Pengaruh Waktu Milling Terhadap Sifat Fisis, Sifat Magnet Dan Struktur Kristal Pada Magnet Barium Heksaferit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian magnet
Magnet atau magnit adalah suatu objek yang mempunyai suatu medan
magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam
serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya.
Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu : utara dan selatan. Kutub magnet
adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan
magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya.
2.2 Medan Magnet
Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan
adanya gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan didalam suatu
ruang, maka terjadi perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik
dalam ruang akan terdapat medan magnet. Arah medan magnet disuatu
titik didefenisikan sebagai arah yang ditunjukkan oleh utara jarum
kompas ketika ketika ditempatkan dititik tersebut. (Halliday &
Resnick,1989).

2.3 Sifat-Sifat Magnet Permanen
Sifat – sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi
oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal.

Parameter kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan
remanensi akan berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur
curie (Tc) dan akan kehilangan sifat kemagnetannya (Taufik, 2006)

2.3.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet.
Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya.
Bahan

dengan

koersivitas

tinggi

berarti

tidak

mudah


hilang

kemagnetannya. Tinggi koersivitas, juga disebut medan koersif, dan bahan

Universitas Sumatera Utara

feromagnetik. Koersivitas biasanya diukur dalam oersted atau ampere /
meter dan dilambangkan Hc. (Pooja, 2010).

2.3.2 Remanensi
Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi
pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat
intensitas medan magnet H berharga nol dan medan magnet B
menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas sangat
dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh karena itu besar nilai remanensi
yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet menjadi
sangat penting (Jiles, 1996)


2.3.3 Temperatur Curie
Temperatur Curie (Tc) dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis
dimana fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang
teratur menjadi tidak teratur(Takanori, 2011)

2.3.4 Medan Anisotropi (HA)
Medan anistropi (HA), juga merupakan nilai intrinsik yang sangat penting
dari magnet permanen karena nilai ini dapat di definisikan sebagai
koersivitas maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar
diberikan dengan arah berlawanan untuk menghilangkan medan magnet
permanen. Anistropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti
bentuk magnet, struktur kristal, efek strees, dan lain sebagainya
(konsorsium magnet).

2.4 Bahan Magnetik
Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan
dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya
pengaruh kemagnetan, bahan dapat digolongkan menjadi 5 yaitu:

Universitas Sumatera Utara


2.4.1 Bahan Diagmatik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
negative dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh Faraday pada
tahun 1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal
ini memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut
menginduksi momen magnetic pada bismuth pada arah yang berlawanan
dengan medan induksi pada magnet (willian, 2003).
Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron.
Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat
diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom
dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan.
Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan,
akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan ini: μ<
dengan

suseptibilitas

magnetik


bahan:

Nilai

bahan

diamagnetik

mempunyai orde -10-5m3/kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut,
perak, emas, tembaga dan seng. (Halliday & Resnick, 1989).

2.4.2 Bahan Paragmanetik
Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas positif di mana
magnetisasi M paralel dengan medan luar. Material yang termasuk dalam
paramagnetik adalah logam transisi dan ion logam tanah jarang (rare-earth
ions). Ion-ion ini mempunyai kulit atom yang tidak terisi penuh yang berisi
momen magnet permanen. Momen magnet permanen terjadi karena
adanya gerak orbital dan elektron (Omar, 1975).
Paramagnetik muncul dalam bahan yang atom-atomnya memiliki
momen magnetic permanen yang berinteraksi satu sama lain secara sangat

lemah. Apabila tidak terdapat medan magnetik luar,momen magnetic ini
akan berinteraksi secara acak. Dengan daya medan magnetic luar,momen
magnetic ini arahnya cenderung
sejajar dengan medannya, tetapi ini dilawan oleh kecenderungan momen
untuk berorientasi acak akibat gerakan termalnya.Perbandingan momen
yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan

Universitas Sumatera Utara

dan pada temperaturnya. Pada medan magnetic luar yang kuat pada
temperatur yang sangat rendah, hamper seluruh momen akan diserahkan
dengan medannya. (willian, 2003).

Gambar 2.1 Momen Magnetik Dari Sifat Paramagnetik
Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki
momen magnetik permanen yang akan cenderung menyearahkan diri
sejajar dengan medan arah magnet dan harga suseptibilitas megnetiknya
berbanding terbalik dengan suhu T adalah merupakan hukum curie (Tipler,
2001).


2.4.3 Bahan Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan
atomis besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin
elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak
berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron
yang tidak berpasangan. Masing-masing spin elektron yang tidak
berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan
magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar.
Feromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
magnetic χm Positif yang sangat tinggi.Dalam bahan ini sejumlah kecil
medan magnetic luar dapat menyebabkan derajat penyerahan yang tinggi
pada momen dipol magnetic atomnya.Dalam beberapa kasus,penyearahan
ini dapat bertahan sekalipun medan pemagnetannya telah hilang.Ini terjadi
karena momen dipol magnetic atom dari bahan-bahan feromagnetik ini
mengarahkan gaya-gaya yang kuat pada atom tetangganya sehingga dalam
daerah ruang yang sempit momen ini diserahkan ini disebut daerah
magnetic.Dalam daerah ini,semua momen magnetic diserahkan,tetapi arah
penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetic total dari

Universitas Sumatera Utara


kepingan mikroskopik bahan feromagnetik ini adalah nol dalam keadaan
normal (willian, 2003).

Gambar 2.2 Momen Magnetik Dari Sifat Ferromagnetik

Bahan ini juga mempunyai sifat remanansi, artinya bahwa setelah medan
magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu
bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas
bahan : μ >> μ0 d eng an su sep tib ilitas bahan : χm >> 0. Contoh bahan
ferromagnetik : besi,baja.

2.4.4 Anti Ferromagnetik
Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada
kedua arah. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama
pada suatu kristal. Pada unsur dapat ditemui pada unsur cromium, tipe ini
memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan.
Jenis ini memiliki temperature curie yang rendah sekitar 37 ºC untuk
menjadi paramagnetik.


Gambar 2.3. Arah domain dalam bahan anti ferromagnetik
Pada bahan anti ferromagnetik terjadi peristiwa kopling mome magnetik
diantara atom-atom atau ion –ion yang berdekatan. Peristiwa kopling
tersebut menghasilkan terbentuknya orientasi spin yang antiparalel.
Suseptibilitas bahan anti ferromagnetik adalah kecil dan bernilai positif.

Universitas Sumatera Utara

Contoh bahan anti ferromagnetic adalah : MnO2,MnO,dan FeO.
(Nicola,2003).

2.4.5 bahan Ferrimagnetik
Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang
berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan
ferrimagnetik memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari
bahan ferromagnetik, beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah
ferrite dan magnetite (Mujiman, 2004)

Gambar 2.4 Momen Magnet Dari Sifat Ferimagnetik


2.5 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras
Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik
lemah atau soft magnetik materials maupun material magnetik kuat atau
hard magnetic materials.
2.5.1 Magnet Lunak ( Soft Magnetic )
Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi
dan mengalami demagnetisasi. Magnet lunak mempertahan kan sifat
magnet. Magnet lunak (soft magnetic) menunjukkan histerisis loop yang
sempit, sehingga magnetisasi mengikuti variasi medal listrik hampir tanpa
hysterisis

loss.

Magnet

lunak

(soft

magnetic)


digunakan

untuk

meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh arus listrik didalamnya. Faktor
kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk mengukur permeabilitas
yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan. Parameter
utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan konduktivitas
listrik.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Kurva histerisis magnet lunak (soft magnetic) (Poja
Chauhan, 2010)
Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc),
saturasi yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysterisis loss dan
permeabilitas yang sangat besar. Kurva histerisis bahan magnetik lunak
ditunjukkan pada gambar 2.4. beberapa bahan penting magnetik lunak
diantaranya Fe, paduan Fe-Si, Ferit lunak (MnZnFe 2 O 4 ), besi silikon dll
(Poja Chauhan, 2010).

2.5.2 Magnet Keras ( Hard Magnetic)
Bahan magnet keras (hard magnetic) juga disebut sebagai magnet
permanen yang digunakan untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa
menerapkan arus ke koil. Magnet permanen memerlukan koersivitas
tinggi, yang membutuhkan koersivitas tinggi. Dalam bahan magnet keras
(hard magnetic) anisotropi diperlukan magnetik uniaksial dan sifat
magnetik berikut :
1. Koersivitas tinggi (high coersivity) : koersivitas, juga disebut medan
magnet koersif, dari bahan feromagnetik adalah intensitas medan
magnet yang diterapkan atau diperlukan untuk mengurangi magnetisasi
bahan ke nol setelah magnetisasi sampel telah mencapai saturasi.
Koersivitas biasanya diukur dalam satuan oersted atau ampere / meter
dan dilambangkan Hc. Bahan dengan koersivitas tinggi disebut bahan
ferromagnetik keras dan digunakan untuk membuat magnet permanen.

Universitas Sumatera Utara

2. Magnetisasi besar (large magnetization) : proses pembuatan
substansi sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan
bahan medan magnet.

Gambar 2.5 kurva histerisis magnet keras (hard magnetic)

(Poja

Chauhan, 2010)

2.6 Magnet Keramik
Keramik adalah bahan – bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan
logam yang pengolahan melalui perlakuan dengan temperatur tinggi.
Kegunaannya adalah untuk dbuat berbagai keperluan desain teknis
khususnya

dibidang

kelistrikan,

elektronika,

mekanik

dengan

memamfaatkan magnet keramik sebagai magnet permanen, dimana material
ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang
mengalir dalam sebuah kumparan atau selonoida untuk mempertahankan
medan magnet yang dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen juga
dapat memberikan medan yang konstan tanpa engeluarkan daya yang
kontinu.
Bahan keramik bersifat magnetik umumnya merupakan golongan
ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematite (α-Fe 2 O 3 ) sebagai
komponen utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan
meskipun medan magnet dihilangkan. Material ferit juga dikenal sebagai
magnet keramik, bahan ini tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit

Universitas Sumatera Utara

besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO (Fe 2 O 3 ) dimana M adalah
Ba, Sr, atau Pb dengan reaksi kimia sebagai berikut :

6Fe 2 O 3 + SrCO 3

6Fe 2 O 3 + SrO CO 2

6Fe 2 O 3 + SrO

SrO . 6Fe 2 O 3

Ferit dapat digolongan menjadi tiga kelas. Kelas pertama adalah ferit
lunak, ferit ini mempunyai formula MFe 2 O 3, dengan M adalah Cu, Zn, Ni,
Co, Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel sifat bahan ini
mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang
rendah. Kelas kedua adalah ferit keras, ferit ini adalah turunan dari struktur
magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe 2 O 3 , dengan M adalah Ba,
Sr, atau Pb. Bahan ini mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi
dan mempunyai struktur kristal heksagonal dengan momen-momen
magnetik yang sejajar dengan sumbu c. Kelas ketiga adalah ferit berstruktur
garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada
suhu secara khusus. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel
satuan disusun tidak kurangdari 160 atom(N. Idayanti dan Dedi, 2002).

Barium heksaferrite merupakan keramik oksida komplek dengan rumus
kimia BaO.6Fe 2 O 3 atau BaFe 12 O 19. Barium hexaferrite mempunyai
kestabilan kimia yang bagus dan relatif murah dan kemudahan dalam
produksi. Walaupun kekuatan magnet heksaferit lebih rendah dibandingkan
jenis magnet terbaru berbasis logam tanah jarang, magnet permanen hexaFerrite (Ba-ferrite dan Sr-ferrite) masih menempati tempat teratas dalam
pasar magnet permanen dunia baik dalam hal ini uang maupun berat
produksi.
Barium hexa Ferrite BaO.6Fe 2 O 3 yang memiliki parameter kisi a =
5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal
barium hexa Ferrite BaO.6Fe 2 O 3 diperlihatkan pada gambar 2.6

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Struktur kristal BaO.6Fe 2 O 3 (Moulson A.J, et all., 1985)
Barium hexaferit dapat disintesa dengan beberapa metoda seperti
kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, copresipitasi dan
pemaduan mekanik. Diantara metoda ini pemaduan/gerus mekanik adalah
ekonomis karena ketersedian bahan baku secara komersial dan relatif
murah. Selain itu, penanganan material relatif sederhana untuk proses
pemaduan mekanik dan produksi skala besar dapat diimplementasikan
dengan mudah.

2.7 Mechanical Milling
Mechanical Milling atau dipendekkan milling adalah suatu penggilingan
mekanik dengan suatu proses penggilingan bola dimana suatu serbuk yang
ditempatkan dalam suatu wadah penggilingan di giling dengan cara dikenai
benturan bola-bola berenergi tinggi. Proses ini merupakan metode
pencampuran yang dapat menghasilkan prosuk yang sangat homogen.
Proses milling disini selain bertujuan untuk memperoleh campuran yang
homogen juga dapat memperoleh partikel campuran yang realtif lebih kecil
sehingga dapat diharapkan sifat magentic dari bahan BaO.6Fe 2 O 3 . (F.
Izuni, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Dalam mekanik milling serbuk akan dicampur dalam suatu chamber (ruangan)
dan dikenai energi tinggi terjadi deformasi yang berulang –ulang sehingga
terjadi partikel – partikel yang lebih kecil dari sebelumnya. Akibat dari
tumbukkan pada tiap tipe dari unsur partikel serbuk akan menghasilkan bentuk
yang berbeda juga, untuk bahan yang ulet, sebelum terjadi fracture akan mnjadi
flat atau pipih terlebih dahulu, sedangkan untuk bahan yang getas akan
langsung terjadi fracture dan menjadi partikel serbuk yang lebih kecil. Saat dua
bola bertumbukan berulang ulang menyebabkan terjadinya penggabungan
alloying.(Suryanarayana ,2003).
Proses Milling memiliki dua metode yaitu : Metode Dry Milling dan
Metode Wet Milling. Dalam metode dry milling proses milling untuk
menghindari terjadinya proses oksidasi dilakukan pemberian gas innert seperti
argon atau nitogen. Sedangkan dalam wet milling untuk menghindari terjadinya
oksidasi maka selama proses milling diberi campuran Ethanol.

Adapun parameter yang dapat mempengaruhi proses Milling antara lain :

2.7.1 Tipe Milling
Tipe-tipe milling berbeda dari peralatan milling yang digunakan untuk
menghaluskan ukuran partikel serbuk. Perbedaannya terletak pada
kapasitasnya, efisiensi milling, dan kecepatan putar jar milling. Tipe – tipe
milling tersebut, antara lain : Rotary Ball Mill, High Energy Milling, SPEX
Shaker Milling, Ball Mill Planetary Ball Mill, Attritor Mill. Namun pada
penelitian ini tipe milling yang digunakan untuk menghaluskan partikel
serbuk BaO.6Fe 2 O 3

adalah HEM (High Energy Milling). (Nurul T. R.

Agus S , 2007).

2.7.2 Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses penggilingan adalah serbuk.
Ukuran serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1 mm – 20 mm.
Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan, maka proses penggilingan
akan semakin efektif dan efisien. Selain itu serbuk yang digunakan juga
harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi.Namun ukuran tidakalah
terlalu kritis, asalkan ukuran material itu haruslah lebih kecil dari ukuran

Universitas Sumatera Utara

bola grinda. Ini disebabkan karena ukuran partikel serbuk akan berkurang
dan akan mencapai ukuran mikron setelah dimilling beberapa jam. Selain itu
serbuk yang dimilling dengan cairan misalanya dengan toluene dan dikenal
dengan penggilingan basah. Dan telah dilaporkan bahwa kecepatan atmosfir
lebih cepat selama proses penggilingan basah daripada penggilingan kering.
Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk.
(C .Suryanarayana, 2001).

2.7.3 Bola-Bola Gilling (Ball Mill)
Fungsi bola gilling dalam proses penggilingan adalah sebgai penghancur
serbuk

atau

digunakan

sebagai

pengecil

ukuran

partikel

serbuk

BaO.6Fe 2 O 3 . Oleh karena itu, material pembentuk bola giling harus
memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi
benturan dan gesekan antara serbuk , bola dan wadah penggilingan. Ukuran
bola yang dapat digunakan dalam prose milling ini bermacam- macam.
Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu.

Bola yang akan digunakan harus memilki diameter yang lebih besar
dibandingkan dengan diameter serbuknya. Rasio berat bola serbuk / ball
powder ratio (BPR) adalah variabel yang penting dalam proses milling,
rasio berat – serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tertentu dari bubuk yang dimilling.
Semakin tinggi BPR semakin pendek waktu yang dibutuhkan. Hal ini
dikarenakan peningkatan berat bola tumbukkan persatuan waktu meningkat
dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partikel sebuk
dan proses milling berjalan lebih cepat.

2.7.4 Wadah Penggilingan
Wadah penggilingan merupakan media yang akan digunakan untuk
menahan gerakan bola – bola giling dan serbuk ketika proses penggilingan
berlangsung. Akibat yang ditimbulkan dari proses penahan gerak bola –
bola giling dan serbuk tersebut adalah terjadinya benturan antara bola –

Universitas Sumatera Utara

bola giling, serbuk dan wadah penggilingan sehingga menyebabkan
terjadinya proses penghancuran serbuk. (C. Suryanarayana , 2001 ).

2.7.5 Kecepatan Milling
Besar kecepatan maksimum tiap tipe milling akan berbeda, ketika
perputaran ball mill semakin cepat, maka energi yang dihasilkan juga akan
semakin besar. Tetapi disamping itu, design dari milling ada pembatasan
kecepatan yang harus dilakukan. Sebagai contoh pada ball mill,
meningkatkan kecepatan akan mengakibatkan bola yang ada di dalam
chamber juga akan semakin cepat pergerakannya, tenaga yang dihasilkan
juga besar. Tapi jika kecepatan melebihi kecepatan kritis maka akan terjadi
pinned pada dinding bagian dalam sehingga bola – bola tidak jatuh
sehingga tidak menghasilkan gaya impact yang optimal. Hal ini akan
berpengaruh ke waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang
diinginkan (Suryanarayana , 2003).

2.7.6 Waktu Milling
Waktu Milling merupakan salah satu parameter yang penting utuk milling
pada serbuk.Pada umumnya waktu dipilih untuk mencapai posisi tepatnya
antara pemisahan dan pengelasan partikel serbuk untuk memudahkan
mamadukan logam. Variasi waktu yang diperlukan tergantung pada tipe
milling yang digunakan , pengaturan milling, intensitas milling BPR, dan
temperatur pada milling. Pada umumnya dihitung waktu yang diambil
untuk mencapai kondisi yang tepat, yaitu jangka pendek untuk energi
milling yang tinggi, dan jangka waktu lama ketika dengan energi milling
yang rendah. (Suryanarayana , 2003).

2.7.6 Proses Kompaksi (Penekanan)
Penekanan adalah salah satu cara untuk memadatkan serbuk menjadi
bentuk

yang

diinginkan.

Terdapat

beberapa

metode

penekanan,

diantaranya, penekanan dingin (cold compaction) dan penekanan panas
(hot compaction). Penekanan terhadap serbuk dilakukan agar serbuk dapat

Universitas Sumatera Utara

menempel satu dengan lainnya sebelum ditingkatkan ikatannya dengan
proses sintering. Dalam proses pembuatan suatu paduan dengan metode
metalurgi serbuk, terikatnya serbuk sebagai akibat adanya interlocking
antar permukaan, interaksi adesi-kohesi, dan difusi antar permukaan.
Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu :
a. Cold Compressing ,yaitu pendekatan dengan temperatur kamar.
Metode ini
dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi.
b. Hot Compressing ,yaitu penekanan dengan temperature diatas
temperature
kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan tidak mudah
teroksidasi.
Pada proses kompaksi, gaya gesek yang terjadi antar partikel yang
digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan
mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata.
Dan untuk menghindariterjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat
kompaksi digunakan pelumas yang bertujuan untuk mengurangi gesekan
antara partikel dan dinding cetakan.

2.8 Pemanasan (Sintering)
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi
antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering
mendekatititik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering
merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui
proses sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti seperti
pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan
densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering
antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel (Ika
Mayasari, 2012).
Parameter sintering :
- Temperatur (T)
- Waktu

Universitas Sumatera Utara

- Kecepatan pendinginan
- Kecepatan pemanasan
- Atmosfer sintering
- Jenis material
Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada 2
fenomena yang mungkin terjadi pada saat sintering, yaitu :
1. Penyusutan (shringkage)

Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada
proses sintering akan berbentuk shringkage, yang terjadi karena saat proses
sintering berlangsung gas (lubricant) yang berada pada porositas
mengalami degassing (peristiwa keluarnya gas pada saat sintering). Dan
apabila temperatur sinter terus dinaikkan akan terjadi difusi permukaan
antar partikel matrik dan filler yang akhirnya akan terbentuk liquid
bridge/necking ( mempunyai fasa campuran antara matrik dan filler).
Liquid bridge ini akan menutupi porositas sehingga terjadi eliminasi
porositas/berkurangnya jumlah dan ukuran porositas.Penyusutan dominan
bila pemadatan belum mencapai kejenuhan.
2. Retak (cracking)
3. Apabila pada kompaksi terbentuk pola ikatan antar partikel berupa
bidang-bidang, sehingga menyebabkan adanya trapping gas (gas/ lubricant
terjebak di dalam material ), maka pada saat sintering gas yang terjebak
belum sempat keluar tapi liquid bridge telah terjadi, sehingga jalur
porositasnya telah tertutup rapat. Gas yang terjebak ini akan mendesak ke
segala arah sehingga terjadi bloating (mengembang), sehingga tekanan
diporositas lebih tinggi dibanding tekanan diluar. Bila kualitas ikatan
permukaan partikel pada bahan komposit tersebut rendah, maka tidak akan
mampu menahan tekanan yang lebih besar sehingga menyebaka retakan
(cracking). Keretakan juga dapat diakibatkan dari proses pemadatan yang
kurang sempurna, adanya shock termal pada saat pemanasan karena
pemuaian dari matrik dan filler uang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Tingkatan sintering
Proses sintering meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan :
a. Presintering
Presintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk :
1. Mengurangi residual stress akibat proses kompaksi (green density)
2. Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat yang terjebak dalam
porositas bahan komposit (degassing)
3. Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses
sintering (shock thermal). Temperatur presintering biasanya dilakukan
pada 1/3 Tm (titik leleh) b. Difusi permukaan

Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada
permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada
permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada
temperatur sintering (2/3 Tm). Atom-atom pada permukaan partikel serbuk
saling terdifusi antar permukaan sehingga meningkatkan gaya kohesifitas
antar partikel.
c. Eliminasi porositas
Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi
serbuk adalah bahan yang mempunyai kompaktbilitas tinggi. Hal tersebut
terjadi akibat

adanya difusi antar

permukaan sampel,

sehingga

menyebabkan terjadinya leher (liquid bridge) antar partikel dan proses
akhir dari pemanasan sintering menyebabkan eliminasi porositas
(terbentuknya sinter density).
Mekanisme transportasi massa
Mekanisme transportasi massa merupakan jalan dimana terjadi aliran masa
sebagai akibat dari adanya gaya pendorong.
Ada 2 mekanisme transport, yaitu :
1. Transport permukaan
a. Terjadi pertumbuhan tanpa merubah jarak antar partikel

Universitas Sumatera Utara

b. Transport permukaan yang terjadi selama proses sintering adalah hasil
dari transport massa dan hanya terjadi pada permukaan partikel, tidak
terjadi perubahan dimensi dan mempunyai kerapatan yang konstan.

2. Transport Bulk
a. Dalam proses sintering akan menghasilkan perubahan dimensi.
Atom-atom berasal dari dalam partikel akan berpindah menuju daerah
leher (liquid bridge)

b. Termasuk difusi volume, difusi batas butir, dan aliran viskos.
c. Kedua mekanisme tersebut akan menyebabkan terjadinya pengurangan
daerah permukaan untuk pertumbuhan leher, perbedaanya hanya
terletak pada kerapatan (penyusutan selama sintering).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi mekanisme transport :
a. Material yang digunakan
b. Ukuran partikel
c. Temperatur sintering

Lapisan Oksida
- Terbentuknya lapisan oksida dapat menurunkan kualitas ikatan antar
permukaan
- Lapisan oksida akan menghalangi terjadinya kontak yang sempurna
antara matriks dan filler
- Dengan adanya lapisan oksida, maka gaya interaksi adhesi-kohesi tidak
bisa berjalan dengan baik. Karena terjadinya interaksi adhesi-kohesi
salah satunya disebabkan oleh adanya gaya elektrostatis yaitu gaya
tarik – menarik antara partikel-partikel yang bermuantan dalam suatu
bahan,

maka

dengan

adanya

lapisan

oksida

tersebut

maka

permukaannya menjadi netral, ini mengakibatkan ikatan antar
permukaan menjadi kurang kuat

Universitas Sumatera Utara

Lapisan oksida juga menyebabkan ikatan antara matrik dan filler menjadi
lebih sulit karena temperatur yang diperlukan untuk mereduksi oksida
tersebut membutuhkan temperatur yang lebih tinggi (Henni, 2015).

2.9 Karakterisasi Material Magnet
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu
dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang
dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis
(densitas, porositas, kekuatan magnet ), dan analisa struktur kristal dengan
menggunakan alat uji XRD (X-Ray Diffraction).

2.9.1 Sifat Fisis
A. Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v)
dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979)


ρ = ......................................................................................(2.1)


Dengan :
ρ = Densitas (gram/cm3)
m = Massa sampel (gram)
v = Volume sampel (cm3)
Dalam pelaksanaannya kadang – kadang sampel yang diukur mempunyai
ukuran bentuk yang tidak teratr sehingga untuk menentukan volumenya
menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat.
Untuk menentukan rapat massa (bulk density) digunakan hukum
archimedes yang persamaannya sebagai berikut :
Densitas : ρ = �

��

� − ��

���� ....................................................(2.2)

Dengan :
mk = Massa sampel kering (gram)
mb = Massa saturasi sampel (gram )

Universitas Sumatera Utara

B. Porositas
Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah
volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume
kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat
padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam (%) rongga
fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut.
Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0%
sampai dengan 90% tergantung dari jenis dan aplikasi material
tersebut. Porositas suatu bahan umumnya dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut :
Porositas : P =
Dengan :
P

�� − ��
��

x 100% ..........................................(2.3)

= Porositas

mk = Massa sampel kering (gram)
mb = Massa saturasi sampel ( gram )

2.9.2 XRD (X-Ray Diffraction)
X-Ray Diffractometer adalah alat yang dapat memberikan data-data
difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2θ)
dari suatu bahan. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal
adalah untuk mengetahui perubahan fase struktur bahan dan mengetahui
fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji.
Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa sinar-X adalah melakukan
analisa pemeriksaan terhadap sampel x yang belum diketahui strukturya.
Sampel ditempatkan pada titik focus hamburan sinar- X yaitu tepat
ditengah-tengah plate yang digunakan sebagai tempat yaitu sebuah plat
tipis yang berlubang ditengah berukuran sesuai dengan sampel (pellet)
dengan perekat pada sisi baliknya. (Sholihah & Zainuri, 2012).

A. Komponen Dasar XRD
Tiga komponen dasar XRD yaitu :
1. Sumber Sinar – X

Universitas Sumatera Utara

Sinar – X merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang
mempunyai Energi anatara 200 eV- 1 MeV dengan panjang gelombang
anatar 0,5 – 2,5 Ȧ. Panjang gelombangnya hampir sama dengan jarak
antara atom dalam kristal, menyebabkan sinar – X menjadi salah satu
teknik dalam analisa mineral.

2. Material Uji (Specimen)
Sartono (2006) mengemukakan bahwa material uji (specimen) dapat
digunakan bubuk(powder) biasanya 1 mg.
3. Detektor
Sebelum sinar –X sampai kedetektor melalui proses optik. Sinar –X yang
panjang gelombangnya λ dengan intensitas I mengalami refleksi dan
menghasilkan sudut difrkasi 2ϴ (Sartono , 2006).

B. Prinsip Kerja XRD
Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai
permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian
sinar tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke
lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara
konstruktif (menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar
yang berinterferensi inilah yang digunakan untuk analisis.Difraksi sinar
X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat akan
mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat
dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudutsudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar.

Di dalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom
disebut bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk
merefleksikan sinar –X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal
ini disebut indeks miller. Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan
posisi dan arah yang khas, sehingga jika disinari dengan sinar –X pada
analisis XRD akan memberikan difraktogram yang khas pula. Dari data

Universitas Sumatera Utara

XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi puncakpuncak grafik XRD
dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik tersebut dengan
database ICDD. Dan dapat juga diketahui % Volume fasa yang dicari,
yaitu untuk mengetahui berapa persen fasa mayor dan fasa minor.
Dengan persamaan sebagai berikut :

% Vol. Fasa Yang dicari=

���������� ���� ���� ������

����� ℎ ���������� ������ ℎ ����

×100%........2.4

2.9.3 Particle Size Analyzer (PSA)
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengeathuui ukuran suatu
partikel yaitu :
1. Metode Ayakan (Sieve Analyses)
2. Laser Diffraction ( LAS)
3. Metode Sedimentasi
4. Electronical Zone Sensing (EZS)
5. Metode Kromotografi
6. Analisa Gambar (Mikrografi)
7. Ukuran Aerosol submicron dan perhitungan.

Sieve analyses (analisis ayakan) dalam dunia farmasi sering kali
Digunakan dalam bidang mikromeritik. Yaitu ilmu (bagaimana
konektifitas antara kalimat sebelum dan sesudah) yang mempelajari
tentang ilmu dan teknologi partikel kecil. Metode yang paling umum
digunakan adalah analisa gambar (mikrografi). Metode ini meliputi
metode

mikroskopi

dan

metode

holografi.

Seiring

dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era
nanoteknologi, para peneliti mulai menggunakan Laser Diffraction
(LAS). Metode ini dinilai lebih akurat untuk bila dibandingkan dengan

Universitas Sumatera Utara

metode analisa gambar maupun metode ayakan (sieve analyses),
terutama

untuk

sample-sampel

dalam

orde

nanometer

maupun

submicron.
Pengukuran

partikel

dengan

menggunakan

PSA

biasanya

menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika
dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan
metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk sampel-sampel
dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memliki
kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel
didispersikan

ke

dalam

media

sehingga

partikel

tidak

saling

beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang
terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran
dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan
sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Beberapa analisa
yang dilakukan, antara lain:
1) Menganalisa ukuran partikel.
2) Menganalisa nilai zeta potensial dari suatu larutan sample
3) Mengukur tegangan permukaan dari partikel clay bagi industri kerami
dan sejenisnya. Dimana hal ini akan berpengaruh pada struktur lapisan
clay. Struktur lapisan clay ini sangat berpengaruh pada metode slip
casting.
4) Mengetahui zeta potensial coagulant untuk proses coagulasi
partikel pengotor bagi industri WTP (Water Treatment Plant)
5) Mengetahui ukuran partikel tegangan permukaan dari densitas pada
emulsi yang digunakan pada produk-produk industri beverage.
Keunggulan penggunaan Particle Size Analyzer (PSA) untuk
mengetahui ukuran partikel:
1) Lebih akurat. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih
akurat jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain
seperti XRD ataupun SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan
ke dalam media sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran
dari single particle.

Universitas Sumatera Utara

2)

Hasil pengukuran

dalam bentuk

distribusi,

sehingga

dapat

menggambarkan keseluruhan kondisi sample.
3) Rentang pengukuran dari 0,6 nanometer hingga 7 mikrometer. (Rusli,
2011).
2.9.4 VSM (Vibrating Sample Magnetometer)
Semua bahan mempunyai momen magnetikjika ditempatkan dalam
medan magnetik. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai
magnetisasi. Secara prinsip ada dua metoda untuk mengukur besar
magnetisasi ini, yaitu metode induksi dan metode gaya. Pada metoda
induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan diinduksikan
oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada
sepasang kumparan. Sedangkan pada metoda gaya pengukuran dilakukan
pada besamya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam
gradien medan magnet. VSM (Vibrating Sample Magnetometer) adalah
merupakan salah satu alat ukuran magnetisasi yang bekerja berdasarkan
metoda induksi.
Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan salah satu jenis
peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan.
Dengan alat ini akan dapat diperoleh informasi mengenai besaranbesaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang
digambarkan dalam kurva histeresis, sifat magnetik bahan sebagai akibat
perubahan suhu, dan sifat-sifat magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran

atau kondisi anisotropik bahan. Salah satu keistimewaan VSM adalah
merupakan vibrator elektrodinamik yang dikontrol menggunakan arus
balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen. Jika
sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi
sampel dengan meluruskan domain magnet. Momen dipol magnet sampel
akan menciptakan medan magnet di sekitar sampel, yang biasa disebut
magnetic stray field. Ketika sampel bergetar, magnetic stray field dapat
ditangkap oleh coil. Medan magnet tersebar tersebut akan menginduksi
medan listrik dalam coil yang sebanding dengan momen magnetik

Universitas Sumatera Utara

sampel. Semakin besar momen magnetik, maka akan menginduksi arus
yang makin besar.
Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, suhu
maupun orientasi sampel, berbagai sifat magnetik bahan dapat dipelajari.
Dalam penelitian
ini, nilai magnetisasi diukur selain untuk mengetahui kemampuan
magnetik nanosfer yang dihasilkan juga untuk mendapatkan informasi
komposisi nanosfer. Karakterisasi Sifat Magnetik dengan VSM. Data
yang diperoleh dari karakterisasi sifat magnet berupa kurva histeresis
dengan sumbu x merupakan medan magnet yang menginduksi sampel
dalam satuan Tesla dan sumbu y merupakan magnetisasi sampel dalam
satuan emu/gram.

Universitas Sumatera Utara