Pengaruh Waktu Milling Terhadap Sifat Fisis, Sifat Magnet Dan Struktur Kristal Pada Magnet Barium Heksaferit Chapter III V

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK, Serpong.

3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, mulai dari tanggal 1 Februari 2017
sampai dengan 1 Mei 2017.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Barium heksaferit (BaFe 12 O 19 ).
Berfungsi sebagai bahan baku yang akan di uji daan dikarakterisasi
sifat magnet, sifat fisis dan strukturnya.
2. Ethanol
Berfungsi sebagai pelarut.
3. Celuna
Berfungsi sebagai perekat


3.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Spatula
Berfungsi sebagai alat untuk mengambil serbuk bahan baku
pembuatan sampel.
2. Neraca Digital 2 digit
Berfungsi sebagai alat untuk menimbang bahan baku yang akan
digunakan dalam pembuatan sampel.
3. Beaker Glass

Universitas Sumatera Utara

Berfungsi sebagai wadah sampel yang akan dioven.
4. Hand Mortar
Berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan sampel.
5. HEM(High Energy Milling)
Berfungsi sebagai alat untuk menghancurkan serbuk.
6. Saringan
Berfungsi sebagai alat untuk memisahkan cairan sampel dari bolabola besi.

7. Bola-bola besi
Berfungsi sebagai pengaduk bahan pada saat proses milling agar
homogeny.
8. XRD (X-Ray Difraction)
Berfungsi untuk mengetahui struktur Kristal dari sampel.
9. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Berfungsi untuk mengamati mikrostuktur sampel.
10. VSM (Vibrating Sample Magnetometer)
Berfungsi untuk menganalisa sifat magnet dalam bentuk kurva.
11. Oven
Berfungsi untuk mengeringkan serbuk campuran.
12. Picnometer 10 ml
Berfungsi untuk mengukur densitas serbuk.
13. Carver Press
Berfungsi untuk mencetak bahan sampek membentuk pelet. Dengan
tekanan 80 ton ditahan selama 1 menit.
14. Cetakan (Molding)
Berfungsi sebagai tempat untuk mencetak sampel.

15. Gaussmeter

Berfungsi sebagai sensor pendeteksi sinar fluks.

3.3 Variabel Eksperimen

Universitas Sumatera Utara

3.3.1 Variabel penelitian
Variabel dari penelitian ini adalah penagruh waktu milling yang mulai
dari 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam.

3.3.2 Variabel percobaan akan digunakan dalam percobaan ini adalah :
1. Sifat Fisis
-

Densitas (Density)

2. Analisa struktur kristal
-

XRD (X-Ray Difraction)


3. Sifat magnet
-

Gaussmeter

-

Vibrating Sample Magnetometer (VSM)

4. Karakterisasi Serbuk
-

Particle Size Analyzer (PSA)

3.4 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Serbuk BaFe12O19


Universitas Sumatera Utara

Ethanol
t = 3 jam
6 jam
12 jam
24 jam

Milling

Pengeringan
T = 100°C
Karakterisasi :
PSA
Densitas serbuk
VSM
XRD

Serbuk

BaFe12O19
Celuna
Pencetakan dengan
tekanan 8 ton
T= 900℃
1000℃
1100℃
1200℃

Sintering
Magnetisasi
Karakterisasi :
Fluks Magnetik
Densitas Pelet

3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi : penentuan komposisi serbuk,
penggilingan dengan menggunakan HEM sampai mencapai butiran yang
sangat halus, pengeringan, penghalusan serbuk yang kering dengan
menggunakan hand mortar, dan karakterisasi bahan.


3.5.1 Penentuan Komposisi Serbuk
Untuk membuat magnet permanen, disediakan serbuk barium heksaferit
(BaFe 12 O 19 ) dan ethanol sebagai pelarut. Bahan tersebut kemudian

Universitas Sumatera Utara

ditimbang diatas wadah plastik dengan komposisi 1:10, sehingga
presentase massa serbuk

3.5.2 Proses Milling
Untuk membuat ukuran serbuk magnet yang lebih halus diperlukan proses
milling dengan menggunakan HEM. Prosedur kerja untuk melakukan
proses milling serbuk ini adalah :
1. Bola-bola besi dan wadahnya dicuci menggunakan sabun dan kertas
pasir kemudian dikeringkan.
2. Serbuk yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam wadah beserta
bola-bola besi.
3. Memasukkan Ethanol secukupnya hingga menggenangi semua bahan.
4. Mencampur semua bahan dengan alat milling selama 3 jam, 6 jam, 12

jam dan 24 jam.

3.6 Pengujian
Setelah semua treatment telah dilakukan maka dilanjutkan dengan pengujian
sampel. Adapun pengujian yang dilakukan adalah densitas, analisa XRD, PSA,
Kurva

Histerisis

dengan VSM

(Vibrating

Sample

Magnetometer)dan

Gaussmeter.

3.6.1 Sifat Fisis

A. Densitas Serbuk
Pengukuran densitaspellet ini dilakukan dengan menggunakan hukum
archimedes. Densitas dan porositas diukur melalui perbandingan massa sampel
kering dengan massa sampel ketika direndam dalam aquades. Prosedur kerja untuk

Universitas Sumatera Utara

menentukan besarnya densitas (gr/��3 ) dan porositas suatu sampel pellet sebagai
berikut :
1.

Siapkan neraca digital

2.

Beaker glass diisi dengan aquades kemudian diletakkan diatas neraca dan
dikaitkan dengan kawat penggantung

3.


Sample kemudian diletakkan diatas kawat penggantung dan dilihat hasil

4.

massa basahnya (�� )

Sampel kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 °C selama 12
jam

5.

Sampel ditimbang lagi untuk mengetahui massa kering (�� )
densitas : ρ = �

��

�− ��

���� ....................................................................... (3.1)


3.6.2 Karakterisasi Serbuk
3.6.2.1 Particle Size Analysis
Pada serbuk hasil milling dilakukan analisa ukuran diameter partikel serbuk
menggunakan alat PSA (Particle Size Analysis) merk cilas 1190. Mekanisme
kerja dari PSA yakni sebagai berikut :
1. Serbuk dimasukkan kedalam tabung PSA yang berisikan air sebanyak
ujung sepatula.
2. Dilihat pada komputer ukuran partikel dari 10 %, 50% dan 90 %.
3. Di simpan data pada flasdisk.

3.6.3 Analisa Struktur Kristal
A. XRD (X-Ray Diffraction)
Analisa struktur magnet serbuk Barium Heksaferit dalam penelitian ini
dilakukan menggunakan alat XRD (X-Ray Difractometer). X-Ray Difraction
adalah alat yang dapat memberikan data – data difraksi dan kuantitas
intensitas difraksi pada sudut – sudut difraksi (2θ) dari suatu sampel. Tujuan
dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui
perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa – fasa apa saja yang

Universitas Sumatera Utara

terbentuk selama proses pembuatan sampel uji dengan variasi waktu
milling.

3.6.4 Analisa Sifat Magnet
A. Gaussmeter
Analisa pengukuran fluks magnetik sampel pelet magnet NdFeB
dalam penelitian ini menggunakan Gaussmeter.Analisa fluks magnetik
sampel pelet ini dilakukan dengan cara mengambil sampel pelet dengan
pinset dan sampel pelet tersebut diletakkan diatas wadah yang dilapisi tissue
kemudian ujung pendeteksi (scan) Gaussmeter diletakkan diatas permukaan
sampel pelet, langkah berikutnya adalah menggerak - gerakkan ujung sensor
pendeteksi (scan) yang ditempelkan pada permukaan sampel pelet. Kemudian
nilai densitas fluks magnetik yang dihasilkan dapat dilihat pada display
Gaussmeter tersebut, dan untuk mendapatkan nilai fluks terbaik dilakukan
scan keseluruh permukaan sampel baik di kutub positif dan negatif.

B. VSM (Vibrating Sample Magnetometer)
Pengukuran sifat magnetik bahan dengan VSM ini dilakukan di
laboratorium Magnetik-Bidang Zat Mampat -PJIB-BATAN yang telah
terpasang alat Vibrating Sample Magnetometer (VSM), tipe OXFORD VSM
I.2 T. Alat ini merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk
mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan dapat diperoleh
informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan
medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histeresis, sifat magnetik
bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat-sifat magnetik sebagai fungsi
sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan. Dalam VSM tipe
OXFORD VSM I.2H ini kumparan didesain dengan model Mallinson 4
kumparan dengan arah medan adalah horizontal dan tegak lurus pada arah
getaran.
VSM (VibratingSamp/eMagnetometer) adalah merupakan salah
satualat ukurmagnetisasi yang bekerja berdasarkan metoda induksi. Pada
metoda ini, cuplikan yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung

Universitas Sumatera Utara

bawah batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan
magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen ataupun
sebagai respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini alan
mengakibatkan perubahan garis gaya

magnerik.Perubahan ini akan

menginduksikan menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan
pengambil (pick-up coil atau sense coil) yang ditempatkan secara tepat dalam
sistem medan magnet ini.Selanjutnya sinyal AC ini akan dibaca oleh pre-amp
dan Lock-in amplifier. Frekuensi dari Lock-in amplifier diset sama dengan
frekuensi getaran sinyal referensi dari pengontrol getaran cuplikan.
Lockin amplifier ini akan membaca sinyal tegangan dari kumparan
yang sefasa dengan sinyal referensi. Kumparan pengarnbil biasanya dirangkai
berpasangan dengan kondisi arah lilitan yang berlawanan. Hal ini untuk
menghindari terbacanya sinyal yang berasal dari selain cuplikan, misalnya
dari akibat adanya perubahan medan magnet luar itu sendiri. Selanjutnya
dalam proses pengukuran, medan magnet luar yang diberikan, suhu cuplikan,
sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali
komputer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi
medan magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Sifat Fisis
4.1.1 Densitas Serbuk
Pengujian untuk mengetahui densitas serbuk dilakukan dengan menggunakan
picnometer, yaitu dengan memasukkan serbuk BaFe 12 O 19 kedalam picnometer lalu
ditimbang dengan neraca digital. Dan hasil pengujian densitas serbuk dapat dilihat
pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Hasil Pengujian densitas serbuk BaFe 12 O 19
Densitas serbuk BaFe 12 O 19 (gr/cm3)

Variasi waktu Milling (jam)
3

1,1

6

1,102

12

1,302

24

1,262

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa nilai densitas serbuk BaFe 12 O 19 tersebut makin besar
dengan bertambahnya waktu milling. Hal ini disebabkan jika ukuran diameter
partikel semakin kecil, maka nilai densitas serbuk akan semakin membesar. Selain
itu korelasi antara densitas serbuk dengan ukuran partikel berbanding terbalik.
Semakin kecil ukuran serbuk magnet maka nilai densitas serbuk cenderung
naik.(Ayu Yuswita, 2012). Namun nilai densitas pada waktu milling 24 jam menurun
dikarenakan ukuran serbuk yamg lebih besar dari serbuk magnet pada waktu milling
12 jam. Hasil densitas serbuk dapat ditunjukkan pada Gambar 4.1 :
1,35
1,302

Densitas (gr/cm3)

1,3
1,25

1,262

1,2
1,15
1,1

1,1

1,102

1,05
0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

waktu milling (jam)

Gambar 4.1 Grafik densitas serbuk dari setiap waktu milling

Universitas Sumatera Utara

4.2 Analisa Ukuran Diameter Partikel Serbuk BaFe 12 O 19 .
Particle Size Analyzer (PSA) merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur
seberapa besar ukuran diameter partikel suatu sampel. Adapun hasil pengukuran
partikel serbuk magnet BaFe 12 O 19 terhadap variasi waktu milling adalah sebagai
berikut : bahwa ukuran diameter partikel terbesar dimiliki serbuk BaFe 12 O 19 dengan
waktu milling 3 jam, yaitu pada % volume kumulatif 10% memiliki diameter sebesar
7,84 µm, pada 50% sebesar 18,21µm, dan pada 90% sebesar 28,53 µm. Dan ukuran
diameter partikel terkecil dimiliki oleh serbuk BaFe 12 O 19 dengan waktu milling 12
jam, yaitu pada % volume kumulatif 10% sebesar 3,46 µm, pada 50% sebesar 10,46
µ m, dan pada 90% sebesar 31,55 µm. Hal ini menunjukkan bahwa waktu milling
memiliki kolerasi yang berbanding lurus dengan ukuran diameter partikel.
Tabel 4.2 Hasil pengukuran PSA untuk serbuk BaFe 12 O 19 hasil milling
dengan variasi waktu.
Waktu (jam)

10%(µm)

50%(µm)

90%(µm)

3

7,84

18,21

28,53

6

5,06

17,10

30,04

12

3,46

10,46

31,55

24

3,56

17,51

54,28

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil pengukuran PSA untuk serbuk
BaFe 12 O 19 setelah dimilling dengan HEM (High Energy Milling). Proses Milling ini
dilakukan dengan waktu milling 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Dari tabel ini
dapat diketahui bahwa dengan milling menggunakan HEM maka diameter partikel
akan semakin kecil seiring bertambahnya waktu milling dan mencapai puncaknya
pada 12 jam dengan ukuran 3,46 µm. Namun pada waktu milling hingga 24 jam
terjadi aglomerasi atau penggumpalan yang menyebabkan diameter partikel semakin
besar.
Penggumpalan ini disebabkan karena lamanya waktu milling (Radyium
ikono, 2012).
Aglomerasi adalah proses bergabungnya partikel-partikel kecil menjadi struktur yang
lebih besar melalui peningkatan sifat fisis seperti suhu (M. Muhriz, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Semakin lama proses milling maka ukuran partikel cenderung semakin halus dan
cenderung teraglomerasi akibat gaya elektrostatis yang cukup kuat pada partikel
tersebut (Akmar Johan, 2007). Semakin lama waktu milling maka temperatur milling
meningkat juga. Dengan naiknya temperatur milling maka ukuran serbuk yang
dimilling akan semakin mengecil kemudian semakin membesar.(C. Suryanarayana,
2001).
Berikut grafik PSA serbuk BaFe 12 O 19 hasil milling terhadap variasi waktu
milling yang ditunjukkan pada gambar 4.2:

Hasil Pengukuran PSA terhadap variasi waktu milling
ukuran diameter serbuk (µm)

60

54,28

50
40

31,55
30,04
28,53

30
18,2117,1

20
10

7,84
5,06 3,46 3,56

3 jam
6 jam
12 jam

17,51

24 jam

10,46

0
Diameter 10%

10 %

Diameter 50%

50 %

Diameter 90%

90 %

Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengukuran PSA Diameter serbuk BaFe 12 O 19 hasil
milling dengan pengaruh variasi waktu.

4.3 Analisa Struktur Kristal Serbuk Magnet BaFe 12 O 19 (XRD)
Analisa struktur kristal BaFe 12 O 19 dilakukan dengan menggunakan XRD,
yang bertujuan untuk mengamati fasa-fasa yang terbentuk pada sampel serbuk
setelah proses milling dilakukan.

4.3.1 Pengujian XRD (X-Ray Diffraction)
.

Untuk dapat mengetahui fasa-fasa yang terbentuk pada sampel, maka

dilakukan karakterisasi sampel dengan menggunakan peralatan X-ray diffractrometer
yang kemudian dianalisa secara kualitatif. Proses analisa tersebut dilakukan dengan
cara mencocokkan data hasil pengukuran difraksi yang didapat dari sampel dengan

Universitas Sumatera Utara

data hasil difraksi sinar- X yang terdapat pada database ICDD (International Center
for Diffraction Data). Hasil analisa XRD diperlihatkan pada Gambar 4.3 berikut :

Gambar 4.3 Grafik hasil pengujian XRD BaFe 12 O 19 pada waktu milling 3, 6, 12,
24 jam.

Pada Gambar 4.3 diatas memperlihatkan hasil analisa X-Ray Diffraction (XRD) dari
bahan BaFe 12 O 19 dengan waktu milling 3, 6, 12, 24 jam. Dari gambar pola XRD
tersebut memperlihatkan bahwa waktu milling 3 jam memiliki peak terbanyak
terdapat 12 peak tertinggi. Hasil Rietveld Rifinementfasa menggunakan program
Match dan Origin pro8.5.1, setelah dilakukan Rietveld Rifinement terdapat 2 fasa
yaitu fasa BaFe 12 O 19, dan fasa Fe pada waktu milling 3, 6, dan 12 jam, pada waktu
milling 24 jam terdapat fasa baru yaitu Fe 3 O 4.

Universitas Sumatera Utara

4.4 Karakterisasi Sifat Magnet Dengan VSM
Vibrating sample Magnetometer (VSM) merupakan salah satu jenis peralatan
yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan dapat
diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat
perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histerisis. Hasil
pengujian VSM magnet BaFe 12 O 19 diperlihatkan pada Gambar 4.4 :
200

Memu/gr
(emu/gr)
150

100

50

H(Oe)
0
-25000 -20000 -15000 -10000 -5000

0

5000

10000 15000 20000 25000

-50
kurva barium heksaferit 24
jam
kurva barium heksaferit 12
jam
kurva barium heksaferit 6
jam
kurva barium heksaferit 3
jam

-100

-150

-200

Gambar 4.4 Kurva Histerisis serbuk BaFe 12 O 19 dengan Milling 3, 6, 12, 24 jam.
Dari Gambar 4.4 dapat dibuat kedalam tabel 4.5:

Tabel 4.3 Besaran magnetisasi dan medan magnet dengan pengaruh waktu
Milling
Waktu (jam)

3

Mr (emu/g)

35,99

Ms (emu/g)

85,18

Br (kG)

0,497

Hcj

BH max

(kOe)

(MGOe)

1,277

0,552

Universitas Sumatera Utara

6

23,41

113

0,324

0,29914

0,22

12

19,76

138

0,323

0,19845

-

24

10,65

76,52

0,168

0,14994

-

Dari Gambar 4.4 dan Tabel 4.3 dapat diketahui dengan perbedaanya waktu milling
antara 3, 6, 12 dan 24 jam terjadi penurunan Nilai Magnet Remanen (Mr), Nilai
Magnet Saturasi (Ms) terjadi kenaikan dan pada waktu milling 24 jam mengalami
penurunan, nilai koersivitas cenderung menurun, nilai remanensi juga mengalami
penurunan, dan nilai energi produk juga mengalami penurunan, untuk serbuk
BaFe 12 O 19 dengan waktu milling 12 dan 24 jam tidak dapat diketahui nilai energi
produknya karena sudah termasuk kedalam soft magnet akibat lamanya waktu
milling yang membuat sifat magnet menjadi menurun. Menurut Hasil penelitian
(Endang, S. Barorani) dengan judul “ Pengaruh Waktu Milling Terhadap Sifat
Magnet” dijelaskan bahwa Pengaruh waktu milling terhadap sifat –sifat magnet
menunjukkan bahwa pengaruh waktu milling akan menaikkan harga U, H , Br, dan
BHmax, serta dapat menurunkan Bmax dan Ps. Sifat-sifat magnet ditentukan oleh
sifat fisik dari magnet yang dihasilkan seperti besar butir dan densitas.
Setiap peningkatan harga densitas maka secara umum akan meningkatkan
sifat kemagnetan seperti BHmax, Br, Uc dan Hc ini dapat diterangkan dengan
menunjukkan bahwa magnet yang dihasilkan itu tersusun dari atom-atom yang
bersifat magnet yang rnasing-masing akan memberikan kontribusi magnet. sebagai
akibat dari perputaran elektron mengelilingi intinya dan gerak spin (menimbulkan
dipol magnet individu), sedangkan energi magnet untuk satu padatan adalah
merupakan penjumlahan momen dipol individu atom-atom penyusunnya yang
arahnya semua paralel membentuk dipol searah. Dengan semakin padatnya material
(densitas naik) maka jumlah momen magnet persatuan volume semakin banyak
sehingga sifat magnet menjadi bertarnbah dibanding dengan material dengan harga
densitas lebih kecil.
Magnet permanen yang berukuran kecil dan menyebar memiliki domain yang
lebih searah, dibanding butir kristal yang berukuran besar. Hal ini menunjukkan
bahwa untuk mendapatkan domain tunggal, diperlukan butiran kristal berukuran
yang sangat kecil, yaitu melalui proses milling. Dengan membuat ,magnet yang

Universitas Sumatera Utara

bestruktur domain tunggal, kekuatan magnet yang terbentuk dapat lebih optimal.
(suryadi, 2007).

4.5 Densitas Bulk BaFe 12 O 19
Pengujian untuk mengetahui densitas Bulk magnet BaFe 12 O 19 pada waktu
milling terbaik dan pada sifat magnetik terbaik yaitu pada waktu milling 3 jam
dilakukan dengan metode biasa, yaitu dengan membagikan langsung massa dengan
volume Bulk magnet BaFe 12 O 19 . Dan hasil pengujian densitas bulk untuk magnet
BaFe 12 O 19 dari waktu milling 3 jam dapat dilihat dari tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Densitas Bulk Magnet BaFe 12 O 19
Waktu Milling Densitas Bulk Magnet BaFe 12 O 19 (gr/cm3)
(jam)

900℃

1000℃

1100℃

1200℃

3

3,822

4,148

4,542

4,729

Dari tabel 4.4 diketahui bahwa nilai densitas dari bulk magnet BaFe 12 O 19 tersebut
semakin besar dengan dinaikkannya suhu. Hal ini disebabkan jika suhu semakin
tinggi maka akan semakin padat dan pori –pori dari magnet tersebut semakin kecil.

Densitas Bulk(gr/cm3)

Hasil densitas bulk dapat dilihat pada Gambar 4.3:

Grafik Densitas Bulk Vs Suhu Sintering dengan waktu
milling 3 jam
5
4,729
4,524

4,5
4,148
4
3,822
3,5
3
800

900

1000

1100

1200

1300

suhu sintering°C
Gambar 4.5 Grafik Densitas dari waktu milling 3 jam dengan variasi suhu
sintering

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil pengukuran Densitas Bulk pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa
semakin tinggi suhu sintering maka densitas bulknya semakin meningkat karena nilai
kepadatan yang semakin baik yang mengakibatkan densitas bulknya cenderung
meningkat.

4.6 Pengujian Kuat Medan Magnet Dengan Gaussmeter
Salah satu pengujian sifat magnet pada penelitian ini adalah pengujian kuat
medan magnet dengan menggunakan Gaussmeter. Serbuk BaFe 12 O 19 yang di milling
3 jam di kompaksi, setelah dikompaksi kemudian diperlakukan sintering dengan
suhu 900℃, 1000℃, 1100℃, dan 1200℃, selanjutnya dimagnetisasi dengan MagnetPhysic Dr. Steingrover GmBH Impuls magnetizer K-series pada tegangan 1400V dan
kuat medan magnetiknya kemudian diukur menggunakan Gaussmeter. Adapun hasil
dari magnetisasi pada suhu sintering 900℃, 1000℃, 1100℃, 1200℃ pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Kuat Medan Magnet Sampel serbuk BaFe 12 O 19
yang dimilling 3(jam)
Waktu Milling Fluks Magnetik Temperatur Sintering (Gauss)
(jam)

900℃

1000℃

1100℃

1200℃

3

190,93

202,02

239,32

178,75

Fluks Magnetik

Grafik Fluks Magnetik Vs Suhu Sintering dengan waktu
milling 3 jam
250

239,32

230
210
190

190,93

202,02

170

178,75

150
700

800

900

1000

1100

1200

1300

Suhu sintering(°C)
Gambar 4.6 Grafik Fluks Magnetik terhadap Suhu sintering dengan waktu
milling 3 jam

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil pengukuran fluks Magnetik pada tabel 4.5 Nilai Fluks magnetik
pada masing- masing suhu cenderung meningkat, namun di suhu 1200 ℃ fluks

magnetik

cenderung menurun yang kemungkinan diakibatkan karena adanya

pertumbuhan butir.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab 4
sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Dari pengaruh waktu milling didapat bahwa waktu optimum milling untuk
sifat magnetik pada bahan adalah 3 jam dan suhu optimum untuk melakukan
sintering adalah 1100ºC.
2. Dari hasil pengujian sifat fisis didapat bahwa nilai densitas sebuk cenderung
naik, namun di waktu milling 24 jam cenderung menurun akibat dari
aglomerasi (penggumpalan). Dari hasil analisa struktur kristal XRD (X-Ray
Diffraction), fasa dominan BaFe 12 O 19 dan fasa minor Fe terdapat pada hasil
milling 3 jam, namun pada hasil milling 6, 12, dan 24 jam terdapat fasa
dominan Fe dan fasa minor BaFe 12 O 19 dikarenakan rontoknya bola-bola besi
pada saat proses milling berlangsung. Dari hasil pengujian sifat magnet
barium heksaferit didapat nilai kuat medan magnet, remanensi, dan energy
produk maksimum terbaik pada waktu milling 3 jam.
3. Dari hasil pengujian sifat fisis pada pengaruh variasi suhu sintering didapat
bahwa nilai densitas bulk cenderung naik, diakarenakan semakin tingginya
suhu sintering maka sampel semakin padat yang menyebabkan kenaikan nilai
densitas bulk. Dari hasil pengujian sifat magnet pada pengaruh variasi suhu
sintering didapat nilai fluks magnetik yang cenderung naik dari suhu 900℃
hingga suhu 1100℃, namun pada suhu 1200℃ mengalami penurunan nilai
sifat magnetik dikarenakan tingginya suhu sintering yang mengakibatkan
pertumbuhan butir.

5.2 Saran
Untuk proses penelitian lebih lanjut dalam pembuatan magnet permanen Barium
heksaferrite (BaO.6Fe 2 O 3 ) disarankan:

Universitas Sumatera Utara

1. Pada

penelitian

selanjutnya,

pada

saat

proses

milling

diharapkan

menggunakan bola-bola yang lebih keras agar tidak rontok pada saat proses
milling berlangsung.
2. Pada

penelitian

selanjutnya,

diharapkan

menggunakan

SEM

agar

mendapatkan analisis struktur yang lebih dalam.

Universitas Sumatera Utara