuh tadi, sebagian uang pembayaran
dipinjamkan kembali kepada si pembayar uang yaitu sipenerima tanah”55

Rata-rata yang melakukan gadai tanah adalah masyarakat yang mata pencahariannya
bertani, selain itu, yang menerima gadai adalah masyarakat yang perekonomiannya tergolong
menengah keatas, dan sebagian besar ada gadai yang di kuasai oleh satu orang, sehingga, tujuan
awal dari gadai untuk menolong yang membutuhkan, berubah menjadi tempat untuk
mendapatkan keuntungan dan mengumpulkan harta. Sehingga gadai tersebut dimanfaatkan untuk
hal yang tidak baik, karena gadai tersebut saat ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat yang
sesama satu Nagari, bisa juga antara masyarakat yang beda Nagari.
Untuk itu, kebiasaan masyarakat di Kecamatan Sungayang, dalam melakukan transaksi
gadai dapat dilihat berdasarkan kebiasaan di tiap-tiap Nagari yang ada, yaitu:
1. Nagari Minangkabau
Nagari Minangkabau jumlah penduduknya adalah ±2927 orang, yang rata-rata mata
pencahariannya adalah bertani. Luas daerahnya ± 845 hektar, luas perkebunan ±165 hektar dan
luas sawahnya± 223 hektar.

55
56

56

Namun sebagian dari sawah-sawah yang ada di nagari

Ter Haar, op cit, hlm. 110
Hasil wawancara dengan YM. DT. Sari Marajo, Wali Nagari Minangkabau, pada tanggal 15 Mei tahun

2013

Universitas Sumatera Utara

minangkbau, bukanlah milik dari masyarakat Nagari Minangkabau, sehingga masyarakatnya
sebagian kecil yang tidak mempunyai tanah pertanian, bekerja sebagai penggarap saja57.
Saat ini Nagari minangkabau, merupakan Nagari terbaik di Kecamatan Sungayang, hal
ini bisa dilihat dari kehidupan masyarakatnya yang aman, tentram dan sejahtera, hal ini tidak
terlepas dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Wali Nagari Minangkabu, yaitu YM. DT.
Sari Marajo. Karena loyalitasnya yang begitu besar, dan semakin berkembangnya kehidupan
masyarakat, sehingga pada saat ini, jabatan Wali Nagari merupakan periode kedua. Semasa
jabatannya, Nagari Minangkabau pernah mendapat juara pertama dalam perlombaan kategori
nagari terbersih di Kabupaten Tanah Datar, selain itu terbentuknya kelompok tani, sehingga
memberikan tambahan pengetahuan masyarakat tentang bertani dan adanya pembagian pupuk
gratis buat petani-petani yang ada di nagari minangkabau.
Berdasarkan keterangan dari upik58, gadai tanah yang telah berlangsung ±20 tahun
tersebut dengan objek gadainya adalah sawah, gadai tanah tersebut awalnya dilakukan oleh
orang tuanya, dengan alasan untuk membiayai rumah sakit ayahnya, yang menderita penyakit
struk berat, dan membutuhkan biaya yang cukup besar, dan uang gadai yang disepakati adalah
sebesar 2 piah.59 Dan gadai tersebut dipegang oleh tetangga upik, yang masih mempunyai
hubungan keluarga, dan gadai tersebut belum bisa ditebus oleh upik, dikarenakan tidak adanya
biaya untuk menebus, karena upik dan suami yang berprofesi sebagai petani, yang hanya bisa
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekolah anaknya.
Menurut upik, gadai tanah yang masih merupakan suatu kebutuhan masyarakat
disekitarnya, dimana saat ini gadai tersebut dilakukan untuk biaya pendidikan kuliah anak57

Ibid.
Hasil wawancara dengan Upik, masyarakat Nagari Minangkabau pada tanggl 17 Mei 2013
59
1 (satu) piah sama dengan 7 emas, dan 1 emas sama dengan 2,5 (dua setengah) gram jadi kalau 2 piah
sama dengan 14 emas atau 35 gram. Jika saat ini harga 1 gram emas adalah Rp 450.000 (empat ratus lima puluh
ribu), maka 35 gram × Rp. 450.000 = 15.750.000,58

Universitas Sumatera Utara

anaknya, hal ini bisa dilihat dari beberapa saudara dari upik, selain sawah, ada juga yang
menggadaikan kolam ikan. Selain itu, dengan adanya kebijakan dari Wali Nagari, yaitu istilah
gadai tanah tersebut diganti dengan pinjam meminjam, sehingga cakupannya lebih luas, sehingga
bukan hanya pertanian, tumbuhan ataupun kolam ikan yang bisa mmenjadi objek pinjam
meminjam, kendaraan seperti sepeda motor, mobil, atau mesin yang menghasilkan bisa dijadikan
objek g adai.
Kebijakan lain yang tidak jauh pentingnya yang dibuat oleh Wali Nagari Minangkabau
adalah masalah Gadai tanah, dengan adanya pemahaman dan pengetahuan tentang hukum,
sehingga Wali Nagari mengeluarkan suatu kebijakan tentang masalah gadai tanah yang
dilakukan masyarakat di Nagari Minangkbau. Dimana dalam hal menggadai, istilahnya diganti
dengan pinjam-meminjam, walaupun sebenarnya masyarakat masih menyebutnya dengan gadai,
dan dalam pelaksanaannya tidak hanya dalam bentuk tanah sebagi objeknya, bisa juga dalam
bentuk barang bergerak seperti mobil, sepeda motor, kolam ikan, tanaman60, setelah itu
masyarakat disarankan untuk membuat surat pinjam-meminjam, jika objeknya adalah sawah,
maka isinya menjelaskan bahwa:
” dengan ini A meminjamkan uang sebesar Rp. …… atau …….emas/emas murni USA polos/
emas murni USA bekas kepada B, dan selama B belum melunasi pinjamannya, maka A
berhak untuk mengelola dan memungut hasil dari sawah milik B, yang terletak di……sebelah
utara berbatasan dengan, sebelah selatan berbatasan dengan……………”61
Jika objek gadai seperti kendaraan maka penerima gadai berhak untuk memakai atau
memanfaatkan kendaraan tersebut, selama gadai berlangsung, hal ini bila penggadai tidak mau
menjual lepas kendaraannya untuk kepentingan yang mendesak, untuk itu, bukan hanya surat60

Hasil wawancara dengan YM. DT. Sari Marajo, Wali Nagari Minangkabau, pada tanggal 15 Mei tahun

61

Ibid.

2013

Universitas Sumatera Utara

surat bukti kepemilikan kendaraan saja yang di pegang oleh penerima gadai, namun penerima
gadai berhak untuk memakai atau memanfaatkan kendaraan tersebut. Dimana jika sepeda motor
bisa dijadikan untuk ojek atau dipakai sendiri oleh penerima gadai. maka bunyi surat pinjam
meminjamnya adalah :
“dengan ini A meminjamkan uang sebesar Rp. …… atau …….emas/emas murni USA polos/
emas murni USA bekas kepada B, dan selama B belum melunasi pinjamannya, maka A
berhak untuk menggunakan dan memanfaatkan kendaraan mobil/sepeda motor milik B,
dengan merek……..BA……warna……jenis….atas nama....”62
Sebagian besar sawah yang ada di Nagari Minagkabau sudah menjadi milik masyarakat
sungayang, sehingga masyarakat setempat hanya sebagai penggarap saja. Sehingga selain sawah,
yang bisa menjadi objek gadai oleh masyarakat adalah kolam ikan, seperti pinjam meminjam
yang dilakukan oleh Mawan, dimana objeknya adalah kolam ikan, yang terletak tidak jauh dari
rumahnya, yang telah berlangsung ±5 tahun, dengan pinjaman sebesar 10 emas, untuk
membiayai anaknya masuk Perguruan Tinggi, dimana dalam surat pinjam meminjam dijelaskan
bahwasanya, selama pinjaman belum dibayar, maka kolam ikan tersebut boleh dikelola oleh
yang meminjamkan uang, dan dalam pinjam meminjam ini tidak ada batasan waktunya. Bagi
masyarakat gadai tanah merupakan satu-satunya cara yang paling cepat untuk mendapatkan
uang, apalagi keadaan masyarakat yang saat ini tidak mau membantu atau memijamkan uang
dalam jumlah besar jika tidak ada jaminannya, sehingga gadai tersebut terpaksa dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan yang mendesak tersebut.

62

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Apa yang telah diuraikan tersebut diatas dapat dilihat secara tabel dibawah ini:
Tabel 1.
NO

Gambaran transaksi gadai di Nagari Minangkabau.
Keterangan

1. Upik/Penggadai
2. Mawan/Penggadai
3. Irad/Pagang gadai

Objek
Sawah
Kolam
ikan
Sawah

Jumlah uang
gadai
2 piah
10 emas

Lamanya
gadai
±20 tahun
±5 tahun

Bentuk transaksi

-

-

Tertulis

Tertulis
Tertulis

Sumber : Hasil wawancara yang telah diolah, pada bulan Mei 2013

Setelah membuat surat pinjam meminjam, maka surat tersebut ditandatangi, oleh para
pihak dan jika yang menjadi objek gadai adalah tanah pusako tinggi, maka harus diketahui dan
ditanda tangani oleh mamak kepala waris, dan berserta ahli waris lainnya, tapi jika harta pusako
rendah maka seluruh ahli waris harus menandatangani, dihadiri dua orang saksi yang ikut
menandatangani, dan yang terakhir diketahui dan ditanda tangani oleh Wali Nagari, dan
didaftarkan di kantor Wali Nagari.
Dengan didaftarkannya ke kantor Wali Nagari, bertujuan :
a. Sebagai bukti jangka panjang, jika surat tersebut, ilang/terbakar maka bisa diminta
fotocopynya di kantor Wali Nagari Minangkabau
b. Untuk melindungi kepentingan para pihak
Sistem pinjam meminjam yang diterapkan oleh Wali Nagari Minangkabau ini, mendapat
tanggapan yang positif dari masyarakat, hal ini tidak terlepas dari cara pendekatan atau sosialisai
yang baik yang dilakukan oleh Wali Nagari terhadap masyarakat Nagari Minangkbau, yaitu:
mulai dari obrolan di warung, atau himbauan-himbauan dalam setiap acara yang dilaksanakan di
Nagari Minangkabau.
Istilah pinjam-meminjam ini, telah diterapkan oleh Wali Nagari sejak awal
pengangkatannya yaitu pada tahun 2004, dan dengan adanya perubahan yang dilakukan oleh
Wali Nagari tersebut, sampai pada saat penelitian ini dilakukan tidak ada lagi persoalan yang

Universitas Sumatera Utara

timbul atas gadai tanah di Nagari Minangkabau. Dan adanya kesadaran masyarakat untuk
memperbaharui surat gadai yang telah berlangsung puluhan tahun, dimana dengan adanya
pembaruan surat yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu untuk menghindari sengketa,
dengan lebih menjelaskan dengan rinci isi dari surat yang telah ada, atau membuat surat bukti
gadai karena selama ini gadai tersebut berlangsung secara lisan.

2. Nagari Sungayang
Nagari yang berbatasan dengan Nagari Minangkbau ini, jumlah penduduknya ± 2809
orang, luas daerahnya ± 8 km, luas perkebunan ± 275 hektar dan luas sawah ± 202 hektar.
Pendidikan rata-rata masyarakatnya adalah tamatan SMA (sekolah menengah Atas), mata
pencaharian rata-rata penduduknya adalah bertani dan wiraswasta.

Dan sebagian besar

penduduknya merantau, sehingga di Nagari Sungayang banyak sekali rumah-rumah yang tidak
dihuni, dan masalah tanah pertanian biasanya diserahkan pengelolaan terhadap saudara yang
berdomisili di Nagari Sungayang, dan ada juga yang disewakan atau pengelolaan dengan bagi
hasil.
Wali Nagari Sungayang, yang bernama Izhar Rasyid, dimana baru menjabat ± 6 bulan,
sehingga belam banyak kebijakan-kebijakan yang dibuat, selain itu, selama 2 tahun terkahir ada
sedikit perubahan kebiasaan masyarakat dalam melakukan gadai tanah, dimana adanya
kesadaran masyarakat untuk memberitahukan atau melaporkan atas transaksi gadai tanah
dilakukan, sehingga akan lebih memberikan perlindungan atas kepentingan antara penggadai dan
penerima gadai tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan beberapa masyarakat di Nagari
Sungayang, gadai tanah masih dilakukan dan merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihilangkan

Universitas Sumatera Utara

dalam kehidupan masyarakat Nagari Sungayang saat ini. hal ini disebabkan adanya kebutuhan
yang mendesak yaitu :
a. Kebutuhan untuk pesta perkawinan
b. Kebutuhan untuk biaya kuliah anak/cucu/kemenakan
c. Kebutuhan untuk biaya pengobatan yang sangat besar jumlahnya
Gadai tanah yang dilakukan oleh masyarakat saat ini sudah mengalami perkembangan
yang cukup baik, dimana bagi masyarakat yang mengerti akan kerugian yang disebabkan gadai
yang terlalu lama, maka dalam menggadai dibuatlah surat perjanjian gadai, dan salah satu
klausulanya menetapkan batas waktu gadai berlangsung, biasanya paling lama 10 tahun, dan
surat gadainya diketahui oleh Wali Nagari Sungayang.63 Namun sebgaian masyarakat masih
banyak yang melakukan transaksi gadai tanah atas dasar kepercayaan dan tanpa membuat surat
bukti gadai tersebut, seperti yang dilakukan oleh Suma, dimana gadai tersebut telah berlangsung
selama ±8 tahun, dimana Suma menggadaikan sawahnya kepada seseorang yang telah dikenal
lama, karena letak sawahnya yang berdekatan, dimana sawah tersebut terletak di Nagari
Minangkabau, dan penerima gadai tersebut berdomosili di Sungai Tarab yang bersebelahan
dengan Nagari Minangkabau, sehingga Suma dan penerima gadai hanya berlandaskan
kepercayaan saja, tanpa membuat surat bukti gadai, dan hal ini ditakutkan akan menimbulkan
masalah, dan setelah adanya penelitian ini, dan dari hasil wawancara langsung, maka penggadai
yaitu Suma berniat untuk membuat surat gadai tersebut, untuk menghindari konflik dikemudian
hari.
Bagi masyarakat yang membuat surat gadai pun tidak mencantumkan jangka waktu
gadai, yang dijelaskan dalam surat gadai adalah :64

63
64

Hasil wawancara dengan Nofri Nofrizar, Sekretaris Wali Nagari Sungayang. Pada tanggal 17 Mei 2013
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

1. Pihak penggadai dan penerima gadai
2. Berapa jumlah/total gadai yang disepakati, baik dalam bentuk uang atau emas
3. Apa yang menjadi objek gadai dan alamat objek tersebut
4. Bagaimana penebusan gadai
5. Apabila objeknya sawah, maka paling cepat boleh di lunasi gadai tersebut tahun
kedua atau ketiga setelah gadai berlangsung
Selain sawah, Tanaman buah seperti kelapa dan buah sawo, juga digadaikan oleh
masyarakat, dan biasanya maksimal 10 tahun65 tergantung jumlah uang gadai yang diberikan dan
rata-rata memakai surat gadai. Dan bagi masyarakat yang tidak mau berlalurut dengan hutang
piutang yang dibuat dalam bentuk gadai, ada juga yang melakukan gadai tersebut memakai
jangka waktu, seperti dilakukan oleh sutan66, baginya, gadai jika tidak memakai jangka waktu
maka, akan menyulitkannya untuk menebusnya kembali, untuk itu, gadai tanah yang dilakukan
hanya selama 5 tahun, jadi sebelum waktu gadai habis, Sutan sudah mulai mengumpulkan uang
untuk menebus gadai tersebut. Menurut Sutan, gadai yang tidak memakai jangka waktu, akan
menyulitkan bagi masyarakat untuk menebusnya, selain itu masyarakat akan lalai untuk
membayarnya, karena tidak adanya keharusan untuk membayar cepat, sehingga motifasi untuk
mengumpulkan uang untuk menebuspun berkurang.
Namun kendala dalam lapangan, dimana penerima gadai, tidak mau jika gadai tersebut
hanya dihitung berdasarkan jumlah uang yang dipinjam, kebanyakan penggadai lebih suka jika
dalam penebusan tersebut dihitung berdasarkan harga emas pada saat penebusan, dengan
demikian penerima gadai akan lebih mendapatkan keuntungan yang besar, karena kalau

65
66

Ibid.
Hasil wawancara dengan Sutan, Masyarakat Nagari Sungayang, pada tanggal 18 Mei 2013

Universitas Sumatera Utara

seandainya tidak menguntungkan maka penerima gadai juga tidak mau melakukan transaksi
gadai tersebut.67
Pemegang gadai yang palaing dikenal di kecamatan sungayang adalah Irad, karena
banyak gadai yang dipegang oleh Irad, baik itu di Nagari Minangkabau, Nagari Sungayang, dan
Nagari Tanjung, hal ini mengakibatkan banyak sekali gadai yang dipegang oleh Irad, dan ratarata objek gadainya adalah sawah, dan tidak ada jangka waktu dalam gadai yang dilakukan serta
dalam penebusan pun berdasarkan besarnya harga emas ketika penebusan berlangsung. Dan
transaksi ini telah dilakukan oleh Irat sudah belasan tahun lamanya.
Di Nagari Sungayang, saat ini masih banyak tanah-tanah yang tergadai yang telah
berlangsung puluhan tahun, dan hal ini disebabkan karena belum mampunya penggadai untuk
menebus uang gadai tersebut, selain itu, adanya tanah yang digadaikan oleh salah satu anggota
keluarganya secara diam-diam tampa sepengetahuan ahli waris lainnya. Contohnya ada sebuah
kasus yang dialami oleh ibu Nurleli, umur 54 tahun yang berdomisili di Nagari Sungayang,
dimana saat ini ibu tersebut tinggal seorang diri, karena tidak punya anak, dan suaminya baru
saja meninggal karena sakit-sakitan bertahun-tahun sehingga untuk membiayai pengobatan
suaminya ia menggadaikan perkebunannya untuk 20 tahun kedepan dengan uang gadai sebesar
2 (dua) piah emas, yang saat ini gadai tersebut baru berlangsung satu tahun, selain itu ada tanah
perkebunan yang digadaikan oleh saudara laki-lakinya, yang telah berlangsung 20 tahun, tanpa
diketahui oleh ibu Nurleli dan ahli waris lainnya, setelah saudaranya meninggal barulah
diketahui bahwasanya tanah tersebut sudah tergadai, selain itu ada juga sawahnya yang
digadaikan saat ini sudah berlangsung ± 30 tahun, namun karena faktor ekonomi, ibu tersebut
tidak sanggup untuk membayar atau menebus gadai tersebut, sehingga saat ini ibu tersebut Cuma
bisa pasrah, dan yang bisa ia lakukan saat ini adalah menyimpan dan mengirim bukti gadai yang
67

Hasil wawancara dengan Nofrizar, Sekretaris Nagarai Sungayang, pada tanggal 17 Mei 2013

Universitas Sumatera Utara

ada ke sanak saudara yang semuanya merantau di pulau jawa, sehingga apabila ada familinya
yang mau membantu menebus gadai tersebut baik ibu tersebut masih hidup atau meninggal,
sehingga Warisan orang tuanya tidak hilang begitu saja.
Apa yang telah diuraikan tersebut diatas dapat di lihat berdasarkan tabel dibawah ini :
Tabel 2.
NO

Gambaran transaksi gadai di Nagari Sungayang.
Keterangan

Objek

Lamanya
gadai
±8 tahun

Bentuk transaksi

Sawah

Jumlah uang
gadai
1 ringgit

1. Suma/Penggadai
2.

Nelly/Penggadai

Kebun

2 piah

±20 tahun

Tertulis

3.

Sutan/Penggadai

Sawah

10 juta

±3 tahun

Tertulis

4.

Irad/Pagang gadai

Sawah

-

-

Tertulis

5.

Fajri/Pagang gadai

Sawah

-

-

Tertulis

Tidak tertulis

Sumber : Hasil wawancara yang telah diolah, pada bulan Mei 2013

3. Nagari Sungai Patai
Luas daerah Nagari Sungai Patai adalah ± 1400 hektar, jumlah penduduknya ± 2080
orang, luas sawah ± 210 hektar, luas tanah perkebunannya ± 180 hektar dan luas hutannya 800
hektar. Rata-rata pendidikan masyarakatnya adalah tamatan SLTA (Sekolah Lanjut Tinggkat
Atas). Nagari yang rata-rata mata pencaharian masyarakatnya adalah bertani, selain itu
masyarakat juga memanfaatkan hasil dari hutan yang jaraknya sangat dekat dengan pemukiman
masyarakat. Kehidupan masyarakat Nagari Sungai Patai saat ini semakin berkembang, yaitu
semakin banyaknya indutri rumahan, yang mengelola singkong menjadi keripik, yang saat ini
pemasarannya tidak hanya di Kecamatan Sungayang. Namun sudah mulai menyebar kedaerahdaerah lain yang ada di Sumatera Barat.68
Wali Nagari Sungai Patai bernama Hamyar, selama menjabat sebagai Wali Nagari, belum
ada permasalahan yang rumit yang terjadi didalam masyarakat, disebabkan kehidupan
68

Hasil wawancara dengan Hamyar, Wali Nagari Sungai Patai, pada tanggal 18 Mei 2013.

Universitas Sumatera Utara

masyarakat

Dokumen yang terkait

Analisis yuridis undang-undang nomor 56 PRP tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian sebagai upaya pembaharuan hukum agraria di Indonesia

1 21 45

PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN MENURUT HUKUM ADAT DI DESA RANCATUNGKU KECAMATAN PAMEUNGPEUK KABUPATEN BANDUNG DIKAITKAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 56 PRP TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS.

0 0 1

KAJIAN YURIDIS PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN SECARA ABSENTEE DI KABUPATEN SUKOHARJO SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 56 PRP TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN.

0 0 17

UNDANG UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

0 0 14

Kajian Hukum Atas Gadai Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau Di Kecamatan Sungayang Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 56 Prp 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian

0 0 11

Kajian Hukum Atas Gadai Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau Di Kecamatan Sungayang Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 56 Prp 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian

0 0 1

Kajian Hukum Atas Gadai Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau Di Kecamatan Sungayang Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 56 Prp 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian

1 6 22

Kajian Hukum Atas Gadai Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau Di Kecamatan Sungayang Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 56 Prp 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian

0 0 4

IMPLEMENTASI UNDANG UNDANG NOMOR 56 Prp TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH PERTANIAN DI BAWAH BATAS MINIMUM DI KABUPATEN PATI TESIS

0 0 15

KEBIJAKAN PENYELESAIAN TANAH “ABSENTEEGUNTAI” DI KABUPATEN BOYOLALI BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 56 PRP TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN TESIS

0 1 10