Distribusi Seed Bank Eleusine Indica Resisten-Glifosat di Sekitar Piringan Kelapa Sawit Kebun Adolina PTPN IV, Serdang Bedagai

5

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Eleusine indica (L.) Gaertn
Dalam dunia tumbuhan rumput belulang termasuk ke dalam kingdom :
Plantae; divisio : Spermatophyta; subdivisio : Angiospermae; kelas :
Monocotyledoneae; ordo : Poales; famili : Poaceae; genus: Eleusine.
Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim berdaun pita, membentuk rumpun
yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak dalam tetapi lebat dan
kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya. Berkembang biak
terutama dengan biji, bijinya banyak dan kecil serta mudah terbawa
(Nasution, 1983). Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun dan tiap tanamannya
dapat menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000).
E. indica tumbuh

merumpun dari pusat akar yang memiliki sistem

perakaran serabut. Pangkal daun berwarna putih terang berbentuk roset, dapat
tumbuh dengan panjang mencapai 0,7 m, terdapat bulu-bulu halus pada daun.
Rumput lulangan ini juga memiliki membran ligula dengan tepi yang bergerigi. Di
ujung batang terdapat malai dengan cabang 3- 7 cabang, benih tersusun dengan

corak seperti pucuk rebung pada tiap cabang malai. Satu tanaman dapat
memproduksi benih sampai dengan 50.000 benih. Dengan keadaan demikian,
kegagalan dalam pengendalian gulma ini dapat meningkatkan kuantitas benih
gulma ini pada seed bank yang tersimpan dalam tanah (Breeden, 2010).
Rumput belulang, berasal dari Afrika lalu menyebar ke daerah-daerah
tropis, sub tropis, dan beberapa wilayah di dunia termasuk Afrika, Asia, Asia
Tenggara, Australia, dan Amerika. Gulma ini dapat tumbuh dengan subur dengan
cahaya matahari penuh dan juga dapat tumbuh di lahan marginal. Batang, daun,
5

Universitas Sumatera Utara

6

dan biji tumbuh mendatar di tanah yang berbentuk roset sehingga tidak dapat di
siangi dengan mudah. Bunga memiliki 2-6 cabang dengan panjang 4- 15 cm
(Willcox, 2012).
Rumput belulang adalah rumput menahun yang tangguh karena dapat
tumbuh pada tanah lembab atau tidak terlalu kering dan terbuka atau sedikit
ternaungi. Berkembang biak dengan biji, karena biji yang banyak, ringan, dan

berukuran kecil sehingga mudah terbawa angin atau alat-alat pengolahan
pertanian. Daerah penyebarannya meliputi 0-600 m diatas permukaan laut. Pada
perkebunan kelapa sawit, gulma ini dapat menimbulkan masalah pertumbuhan
pada TBM- 1. Gulma ini juga dijumpai pada tanah kosong, di pinggir jalan, di
taman dan pekarangan rumah (Nasution, 1983).
Masalah Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit
Pengelolaan perkebunan merupakan investasi jangka panjang yang
memerlukan jumlah tenaga kerja dan biaya besar. Untuk memperoleh
pertumbuhan dan produksi tanaman yang baik, diperlukan usaha pemeliharaan
tanaman secara intesif. Berbeda dengan hama dan penyakit tanaman, pengaruh
yang diakibatkan oleh gulma tidak terlihat secara langsung dan berjalan lambat.
Namun, secara akumulatif kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Untuk
memenuhi kebutuhan unsur hara, air, sinar matahari, udara, dan ruang tumbuh,
gulma mampu berkompetisi kuat dengan tanaman perkebunan (Barus, 2003).
Tanaman perkebunan mudah terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu
muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan sama sekali, maka kemungkinan
besar usaha tanaman perkebunan itu akan rugi total. Pengendalian gulma yang
tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman perkebunan akan memperlambat
6


Universitas Sumatera Utara

7

pertumbuhan

dan

masa

sebelum

panen

(http://fp.uns.ac.id/hamasains/dasarperlinta-4.htm, 2013).
Gulma memberi tempat hidup bagi hama atau penyakit sebagai inangnya,
yang dapat sangat merugikan bagi kelangsungan hidup tanaman budidaya. Gulma
dapat juga secara langsung memberikan suatu nilai yang negatif karena tumbuh
dengan semena-mena di hampir seluruh permukaan tanah kosong, lahan
perumputan ternak, di semua ruang antara tanaman perkebunan, pertanian,

kehutanan, daerah lansekap, di pinggir jalan atau dapat muncul ditengahnya,
ditepian sungai, dan semuanya itu akan membutuhkan energi yang berupa dana
dan tenaga untuk mengendalikannya (Moenandir, 1993).
Gulma dapat merugikan tanaman pertanian karena bersaing dalam
mendapatkan unsur hara, cahaya matahari, air dan ruang. Beberapa jenis gulma
sering menjadi inang hama dan penyakit tanaman tertentu atau megandung zat
allelopati yang dapat merugikan tanaman utama. Gulma yang terlalu rapat dapat
mempersulit

pekerjaan

di

kebun

seperti

panen,

menyemprot,


dll

(Djojosumarto, 2008).
Gulma sebagai tumbuhan seperti halnya tanaman budidaya, maka
kebutuhan untuk pertumbuhannya, perkembangannya dan reproduksinya akan
saling mempunyai kesamaan. Persaingan untuk cahaya, air, nutrisi, dan ruang
dapat terjadi padanya. Gulma merupakan suatu masalah penting dalam segi
gangguan pada pertumbuhan tanaman secara ekonomis (Moenandir, 1993).
Glifosat
Nama Umum

: Glifosat

Nama Kimia

: [(phosphonomethyl) amino] acetic acid
7

Universitas Sumatera Utara


8

Rumus Bangun

:

(Kegley et al., 2010).
Glifosat adalah salah satu bahan aktif dari herbisida golongan
organofosfor, yang diproduksi oleh Monsanto Co.USA tahun 1971. Bentuk
fisiknya berupa bubuk (powder), berwarna putih, mempunyai bobot jenis (BJ)
0,5 g/cm 3 dan kemampuan larut dalam air 1,2% (Wardoyo, 2001).
Glifosat adalah herbisida pasca tumbuh yang non-selektif yang memiliki
spektrum yang luas dalam mengendalikan pertumbuhan gulma karena lebih dari
180 jenis gulma yang dapat dikendalikan oleh herbisida glifosat. Pada tanaman,
mode of action dari glifosat berupa menipisnya sintesa biomolekul esensial dari
jalur asam shikimic, reduksi energi dalam pembentukan adenosin 5-triposphate
dan pengalihan karbon dalam pembentukan PEP (Phopoenolpyruvate) sehingga
terjadi akumulasi yang berlebihan pada asam shikimic (Kaundun et al., 2008).
Satu-satunya mode of action herbisida yang menghambat asam amino

aromatik adalah glifosat. Tergantung pada produk, glifosat dapat diformulasikan
sebagai amonium, diamonium, dimetilamonium, isopropilamin, dan/atau garam
potasium. Meskipun terdapat perbedaan formulasi garam, yang terpenting adalah
mengetahui bentuk formulasi garam yang tidak mempengaruhi gulma, tetapi
setidaknya dapat mengindikasi cara produk glifosat ini diformulasikan. Glifosat
merupakan non-selektif herbisida secara umum, dan dapat sangat merusak atau
membunuh setiap jaringan tanaman hidup yang mengalami kontak langsung.
8

Universitas Sumatera Utara

9

Bagaimanapun, glifosat dapat digunakan secara selektif pada tanaman resisten
glifosat, termasuk jagung, kedelai, kapas, dan kanola. Seperti inhibitor ALS,
glifosat dapat menghambat sintesis asam amino (Armstrong, 2008).
Herbisida glifosat digunakan sebagai pre-planting pada pertanaman, pada
areal tanpa tanaman (uncropped area) dan sebagai semprotan terarah pada
perkebunan atau hutan. Herbisida ini dengan cepat diabsorbsi oleh banyak spesies
dan sangat mobil di dalam jaringan phloem. Gejala yang dihasilkan: khlorosis dan

nekrosis. Di dalam tumbuhan, herbisida glifosat menghambat kerja enzim 5-enol
pyruvyl shikimate-3-phosphate synthase (EPSP synthase) sehingga mengganggu
pembentukan asam-asam amino aromatik seperti phenylalanine, tryptophan dan
tyrosine (Holt, 1993).
Pada tumbuhan, glifosat mengganggu jalur asam shikimic melalui
penghambatan sintesis enzim 5-enolpyruvylshikimate-3-fosfat (EPSP). Hasil
kekurangan produksi EPSP menyebabkan penurunan asam amino aromatik yang
penting untuk sintesis protein dan pertumbuhan tanaman. Glifosat diserap di daun
dan batang tanaman dan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman.
Berkonsentrasi dalam jaringan meristem. Tanaman yang terkena glifosat akan
menunjukkan terhambatnya pertumbuhan, kehilangan warna hijau, kerutan atau
malformasi daun, dan kematian jaringan. Kematian tanaman dapat terjadi 4 – 20
hari (Miller et al., 2010).
Glifosat menghalangi aktivitas suatu enzim yang digunakan oleh tanaman
untuk membuat asam amino penting. Tanpa asam-asam amino, tanaman tidak bisa
membuat protein yang dibutuhkan untuk berbagai proses pertumbuhan,

9

Universitas Sumatera Utara


10

mengakibatkan

kematian

tanaman.

Glifosat

merupakan

herbisida

yang

berspektrum luas, sehingga membunuh sebagian besar jenis tanaman (Cox, 2004).
Glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari
setelah penyemprotan, tumbuhan jadi layu, kuning dan mati. Herbisida Glifosat

juga mengandung bahan kimia yang membuat herbisida untuk menempel pada
daun sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam selnya
tumbuhan (Lang, 2005).
Kehilangan glifosat di dalam tanah dapat dikarenakan glifosat yang bebas
di dalam larutan tanah (tidak teradsorpsi lempung dan tidak membentuk kelat),
dapat terdegradasi oleh mikroorganisme yang tahan terhadap perlakuan glifosat
seperti halnya Agrobacterium radiobacter di dalam larutan tanah. Glifosat yang
terbawa oleh air infiltrasi ke luar kolom tanah, akan langsung berhubungan
dengan udara bebas dan sinar matahari, sehingga glifosat dapat terdegradasi oleh
mikroorganisme yang masuk lewat udara bebas atau mikroorganisme yang ikut
terbawa oleh air (Wardoyo, 2006).
Resisten Herbisida
Resistensi herbisida dilaporkan pertama kali melawan terhadap 2,4-D
(kelompok Fenoksi) pada tahun 1957 di Hawaii. Pada tahun 1968, laporan
resistensi herbisida ditetapkan pertama kali pada alang-alang Senecio vulgaris
yang melawan terhadap herbisida triazin yang telah didokumentasikan. Resistensi
pertama kali pada 2,4 – D pada tahun 1945, dalapon pada tahun 1953, atrazine
pada tahun 1958, picloram pada tahun 1963, trifluralin pada tahun 1963, diclofop
pada tahun 1977, trialate pada tahun 1962, chlorsulfuron pada tahun 1982, dan
glifosat pada tahun 2003 (Chaudhry, 2008).

10

Universitas Sumatera Utara

11

Gulma yang resisten terhadap herbisida bukan suatu keunikan. Gulma
resisten herbisida adalah suatu daya tahan genetik dari populasi gulma yang
bertahan terhadap pemberian dosis herbisida

yang dianjurkan untuk

mengendalikan populasi gulma. Beberapa pengendalian dapat meningkatkan
resitensi terhadap herbisida. Resisten dapat muncul karena penggunaan herbisida
yang sama atau penggunaan herbisida yang memiliki mekanisme kerja yang sama
secara berulang-ulang (Mathers, 2002).
Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif
atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu
areal maka ada dua kemungkinan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu
terjadi dominansi populasi gulma resisten herbisida atau dominansi gulma toleran
herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis
herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian
juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut
kebal terhadap herbisida tersebut. Individu yang kebal tersebut tumbuh normal
dan menghasilkan regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap
herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya
secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan
mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu
yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika
menjadi

signifikan

dan

menyebabkan

kegagalan

dalam

pengendalian

(Purba, 2009).
Resisten herbisida bukan karena lemahnya pengaruh herbisida. Terkadang
gulma yang resisten dapat bertahan pada aplikasi herbisida berdosis tinggi
11

Universitas Sumatera Utara

12

daripada dosis yang direkomendasikan. Dengan memahami implikasi dan proses
evolusi dari resisten herbisida, pengendalian gulma yang tepat dapat digunakan
untuk meminimalisasi akibat dari gulma yang resisten terhadap herbisida dan
menunda terjadinya peningkatan kasus resisten (Preston et al., 2008).
Resisten terhadap herbisida merupakan kemampuan suatu tumbuhan untuk
bertahan hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya
mematikan spesies tersebut. Pada beberapa negara, biotip gulma yang resisten
herbisida terus mengganggu aktifitas para petani. Biotip adalah populasi dengan
spesies yang memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya,
karakteristik yang luar biasa itu dapat berupa ketahanan/resistensi spesies
terhadap suatu herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu populasi
merupakan suatu contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat cepat
(Hager dan Refsell, 2008).
E. indica yang resisten terhadap glifosat ditemukan di pertanaman kapas
USA Mississippi pada tahun 2010. Sebelum penemuan ini, telah ada dua kasus
resistensi untuk biotip ini di dua region lainnya yaitu di perkebunan buah-buahan
di Malaka dan di Teluk Intan, Perak, Malaysia pada tahun 1997 dimana diketahui
bahwa E. Indica pada wilayah ini telah mengalami resisten berganda (multiple
resistance) serta di perkebunan kopi di Colombia, Caldas pada tahun 2006
(Heap, 2012).
Jumlah total biotip yang resisten semua jenis herbisida adalah 372 biotip
di dunia, 200 spesies (116 dikotil dan 84 monokotil) terdapat pada lebih dari
570.000 daerah. Jumlah total biotip yang resisten parakuat adalah 25 spesies,
resisten glifosat ada 21 spesies, dan yang resisten glufosinat ada 2 spesies di
12

Universitas Sumatera Utara

13

seluruh dunia dan sisanya adalah resisten terhadap bahan aktif herbisida lainnya
(Heap, 2012).
Variasi dalam pengendalian gulma tertentu dengan herbisida yang sama
dapat berkaitan dengan perbedaan aplikasi herbisida, tipe tanah, tingkat hilangnya
herbisida dari biosfer, kedalaman dan waktu perkecambahan biji, iklim, dan
banyak faktor lainnya daripada intraspesifik variasi pada toleransi gulma terhadap
herbisida. Jika resistensi dicurigai, tentunya penting untuk membandingkan daya
racun kedua biotip yang dicurigai resisten dan biotip yang lebih umum yang peka
pada lahan yang sama, rumah kaca, atau dalam kondisi laboratorium
(Lebaron dan Gressel, 1982).
Gulma-gulma yang resisten Glisin/Glifosat, yaitu Amaranthus palmeri,
Amaranthus tuberculatus, Ambrosia artemisiifolia, Ambrosia trifida, Chloris
truncate, Conyza bonariensis, Conyza canadensis, Conyza sumatrensis, Digitaria
insularis, Echinochloa colona, Eleusine indica, Euphorbia heterophylla, Kochia
scoparia, Lollium multiflorum, Lollium perenne, Lollium rigidum, Parthenium
hysterophorus, Plantago lanceolata, Poa annua, Sorghum halepense, Urochloa
panicoides (Heap, 2012).
Beberapa tindakan pencegahan harus sesuai dengan keadaan untuk
pencegahan atau manajemen resisten pada gulma termasuk rotasi herbisida, rotasi
tanaman, rotasi cara pengendalian gulma (secara mekanis, penggunaan
bioherbisida, tumbuhan penutup, dan menggunakan benih yang bersih), dan
menurunkan tekanan seleksi. Menurunkan tekanan seleksi dengan aplikasi
herbisida dosis rendah dapat mempermudah berkembangnya resisten non-target.
Dosis sedang (menengah) seharusnya cukup untuk mengendalikan individu yang
13

Universitas Sumatera Utara

14

memiliki tingkat resistensi rendah. Hal ini juga penting untuk mengenal
mekanisme kerja dan resistensi agar dapat memilih beberapa pilihan manajemen
(Alla dan Hassan, 2008).
Seed bank
Seed bank adalah propagul dorman dari gulma yang berada di dalam tanah
yaitu berupa biji, stolon dan rimpang, yang akan berkembang menjadi individu
gulma jika kondisi lingkungan mendukung (Fenner,1995). Pada tanah tanpa
gangguan, menurut Fenner (1995) seed bank berada pada kedalaman 2-5 cm dari
permukaan tanah, tetapi pada tanah pertanian, seed bank berada 12-16 cm diatas
permukaan tanah (Santosa et al., 2009).
Seed bank (biji dalam tanah) biasanya berasal dari biji-biji yang jatuh dari
tumbuhan induknya pada waktu atau tahun-tahun sebelumnya, jika ada dari luar
areal hanya sedikit. Pola tanam, sistem budidaya dan pengendalian gulma pada
beberapa tahun sebelumnya menentukan spesies gulma mana yang berbunga dan
memberikan kontribusi terhadap cadangan biji (seed bank ) gulma dalam tanah
(Moenandir, 1993)
Tanah yang mengandung biji-biji gulma yang setiap saat dapat
berkecambah yang dihasilkan dari tahun-tahun sebelumnya. Biji-biji yang dalam
kondisi menguntungkan dapat berkecambah dan tumbuh menimbulkan gangguan
serta berkompetisi dengan tanaman pangan disebut simpanan biji. Simpanan biji
ini terdiri dari biji-biji yang umurnya berbeda-beda, beberapa diantaranya berada
dalam kondisi dorman, siap menghadapi kondisi yang menguntungkan untuk
perkecambahan dan sebagian lagi siap menghadapi kondisi yang tidak
menguntungkan. Pada umumnya biji-biji yang berada pada lapisan olah (sampai
14

Universitas Sumatera Utara

15

kedalaman 25 cm) yang perlu mendapat perhatian yang khusus dalam kaitannya
dengan pengelolaan gulma (Gulshan and Altaf, 2012).
Gulma dapat berkembang biak secara vegetatif maupun generatif dengan
biji yang dihasilkan. Pembiakan melalui biji banyak dilakukan oleh gulma
semusim dan beberapa gulma 2 tahunan, pada kondisi yang tidak menguntungkan
biji

yang

mengalami

dormansi

yang

merupakan

sifat

penting

untuk

mempertahankan dan melestarikan hidup gulma. Biji dorman dapat berkecambah
apabila faktor pertumbuhan seperti gas, temperatur dan cahaya terpenuhi
(Setyowati et al., 2005)
Kedalaman pembenaman dari biji- biji gulma juga berpengaruh pada laju
perkecambahannya.

Kedalalaman

pembenaman

memberikan

jumlah

perkecambahan yang berbeda. Pemunculan kecambah berkurang sekitar 75 % bila
pembenaman biji gulma hanya 0,5 cm. Sehingga biji gulma akan berkecambah
baik bila berada diatas permukaan tanah, mungkin hal ini karena pengaruh cahaya.
Bila terkena cahaya langsung biji gulma akan berkecambah dua kali lipat.
(Moenandir, 1993).
Kedalaman biji berada di tanah memberikan pengaruh yang tetap.
Tumbuhnya biji-biji sebagian besar mempunyai hubungan yang negatif dengan
kedalaman lebih dari 1 cm. Semakin dalam biji tertanam kemungkingan untuk
berkecambah dan tumbuh menjadi semakin kecil. Munculnya biji yang paling
baik jika biji-biji berada beberapa mm terbenam (Sastroutomo, 1990).
Biji gulma tersebar secara horizontal dan secara vertical di dalam profil
tanah. Posisi biji secara horizontal di dalam tanah umumnya mengikuti arah
barisan tanaman sedangkan distribusi secara vertikal dipengaruhi oleh pengolahan
15

Universitas Sumatera Utara

16

tanah. Jika tanah dibajak biasanya biji tersebar pada kedalaman 4-6 inchi dibawah
permukaan tanah (Menalled, 2008).
Biji-biji gulma dalam tanah/ha dapat mencapai berjuta-juta jumlahnya dan
terdiri dari sekitar 50 species yang berbeda seperti yang ditemukan oleh Ogg dan
Dawson (1984) dalam survainya. Hal ini dipengaruhi oleh pengolahan tanah
sebelumnya maupun vegetasi-diatasnya (Moenandir, 1993).
Menurut Melinda et al (1998) biji spesies gulma setahun (annual weed
spesies) dapat bertahan dalam tanah selama bertahun-tahun sebagai cadangan
benih hidup atau viable seeds. Menurut Subagiya (2009) melalui kedalaman letak
biji gulma dapat diketahui bagaimana besar kecilnya persaingan gulma terhadap
tanaman pokok. Perlu direncanakan pola tanam yang tepat untuk mengetahui
bagaimana keadaan suatu gulma dapat berkecambah dalam lingkungan yang
memungkinkan (Sukman dan Yakup, 2002).
Menurut Chuah et al (2004), biji gulma dapat bertahan dalam tanah selama
bertahun-tahun sebagai cadangan benih hidup atau viable seeds . Jumlah biji
gulma yang terdapat dalam tanah mencapai ratusan juta biji. Karena benih gulma
dapat terakumulasi dalam tanah, maka kepadatannya terus meningkat. Dengan
pengolahan tanah secara konvensional, perkecambahan benih gulma yang
terbenam tertunda, sampai terangkat ke permukaan karena adanya pengolahan
tanah (Fadhly dan Fahdiana, 2009). Perbedaan posisi biji di dalam tanah menjadi
masalah karena mengakibatkan perbedaan kemunculan gulma (Jalali, 2012).

16

Universitas Sumatera Utara