Pembuatan Magnet Barium Heksaferit (BaFe12O19) dengan Metode Metalurgi Serbuk dan Karakterisasinya

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet.
Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia
kecil. Menurut cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan
sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau campuran
logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi atau baja inilah yang disebut
magnet.
Di dalam kehidupan sehari-hari kata “magnet” sudah namun sering juga
berpikir bahwa jika mendengar kata magnet selalu berkonotasi menarik
benda.Untuk bisa mengambil suatu barang dari logam (contoh obeng besi) hanya
dengan sebuah magnet, misalkan pada peralatan perbengkelan biasanya
dilengkapi dengan sifat magnet sehingga memudahkan untuk mengambil benda
yang jatuh di tempat yang sulit dijangkau oleh tangan secara langsung. Bahkan
banyak peralatan yang sering digunakan, antara lain bel listrik, telepon, dinamo,
alat-alat ukur listrik, kompas yang semuanya menggunakan bahan magnet.
(Anonim, 2014).
Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta
telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet

terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun
teratur), magnet-magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang
bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak
teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya
kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub,
yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujungujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutubkutubnya. Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik
lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam
mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua

Universitas Sumatera Utara

contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan
oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh
magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional
(SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1
weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi (Anonim,
2014).

2.2 Macam-macam magnet
Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu:
a. Magnet permanen.
Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan
magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut
magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Magnet
permanen dibuat orang dalam berbagai bentuk dan dapat dibedakan
menurut bentuknya menjadi :
-

Magnet batang

-

Magnet ladam (sepatu kuda)

-

Magnet jarum

-


Magnet silinder

-

Magnet lingkaran

b. Magnet remanen
Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan
magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan
cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam.
Bila suatu bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang
dihasilkan tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet
remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus
dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan
cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem
ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa
kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang

Universitas Sumatera Utara


dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus
listriknya. (Erni, 2011)
2.3 Sifat – Sifat Magnet Permanen
Sifat – sifat kemagnetan permanen magnet (hard ferrite)dipengaruhi oleh
kemurnian bahan, ukuran bulir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter
kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remenensi akan
berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan
kehilangan sifat kemagnetannya (Taufik, 2006).
2.3.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet.
Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya.
Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya.
Tinggi koersivitas, juga disebut medan koersif, dari bahan feromagnetik.
Koersivitas biasanya diukur dalam Oersted atau ampere / meter dan
dilambangkan Hc (Pooja, 2010).
2.3.2 Remanen
Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi
pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B

menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas sangat
dipengaruhi oleh nilai remanensinya. Oleh karena itu besar nilai remanensi
yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet permanen
menjadi sangat penting (Jiles, 1996).
2.3.3 Temperatur Currie
Temperature Currie

c

dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana

fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur
menjadi tidak teratur.
Takanori, 2011 menganalisa sifat magnet dan pengaruhnya terhadap
temperatur Curriedengan pensubsitusian ion TI dan Co. Dari hasil
penelitiannya padakomposisi x = 2,5, sifat ferrimagnetikberubah menjadi
paramagnetik dannilai temperature Currienya naik seiring naiknya komposisi

Universitas Sumatera Utara


subsitusi Ti dan Co. Dimana untuk x = 2,5 temperatur currienya adalah 692
o

Csedangkan pada x=5 temperatur Currienya 730oC. Hal tersebut juga

mempengaruhi penurunan nilai remanensinya.
2.3.4 Medan anisotropi (HA)
Medan anisotropi (HA), juga merupakan nilai instrinsik yang sangat penting
dari magnet permanen karena nilai ini dapat di definisikan sebagai koersivitas
maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar yang diberikan
dengan arah berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen.
Anisotropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet,
struktur kristal, efek stress, dan lain sebagainya (konsorsium magnet).

2.4 Sifat Kemagnetan Bahan
Sifat – sifat kemagnetan bahan pada material magnet dapat diklasifikasikan
antara lain diamagnetik, paramagnetik, ferromagnetik, antiferromagnetik dan
ferrimagnetik.
2.4.1 Ferromagnetik
Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki


nilai

suseptibilitas

magnetikpositif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan
magnetik luar dapat menyebabkanderajat penyearahan yang tinggi pada
momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini
dapat bertahan sekalipun medan kemagnetannya telah hilang. Hal ini terjadi
karena momen dipol magnetik atom dari bahan – bahan ferromagnetik ini
mengarahkan gaya – gaya yang kuat pada atom disebelahnya.Sehingga dalam
daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun
medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol magnetik
yang disearahkan ini disebut daerah magnetik. Dalam daerah ini, semua
momen magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah
sehingga

momen magnetik total

dari


kepingan

mikroskopi

bahan

ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal (Tipler, 2001).

Gambar 2.1 Momen Magnetik Dari Sifat Ferromagnetik

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Ferrimagnetik
Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang
berlawanan

tetapi

momen


magnetiknya

tidak

sama

besar.

Bahan

ferrimagnetik memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan
ferromagnetik, beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan
magnetite (Mujiman, 2004).

Gambar 2.2 Momen Magnetik Dari Sifat Ferrimagnetik
2.4.3 Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan – bahan yang memiliki suseptibilitas
magnetik Xm yang positif dan sangat kecil. Paramagnetik muncul dalam
bahan yang atom – atomnya memiliki momen magnetik hermanen yang

berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat Medan
magnetik luar, momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan adanya
medan magnetik luar, momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan
medannya, tetapi ini dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi
acak akibat gerakan termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan
dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan dan pada temperaturnya.
Pada medan magnetik luar yang kuat pada temperatur yang sangat rendah,
hampir seluruh momen akan disearahkan dengan medannya (Tipler, 2001).

Gambar 2.3 Momen Magnetik Dari Sifat Paramagnetik
Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki
momen magnetik permanen yang akan cenderung menyearahkan diri sejajar
dengan arah medan magnet dan harga suseptibilitas magnetiknya berbanding
terbalik terbalik dengan suhu T adalah merupakan hukum Currie (Tipler,
2001).
2.3.4 Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh Faraday pada

Universitas Sumatera Utara


tahun 1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini
memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi
momen magnetik pada bismuth pada arah berlawan dengan medan induksi
pada magnet (Tipler, 2001).

2.5 Kurva Histerisis
Kurva histerisis pada bahan merupakan bentuk disipasi energi yang terjadi selama
proses pembentukan kurva B-H. Besarnya energi yang didisipasikan pada
frekuensi rendah umumnya dipengaruhi oleh porositas, ukuran grain dan
impuritasBentuk umum kurva medan magnetB sebagai fungsi intensitas magnet H
terlihat pada gambar 2.4 kurva B (H) seperti ini disebut kurva induksi normal.

Gambar 2.4 Kurva Induksi Normal
Pada gambar di atas tampak bahwa kurva tidak berbentuk garis lurus
sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara B dan H tidak linier. Dengan
kenaikan harga H, mula-mula B turut naik cukup besar, tetapi mulai dari nilai H
tertentuterjadi kenaikan nilai B yang kecildan menuju nilai B yang konstan. Harga
medan magnet untuk keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet
saturasi. Saturasi magnetisasi merupakan keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai
medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan
terus. (Ika Mayasari, 2012).

Gambar 2.5 Kurva Histerisis
Sesudah mencapai saturasi ketika intensitas magnet H diperkecil hingga mencapai
H = 0, ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada harga H = 0,
medan magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br ≠ 0 seperti ditunjukkan

Universitas Sumatera Utara

pada kurva histerisis pada gambar 2.5. Harga Br ini disebut dengan induksi
remanen atau remanensi bahan. Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan
magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau
remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan
magnet B menunjukkan harga tertentu.
Setelah harga intensitas magnet H = 0 atau dibuat negatif (dengan
membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc.
Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B = 0 atau
menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas
bahan. Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet.
Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan
dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya (Ika
Mayasari, 2012).
Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H
yang besar. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai
saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada
harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu
lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan yang mempunyai
koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti itu baik
untuk membuat magnet permanen (Ika Mayasari, 2012).
Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik
lemah atau soft magnetik materials maupun material magnetik kuat atau hard
magnetic materials.

a
b
Gambar 2.6 Histeris material magnet (a) lunak, (b) keras
Bahan

magnetik

lunak

(soft

magnetic )

dapat

dengan

mudah

termagnetisasi dan mengalami demagnetisasi. Magnet lunak (soft magnetic)
menunjukkan histerisis loop yang sempit. Magnet lunak (soft magnetic)

Universitas Sumatera Utara

digunakan untuk meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh arus listrik
didalamnya. Faktor kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk mengukur
permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan.
Parameter utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan
konduktivitas listrik. Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas
rendah (Hc), saturasi yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysterisis loss
dan permeabilitas yang sangat besar. Beberapa bahan penting magnetik lunak
diantaranya Fe, paduan Fe-Si, Ferit lunak (MnZnFe2O4), besi silikon dll (Poja
Chauhan, 2010)
Bahan magnet keras (hard magnetic ) juga disebut sebagai magnet
permanen yang digunakan untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa
menerapkan arus ke koil. Magnet permanen memerlukan koersivitas tinggi, yang
membutuhkan koersivitas tinggi. Dalam bahan magnet keras ( hard magnetic )
anisotropi diperlukan magnetik uniaksial dan sifat magnetik berikut :
1. Koersivitas tinggi (high coersivity) : koersivitas, juga disebut medan
magnet koersif. Koersivitas biasanya diukur dalam satuan oersted atau
ampere / meter dan dilambangkan Hc. Bahan dengan koersivitas tinggi
disebut bahan ferromagnetik keras dan digunakan untuk membuat
magnet permanen.
2. Magnetisasi besar (large magnetization ) : proses pembuatan substansi
sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan bahan medan
magnet.

2.6 Barium Heksaferit
Heksaferit tergolong dalam ferimagnetik, Ferimagnetik memiliki arah atommagnetik yang berlawanan, tetapi tidak seimbang, jadi magnet ini memiliki
suatu magnetisasi total. Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya,
Barium Heksaferit merupakan tipe-M. Tipe-M yang lebih dikenal dengan
sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling
banyak dimanfaatkan secara komersial dan hingga kini telah banyak penelitian
yang dilakukan untuk mengembangkan material tersebut baik dari segi
fabrikasinya maupun penggunaannya.( Darminto dkk, 2011)

Universitas Sumatera Utara

Barium M-heksaferit atau dikenal dengan sebutan BaM memiliki rumus
kimia BaO.6Fe2O3 (BaFe12O19) dan struktur heksagonal yang sesuai dengan
space group P 63/mmc. Sel komplek BaM tersusun atas 2 sistem kristal yaitu

struktur

kubus-pusat-sisi

(face-centered-cubic)

dan

heksagonal

mampat

(hexagonal-close-packed) seperti terlihat pada gambar 2.7. Keduanya tersusun

dengan lapisan atom yang sama, satu lapisan di atas lapisan yang lain, dalam
setiap lapisan, atom terletak di pusat jaringan.

Gambar 2.7 Struktur kristal BaO.6Fe2O3

Sel satuan BaM berisi 2 molekul, atau totalnya 2 x 32 = 64 atom. Inilah
yang membuat strukturnya sangat panjang ke arah sumbu z dengan c = 23,2 Ao
dan a = 5,88Ao. Ion-ion Ba2+ dan O2- memiliki ukuran yang besar, hampir sama
dan bersifat non magnetik. Keduanya tersusun dalam model close packed
(tertutup). Ion Fe3+ menempati posisi interstisi.
Dalam sel satuan BaM, terdapat 10 lapisan dari ion-ion besar (Ba2+ dan
O2), dengan 4 ion di setiap lapisannya. Delapan dari lapisan-lapisan tersebut
adalah oksigen, sedangkan 2 lainnya berisi masing-masing satu ion barium.
Seluruh blok dari 10 lapisan tersusun atas 4 blok, 2 blok kubus dan 2 blok
heksagonal. Dalam blok kubus tersusun atas ion-ion oksigen yang memenuhi
struktur tetrahedral dan oktahedral. Dalam setiap blok heksagonal, ion barium
mengganti ion oksigen den letaknya di lapisan tengah.
Ion yang bersifat magnet dalam barium ferit hanyalah ion Fe 3+, tiap-tiap
ion dengan nilai momen magnetik 5 μψ kristalografi yang berbeda jenisnya yaitu
tetrahedral, oktahedral dan heksahedral. Ion - ion Fe3+ searah dengan bidang
lapisan oksigen, yang bisa sejajar atau tegak lurus dengan sumbu-z dalam
. Dalam setiap sel satuan terdapat 24 ion Fe 3+, 4 ion berada di sistem

Universitas Sumatera Utara

tetrahedral, oktahedral dan 2 ion dalam heksahedral. Terdapat 16 ion dengan
spin searah dan 8 ion dengan spin berlawanan.
Barium heksaferit merupakan material magnetik dengan medan
anisotropik yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan pada frekuensi yang lebih
tinggi dari pada ferit spinel atau garnet (di atas 30 GHz). Kristal magnet
anisotropik berasal dari strukturk kristal dengan anisotropik yang tinggi.
Pertumbuhan butir struktur kristal tersebut juga bersifat anisotropik, dengan
bentuk morfologi seperti bidang heksagonal yang memberikan peningkatan sisi
anisotropiknya. Akibatnya, BaM menghasilkan koersifitas tinggi. Syarat itulah
yang mestinya harus dimiliki oleh magnet. (Noer A’idah, dkk, 2011)

2.7 Karakterisasi Magnet Permanen
2.7.1

Densitas dan Porositas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Pengukuran
densitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah true density dan bulk
density. True density densitas nyata dari partikel atau kepadatan sebenarnya

dari partikel padat atau serbuk (powder ) berbeda dengan bulk density, yang
mengukur kepadatan rata-rata volume terbesar dari serbuk yang sudah
dipadatkan. Pada pengujian true density menggunakan piknometer. Bulk
density merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel

termasuk dengan rongga atau pori. Pengujian Bulk density dilakukan untuk
megukur benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun
yang tidak beraturan. Pada pengujian Bulk density menggunakan metode
Archimedes.

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah
volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong)
dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas
pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari
suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada
suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai dengan 90% tergantung dari
jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas
terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit

Universitas Sumatera Utara

untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di
dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori
terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada
ditengah-tengah padatan. (Delovita, 2014)

2.7.2

Uji Difraksi Sinar-X (XRD)

Uji difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk menentukan fasa yang
terbentuk setelah serbuk mengalami proses kalsinasi. Dari data yang akan
dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software Xpowder. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi
sinar-X yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka
makin kecil ukuran kristal serbuk.

Gambar 2.8 Geometri sebuah Difraktometer sinar –X
Ada 3 komponen dasar suatu difraktometer sinar X yaitu:
1.

Sumber Sinar X

2.

Spesimen (Bahan Uji)

3.

Detektor sinar X
Ketiganya terletak pada keliling sebuah lingkaran yang disebut
lingkaran pemfokus. Sudut antara permukaan bidang spesimen dan sumber
sinar X adalah sudut Bragg (Ө). Sudut antara projeksi sumber sinar X dan
detektor adalah 2Ө. Atas dasar ini pola difraksi sinar X yang dihasilkan
dengan geometri ini sering dikenal sebagai penyidikan ( scans) Ө- 2Ө (thetadua theta). Pada geometri Ө-2Ө sumber sinar X-nya tetap, dan detektor
bergerak melalui suatu jangkauan (range) sudut. Jejari (radius) lingkaran
pemfokus tidak konstan tetapi bertambah besar bila 2Өberkurang. Range
o

o

pengukuran 2Ө biasanya dari 0 hingga sekitar 170 . Pada eksperimen tidak
diperlukan menyidik seluruh sudut tersebut, pemilihan rangenya tergantung

Universitas Sumatera Utara

pada struktur kristal material (jika dikenal) dan waktu yang diperlukan untuk
memperoleh pola difraksinya. Geometri Ө - 2Ө umumnya digunakan,
walaupun masih ada geometri yang lain seperti geometri Ө- Ө(theta-theta)
dimana detektor dan sumber sinar-X keduanya bergerak pada bidang vertikal
dalam arah yang berlawanan di atas pusat spesimennya. Pada beberapa
bentuk analisis difraksi sinar-X sampel dapat dimiringkan dan dirotasikan
sekitar suatu sumbu

(psi).

Lingkaran difraktometer pada gambar 2.8 berbeda dari lingkaran
pemfokusnya. Lingkaran difraktometer berpusat pada specimen dan detektor
dengan sumber sinar-X keduanya berada pada keliling lingkarannya. Jejari
lingkaran difraktometer adalah tetap. Lingkaran difraktometer juga
dinyatakan sebagai lingkaran goniometer. Goniometer adalah komponen
sentral dari suatu difraktometer sinar-X dan mengandung pemegang sampel
(sample holder ). Pada kebanyakan difraktometer serbuk goniometernya
adalah vertical (Kim S, 2013).

2.7.3 Vibrating Sampel Magnetometer (VSM)
a.

Vibrating Sampel Magnetometer (VSM)

Vibrating sampel magnetometer merupakan perangkat yang bekerja untuk

menganalisis sifat kemagnetan suatu bahan. Alat ini ditemukan oleh Simon Foner
pada tahun 1955 di Laboratorium Lincoln MIT.

b. Komponen Vibrating Sampel Magnetometer

Vibrating sampel magnetometer mempunyai komponen yang dapat dibedakan

berdasarkan fungsi dan sifat fisinya. Komponen-komponen tersebut tersusun
membentuk satu set perangkat VSM yang menjalankan fungsinya masing-masing.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 2.9

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9 Komponen vibrating sampel magnetometer (VSM).
Berdasarkan gambar 5 dapat diuraikan beberapa komponen dari vibrating sampel
magnetometer (VSM), yaitu:

1. Kepala generator: Sebagai tempat melekatnya osilasi sampel yang
dipindahkan oleh transduser piezoelectric.
2. Elektromagnet atau kumparan hemholtz
Berfungsi untuk menghasilkan medan magnet untuk memagnetisasi
sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Resonansi sampel oleh
transduser piezoelectric juga dilairkan kebagian ini dengan capaian
frekuensi sama dengan 75 Hz.
4. Pick-up coil: Berfungsi untuk mengirim sinyal listrik ke amplifier. Sinyal
yang telah diinduksi akan ditransfer oleh pickup coil ke input diferensial
dari lock-in amplifier . Sinyal dari pick-up koil terdeteksi oleh lock-in
amplifier diukur sebagai fungsi dari medan magnet dan memungkinkan

kita untuk mendapatkan loop histeresis dari sampel diperiksa. Untuk
osilasi harmonik dari sampel, sinyal (e) induksi di pick-up coil sebanding
dengan amplitudo osilasi (K), frekuensi osilasi sampel ( ) dan momen
magnet (m) dari sampel yang akan diukur pada vibrating sampel
magnetometer (VSM).

5.

Sensor hall Digunakan untuk mengubah dan mentransdusi energi dalam
medan magnet menjadi tegangan (voltase) yang akan menghasilkan arus
listrik. Sensor hall juga digunakan untuk mengukur arus tanpa
mengganggu alur arus yang ada pada konduktor. Pengukuran arus ini akan
menghubungkan sensor hall dengan teslameter.

6. Sensor kapasitas Berfungsi memberikan sinyal sebanding dengan
amplitudo osilasi sampel dan persediaan tegangan untuk sistem elektronik

Universitas Sumatera Utara

yang menghasilkan sinyal referensi. Selanjutnya sinyal akan diberikan
kepada masukan referensi dari lock-in amplifier . Output konverter digital
akan dikirim ke analog (DAC1out) dan output digital (D1out) dari lock-in
akan mengontrol penguat arus yang mengalir melalui elektromagnet dan
menunjukkan arahnya masing-masing.
Selain itu, VSM juga memiliki beberapa komponen pendukung misalnya
teslameter yang berfungsi untuk mengukur medan magnet berdasarkan sinyal
yang di transdusi oleh sensor hall. Alat pendukung lainnya yaitu voltmeter yang
berfungsi untuk mengukur tegangan listrik yang dikirim oleh pick up koil ke
amlpifier VSM (M. Arif, 2013)

2.7.4

Flux Density

Flux density adalah jumlah garis gaya tiap satuan luas yang tegak lurus kuat

medan. Flux density dapat dirumuskan sebagai berikut :
=



(2.1)

B = Jumlah sebelumnya magnetik
∅ = Jumlah flux magnet
A = Luas daerah

Hasilnya adalah SI unit untuk flux density adalah weber per meter persegi
2

(WB/m ) satu weber per meter persegi sama dengan satu tesla (Jiles. D, 1998).
Garis gaya magnet adalah lintasan kutub utara dalam medan magnet atau
garis yang bentuknya demikian hingga kuat medan di tiap titik dinyatakan oleh
garis singgungnya. Garis-garis gaya keluar dari kutub-kutub dan masuk ke kutub
selatan.

Gambar 2.10 Garis gaya magnet

Universitas Sumatera Utara